Anda di halaman 1dari 78

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Fakultas Kedokteran Skripsi Sarjana

2017

Gambaran Pasien Gagal Napas Dengan


Kelainan Paru Pada Rawat Inap di
Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik
Medan Bulan Januari Sampai Agustus
Tahun 2017

Kurniadi, Ricky
Universitas Sumatera Utara

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/4885
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
SKRIPSI

GAMBARAN PASIEN GAGAL NAPAS DENGAN


KELAINAN PARU PADA RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT
UMUM HAJI ADAM MALIK MEDAN BULAN JANUARI
SAMPAI AGUSTUS TAHUN 2017

Oleh :
RICKY KURNIADI
140100182

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2017

Universitas Sumatera Utara


ii

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya yang begitu besar sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan laporan hasil penelitian ini, yang merupakan salah
satu tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan di program studi Sarjana
Kedokteran, Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.

Dalam penyelesaian proposal penelitian ini, penulis banyak menerima


bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak, diantaranya:

1. Kepada Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum, selaku Rektor Universitas
Sumatera Utara.
2. Kepada DR. Dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K), selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
3. Kepada dosen pembimbing dr. Syamsul Bihar, M.Ked (Paru), Sp. P yang
telah banyak memberi waktu, bimbingan dan ilmu kepada penulis sehingga
skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
4. Kepada ketua penguji, dr. M. Aron Pase, M.Ked(PD), SpPD yang telah
banyak memberikan ilmu, saran dan nasehat dalam penyempurnaan skripsi
ini.
5. Kepada anggota penguji dr. Cut Meliza Zainumi, M.Ked(An)., Sp.An yang telah
banyak memberikan petunjuk, arahan dan nasehat dalam penyempurnaan
skripsi ini.
6. Kepada dosen penasehat akademik dr. Ariyati Yosi, M.Ked(KK).,Sp.KK yang
telah membimbing penulis selama program studi S1 pendidikan dokter.
7. Kepada seluruh keluarga penulis, terutama bapak Maris Siregar dan ibu
Farida Warni Lubis selaku orang tua penulis, serta abang dan kakak penulis,
dan keluarga lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang

iii

Universitas Sumatera Utara


selalu senantiasa mendukung, mendoakan dan memberikan semangat kepada
penulis dalam menyelesaikan pendidikan dan penyelesaian skripsi ini.
8. Kepada seluruh teman penulis, Wirda Zamira Lubis, Dewi Tamiriyona,
Febryana Ramadhani, Habibatul isma, dan Rizky Munawir, Hafiz Ramadhan,
Abdul Rahman, Ananta Septrianda, Mulki Tarigan, Ian F Hutagaol, Yusuf
Hardi Lubis, Darry Aprilio dan teman-teman lain yang tidak dapat disebutkan
satu per satu, yang selalu senantiasa memberikan semangat, mendoakan dan
memberikan masukan kepada penulis sehingga skripsi dapat diselesaikan.
9. Kepada teman-teman mahasiswa Fakultas Kedokteran USU angkatan 2014
yang telah sukarela meluangkan waktunya sebagai responden serta
memberikan saran, masukan dan dukungan sehingga skripsi ini dapat berjalan
dengan lancar.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna.
Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi lebih
menyempurnakan laporan hasil penelitian ini.

Medan, 11 Desember 2017


Penulis,

Ricky Kurniadi

iv

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ........................................................................................ i

Lembar Pengesahan ................................................................................ ii

Kata Pengantar ........................................................................................ iii

Daftar Isi ................................................................................................. iv

Daftar Tabel ............................................................................................ vii

Daftar Gambar ........................................................................................ viii

Daftar Singkatan ..................................................................................... ix

Abstrak .................................................................................................... x

BAB I. PENDAHULUAN..................................................................... 1

1.1. Latar Belakang .................................................................... 1


1.2. Perumusan Masalah ............................................................ 3
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................ 4
1.3.1. Tujuan Umum ............................................................ 4
1.3.2. Tujuan Khusus ........................................................... 4
1.4. Manfaat Penelitian .............................................................. 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 5

2.1. Anatomi Sistem Pernapasan ............................................. 5


2.1.1 Rongga Hidung ...................................................... 5
2.1.2 Rongga Mulut ......................................................... 5
2.1.3 Faring ..................................................................... 5
2.1.4 Laring ..................................................................... 6
2.1.5 Trakea ..................................................................... 6
2.1.6 Bronkus Utama ....................................................... 6
2.1.7 Bronkus Lobaris ..................................................... 7

Universitas Sumatera Utara


2.2. Fisiologi Pernapasan ......................................................... 7
2.3 Gagal Napas ..................................................................... 11
2.3.1. Definisi .................................................................... 11
2.3.2. Etiologi .................................................................... 11
2.3.3. Patofisiologi ............................................................ 13
2.3.4. Klasifikasi ................................................................ 17
2.3.5. Diagnosis ................................................................. 18
2.3.6. Tatalaksana.............................................................. 22
2.3.7. Komplikasi .............................................................. 23
2.4 Kerangka Teori .................................................................. 25
2.5 Kerangka Konsep ............................................................... 26

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN .......................................... 27

3.1 Jenis Penelitian .................................................................. 27


3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................ 27
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ........................................ 27
3.4 Metode Pengumpulan Data ................................................ 28
3.5 Definisi Operasional Penelitian ......................................... 28
3.6 Pengolahan dan Analisa Data ............................................ 31

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................. 32

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................. 41

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 42

LAMPIRAN .......................................................................................... 46

vi

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 1 Penyebab Gagal Napas Berdasarkan Tipe
11
Gagal Napas
Tabel 4.1 Deskripsi karakteristik subjek penelitian 32
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi berdasarkan pekerjaan 33
Tabel 4.3 Penyakit paru yang mendasari timbulnya gagal
napas 34
Tabel 4.4 Penyakit komorbid pada gagal napas 37
Tabel 4.5 Jenis penyakit komorbid pada gagal napas 38
Tabel 4.6 Tipe gagal napas 39

vii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 PertukaranUdara di Alveolus 8
Gambar 2 Skema Regulasi Ventialasi 10
Gambar 2.4 Bagan Kerangka Teori 25
Gambar 2.5 Bagan Kerangka Konsep 26

viii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

Abjad Judul Halaman


A Daftar Riwayat Hidup 45
B Surat Pernyataan Orisinalitas 46
C Izin Survey Penelitian 47
D Ethical Clearance 48
E Surat Izin Penelitian 49
F Hasil Analisa Statistik SPSS 50
G Data Induk Penelitian 54

ix

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR SINGKATAN

PPOK : Penyakit Paru Obstruktif Kronik

PaCO2 :Partial Pressure of Carbon

AGDA : Analisa Gas Darah Arteri

PaO2 : Partial Pressure of Arterial Oxygen

SKRT : Survey Kesehatan Rumah Tangga

PSP : Primary Spontaneous Pneumothorax

KDO : Kurva Dissosiasi Hemoglobin

PO2 : Partial Pressure of Oxygen

ARDS : Akut Respiratory Distress Syndrome

OSA : Obstructive Sleep Apneu

TIK : Tekanan Intrakranial

FiO2 : Fraction of Inspired Oxygen

V/Q : Ventilation/Perfusion

PEEP : Positive End Expiratory Pressure

PFTs : Pulmonary Function Test

FEV1 : Forced Expiratory Volume-One Second

FVC : Forced Vital Capacity

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Latar Belakang. Gagal napas merupakan sindrom di mana sistem pernapasan gagal untuk
mempertahankan pertukaran gas O2 dan CO2.Gagal napas akut digolongkan menjadi dua yaitu
gagal napas akut hipoksemia (gagal napas tipe I) dan gagal napas akut hiperkapnia (gagal
napas tipe II). Kemajuan teknik diagnosis dan terapi intervensi telah berkembang pesat, tetapi
gagal napas masih merupakan penyebab angka kesakitan dan kematian yang tinggi di instalasi
perawatan intensif.

Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kejadian gagal napas pasien
dengan kelainan paru dan saluran pernapasan pada rawat inap di RSUP. Haji Adam Malik
Medan 2017.

Metode.Penelitian ini adalah penelitian deskriptif retrospektif dengan menggunakan data


rekam medik.Penelitian ini berlokasi di RSUP H. Adam Malik Medan. Sampel penelitian adalah
pasien rawat inap dengan kelainan paru yang melakukan pemeriksaan AGDA pada bulan
Januari sampai Agustus 2017. Sampel dipilih dengan menggunakan metode total sampling dan
disesuaikan dengan kriteria inklusi dan eksklusi.

Hasil. Pasien-pasien gagal nafas dengan kelainan paru lebih banyak diderita oleh laki-
laki(72%)dan usia terbanyak yaitu 51-60 tahun (44%) dengan pekerjan terbanyak yaitu pegawai
swasta (47%). Penyakit paru yang mendasari terjadinya gagal napas pada pasien dengan
kelainan paru terbanyak adalah tb paru (52%) dengan tipe terbanyak adalah tipe 1 (92%).

Kesimpulan. Karakteristik penderita gagal napas terbanyak yaitu laki-laki dengan usia 51-60
dengan pekerjan wiraswasta. Tipe gagal napas terbanyak adalah tipe I dengan penyebab
terbanyak tb paru.

Kata kunci : Gagal napas, pemeriksaan AGDA, hipoksemi, hiperkapni

xi

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

Background. Respiratory failure is a syndrome in which the respiratory system fails to maintain
O2 and CO2 gas. Acute respiratory failure is classified into two causes of acute respiratory
failure (respiratory failure type I) and acute hypercapnia respiratory failure (respiratory failure
type II). Thediagnostic techniques and therapies have developed rapidly, respiratory failure is
still the cause of high morbidity and mortality rates in intensive care installations.

Objective. This study aims to determine the description of the incidence of disease patients in the
respiratory tract of RSUP. Haji Adam Malik Medan 2017.

Method. This research is a retrospective descriptive research using medical record data. This
research is in RSUP H. Adam Malik Medan. The study sample was inpatients with lung
abnormalities who performed AGDA checks from January to August 2017. Samples were
selected using the total sampling method and adjusted for the inclusion and exclusion criteria.

Results. Patients with respiratory failure with lung disorder were more likely to be males (72%)
and feeding age 51-60 years (44%) with employee private (47%). Lung disease underlying
seizures in patients with pulmonary abnormalities is pulmonary (52%) with type 1 (92%).

Conclusion. Characteristics of respiratory failure patients with men ages 51-60 with self-
employed workers. The type of respiratory failure is type I with the cause of lung injury.

Keywords.Respiratory failure, AGDA, hypoxemia, hypercapni

xii

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Kegagalan pernapasan merupakan sindrom di mana sistem pernapasan
gagal untuk mempertahankan pertukaran gas yang memadai pada saat istirahat
atau selama latihan yang mengakibatkan hipoksemia dengan atau tanpa
hiperkapnia (Bammigatti, 2005). Gagal napas didefinisikan sebagai PaO2< 60
mmHg atau PaCO2> 50 mmHg(Surjanto, E, Sutanto,S. Y, 2009). Gagal napas
didiagnosis ketika pasien kehilangan kemampuan untuk ventilasi memadai atau
untuk menyediakan oksigen yang cukup untuk darah dan organ sistemik
(Bammigatti, 2005).
Gagal napas merupakan kegagalan sistem respirasi dalam pertukaran
gas O2 dan CO2 serta masih menjadi masalah dalam penatalaksanaan medis.
Walaupun kemajuan teknik diagnosis dan terapi intervensi telah berkembang
pesat, tetapi gagal napas masih merupakan penyebab angka kesakitan dan
kematian yang tinggi di instalasi perawatan intensif(Surjanto, E, Sutanto,S. Y,
2009).
Studi dari akhir 1990-an pada kejadian kegagalan pernapasan akut di
unit perawatan intensif di Eropa menemukan kejadian dari 77,6 per 100.000 di
Swedia, Denmark, dan Islandia dan 88,6 per 100.000 di Jerman; tingkat
kematian adalah sekitar 40%. Di AS, jumlah rawat inap karena kegagalan
pernapasan akut meningkat dari 1.007.549 pada tahun 2001 untuk 1.917.910
pada tahun 2009. Selama periode yang sama, penurunan angka kematian dari
27,6% menjadi 20,6% diamati. Tingkat ventilasi mekanik (non-invasif atau
invasif) tetap stabil selama periode 9 tahun ini; Namun, penggunaan ventilasi
non-invasif memang meningkat dari 4% menjadi 10% (Stratton, Samuel J, MD,
2016).
Gagal napas akut dapat digolongkan menjadi dua yaitu gagal napas akut
hipoksemia (gagal napas tipe I) dan gagal napas akut hiperkapnia (gagal napas

Universitas Sumatera Utara


2

tipe II). Gagal napas tipe I dihubungkan dengan defek primer pada oksigenasi
sedangkan gagal napas tipe II dihubungkan dengan defek primer pada ventilasi.
Insidensi dan akibat dari gagal napas akut juga tergantung dari disfungsi organ
lain ( Surjanto, E, Sutanto,S. Y, 2009).
Beberapa penyebab gagal napas dapat berupa PPOK dan asma.
Berdasarkan riset kesehatan dasar tahun 2013 prevalensi ppok dan asma di
provinsi sumatera utara masing-masing adalah 3,6% dan 2,4% (Riskesdas,
2013). Menurut hasil penelitian Manik dalam Anita (2009), di rumah sakit haji
medan tahun 2000-2002 terdapat 132 penderita ppok dan 14 diantaranya
meninggal dunia (Rahmatika, 2009).
Penyebab lainnya adalah TB paru. Indonesia menempati urutan ke-3
terbanyak penderita TB di dunia setelah India, dan Cina. Di Indonesia setiap
tahun terdapat ± 250.000 kasus baru dan sekitar 140.000 kematian akibat TB.
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Indonesia tahun 2004
menunjukkan bahwa TB merupakan penyebab kematian nomor satu diantara
penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit
jantung dan pernapasan akut pada seluruh kalangan usia (Silitonga, 2011).

Selain itu, pneumotoraks dan efusi pleura merupakan salah satu etiologi
gagal napas. Angka kejadian primary spontaneous pneumothorax (PSP) di
Inggris adalah 24 per 100.000 penduduk untuk laki-laki dan 9,8 per 100.000
penduduk per tahun untuk perempuan (Aulia, 2015). Prevalensi efusi pleura
mencapai 320 per 100.000 penduduk di negara-negara industri dan penyebaran
etiologi berhubungan dengan prevalensi penyakit yang mendasarinya (Surjanto,
Sutanto and Aphridasari, 2014). Menurut WHO (2008), efusi pleura merupakan
suatu gejala penyakit yang dapat mengancam jiwa penderitanya. Di negara-
negara industri, diperkirakan terdapat 320 kasus efusi pleura per 100.000 orang.
Amerika Serikat melaporkan 1,3 juta orang setiap tahunnya menderita efusi
pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif dan pneumonia bakteri.
Menurut Depkes RI (2006), kasus efusi pleura mencapai 2,7 % dari penyakit
infeksi saluran napas lainnya (tiwi, 2015).

Universitas Sumatera Utara


3

Kegagalan pernapasan akut sering dikaitkan dengan infeksi paru,


infeksi yang paling umum adalah pneumonia. Pada 2015, World Health
Organization (WHO) melaporkan bahwa pneumonia merupakan penyebab dunia
yang terbesar tunggal kematian pada anak usia <5 tahun sekitar 922.000
kematian per tahun. Data dari Centers for Disease Control and Prevention
(CDC) menunjukkan bahwa di AS selama tahun 2013 ada 56.979 kematian yang
berhubungan dengan pneumonia dan 149.205 kematian akibat penyakit saluran
napas bawah (Stratton, Samuel J, MD, 2016).
Penyebab lainnya yaitu tumor paru. Berdasarkan data WHO pada tahun
2012, terdapat sekitar 1,59 miliar orang di dunia meninggal dunia akibat
keganasan pada paru-paru. Di USA, dilaporkan terdapat 169.400 kasus baru
yang merupakan 13% dari semua kanker baru yang terdiagnosis dengan 154.900
kematian, sedangkan di Indonesia menduduki peringkat ke 4 terbanyak setelah
kanker payudara dan leher rahim. Tumor jinak paru jarang dijumpai, hanya
sekitar 2% dari seluruh tumor paru dan biasanya ditemukan secara kebetulan
pada pemeriksaan rutin karena tumor jinak jarang memberikan keluhan (Tandi,
Tubagus and Simanjuntak, 2016).

Sejauh ini belum ditemukan penelitian dan informasi lengkap tentang


kejadian gagal napas di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan. Oleh karena itu
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini pada pasien dengan kelainan
paru dan saluran pernapasan pada rawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan
bulan Januari sampai Agustus 2017.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Bagaimana gambaran pasien gagal napas dengan kelainan paru pada
rawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan bulan Januari sampai Agustus
2017.

Universitas Sumatera Utara


4

1.3 TUJUAN PENELITIAN


1.3.1 TUJUAN UMUM
Tujuan umum dari penelitian ini untuk mengetahui gambaran pasien
gagal napas dengan kelainan paru pada rawat inap di RSUP Haji Adam Malik
Medan bulan Januari sampai Agustus 2017.

1.3.2 TUJUAN KHUSUS


1. Mengetahui karakteristik pasien gagal napas yang dirawat inap dengan
kelainan paru di RSUP Haji Adam Malik Medan bulan Januari sampai
Agustus 2017 yang terdiri dari: Jenis kelamin, Umur, dan Pekerjaan.
2. Mengetahui kelainan paru yang menyebabkan gagal napas pada pasien
yang dirawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan bulan Januari
sampai Agustus 2017.
3. Mengetahui tipe gagal napas pada pasien rawat inap dengan kelainan
paru di RSUP Haji Adam Malik Medan bulan Januari sampai Agustus
2017.
4. Mengetahui penyakit komorbid pada pasien gagal napas yang dirawat
inap dengan kelainan paru di RSUP Haji Adam Malik Medan bulan
Januari sampai Agustus 2017.

1.4 MANFAAT PENELITIAN


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:
1. Memberikan informasi bagi pihak RSUP Haji Adam Malik Medan dan
dokter untuk mengetahui karakteristik, etiologi, tipe gagal napas dan
penyakit komorbid pada penderita gagal napas di RSUP Haji Adam
Malik Medan.
2. Sebagai bahan referensi bagi peneiti lain yang ingin melanjutkan
penelitian selanjutnya mengenai penyakit gagal napas.
3. Memberikan wawasan tambahan bagi pembaca dan peneliti sendiri
mengenai karakteristik, etiologi, tipe gagal napas dan penyakit komorbid
pada penderita gagal napas di RSUP Haji Adam Malik Medan

Universitas Sumatera Utara


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI SISTEM PERNAPASAN


2.1.1. Rongga Hidung

Rongga hidung terdiri atas :

a. Vestibulum yang dilapisi oleh sel submukosa proteksi.


b. Dalam rongga hidung terdapat rambut yang berperan sebagai
penapis udara.
c. Struktur konka yang berfungsi sebagai produksi terhadap udara
luar karena strukturnya yang berlapis.
d. Sel silia yang berperan untuk melemparkan benda asing keluar
dalam usaha membersihkan jalan napas.
Rongga hidung dimulai dari vestibulum, yakni pada bagian anterior ke
bagian posterior yang berbatasan dengan nasofaring. Rongga hidung terbagi atas
dua bagian, yakni secara longitudinal oleh septum hidung dan secara transversal
konka superior, medialis dan inferior (Rab, 2013).

2.1.2. Rongga Mulut


Pada bagian atas berbatasan dengan labium, palatum durum dan
palatum mole, sedangkan pada bagian belakangnya berbatasan dengan orofaring.
Peranannya sebagai pengunyah makanan dikarenakan terdapatnya gigi geligi,
berbagai kelenjar ludah yang mengandung enzim ptialin. Peranannya hanya
dalam waktu bersuara atau tersumbatnya rongga hidung (Rab, 2013).

2.1.3. Faring
Merupakan bagian belakang dari rongga hidung dan rongga mulut.
Terdiri dari (bagian yang berbatasan dengan rongga hidung), orofaring (bagian
yang berbatasan dengan rongga mulut), dan hipofaring (bagian yang berbatasan

Universitas Sumatera Utara


6

dengan laring), diyakini bagian dimana pemisahan antara udara dan makanan
terjadi (Rab, 2013).

2.1.4. Laring
Walaupun fungsi utamanya dalah sebagai alat suara, akan tetapi
didalam saluran pernapasan fungsinya adalah sebagai jalan udara, oleh karena
celah suara diantara pita suara berfungsi sebagai pelindung dari jalan udara. Bila
dilihat secara frontal maupun lateral, pada gambaran laring dapat dilihat adanya
epiglotis, tulang hiloid, tulang rawan tiroid, tulang aritenoid, dan tulang rawan
krikoid. Tulang rawan krikoid merupakan batas terbawah dari tulang rawan
laring, yaitu terletak 2-3 cm dibawah laring. Dibawah dari tulang krikoid
biasanya dilakukan tindakan trakeotomi yang bertujuan untuk memperkecil
(dead space) dan mempermudah melakukan pengisapan sekresi (Rab, 2013).

2.1.5. Trakea
Trakea merupakan suatu cncin tulang rawan yang tidak lengkap (U-
shapped) dimana pada bagian belakangnya terdiri dari 16-20 cincin tulang
rawan. Panjang trakea kira-kira 10 cm, tebalnya 4-5 mm, diameternya lebih
kurang 2,5 cm, dan luas permukaannya 5 cm2. Lapisan trakea terdiri dari
mukosa, kelenjar submukosa, dan dibawahnya terdapat jaringan otot yang
treletak pada bagian depan yang menghubungkan kedua bagian tulang rawan.
Diameter trakea ini bervariasi pada saat inspirasi dan ekspirasi (Rab, 2013).

2.1.6. Bronkus Utama


Bronkus merupakan suatu struktur yang terdapat didalam medisatinum.
Bronkus juga merupkan percabangan dari trakea yang membentuk bronkus
utama kiri dan bronkus utama kanan. Panjangnya lebih kurang 5 cm,
diameternya 11-19 cm, dan luas penampangnya 3,2 cm2. Percabangan dari
trakea sebelum masuk ke mediastinum disebut dengan bifurkasi dan sudut tajam
yang dibentuk oleh percabangan ini disebut karina. Karina ini penting didalam
bronkoskopi, yakni untuk mengintrepretasikan berbagai kelainan didalam

Universitas Sumatera Utara


7

mediastinum. Karina ini penting di dalam bronkoskopi, yakni untuk


menginterpretasikan berbagai kelainan di dalam mediastinum (Rab, 2013).

2.1.7. Bronkus Lobaris


Bronkus lobaris merupakan percabangan dari bronkus utama. Bronkus
utama kanan mempunyai tiga percabangan , yakni superior, medialis, dan
inferior, sedangkan bronkus utama kiri bercabang menjadi bronkus lobaris
superior dan bronkus lobaris inferior. Diameter dari bronkus lobaris adalah 4,5-
11,5 mm dengan luas penampang 2,7cm2. Bronkus segmentalis merupakan
percabangan dari bronkus lobaris (Rab, 2013).

2.2 FISIOLOGI PERNAPASAN


Fungsi primer dari sistem pernapasan adalah untuk menyediakan
oksigen bagi jaringan dan membuang karbondioksida. Untuk mencapai tujuan
ini, pernapasan dapat dibagi menjadi empat peristiwa fungsional pertama, yaitu
ventilasi paru (masuk dan keluarnya udara antara atmosfer dan alveoli paru),
difusi oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan darah, transport oksigen
dan karbondioksida dalam darah dan cairan tubuh ke dan dari sel, dan
pengaturan ventilasi dan hal-hal lain dari pernapasan (Putri, 2013).
Ventilasi merupakan suatu proses perpindahan masa udara dari luar
tubuh ke alveoli dan pemerataan distribusi udara kedalam alveoli alveoli. Proses
ini terdiri dari dua tahap yaitu inspirasi dan ekspirasi. Paru-paru dapat
dikembang kempiskan melalui dua cara, yaitu diafragma naik turun untuk
memperbesar atau memperkecil rongga dada, serta depresi dan elevasi tulang iga
untuk memperbesar atau memperkecil diameter anteroposterior rongga dada.
Ventilasi alveolar adalah salah satu bagian yang penting oleh karena oksigen
pada tingkat alveoli inilah yang mengambil bagian dalam proses difusi.
Besarnya ventilasi alveolar berbanding lurus dengan banyaknya udara yang
masuk atau keluar paru, laju napas, udara dalam jalan napas serta keadaan
metabolik. Setelah alveoli diventilasi dengan udara segar, langkah selanjutnya

Universitas Sumatera Utara


8

dalam proses pernapasan adalah difusi Oksigen dari alveoli ke pembuluh darah
paru dan difusi karbondioksida dari arah sebaliknya melalui membran tipis
antara alveolus dan kapiler (Putri, 2013).

Gambar 1. Pertukaran Udara di Alveolus.


(Https://www.britannica.com/science/pulmonary-alveolus/images-
videos)

Transport oksigen dan karbondioksida terjadi bila oksigen telah berdifusi


dari alveoli kedalam darah paru. Oksigen terutama ditranspor dalam bentuk
gabungan dengan hemoglobin ke kapiler jaringan dimana oksigen dilepaskan
untuk digunakan oleh sel. Oksigen diangkut ke jaringan dari paru melalui dua
jalan, yaitu secara fisik larut dalam plasma, kira-kira hanya 3% dan secara
kimiawi berikatan dengan hemoglobin (Hb) sebagai oksihemoglobin, kira-kira
97% oksigen ditranspor melalui cara ini. Sedangkan transpor CO2 dari jaringan
ke paru untuk dibuang dilakukan dengan tiga cara, yaitu sekitar 10% CO2 secara
fisik larut dalam plasma, 20% berikatan dengan gugus amino pada Hb
(Karbaminohemoglobin) dalam sel darah merah, dan 70 % dalam bentuk

Universitas Sumatera Utara


9

bikarbonat plasma (HCO3-). CO2 berikatan dengan air dalam reaksi berikut ini
(Putri, 2013).

CO2 + H2O <->H2CO3<-> H+ + HCO3-(Putri, 2013).

Oksigen diperlukan oleh tubuh untuk menghasilkan energi melalui proses


metabolisme di mitokondria, untuk, itu diperlukan sistem transportasi yang
meliputi paru dan kardiovaskular. Oksigen dibawa oleh darah dari paru ke
jaringan seluruh tubuh melalui 2 mekanisme yaitu, secara fisika larut dalam
plasma dan secara kimia terikat dengan hemoglobin sebagai oksihemoglobin
lebih (HbO2). Dalam keadaan normal oksigen yang terikat oleh lebih banyak
jumlahnya dibandingkan dengan yang yeng terlarut dalam plasma. Kebutuhan
jaringan akan oksigen dan pengambilannya oleh paru sangat tergantung pada
hubungan afinitri oksigen terhadap hemoglobin, hubungan tersebut dapat dilihat
pada kurva disossiasi oksihemoglobin (KDO) (Sugijanto, 2012).

KDO ialah suatu kurva yang menggambarkan hubungan antara saturasi


oksigen atau kejenuhan hemoglobin terhadap oksigen dengan tekanan parsial
oksigen pada ekuilibrium yaitu pada keadaan suhu 370 C, pH 7,40 dan PCO2 40
mmHg. Sedangkan saturasi oksigen adalah jumlah oksigen yang diikat
hemoglobin dalam darah yang menunjukan sebagai sebuah persentase dari
”Maximal Binding Capacity” (Sugijanto, 2012).

Suatu molekul hemoglobin dapat mengikat maksimal empat molekul


oksigen. 100 molekul hemoglobin dapat bersama-sama mengikat 400 (100 x 4)
molekul oksigen, jika keseratus molekul hemoglobin ini hanya mengikat 380
molekul oksigen, itu berarti bahwa molekul hemoglobin tersebut hanya mengikat
100
400
x 100 = 95% dari jumlah maksimal molekul oksigen yang seharusnya dapat

diikat, sehingga nilai saturasi oksigennya adalah 95%. Saturasi oksigen normal
pada individu yang sehat menunjukkan nilai antara 97% sampai 99% (Sugijanto,
2012).

Universitas Sumatera Utara


10

Afinitas oksigen terhadap hemoglobin dipengaruhi oleh suhu, pH darah,


tekanan parsial karbondioksida dan 2.3 difosfagliserat, serta beberapa keadaan
klinis seperti keracunan karbonmonoksida, anemia, hipoksia dan berada di
tempat ketinggian (Sugijanto, 2012).

Tiga unsur dasar pengaturan ventilasi adalah : Sensor (sentral maupun


perifer) yang menerima informasi dan mengirimkannya melalui serabut saraf
afferent ke pusat kontrol di otak. Pusat kontrol, di otak memproses informasi dan
mengirim impuls ke effektor . Effektor (otot - otot pernapasan) sehingga timbul
ventilasi (Putri, 2013).

Gambar 2. Skema Regulasi Ventilasi(Putri, 2013).

Tidak seperti peacemaker jantung, pacemaker pernapasan tidak dijumpai


di paru tetapi terletak di medulla oblongata otak, yang terdiri dari beberapa
komponen dan subsentral yang berinteraksi sehingga menghasilkan napas yang
ritmik. Output dari sentral pernapasa ini ditransmisikan melalui nervus
phrenicus ke diafragma dan melalui saraf-saraf lain ke otot-otot pernapasan.
Output dari central ini dipengaruhi oleh sentra yang lebih tinggi di kortikal dan
oleh stimulasi mekanik (Putri, 2013).

Universitas Sumatera Utara


11

2.3. GAGAL NAPAS

2.3.1 Definisi
Kegagalan pernapasan adalah suatu kondisi dimana oksigen tidak cukup
masuk dari paru-paru ke dalam darah. Organ tubuh, seperti jantung dan otak,
membutuhkan darah yang kaya oksigen untuk bekerja dengan baik. Kegagalan
pernapasan juga bisa terjadi jika paru-paru tidak dapat membuang karbon
dioksida dari darah. Terlalu banyak karbon dioksida dalam darah dapat
membahayakan organ tubuh (National Heart, lung, 2011).

Keadaan ini disebabkan oleh pertukaran gas antara paru dan darah yang
tidak adekuat sehingga tidak dapat mempertahankan pH, pO2, dan pCO2, darah
arteri dalam batas normal dan menyebabkan hipoksia tanpa atau disertai
hiperkapnia (Arifputera, 2014).
2.3.2. Etiologi
Etiologi gagal napas sangat beragam tergantung jenisnya. Gagal napas
dapat disebabkan oleh kelainan paru, jantung, dinding dada, otot pernapasan,
atau medulla oblongata. Berbagai penyebab gagal napas dapat dilihat pada Table
1.
Table 1. Penyebab Gagal Napas Berdasarkan Tipe Gagal Napas (Arifputera,
2014).
Gagal napas tipe 1 Gagal napas tipe 2
Asma akut Kelainan paru Kelainan SSP
ARDS Asma akut berat Koma
Pneumonia Obstruksi saluran napas akut Peningkatan TIK
Emboli paru PPOK Cedera kepala
Fibrosis paru OSA Opioid dan obat
sedasi
Edema paru Bronkiektasis Kelainan
neuromuscular
PPOK Kelainan dinding dada Lesi medula spinalis

Universitas Sumatera Utara


12

(trauma, polio atau


tumor)
Emfisema Flail chest Gangguan nervus
perifer(Sindrom
guillan-Barre atau
difteri)
Ruptur diafragma Gangguan
neuromuscular
junction (miastemia
gravis, botulisme,
pelemas otot)
Kifoskoliosis Distrofi muscular
Distensi abdomen (asites,
hemoperioneum)
Obesitas

Beberapa mekanisme timbulnya gagal napas pada beberapa penyakit


adalah sebagai berikut:

1. Penyakit Paru Obstruktif Kronik(PPOK) dan Asma

Kerusakan jaringan paru pada PPOK seperti penyempitan saluran


napas, fibrosis, destruksi parenkim membuat area permukaan alveolar yang
kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinu menurun, membuat
terganggunya difusi O2 dan eliminasi CO2 (Sundari, 2013).

2. Pneumonia

Mikroorganisme pada pneumonia mengeluarkan toksin dan memicu


reaksi inflamasi dan mensekresikan mucus. Mucus membuat area permukaan
alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinu menurun,
membuat terganggunya difusi O2 dan eliminasi CO2 (Sundari, 2013).

Universitas Sumatera Utara


13

3. TB Pulmonal

Pelepasan besar mycobacteria ke sirkulasi pulmonal menyebabkan


terjadi peradangan, endarteritis obliteratif dan kerusakan membran
alveolokapiler, sehingga menyebabkan pertukaran gas terganggu (Raina et al.,
2013).

4. Tumor paru

Tumor paru dapat menyebabkan obstruksi jalan napas membuat


ventilasi dan perfusi tidak adekuat (American Association for Respiratory Care,
www.aarc.org American Lung Association, 2009).

5. Pneumotoraks

Pneumotoraks adalah keadaan darurat medis dan terjadi ketika tekanan


intrapleural melebihi tekanan atmosfi. Pada respirasi normal, ruang pleura
memiliki tekanan negatif. Saat dinding dada mengembang ke luar, ketegangan
permukaan antara pleura parietal dan viseral menyebabkan paru-paru
mengembang keluar. Penumpukan tekanan di dalam ruang pleura pada akhirnya
menyebabkan hipoksemia dan gagal napas akibat kompresi paru-paru (BMJ Best
Practice, 2017).

6. Efusi Pleura

Efusi pleura dapat menyebabkan dispnea yang dikarenakan penurunan


compliance dinding dada.sehingga pertukaran udara tidak adekuat (Steven A.
Sahn, 2012)

2.3.3 Patofisiologi

1. Kegagalan pernapasan tipe I

Kegagalan pernapasan tipe I dapat diakibatkan oleh fraksi oksigen


terinspirasi yang rendah. Konsentrasi O2 alveolar (PaO2) akan turun jika
konsentrasi O2 terinspirasi (FIO2) turun. Hal ini dapat disebabkan oleh inhalasi

Universitas Sumatera Utara


14

gas penyebab hipoksia yang tidak disengaja, putusnya rangkaian pernapasan


selama ventilasi mekanis, atau peningkatan dead space dan rebreathing gas yang
diekshalasi. Selain itu jika tekanan barometrik (Pb) turun (misalnya di
ketinggian), tekanan parsial O2 terinspirasi (PiO2) turun dan PaO2akan turun.
Pada 3000 m, PiO2 adalah 13,3 kPa (100 mmHg) dan PaO2 adalah 6,7 kPa (50
mmHg) (Gunning, 2003).

Hipoventilasi alveolar dapat menyebabkan hipoksia pada pasien dengan


paru-paru normal hanya pada kondisi hipoventilasi berat. Akan tetapi, untuk
setiap kenaikan unit PaCO2, PaO2 akan turun dengan jumlah konstan. Selain
akibat hipoventilasi, gangguan difusi juga dapat menyebabkan gagal nafa tipe I.
Pertukaran gas yang efisien tergantung pada interface antara alveoli dan aliran
darah. Penyakit yang mempengaruhi interface ini menyebabkan gangguan difusi.
Semakin besar kelarutan gas, semakin sedikit yang mengalami defisit difusi
(Gunning, 2003).

Hubungan ventilasi dengan perfusi paru yang baik menghasilkan


pertukaran O2 optimal antara alveoli dan darah. Hipoksemia dapat terjadi bila
terjadi ketidak seimbangan ventilasi alveolar dan perfusi paru (V / Q mismatch).
V / Q mismatch adalah penyebab hipoksia yang paling umum pada pasien yang
sakit kritis, dan mungkin disebabkan oleh atelektasis, emboli paru, intubasi
endobronkial, posisi pasien, bronkospasm, tersumbatnya saluran udara,
pneumonia, ARDS. Jika terdapat atelektasis, tekanan ekspirasi akhir yang
positif (PEEP) akan meningkatkan PaO2(Gunning, 2003).

Shunt kanan ke kiri terjadi ketika darah vena pulmonal melewati ventilasi
alveoli dan tidak beroksigen. Darah shunt ini mempertahankan saturasi O2 vena
campuran (70-80% pada individu sehat). Kemudian dicampur dengan dan
mengurangi O2. Isi darah yang tidak shunted, menyebabkan jatuhnya
PaO2(Gunning, 2003).

Universitas Sumatera Utara


15

2. Kegagalan pernapasan tipe II

Kegagalan pernapasan tipe II dapat disebabkan oleh kelainan pada


penggerak pernapasan sentral. Berkurangnya pergerakan napas dari sentral akan
mengurangi ventilasi per menit. Hal ini sering merupakan akibat dari efek obat
penenang dan dapat diperparah oleh interaksi obat yang sinergis, metabolisme
obat yang berubah (gagal hati / ginjal), overdosis obat yang disengaja atau
iatrogenik.Penyebab lainnya meliputi cedera kepala, peningkatan tekanan
intrakranial dan infeksi sistem saraf pusat. Hiperkalemia berat atau hipoksemia
juga dapat menekan pusat pernapasan, yang menyebabkan kemunduran klinis.
Faktor-faktor yang menekan pusat pernapasan juga cenderung menekan fungsi
serebral secara keseluruhan, yang menyebabkan penurunan tingkat kesadaran,
ketidakmampuan untuk melindungi saluran pernapasan dan risiko penyumbatan
pernapasan dan aspirasi paru (Gunning, 2003).

Kelainan pada sumsum tulang belakang seperti cedera pada sumsum


tulang belakang akan mempengaruhi persarafan diafragma dan otot interkostal
toraks dan menyebabkan hipoventilasi dan retensi sekresi. Kegagalan ventilasi
yang parah akan terjadi pada lesi serabut-serabut saraf diata saraf frenikus (C3,
4, 5), karena fungsi diafragma hilang dan ventilasi bergantung pada otot
pernapasan aksesori. Pasien-pasien ini memerlukan ventilasi mekanis jangka
panjang, meskipun beberapa fungsi serabut saraf dapat kembali dan otot aksesori
berkembang seiring berjalannya waktu. Spastisitas dan atrofi otot yang
disebabkan oleh penyakit motor neuron biasanya menyebabkan kematian akibat
gagal napas dan aspirasi dalam 5 tahun (Gunning, 2003).

Kelainan saraf motorik seperti polineuropati yang berasal dari sindrom


Guillain-Barré dapat menyebabkan kelemahan otot pernapasan dengan
penurunan kapasitas vital dan peningkatan laju pernapasan. Pasien mungkin
mengalami disfungsi bulbar, dengan risiko aspirasi. Hipoventilasi dan asidosis
respiratorik terjadi secara tiba-tiba dan pasien mungkin mengalami gangguan
pernapasan karena kondisi mereka belum ditangani. Kelemahan otot yang

Universitas Sumatera Utara


16

disebabkan oleh miopati kongenital (misalnya distrofi otot) pada akhirnya dapat
menyebabkan kegagalan ventilasi. Myasthenia gravis, gangguan neuromuscular
junction, menyebabkan kelemahan umum, dan kegagalan ventilasi dapat terjadi
pada krisis myasthenia. Eksaserbasi akut sering dikaitkan dengan infeksi, dan
krisis kolinergik dapat terjadi akibat overdosis pengobatan antikolinergik.
Kondisi lain yang mengakibatkan terganggunya transmisi pada neuromuscular
junction juga dapat menyebabkan kegagalan pernapasan. Toxin botulinum
mengikat secara ireversibel ke terminal presinaptik di neuromuscular junction
dan mencegah pelepasan asetilkoli (Gunning, 2003).

Kelainan dinding dada (misalnya kyphoscoliosis) mengganggu


mekanisme ventilasi, yang menyebabkan pasien mengalami risiko gagal napas.
Pasien dengan tulang rusuk rretak atau patah akan mengalami hipoventilasi jika
tidak diberi analgesia yang memadai. Ini bersamaan dengan berkurangnya
kemampuan batuk karena rasa sakit, akan menyebabkan retensi dahak atau
sekret dan menjadi faktor predisposisi pada pneumonia. Hal ini diperburuk jika
dinding dada tidak stabil karena segmen flail atau kontusi paru yang
mendasarinya. Pneumotoraks, haemotoraks dan efusi pleura dengan ukuran yang
cukup dapat menyebabkan kegagalan ventilasi dan oksigenasi (Gunning, 2003).

Penyakit parenkim paru-paru dan penyakit saluran napas obstruktif


kronis (PPOK) menyebabkan gagal napas tipe I. Hal ini dapat berlanjut menjadi
kegagalan pernapasan tipe II saat pasien memburuk, menyebabkan kegagalan
pernapasan campuran. Meningkatnya dead space akan mengurangi ventilasi
alveolar per menit yang efektif. Penyakit yang terkait dengan peningkatan dead
space (misalnya emfisema, pulmonary embolus) dapat menyebabkan
hiperkapnia, namun biasanya terjadi peningkatan kompensasi pada ventilasi
permenit (Gunning, 2003).

Demam, peningkatan kerja pernapasan (mis, karena penyesuaian paru-


paru yang buruk atau hambatan saluran udara yang tinggi), atau asupan

Universitas Sumatera Utara


17

karbohidrat yang berlebihan akan meningkatkan PaCO2 selama ventilasi tertentu


dan dapat memperburuk kegagalan pernapasan hypercapnic (Gunning, 2003).

2.3.4 Klasifikasi gagal napas


Gagal napas tipe I adalah kegagalan paru untuk mengoksigenasi darah,
ditandai dengan PaO2 menurun dan PaCO2 normal atau menurun. Gagal napas
tipe I ini terjadi pada kelainan pulmoner dan tidak disebabkan oleh kelainan
ekstrapulmoner. Mekanisme terjadinya hipoksemia terutama terjadi akibat:
i. Gangguan ventilasi/perfusi (V/Q mismatch), terjadi bila darah mengalir
ke bagian paru yang ventilasinya buruk atau rendah. Keadaan ini paling
sering. Contohnya adalah posisi (terlentang di tempat tidur), ARDS,
atelektasis, pneumonia, emboli paru, dysplasia bronkupulmonal.
ii. Gangguan difusi yang disebabkan oleh penebalan membrane alveolar
atau pembentukan cairan interstitial pada sambungan alveolar-kapiler.
Contohnya adalah edema paru, ARDS, pneumonia interstitial.
iii. Pirau intrapulmonal yang terjadi bila aliran darah melalui area paru-paru
yang tidak pernah mengalami ventilasi. Contohnya adalah malformasi
arterio-vena paru, malformasi adenomatoid kongenital (Syarani, Dr. dr.
Fajrinur, M.Ked(Paru), 2017).
Gagal napas tipe II adalah kegagalan tubuh untuk mengeluarkan CO2,
pada umumnya disebabkan olehkegagalan ventilasi yang ditandai dengan retensi
CO2 (peningkatan PaCO2 atau hiperkapnia) disertai dengan penurunan PH yang
abnormal dan penurunan PaO2 atau hipoksemia.(Syarani, Dr. dr. Fajrinur,
M.Ked(Paru), 2017)
Kegagalan ventilasi biasanya disebabkan oleh hipoventilasi karena
kelainan ekstrapulmonal. Hiperkapnia yang terjadi karena kelainan
ekstrapulmonal dapat disebabkan karena : 1) penekanan dorongan pernapasan
sentral atau 2) gangguan pada respon ventilasi.(Syarani, Dr. dr. Fajrinur,
M.Ked(Paru), 2017)

Universitas Sumatera Utara


18

2.3.5 Diagnosis Gagal Napas


Tidak mungkin untuk memperkirakan tingkat hipoksemia dan
hiperkapnia dengan mengamati tanda dan gejala pasien. Gambaran klinis gagal
napas sangat bervariasi pada setiap pasien. Hipoksemia dan hiperkapnia ringan
sangat sulit terdeteksi dan kadang tidak terdiagnosis. Kandungan oksigen dalam
darah harus jatuh tajam untuk dapat terjadi perubahan dalam bernapas dan irama
jantung. Untuk itu, cara mendiagnosa gagal napas adalah dengan mengukur gas
darah arteri (arterial blood gas), PaO2 dan PaCO2. Selain itu dapat dilakukan
pemeriksaan hitung darah lengkap untuk mengetahui apakah ada anemia yang
dapat menyebabkan hipoksia jaringan. Pemeriksaan lain dapat dilakukan untuk
menunjang diagnosis underlaying disease (penyakit yang mendasarinya) (Putri,
2013).
Selain itu pemeriksaan fungsi pernapasan tidak boleh diabaikan dalam
diagnosis dan terapi perawatan yang adekuat, karena dengan pemeriksaan ini
kita mendapatkan informasi yang berharga bukan hanya untuk menentukan berat
dan jenis gagal napas tetapi juga untuk mengenali mekanisme yang terlibat.
Sejumlah pemeriksaan fungsi ventilasi di samping tempat tidur juga sering
dilakukan untuk menilai cadangan ventilasi dan perlunya ventilasi mekanis.
Status ventilasi dan status asam-basa dinilai dengan memeriksa PaCO2,
bikarbonat (HCO3-) dan pH (Putri, 2013).
Dikatakan gagal napas jika memenuhi salah satu keriteria dibawah ini
(Arifputera, 2014).
a. PaO2 arteri <60 mmHg
b. PaCO2>45 mmHg, kecuali peningkatan yang terjadi kompensasi
alkalosis metabolik.

1. Manifestasi klinis
i. Gagal napas hipoksemia
Nilai PaCO2 pada gagal napas tipe ini menunjukkan nilai normal atau
rendah. Gejala yang timbul merupakan campuran hipoksemia arteri dan hipoksia
jaringan, antara lain:

Universitas Sumatera Utara


19

a. Dispneu (takipneu, hipeventilasi)


b. Perubahan status mental, cemas, bingung, kejang, asidosis laktat
c. Sinosis di distal dan sentral (mukosa,bibir)
d. Peningkatan simpatis, takikardia, diaforesis, hipertensi
e. Hipotensi , bradikardia, iskemi miokard, infark, anemia, hingga gagal
jantung dapat terjadi pada hipoksia berat. (Arifputera, 2014)

ii. Gagal napas hiperkapnia


Kadar PCO2 yang cukup tinggi dalam alveolus menyebabkan pO2
alveolus dari arteri turun. Hal tersebut dapat disebabkan oleh gangguan di
dinding dada, otot pernapasan, atau batang otak. Contoh pada PPOK berat, asma
berat, fibrosis paru stadium akhir, ARDS berat, atau sindroma guillain barre.
Gejala hiperkapnia antara lain penurunan kesadaran, gelisah, dispneu (takipneu,
bradipneu), tremor, bicara kacau, sakit kepala, dan papil edema (Arifputera,
2014).
2. Pemeriksaan Penunjang
i. Laboratorium:
a. Analisa Gas Darah
Gejala klinis gagal napas sangat bervariasi dan tidak spesifik. Jika
gejala klinis gagal napas sudah terjadi maka analisa gas darah harus dilakukan
untuk memastikan diagnosis, membedakan gagal napass akut dan kronik. Hal ini
penting untuk menilai berat-ringannya gagal napas dan mempermudahkan
peberian terapi. Analisa gas darah dilakukan untuk patokan terapi oksigen dan
penilian obyektif dalam berat-ringan gagal napas. Indikator klinis yang paling
sensitif untuk peningkatan kesulitan respirasi ialah peningkatan laju pernapasan.
Sedangkan kapasitas vital paru baik digunakan menilai gangguan respirasi akibat
neuromuscular, misalnya pada sindroma guillain-barre, dimana kapasitas vital
berkurang sejalan dengan peningkatan kelemahan. Interpretasi hasil analisa gas
darah meliputi 2 bagian, yaitu gangguan keseimbangan asam-basa dan
perubahan oksigenasi jaringan (Syarani, Dr. dr. Fajrinur, M.Ked(Paru), 2017).

Universitas Sumatera Utara


20

b. Pulse Oximetry
Alat ini mengukur perubahan cahaya yang yang ditranmisikan melalui
aliran darah arteri yang berdenyut. Informasi yang di dapatkan berupa saturasi
oksigen yang kontinyu dan non-invasif yang dapat diletakkan baik di lobus
bawah telinga atua jari tangan maupun kaki. Hasil pada keadaan perfusi perifer
yang kecil, tidak akurat. Hubungan antara saturasi oksigen dantekanan oksigen
dapat dilihat pada kurva disosiasi oksihemoglobin. Nilai kritisnya adalah 90%,
dibawah level itu maka penurunan tekanan oksigen akan lebih menurunkan
saturasi oksigen (Syarani, Dr. dr. Fajrinur, M.Ked(Paru), 2017).
c. Capnography
Alat yang dapat digunakan untuk menganalisa konsentrasi kadar
karbondioksida darah secara kontinu. Penggunaannya antara lain untuk
kofirmasi intubasi trakeal, mendeteksi malfungsi apparatus serta gangguan
fungsi paru (Syarani, Dr. dr. Fajrinur, M.Ked(Paru), 2017).
i. Pemeriksaan apus darah untuk mendekteksi anemia yang
menunjukakkan terjadinya hipoksia jaringan. Adanya polisitemia
menunjukkan gagal napas kronik (Syarani, Dr. dr. Fajrinur,
M.Ked(Paru), 2017).
ii. Pemeriksaan kimia untuk menilai fungsi hati dan ginjal, karena hasil
pemeriksaan yang abnormal dapat menjadi petunjuk sebab-sebab
terjadinya gagal napas. Abnormalitas elektrolit seperti kalium,
magnesium dan fosfat dapat memperberat gejala gagal napas (Syarani,
Dr. dr. Fajrinur, M.Ked(Paru), 2017).
iii. Pemeriksaan kadar kreatinin serum dan troponin 1 dapat membedakan
infark miokard dengan gagal napas, kadar kreatinin serum yang
meningkat dengan kadar troponin 1 yang yang normal menunjukkan
terjadinya miositosis yang dapat menyebabkan gagal napas (Syarani,
Dr. dr. Fajrinur, M.Ked(Paru), 2017).
iv. Pada pasien dengan gagal napas hiperkapni kronik, kadar TSH serum
perlu diperiksa untuk membedakan dengan hipotiroid, yang dapat

Universitas Sumatera Utara


21

menyebabkan gagal napas reversibel (Syarani, Dr. dr. Fajrinur,


M.Ked(Paru), 2017).
v. Pemeriksaan laboratorium untuk menilai status nutrisi adalah
pengukuran kadar albumin serum, prealbumim, transferin, total iron-
binding protein, keseimbangan nitrogen, indeks kreatinindan jumlah
limfosit total (Syarani, Dr. dr. Fajrinur, M.Ked(Paru), 2017).

ii. Pemeriksaan Radiologi


a. Radiografi Dada
i. Penting dilakukan untuk membedakan penyebab terjadinya gagal
napas tetapi kadang sulit untuk membedakan edema pulmoner
kardiogenik dan nonkardiogenik. (Syarani, Dr. dr. Fajrinur,
M.Ked(Paru), 2017)

b. Ekokardiografi
i. Tidak dilakukan secara rutin pada pasien gagal napas, hanya
dilakukan pada pasien dengan dugaan gagal napas akut karena
penyakit jantung.(Syarani, Dr. dr. Fajrinur, M.Ked(Paru), 2017)
ii. Adanya dilatasi ventrikel kiri, pergerakan dinding dada yang
abnormal atau regurgitasi mitral berat menunjukkan edema
pulmoner kardiogenik (Syarani, Dr. dr. Fajrinur, M.Ked(Paru),
2017).
iii. Ukuran jantung yang normal, fungsi sistolik dan diastolik yang
normal pada pasien dengan edema pulmoner menunjukkan
sindromdistress pernapasan akut (Syarani, Dr. dr. Fajrinur,
M.Ked(Paru), 2017).
iv. Ekokardiografi menilai fungsi ventrikel kanan dan tekanan arteri
pulmoner dengan tepat untuk pasien dengan gagal napas
hiperkapnik kronik (Syarani, Dr. dr. Fajrinur, M.Ked(Paru),
2017).

Universitas Sumatera Utara


22

c. Pulmonary Function Tests (PFTs), dilakukan pada gagal napas kronik


i. Nilai forced expiratory volume in one second (FEV1) dan forced
vital capacity (FVC) yang normal menunjukkan adanya
gangguan di pusat control pernapasan (Syarani, Dr. dr. Fajrinur,
M.Ked(Paru), 2017).
ii. Penurunan rasio FEV1 dan FVC menunjukkan obstruksi jalan
napas, penurunan nilai FEV1 dan FVC serta rasio keduanya
yang tetap menunjukkan penyakit paru restriktif (Syarani, Dr.
dr. Fajrinur, M.Ked(Paru), 2017).
iii. Gagal napas karena obstruksi jalan napas tidak terjadi jika nilai
FEV1 lebih dari 1 L dan gagal napas karena penyakit paru
restriktif tidak terjadi bila nilai FVC lebih dari 1 L (Syarani, Dr.
dr. Fajrinur, M.Ked(Paru), 2017).

2.3.6 Tatalaksana
Jika tekanan parsial oksigen kurang dari 70 mmHg, oksigen harus
diberikan untuk meningkatan saturasi mayor yaitu 90%. Jika tidak disertai
penyakit paru obstruktif, fraksi inspirasi O2 harus lebih besar dari 0,35. Pada
pasien yang sakit parah, walaupun pengobatan medis telah maksimal, NIV(Non-
invasive ventilation) dapat digunakan untuk memperbaiki oksigenasi,
mengurangi laju pernapasan dan mengurangi dyspnoea. Selain itu, NIV dapat
digunakan sebagai alternatif intubasi trakea jika pasien menjadi hiperkapnia
(rekomendasi rekomendasi C) (Forte et al., 2006).

1. Tahap I
i. Pemberian oksigen. Untuk mengatasi hipoksemia, cara pemberian
oksigen bergantung FiO2, yang dibutuhkan. Masker rebreathing
dapat digunakan jika hipoksemia desertai kadar PaCO2 rendah.
Berikut nilai FiO2 tiap cara pemberian:
a. Nasal kanul: FiO2 25-50% dengan oksigen 1-6 L/menit
b. Simple mask : FiO2 30-50% dengan oksigen 6-8 L/menit

Universitas Sumatera Utara


23

c. Masker non rebreathing: FiO2 60-90% dengan oksigen 15


L/menit
ii. Nebulisasi dengan bronkodilator. Terapi utama untuk PPOK dan
asma.
iii. Humidifikasi
iv. Pemberian antibiotik

2. Tahap II
i. Pemberian bronkodilator parenteral
ii. Pemberian kortikosteroid

3. Tahap III
i. Stimulasi pernapasan
ii. Mini trakeostomi dan intubasi trakeal dengan indikasi: diperlukan
ventilasi mekanik namun disertai retensi sputum dan dibutuhkan
suction trakeobronkial; melindungi dari aspirasi; mengatasi
obstruksi saluran napas atas.

4. Tahap IV
i. Pemasangan ventilasi mekanik.
ii. Indikasi ventilasi mekanik: operasi mayor; gagal napas; koma;
pengendalian TIK; post-operatif; penurunan laju metabolik;
keadaan umum kritis (Arifputera, 2014).

2.3.7 Komplikasi Gagal Napas


Komplikasi kegagalan pernapasan akut dapat berupa penyakit paru,
kardiovaskular, gastrointestinal (GI), penyakit menular, ginjal, atau
gizi.Komplikasi GI utama yang terkait dengan gagal napas akut adalah
perdarahan, distensi lambung, ileus, diare, dan pneumoperitoneum. Infeksi
nosokomial, seperti pneumonia, infeksi saluran kemih, dan sepsis terkait kateter,
sering terjadi komplikasi gagal napas akut.Ini biasanya terjadi dengan

Universitas Sumatera Utara


24

penggunaan alat mekanis. Komplikasi gizi meliputi malnutrisi dan pengaruhnya


terhadap kinerja pernapasan dan komplikasi yang berkaitan dengan pemberian
nutrisi enteral atau parenteral (Kaynar, 2016).
Komplikasi pada paru-paru itu seperti pneumonia, emboli paru,
barotrauma paru-paru, fibrosis paru. Komplikasi yang berhubungan dengan
mesin dan alat mekanik ventilator pada pasien gagal napas juga banyak
menimbulkan komplikasi yaitu infeksi, desaturasi arteri, hipotensi, barotrauma,
komplikasi yang ditimbulkan oleh dipasangnya intubasi trakhea adalah
hipoksemia cedera otak, henti jantung, kejang, hipoventilasi, pneumotoraks,
atelektasis. Gagal napas akut juga mempunyai komplikasi di bidang
gastrointestinal yaitu stress ulserasi, ileus dan diare (Putri, 2013).

Kardiovaskular memiliki komplikasi hipotensi, aritmia, penurunan curah


jantung, infark miokard, dan hipertensi pulmonal.Komplikasi pada ginjal dapat
menyebabkan acute kidney injury dan retensi cairan. Resiko terkena infeksi pada
pasien gagal napas juga cukup tinggi yaitu infeksi nosokomial, bakteremia,
sepsis dan sinusitis paranasal (Putri, 2013).

Universitas Sumatera Utara


25

2.4 Kerangka Teori

Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka, maka kerangka teorinya


adalah sebagai berikut :

Kelainan paru dan

Karakteristik Saluran napas


Gagal Napas I. Pneumonia
I. Usia
II. Jenis kelamin II. TB Paru
III. Pekerjaan III. PPOK
IV. Asma
V. Tumor Paru
VI. Pneumotoraks
VII. Efusi Pleura

Pemeriksaan Penunjang

- AGDA (analisa gas darah)

Tipe1 Tipe 2

Hipoksemia Hiperkapnia

Gambar 2.4 Bagan Kerangka Teori

Universitas Sumatera Utara


26

2.5 Kerangka Konsep

Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka, maka kerangka konsep


dari penelitian ini adalah :

Variabel independen Variabel dependen

Karakteristik

Kelainan paru dan Gagal Napas


saluran napas

Penyakit komorbid

Gambar 2.5 Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dan memakai data


retrospektif berupa rekam medis. Untuk mengetahui bagaimana gambaran
kejadian gagal napas pasien dengan kelainan paru dan saluran pernapasan pada
rawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan bulan Januari sampai Agustus
2017.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di RSUP Haji Adam Malik Medan bulan


Januari sampai Agustus 2017.

3.3 Populasi dan Sample Penelitian

3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh data pasien rawat inap
dengan kelainan paru dan saluran pernapasan yang dilakukan pemeriksaan
AGDA dan terdiagnosa gagal napas berdasarkan data rekam medis di RSUP
Haji Adam Malik Medan dari bulan Januari sampai dengan Agustus 2017.
3.3.2 Sampel
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik
total sampling. Pengambilan sampel penelitian dilakukan secara keseluruhan
data dari populasi berdasarkan kriteria penelitian yang telah ditetapkan.

1. Kriteria inklusi penelitian adalah:


a. Usia 18-60 tahun

27

Universitas Sumatera Utara


28

b. Pasien dengan penyakit pneumonia, TB paru, PPOK, asma, tumor


paru, pneumotoraks, dan efusi pleura dirawat inap di RSUP Haji
Adam Malik Medan bulan Januari sampai Agustus 2017.
c. Terdapat pemeriksaan AGDA pada rekam medik

2. Kriteria eksklusi penelitian adalah:


a. Rekam medis pasien yang tidak lengkap di Rumah Sakit Umum Pusat
Haji Adam Medan bulan Januari sampai Agustus 2017.
b. Melakukan rawat jalan
c. Pasien perawatan intensif (ICU, HBU, DLL)
d. Tidak terpenuhi gagal napas pada pemeriksaan AGDA.

3.4 Metode pengumpulan data


Data yang diperoleh dari penelitian ini merupakan jenis data sekunder
dimana data diperoleh dari hasil rekam medis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji
Adam Malik Medan dari bulan Januari sampai agustus 2017. Pengumpulan data
dilakukan secara observasi hasil rekam medis pasien Pasien dengan penyakit
pneumonia, TB paru, PPOK, asma, tumor paru, pneumotoraks, dan efusi pleura
lalu dicatat, diolah dan dilakukan analisis data.

3.5 Definisi Operasional Penelitian

1. Gagal napas adalah kondisi dimana sistem respirasi gagal dalam


oksigenasi atau gagal dalam eliminasi CO2 atau keduanya (MD, 2014).
Alat ukur : Rekam Medik RSUP Haji Adam Malik Medan
Cara ukur : Analisis data sekunder
Skala ukur : Nominal
2. Komorbiditas adalah terdapatnya dua atau lebih penyakit yang
terdiagnosis medis secara bersamaan pada individu yang sama, dengan
masing-masing diagnosis penyakit yang berkontribusi didasarkan pada
kriteria yang telah ditetapkan dan dikenal luas (Prabandari, 2013).
Alat ukur : Rekam Medik RSUP Haji Adam Malik Medan

Universitas Sumatera Utara


29

Cara ukur : Analisis data sekunder


Skala ukur : Nominal
3. Usia diambil dari usia pasien pada status rekam medik saat penelitian
dilaksanakan dan umur dinyatakan dalam tahun.
Alat ukur : Rekam medik pasien
Cara ukur : Analisis data sekunder
Skala ukur : Ordinal
Hasil ukur : 18-20 Tahun
21-30 Tahun
31-40 Tahun
41-50 Tahun
51-60 Tahun
4. Jenis kelamin adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang
diketahui berdasarkan rekam medik dari Jenis kelamin pasien dalam
status rekam medik saat penelitian dilaksanakan.
Alat ukur : Rekam medik pasien
Cara ukur : Analisis data sekunder
Skala ukur : Nominal
5. PaO2 adalah Tekanan oksigen pada darah arteri yang terlarut dalam
plasma(Wanda Lockwood, 2016).

Alat ukur : Rekam medik pasien


Cara ukur : Analisis data sekunder
Skala ukur : Nominal
6. PCO2 didefinisikan sebagai tekanan parsial karbon dioksida (atau
ketegangan dalam ekulibrium dalam darah) (Radiometer Medical ApS
Denmark, 2011).
Alat ukur : Rekam medik pasien
Cara ukur : Analisis data sekunder
Skala ukur : Nominal

Universitas Sumatera Utara


30

7. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik


yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat
progressif nonreversibel atau reversibel parsial (Batubara and Enim,
2015).
Alat ukur : Rekam medik pasien
Cara ukur : Analisis data sekunder
Skala ukur : Nominal
8. Asma ditujukan untuk keadaan mengenai respon abnormal saluran napas
terhadap berbagai rangsangan mengenai penyempitan jalan napas yang
meluas (Usman, Chundrayetti and Khairsyaf, 2013).
Alat ukur : Rekam medik pasien
Cara ukur : Analisis data sekunder
Skala ukur : Nominal
9. Pneumonia secara klinis didefinisikan sebagai suatu peradangan paru
yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, dan
parasit)(Y, 2013) .
Alat ukur : Rekam medik pasien
Cara ukur : Analisis data sekunder
Skala ukur : Nominal
10. Tb adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan bakteri
mycobacterium tuberkulosis, yang dapat menyerang berbagai organ,
terutama paru-paru (Kemenkes, 2014).
Alat ukur : Rekam medik pasien
Cara ukur : Analisis data sekunder
Skala ukur : Nominal
11. Pneumothorax adalah adanya udara dalam rongga pleura (Pratama et al.,
2014).
Alat ukur : Rekam medik pasien
Cara ukur : Analisis data sekunder
Skala ukur : Nominal

Universitas Sumatera Utara


31

12. Efusi pleura adalah akumulasi cairan tidak normal di rongga pleura yang
diakibatkan oleh transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari
permukaan pleura (Khairani, Syahruddin and Partakusuma, 2012).
Alat ukur : Rekam medik pasien
Cara ukur : Analisis data sekunder
Skala ukur : Nominal
13. Tumor adalah benjolan abnormal dalam tubuh yang dapat disebabkan
oleh berbagai macam penyakit antara lain kegasan dan infeksi.
Alat ukur : Rekam medik pasien
Cara ukur : Analisis data sekunder
Skala ukur : Nominal

3.6 Pengolahan dan Analisa Data

Data yang telah terkumpul akan ditabulasi dan kemudian diolah secara
komputerisasi. Setelah semua data penelitian terkumpul kemudian akan
dilakukan analisis data menggunakan software SPSS.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan di RSUP HAM. Pengumpulan sampel dilakukan


dengan mengambil data rekam medis pasien-pasien gagal nafas dengan kelainan
paru mulai dari bulan Januari 2017 sampai dengan bulan Agustus 2017. Jumlah
pasien dengan kelainan paru yang dirawat inap mulai Januari 2017 hingga
Agustus 2017 sebanyak 475 orang, dimana data yang lengkap dan memenuhi
kriteria inklusi diperoleh sebanyak 294 orang dan yang dinyatakan gagal napas
berjumlah 200 orang. Karakteristik responden dibedakan menjadi umur, jenis
kelamin, pekerjaan serta penyakit komorbid. Berbagai karakteristik dari subjek
penelitian disajikan pada tabel-tabel berikut.

Tabel 4.1. Deskripsi karakteristik subjek penelitian

Karakteristik Jumlah (n) Persentase (%)


Jenis Kelamin
 Laki-laki 144 72
 Perempuan 56 28
Total 200 100,0

Usia
 18-20 10 5,0
 21-30 20 10,0
 31-40 37 18,5
 41-50 45 22,5
 51-60 88 44,0
Total 200 100,0

Tabel 4.1 menunjukan bahwa 144 orang (72%) penderita berjenis


kelamin laki-laki dan 56 orang (28%) berjenis kelamin perempuan. Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Surjanto et al pada
tahun 2009 dimana ditemukan 52 orang (67,53%) berjenis kelamin laki-laki dan
25 orang (32,47%) berjenis kelamin perempuan menderita gagal nafas (Surjanto

32

Universitas Sumatera Utara


33

et al., 2009). Penelitian lain oleh Venkateswaran et al pada tahun 2017


didapatkan subjek penelitian berjenis kelamin laki-laki sebanyak 60% dan
perempuan sebanyak 40% (Venkateswaran, Shahul and Goneppanavar, 2017).
Subjek penelitian terbanyak berasal dari kelompok usia 51-60 tahun, yaitu
sebanyak 130 orang (44,2%), dan paling sedikit yaitu kelompok ≤ 20 tahun
terdapat 16 orang (5,4%). Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi kelompok
umur maka jumlah penderita kelainan paru yang mengalami gagal nafas semakin
bertambah. Hal ini dikarenakan seiring bertambahnya usia seseorang maka
terjadi kecenderungan menurunnya fisiologis baik tingkat seluler maupun tingkat
organ seperti terjadinya penurunan kapasitas diffusi paru (PO2), penurunan
permukaan alveolar, penurunan kapasitas diffusi paru-paru (Koutsoukou et al.,
2017).

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi pekerjaan pada penderita gagal nafas dengan
kelainan paru.
Pekerjaan Jumlah(n) Persentase(%)
Pegawai swasta 94 47
IRT 36 18
Petani 25 12.5
PNS 17 8.5
Lain-lain 28 14
Total 172 100

Pada tabel 4.2, dapat dilihat bahwa subjek penelitian terbanyak yaitu
pegawai swasta sebanyak 94 orang (47%), kemudian diikuti dengan ibu rumah
tangga 36 orang (18,0%), petani 25 orang (12,5%), PNS 17 orang (8,5%), dan
lain-lain 28 orang (14%).

Universitas Sumatera Utara


34

Tabel 4.3 Tipe gagal napas dan penyakit paru yang mendasari timbulnya
gagal napas
Tipe Gagal Napas
Penyakit Utama Total Penderita (N) Persentase (%)
Tipe 1 Tipe 2
TB Paru 100 4 104 52
Efusi Pleura 29 3 32 16
Tumor Paru 28 2 30 15
PPOK 14 4 18 9
Pneumonia 10 1 11 5,5
Asma 2 1 3 1,5
Pneumotoraks 1 1 2 1

Jenis Kelamin Total Persentase


Penyakit Utama Laki-laki Perempuan Penderita (N) (%)
(n) (n)
TB Paru 73 31 104 52
Efusi Pleura 22 10 32 16
Tumor Paru 26 4 30 15
PPOK 14 4 18 9
Pneumonia 7 4 11 5,5
Asma 0 3 3 1,5
Pneumotoraks 2 0 2 1
Total 144 56 200 100

Pada tabel 4.3, dapat dilihat pasien dengan kelainan paru lebih banyak
menderita gagal napas tipe I berjumlah 184 orang, dan gagal napas tipe 2
berumlah 16 orang. Kegagalan pernapasan hipoksemia (tipe I) ditandai oleh
tekanan oksigen arterial (PaO2) lebih rendah dari 60 mmHg dengan tekanan
karbon dioksida normal atau rendah (PaCO2). Ini adalah bentuk kegagalan
pernafasan yang paling umum, dan dapat dikaitkan dengan hampir semua
penyakit akut paru-paru, yang umumnya melibatkan pengisian cairan atau kolaps
unit alveolar. Kegagalan pernafasan hiperkapnia (tipe II) ditandai dengan PaCO2
yang lebih tinggi dari 50 mmHg (Kaynar and Editor, 2017). Penelitian oleh
Surjanto et al pada tahun 2009 didapatkan gagal nafas tipe II lebih banyak yaitu
64 orang (83,12%) dan tipe I 13 orang (16,88%). Penyakit paru yang mendasari
timbulnya gagal napas terbanyak adalah TB Paru yaitu 157 orang (53%).

Universitas Sumatera Utara


35

Penyakit paru yang mendasari timbulnya gagal nafas yang paling sedikit adalah
pneumotoraks. Hal ini sesuai dengan penelitian pada tahun 2009 dimana
ditemukan penyakit paru pada gagal napas yang paling sedikit adalah
pneumotoraks (Surjanto et al., 2009). Subjek penelitian terbanyak adalah
penderita TB paru yaitu 104 orang (52%) dengan jumlah laki-laki dan
perempuan masing-masing pada penderita tb adalah 73 orang dan 31 orang. Hal
ini mungkin dikarenakan Indonesia merupakan Negara endemik TB. Subjek
terbanyak selanjutnya yaitu efusi pleura 32 orang (16%), tumor paru 30 orang
(15%), PPOK 18 orang (9%), pneumonia 11 orang (5,5%), asma 3 orang (1,5%),
dan paling sedikit adalah pneumotoraks 2 orang (1%) dengan masing-masing
lebih banyak laki-laki daripada perempuan. Penelitian oleh Stefan et al pada
tahun 2013 didapatkan prevalensi pneumonia (laki-laki: 48,8%, perempuan:
43,7%), PPOK (laki-laki:8,3%, perempuan:8,1%) dan asma (laki-laki: 6,2%,
perempuan: 12.0%) (Stefan et al., 2013). Mekanisme gagal napas pada pasien
dengan tuberkulosis paru belum dapat dijelaskan. Berbagai mekanisme postulat
meliputi pelepasan mikobakteria ke sirkulasi pulmonal yang mengakibatkan
peradangan obliteratif endarteritis dan kerusakan membran alveoli. Agregasi
trombosit pada kapiler paru yang menyebabkan perlukaan pada endotel dan
aktivasi leukosit yang dihasilkan dalam peningkatan permeabilitas vaskular
adalah hipotesis yang lainnya (Hameed Raina et al., 2013).

Kegagalan pernafasan adalah penyebab paling umum kematian.


Kematian pada pasien dengan kanker paru-paru mungkin dikarenakan
kebanyakan dari mereka memiliki penyakit paru-paru selain kanker, sehingga
terjadi penurunan nilai fungsi paru. Kanker paru-paru dapat menyebabkan
kegagalan pernafasan dalam berbagai mekanisme. Tumor dapat melenyapkan
alveoli dan pertukaran gas yang terjadi dan membuat obstruksi bronkus. Tumor
limfatik (limfangitis karsinomatosis) dapat mengganggu ekspansi dan kontraksi
paru-paru, menambahkan komponen penyakit paru-paru yang menambah
kerusakan paru-paru (Nichols, Saundres and Knollmann, 2012). Pembedahan
kanker paru-paru secara sengaja menghilangkan beberapa jaringan paru

Universitas Sumatera Utara


36

fungsional bersamaan dengan tumor, terutama selama pengangkatan seluruh


paru-paru pneumonektomi), menjadikan terapi sebagai penyebab kematian
tingkat menengah dalam kasus tersebut. Terapi radiasi merusak parenkim paru,
terutama pembuluh darah, jadi dengan cara lain, kanker paru-paru menyebabkan
kegagalan pernafasan dengan terapi sebagai penyebab antara. Kemoterapi
merusak populasi sel pemisah, dan itu juga bisa menjadi penyebab antara gagal
napas yang disebabkan oleh kanker paru-paru (Nichols, Saundres and
Knollmann, 2012). Dampak efusi pleura pada gagal nafas dapat bervariasi
tergantung pada apakah dan seberapa besar dinding dada dan paru-paru yang
mendasarinya terlibat. Efusi pleura meningkatkan elastisitas paru, mengurangi
PO2, mengubah tekanan transmural regional, dan membatasi pergerakan dinding
dada saat inspirasi. Efusi pleura memiliki sedikit dampak pada mekanisme
pernafasan tidal, namun mengacaukan jalan nafas dan tekanan transpulmonal
atau perbedaan antara tekanan alveolar dan tekanan intrapleural di rongga pleura.
Efusi pleura membatasi inspirasi lebih dari ekspirasi, menciptakan efek
pembukaan dan penutupan pada pernafasan tidal dan mengurangi kekuatan paru
untuk recoil (Formenti and Umbrello, 2014).
Kegagalan pernapasan akibat penyumbatan aliran udara adalah akibat
langsung penyempitan saluran udara akut dan peningkatan resistensi saluran
nafas yang serius pada PPOK. Hal ini menyebabkan dua perubahan mekanis
yang penting. Pertama, tekanan yang meningkat yang diperlukan untuk aliran
udara dapat membebani otot-otot pernafasan, menghasilkan "kegagalan pompa
ventilasi" dengan ventilasi spontan yang tidak memadai untuk pertukaran gas
(kegagalan pernafasan hiperkapnia) (Cukic et al., 2012). Kedua, saluran udara
yang menyempit membuat daerah paru-paru yang tidak bisa benar-benar kosong
dan kembali ke volume istirahat normalnya. Hal ini terkadang disebut perangkap
udara dan menghasilkan tekanan ekspirasi akhir yang meningkat (tekanan positif
akhir ekspirasi intrinsik [PEEPi] atau auto-PEEP). Daerah overinflasi ini
menempatkan otot inspirasi rusak yang selanjutnya memperburuk fungsi otot
pernafasan. Daerah overinflasi ini juga dapat menekan daerah paru yang lebih
sehat (Maclntyre and Huang, 2008). PPOK memiliki mekanisme yang sama

Universitas Sumatera Utara


37

dengan asma; keduanya ditandai oleh peradangan saluran napas yang


mendasarinya (Cukic et al., 2012). Pneumonia mencetuskan gagal napas dengan
menyebabkan cedera langsung pada paru pada host yang imunokompeten (Jain,
2017).

Tabel 4.4 Penyakit komorbid pada gagal napas


Jenis Kelamin Total
Penyakit Persentase
Laki-laki Perempuan Penderita
Komorbid (%)
(n) (n) (N)
Ada penyakit 100 41 141 70,5
komorbid
Tanpa penyakit 44 15 59 29,5
komorbid
Total 144 56 200 100

Pada tabel 4.4 dapat dilihat bahwa penderita gagal napas dengan penyakit
kormobid lebih banyak yaitu 141 orang (70,5%) dan yang tidak disertai penyakit
komorbid adalah sebanyak 59 orang (29,5%). Jumlah laki-laki yang menderita
gagal napas adalah 144 orang dan perempuan berjumlah 56 orang.

Tabel 4.5 Jenis penyakit komorbid (penyerta) pada pasien gagal napas
Jenis Kelamin
Penyakit Komobid Persentase
Laki-laki Perempuan Total (N)
(%)
(n) (n)
DM Tipe 2 21 9 30 15
Anemia 15 8 23 11.5
PPOK 8 2 10 5
Sepsis 6 4 10 5
Tumor 6 2 8 4
Lain-lain 88 31 119 59.5
Total 144 56 200 100

Universitas Sumatera Utara


38

Pada tabel 4.5, dapat dilihat bahwa penyakit komorbid terbanyak pada
pasien gagal nafas adalah DM tipe 2 berjumlah 30 orang (15%), selanjutnya
anemia 23 orang (11.5%), PPOK dan sepsis masing-masing 10 orang (5%),
tumor 8 orang (4%). Mekanisme dampak diabetes terhadap perkembangan gagal
napas masih belum jelas. Peradangan berperan penting pathogenesis gagal
napas, banyak yang menduga bahwa diabetes dapat berperan pada
perkembangan gagal napas melalui pelepasan sitokin dan penurunan fungsi
neutrofil. Jalur lain dalam diabetes mellitus pada penelitian terbaru menunjukkan
bahwa beberapa faktor juga dapat mempengaruhi perkembangan cedera paru
akut, termasuk PPAR-γ, faktor-faktor pertumbuhan seperti insulin like growth
factor-1, leptin, dan perkembangan Advanced Glycation End Product (AGEs)
(Yu et al., 2013). Penyakit infeksi banyak terjadi pada individu dengan DM.
Mekanisme patogenik utama adalah lingkungan hiperglikemik meningkatkan
virulensi beberapa pathogen, menurunkan produksi interleukin sebagai respons
terhadap infeksi, mengurangi kemotaksis dan aktivitas fagositik, imobilisasi
leukosit polimorfonuklear. Sistem komplemen adalah salah satu mekanisme
utama yang bertanggung jawab atas kekebalan humoral yang terdiri dari protein
serum dan protein permukaan yang fungsi utamanya adalah untuk
mempromosikan opsonisasi dan fagositosis mikroorganisme melalui makrofag
dan neutrofil dan untuk menginduksi lisis mikroorganisme. Selain itu, produk
komplemen memberikan sinyal kedua untuk aktivasi B-lymphocyte dan
produksi antibodi. Glikasi immunoglobulin terjadi pada pasien diabetes seiring
dengan meningkatnya HbA1c, hal ini dapat membahayakan fungsi biologis
(Casqueiro, Casqueiro and Alves, 2012).
Anemia penyakit kronis (ACD) adalah salah satu bentuk anemia sering
yang seringkali ditemukan pada pasien dengan infeksi, kanker dan penyakit
radang kronis atau autoimun. Mekanisme yang mendasarinya sangat kompleks,
termasuk dis-regulasi pada homeostasis besi dan produksi eritropoietin,
gangguan proliferasi sel pro-genitor erythroid dan rentang hidup sel darah merah
yang berkurang. Anemia mungkin merupakan faktor penting untuk outcome

Universitas Sumatera Utara


39

yang buruk dari kegagalan pernafasan dan ventilasi mekanis, namun data ilmiah
masih sangat terbatas (Kaynar and Editor, 2017).
Komponen dinding antigenik dari Mycobacterium tuberculosis
lioparabinomannan merangsang pelepasan matriks metaloproteinase (MMPs).
Ekspresi MMP yang meningkat, limfosit CD8, neutrofil, interleukin 8 dan jalur
pertumbuhan endotel vaskular menghasilkan perubahan struktural yang terlihat
pada PPOK (Jain, 2017).
Pada penelitian oleh Agarwal dkk. diterbitkan dalam edisi Lung India,
32,4% pasien PPOK memiliki riwayat TB. Dalam studi PLATINO yang
membandingkan pasien PPOK dengan dan tanpa riwayat TB, ditemukan bahwa
penyumbatan jalan napas terjadi pada 30,7% pasien dengan riwayat TB positif,
sementara insiden yang sama hanya 13% -9% pada pasien tanpa riwayat TB
sebelumnya (Jain, 2017).

Universitas Sumatera Utara


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diambil beberapa


kesimpulan sebagai berikut:
1. Pasien-pasien gagal nafas dengan kelainan paru lebih banyak diderita
oleh laki-laki daripada perempuan.
2. Pasien-pasien kelainan paru dengan usia 51-60 tahun lebih banyak
menderita gagal napas.
3. Pasien-pasien gagal nafas dengan kelainan paru lebih banyak bekerja
sebagai pegawai swasta.
4. Penyakit paru yang mendasari terjadinya gagal napas pada pasien dengan
kelainan paru terbanyak adalah tb paru.
5. Pasien-pasien gagal nafas dengan kelainan paru lebih banyak menderita
gagal napas tipe 1.
6. Penyakit komorbid terbanyak yang diderita oleh pasien-pasien gagal
nafas dengan kelainan paru yaitu DM tipe 2, anemia, dan PPOK.

5.2 Saran

Penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas pelayanan


kesehatan khususnya dalam penanganan pasien dengan penyakit pernafasan.
Untuk itu diperlukan penelitian lanjutan yang lebih rinci lagi untuk
mengidentifikasi faktor-faktor perancu yang dapat mempengaruhi kadar PaO2
dan PCO2 pada pemeriksaan AGDA.

40

Universitas Sumatera Utara


41

DAFTAR PUSTAKA

Adipratiwi, G. (2015) ‘Pengaruh Chest Therapy Terhadap Derajat Sesak Nafas


Pada Penderita Efusi Pleura Pasca Pemasangan Water Sealed Drainage
(WSD) di RS Paru Provinsi Jawa Barat’, Universitas Muhammadiyah
Surakarta.

American Association for Respiratory Care, www.aarc.org American Lung


Association, W. lungusa. or. (2009) ‘Gas Exchange and Respiratory
Function’, pp. 484–516.

Arifputera, A. (2014) Kapita Selekta Kedokteran. IV. Jakarta.

Aulia, S. D. (2015) ‘Management of Spontaneous Pneumothorax Sinistra in


Elderly’, 4(November), pp. 173–178.

Bammigatti, C. (2005) ‘Acute Respiratory Failure - Algorithmic Approach -


Diagnosis and Management’, pp. 547–552.

Batubara, P. and Enim, K. M. (2015) ‘Overview of Chronic Obstructive


Pulmonary Disease ( COPD ) in Coal Mining Area , Muara Enim
District , South Sumatera Province’.

Casqueiro, J., Casqueiro, J. and Alves, C. (2012) ‘Infections in Patients with


Diabetes Mellitus: A Review of Pathogenesis’. Indian Journal of
Endocrinology and Metabolism.

Cukic, V. et al. (2012) ‘Asthma and Chronic Obstructive Pulmonary Disease


(COPD)-Difference and Similarities’. Journal of the Academy of
Medical Sciences of Bosnia and Herzegovina.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, (2013) ‘Riset Kesehatan Dasar’.

‘Failure With the Treatment ’ S Outcome on Hospitalized Patients’ (2009), 25,


pp. 1–10.

Formenti, P. and Umbrello, M. (2014) ‘Pleural Effusion in ARDS’. Minerva


Anestesiologica, 80.

Forte, P. Mazzone, M. Portale, G. Falcone, C. Mancini, F. et al. (2006)


‘Approach to respiratory failure in emergency department’, European
Review for Medical and Pharmacological Sciences, 10(3), pp. 135–151.

Gunning, K. E. (2003) ‘Pathophysiology of Respiratory Failure and Indications


for Respiratory Support’, Surgery (Oxford), 21(3), pp. 72–76. doi:
http://dx.doi.org/10.1383/surg.21.3.72.14672.

Universitas Sumatera Utara


42

Hameed Raina, A. et al. (2013) ‘Pulmonary Tuberculosis Presenting with Acute


Respiratory Distress Syndrome: A Case Report and Review of
Literature’. Egyptian Journal of Chest Disease and Tuberculosis, pp.
655–659.

Https://www.britannica.com/science/pulmonary-alveolus/images-videos (no
date) Kapita Selekta Kedokteran.

Jain, N. K. (2017) ‘Chronic obstructive pulmonary disease and tuberculosis’,


i(5), pp. 468–469. doi: 10.4103/lungindia.lungindia.

Kaynar, A. M. (2016) ‘Respiratory Failure Clinical Presentation’.

Kaynar, A. M. and Editor, C. (2017) ‘Respiratory Failure’, pp. 1–2.

Khairani, R., Syahruddin, E. and Partakusuma, L. G. (2012) ‘Karakteristik Efusi


Pleura di Rumah Sakit Persahabatan’, 32(3), pp. 155–160.

Koutsoukou, A. et al. (2017) ‘ARDS in Aged Patients: Respiratory System


Mechanics and Outcome’. Health Science Journal, 11.

Maclntyre, N. and Huang, Y. C. (2008) ‘Acute Exacerbations and Respiratory


Failure in Chronic Obstructive Pulmonary Disease’. ATSJournal, 5.

MD, P. V. (2014) ‘Respiratory failure’, 35, p. 476. doi:


10.1016/j.mpsur.2015.07.013.

National Heart, lung, and B. I. (NIH) (2011) ‘What is respiratory failure?’

Nichols, L., Saundres, R. and Knollmann, F. (2012) ‘Causes of Death of Patients


with Lung Cancer’. ARCH Pathol Lab Med, 136.

‘Pneumothorax’ (2017) BMJ Best Practice, p. 2017.

Prabandari, F. (2013) ‘Hubungan Antara Skor Kerapuhan Dengan Lama Rawat


Pasien Lanjut Usia’, Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Pratama, V. D. et al. (2014) ‘Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kasus


Pneumothoraks Dextra di RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta’.

Putri, E. S. (2013) ‘Diagnosis dan tatalaksana gagal nafas akut’, FK UPN


veteran Jakarta, pp. 1–37.

Rab, P. D. H. T. (2013) ‘Ilmu Penyakit Paru’, p. 4.

Universitas Sumatera Utara


43

Radiometer Medical ApS Denmark (2011) The blood gas handbook.

Rahmatika, A. (2009) ‘Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik


yang Dirawat Inap di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008’,
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Raina, A. H. et al. (2013) ‘Pulmonary tuberculosis presenting with acute


respiratory distress syndrome (ARDS): A case report and review of
literature’,

Egyptian Journal of Chest Diseases and Tuberculosis, 62(4), pp. 655–659. doi:
10.1016/j.ejcdt.2013.09.008.

Silitonga, M. Ti. J. D. (2011) ‘Perbandingan kadar interferon gamma cairan


pleura pada efusi pleura exudativa tuberkulosa dengan non tuberkulosa
tesis’.

Stefan, M. S. et al. (2013) ‘Epidemiology and outcomes of Acute Respiratory


Failure in United States, 2001-2009: A National Survey’. Journal of
Hospital Medicine.

Steven A. Sahn, M. (2012) ‘Malignant pleural effusions’, Pakistan Journal of


Chest Medicine, 18(1), pp. 13–22.

Stratton, Samuel J, MD, M. (2016) ‘Acute Respiratory Failure’, BMJ, pp. 1–42.

Sugijanto, D. kurniawan (2012) ‘Perbandingan keadaan saturasi oksigen pada


inhalasi halotan dan isofluran’, FK universitas sebelas maret surakarta,
pp. 1–40.

Surjanto, E. et al. (2009) ‘The Relationship Between Underlying Disease of


Respiratory Failure with The Treatment's Outcome on Hospitalized
Patients in Dr. Moewardi Hospital Surakarta 2009’, pp. 1–10.

Surjanto, E., Sutanto, Y. S. and Aphridasari, J. (2014) ‘Penyebab Efusi Pleura


pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit’, 34(2).

Syarani, Dr. dr. Fajrinur, M.Ked(Paru), S. P. (K) (2017) ‘Gagal Napas’, in Buku
Ajar Respirasi. Medan: USU Press, pp. 551–573.

Tandi, M., Tubagus, V. N. and Simanjuntak, M. L. (2016) ‘Gambaran CT-scan


tumor paru di Bagian / SMF Radiologi FK Unsrat RSUP Prof . Dr . R .
D . Kandou Manado’, 4(September 2015).

Usman, I., Chundrayetti, E. and Khairsyaf, O. (2013) ‘Artikel Penelitian Faktor


Risiko dan Faktor Pencetus yang Mempengaruhi Kejadian Asma pada

Universitas Sumatera Utara


44

Anak di RSUP Dr . M . Djamil Padang’, 4(2), pp. 392–397.

Venkateswaran, R., Shahul, H. A. and Goneppanavar, U. (2017)


‘Epidemiological of Acute Respiratory Distress Syndrome Patients: A
Tertiary Care Experience’. Official Publication of Indian Chest Society.

Wanda Lockwood (2016) ‘Blood gas analysis.’ doi: 10.1016/S0195-


5616(02)00035-9.

Y, Jemirda. Sundari. (2013) ‘Penatalaksanaan Keperawatan pada Pasien Gagal


Nafas e.c PPOK dan Pneumonia’.

Yu, Shun. Christiani, David. Gong, Michelle, (2013) ‘Role of Diabetes in the
Development of Acute Respiratory Distress Syndrome*’, Critical Care
Medicine, pp. 2720–2732. doi: 10.1097/CCM.0b013e318298a2eb.

Universitas Sumatera Utara


45

LAMPIRAN A. Daftar Riwayat Hidup

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ricky Kurniadi

NIM : 140100182

Tempat/Tanggal Lahir : Bagan Batu, 16 November 1996

Agama : Islam

Nama Ayah : Maris Siregar

Nama Ibu : Farida Warni Lubis

Alamat : Jl. Abdul Hakim Perumahan Setia Budi Lestari

Riwayat Pendidikan : 1. SDN 001 Kecamatan Bagan Sinembah

2. SMPN 1 Kecamatan Bagan Sinembah

3. SMAN 1 Kecamatan Bagan Sinembah

4. Fakultas Kedokteran USU

Riwayat Pelatihan : 1. Seminar nasional dan Bakti Sosial PTBMKI


CUP

Riwayat Organisasi : 1. Anggota divisi logistik IMPM

Universitas Sumatera Utara


46

Lampiran C. Surat Survey

Universitas Sumatera Utara


47

Universitas Sumatera Utara


48

Lampiran D. Ethical Clearance

Universitas Sumatera Utara


49

Lampiran E. Surat Izin Penelitian

Universitas Sumatera Utara


50

Lampiran F. Analisa Data SPSS

JenisKelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki-laki 144 72.0 72.0 72.0
Perempuan 56 28.0 28.0 100.0
Total 200 100.0 100.0

UmurKel
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 18-20 10 5.0 5.0 5.0
21-30 20 10.0 10.0 15.0
31-40 37 18.5 18.5 33.5
41-50 45 22.5 22.5 56.0
51-60 88 44.0 44.0 100.0
Total 200 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara


51

Pekerjaan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid BUMN 1 .5 .5 .5
Honorer 1 .5 .5 1.0
IRT 36 18.0 18.0 19.0
Mahasiswa 7 3.5 3.5 22.5
Nelayan 1 .5 .5 23.0
Pedagang 1 .5 .5 23.5
Pegawai Swasta 21 10.5 10.5 34.0
Pekerja Lepas 5 2.5 2.5 36.5
Pelajar 1 .5 .5 37.0
Pensiun 4 2.0 2.0 39.0
Petani 25 12.5 12.5 51.5
PNS 16 8.0 8.0 59.5
Supir 3 1.5 1.5 61.0
Tidak Bekerja 6 3.0 3.0 64.0
Wiraswasta 72 36.0 36.0 100.0
Total 200 100.0 100.0

PenyakitUtama * JenisKelamin Crosstabulation


Count
JenisKelamin
Laki-laki Perempuan Total
PenyakitUtama Pneumonia 7 4 11
TB Paru 73 31 104
PPOK 14 4 18
Asma 0 3 3
Tumor Paru 26 4 30
Pneumotoraks 2 0 2
Efusi Pleura 22 10 32
Total 144 56 200

Universitas Sumatera Utara


52

Komorbid1 * JenisKelamin Crosstabulation


Count
JenisKelamin
Laki-laki Perempuan Total
Komorbid1 76 28 104
Anemia 11 5 16
Bacterial Infection 1 0 1
DM Tipe 2 15 6 21
Efusi Pleura 4 1 5
Emfisema 2 0 2
Gagal Ginjal Akut 2 0 2
Gangguan Depresi 0 1 1
Guillain-Barre Syndrome 1 0 1
Hipertensi 0 1 1
HIV 2 2 4
Hypertensive Heart Disease 1 1 2
Intestinal Hemorrhage 2 1 3
ISK 1 0 1
Leukemia 1 0 1
Plebitis 1 0 1
Pneumonia 4 0 4
PPOK 5 2 7
Sepsis 0 4 4
Sinusitis 1 0 1
TB MDR 5 1 6
TB paru 1 0 1
TB Paru 2 1 3
Tumor 6 2 8
Total 144 56 200

Universitas Sumatera Utara


53

Komorbid2 * JenisKelamin Crosstabulation


Count
JenisKelamin
Laki-laki Perempuan Total
Komorbid2 124 45 169
Anemia 3 3 6
Calculus Galbladder 0 1 1
Depresi 0 1 1
DM Tipe 2 5 3 8
Efusi Pleura 1 0 1
Gastritis 1 0 1
Gastroenteritis 0 1 1
Hearing Loss 1 0 1
Hipertensi 0 1 1
Osteoarthrisis 1 0 1
Pneumonia 2 1 3
PPOK 3 0 3
Sepsis 2 0 2
TB paru 1 0 1
Total 144 56 200

Komorbid3 * JenisKelamin Crosstabulation


Count
JenisKelamin
Laki-laki Perempuan Total
Komorbid3 136 55 191
Anemia 1 0 1
DM Tipe 2 1 0 1
Gastroenteritis 1 0 1
Hipertensi 1 0 1
Hipoglikemia 0 1 1
Hypertensive Heart Disease 1 0 1
Intestinal hermorrhage 1 0 1
Sepsis 2 0 2
Total 144 56 200

Universitas Sumatera Utara


54

Komorbid4 * JenisKelamin Crosstabulation


Count
JenisKelamin
Laki-laki Perempuan Total
Komorbid4 140 55 195
Efusi Pleura 1 0 1
Malnutrisi Protein 0 1 1
Sepsis 2 0 2
Trombosis 1 0 1
Total 144 56 200

komorbid5 * JenisKelamin Crosstabulation


Count
JenisKelamin
Laki-laki Perempuan Total
komorbid5 142 56 198
Sepsis 2 0 2
Total 144 56 200

PenyakitUtama * TipeGagalNapas Crosstabulation


Count
TipeGagalNapas
Tipe 1 Tipe 2 Total
PenyakitUtama Pneumonia 10 1 11
TB Paru 100 4 104
PPOK 14 4 18
Asma 2 1 3
Tumor Paru 28 2 30
Pneumotoraks 1 1 2
Efusi Pleura 29 3 32
Total 184 16 200

Universitas Sumatera Utara


55

Lampiran G. Data Responden


TIPE
JENIS PENYAKIT KOMORBID KOMORBID KOMORBID KELOMPOK
NAMA UMUR PEKERJAAN KOMORBID 2 KOMORBID 3 PAO2 PCO2 GAGAL
KELAMIN UTAMA 1 4 5 UMUR
NAPAS
KP Laki-laki 60 Wiraswasta Pneumonia 45 54 Tipe 2 51-60
SF Perempuan 41 IRT Pneumonia 55 29 Tipe 1 41-50
DH Laki-laki 56 Petani Pneumonia 53 28 Tipe 1 51-60
JS Laki-laki 46 Wiraswasta Pneumonia DM Tipe 2 54 15 Tipe 1 41-50
RF Laki-laki 28 Wiraswasta Pneumonia HIV 48 34 Tipe 1 21-30
SNS Laki-laki 57 PNS Pneumonia 57 14 Tipe 1 51-60
Pegawai
M Perempuan 29 Swasta Pneumonia TB Paru 47 25 Tipe 1 21-30
Tidak
IM Perempuan 20 Bekerja Pneumonia 39 32 Tipe 1 18-20
D Laki-laki 47 Petani Pneumonia 49 19 Tipe 1 41-50
RP Laki-laki 36 Wiraswasta Pneumonia HIV 58 27 Tipe 1 31-40
H Perempuan 43 Wiraswasta Pneumonia Anemia 59 27 Tipe 1 41-50
MS Laki-laki 30 Wiraswasta TB Paru 55 23 Tipe 1 21-30
Pegawai
BS Laki-laki 37 Swasta TB Paru Anemia 47 27 Tipe 1 31-40
Tidak
JG Laki-laki 32 Bekerja TB Paru 48 27 Tipe 1 31-40
LS Perempuan 27 IRT TB Paru HIV 48 23 Tipe 1 21-30
R Laki-laki 33 Wiraswasta TB Paru 59 26 Tipe 1 31-40
CP Laki-laki 33 Petani TB Paru TB MDR 55 27 Tipe 1 31-40
HS Laki-laki 59 Pegawai TB Paru TB MDR 48 20 Tipe 1 51-60

Universitas Sumatera Utara


56

Swasta
ZG Laki-laki 32 Wiraswasta TB Paru 39 26 Tipe 1 31-40
LS Laki-laki 45 Wiraswasta TB Paru TB MDR 54 29 Tipe 1 41-50
UK Perempuan 54 IRT TB Paru TB MDR 58 32 Tipe 1 51-60
MS Laki-laki 48 Petani TB Paru TB MDR 45 32 Tipe 1 41-50
GP Laki-laki 53 Pedagang TB Paru 57 25 Tipe 1 51-60
SPB Laki-laki 60 Pensiun TB Paru 43 18 Tipe 1 51-60
T Perempuan 52 IRT TB Paru DM Tipe 2 57 33 Tipe 1 51-60
SM Laki-laki 59 Petani TB Paru 54 23 Tipe 1 51-60
Pegawai
RM Laki-laki 50 Swasta TB Paru 46 18 Tipe 1 51-60
Pegawai
TH Laki-laki 60 Swasta TB Paru Sepsis 50 34 Tipe 1 51-60
NYS Perempuan 34 Wiraswasta TB Paru Sepsis 71 30 Tipe 1 31-40
J Laki-laki 56 Wiraswasta TB Paru DM Tipe 2 53 23 Tipe 1 51-60
MR Perempuan 32 IRT TB Paru DM Tipe 2 44 27 Tipe 1 31-40
HM Perempuan 27 Wiraswasta TB Paru Anemia 55 32 Tipe 1 21-30
Pegawai
TAS Laki-laki 56 Swasta TB Paru PPOK 55 27 Tipe 1 51-60
T Laki-laki 49 Wiraswasta TB Paru TB MDR 55 30 Tipe 1 41-50
Tidak
CAPB Laki-laki 27 Bekerja TB Paru DM Tipe 2 43 18 Tipe 1 21-30
JS Laki-laki 54 Wiraswasta TB Paru DM Tipe 2 45 20 Tipe 1 51-60
SU Perempuan 59 IRT TB Paru DM Tipe 2 58 28 Tipe 1 51-60
FS Perempuan 38 IRT TB Paru Anemia 46 32 Tipe 1 31-40
YZ Laki-laki 39 Wiraswasta TB Paru 49 30 Tipe 1 31-40

Universitas Sumatera Utara


57

LBS Perempuan 60 IRT TB Paru DM Tipe 2 55 31 Tipe 1 51-60


RP Perempuan 55 IRT TB Paru DM Tipe 2 54 27 Tipe 1 51-60
JN Laki-laki 31 Wiraswasta TB Paru Anemia 50 29 Tipe 1 31-40
MS Perempuan 57 IRT TB Paru 44 19 Tipe 1 51-60
LS Perempuan 49 PNS TB Paru 51 54 Tipe 2 41-50
SF Perempuan 46 IRT TB Paru 51 23 Tipe 1 41-50
Pekerja
H Laki-laki 44 Lepas TB Paru 47 21 Tipe 1 41-50
Tidak
MS Perempuan 18 Bekerja TB Paru 51 66 Tipe 2 18-20
HS Perempuan 42 Petani TB Paru 54 31 Tipe 1 41-50
JB Laki-laki 40 Wiraswasta TB Paru 51 34 Tipe 1 31-40
TS Laki-laki 46 Petani TB Paru DM Tipe 2 58 31 Tipe 1 41-50
AT Laki-laki 26 Mahasiswa TB Paru 54 30 Tipe 1 21-30
Guillain-
Barre
MS Laki-laki 59 Petani TB Paru Syndrome 50 22 Tipe 1 51-60
IP Laki-laki 58 Petani TB Paru 49 30 Tipe 1 51-60
Bacterial
ST Laki-laki 60 Wiraswasta TB Paru Infection 46 31 Tipe 1 51-60
TJA Laki-laki 47 Wiraswasta TB Paru 55 29 Tipe 1 41-50
MB Laki-laki 24 Mahasiswa TB Paru 51 21 Tipe 1 21-30
AS Laki-laki 50 Wiraswasta TB Paru DM Tipe 2 53 26 Tipe 1 41-50
Pegawai
PL Laki-laki 49 Swasta TB Paru DM Tipe 2 Osteoarthrisis 58 27 Tipe 1 41-50
SRS Perempuan 33 IRT TB Paru Sepsis Gastroenteritis 54 27 Tipe 1 31-40

Universitas Sumatera Utara


58

Malnutrisi
VP Perempuan 29 Wiraswasta TB Paru Anemia Protein 56 17,5 Tipe 1 21-30
Gangguan
SN Perempuan 47 IRT TB Paru Depresi 58 27 Tipe 1 41-50
SR Laki-laki 42 Petani TB Paru DM Tipe 2 58 55 Tipe 2 41-50
SM Laki-laki 46 PNS TB Paru 52 29 Tipe 1 41-50
KY Laki-laki 33 PNS TB Paru PPOK Sepsis 51 29 Tipe 1 31-40
MYA Laki-laki 54 Petani TB Paru 46 24 Tipe 1 51-60
M Laki-laki 54 PNS TB Paru DM Tipe 2 49 26 Tipe 1 51-60
Gagal Ginjal
AJ Laki-laki 58 BUMN TB Paru Akut 57 21 Tipe 1 51-60
MS Perempuan 46 PNS TB Paru Sepsis 58 21 Tipe 1 41-50
RW Laki-laki 33 Wiraswasta TB Paru 45 27 Tipe 1 31-40
PP Laki-laki 19 Wiraswasta TB Paru 48 29 Tipe 1 18-20
AI Laki-laki 29 Wiraswasta TB Paru Anemia 54 30 Tipe 1 21-30
SW Perempuan 35 Wiraswasta TB Paru Anemia 53 28 Tipe 1 31-40
SAH Perempuan 20 Wiraswasta TB Paru 54 32 Tipe 1 18-20
FG Laki-laki 41 Wiraswasta TB Paru 46 25 Tipe 1 41-50
Pegawai
RBP Laki-laki 33 Swasta TB Paru DM Tipe 2 58 21 Tipe 1 31-40
N Perempuan 46 IRT TB Paru 57 26 Tipe 1 41-50
Pegawai
SA Laki-laki 19 Swasta TB Paru Anemia 44 27 Tipe 1 18-20
Pegawai
JS Laki-laki 28 Swasta TB Paru 51 34 Tipe 1 21-30
JP Laki-laki 32 Wiraswasta TB Paru 51 33 Tipe 1 31-40
MS Laki-laki 51 Pegawai TB Paru 55 25 Tipe 1 51-60

Universitas Sumatera Utara


59

Swasta
Tidak
JNS Laki-laki 25 Bekerja TB Paru 56 26 Tipe 1 21-30
EW Perempuan 32 IRT TB Paru HIV 63 30 Tipe 1 31-40
PM Laki-laki 24 Mahasiswa TB Paru ISK 67 24 Tipe 1 21-30
S Perempuan 45 IRT TB Paru DM Tipe 2 51 31,8 Tipe 1 41-50
F Laki-laki 40 Wiraswasta TB Paru 55 32 Tipe 1 31-40
W Laki-laki 38 Wiraswasta TB Paru 64 29 Tipe 1 31-40
A Laki-laki 56 PNS TB Paru Anemia 64 34 Tipe 1 51-60
A Laki-laki 33 PNS TB Paru 57 28 Tipe 1 31-40
Y Laki-laki 60 Pensiun TB Paru DM Tipe 2 58 28 Tipe 1 51-60
B Perempuan 60 Petani TB Paru Tumor Depresi 49 33 Tipe 1 51-60
R Perempuan 26 Wiraswasta TB Paru 55 25 Tipe 1 21-30
S Laki-laki 56 IRT TB Paru Anemia 60 22 Tipe 1 51-60
D Perempuan 40 IRT TB Paru 40 17 Tipe 1 31-40
M Laki-laki 46 Petani TB Paru DM Tipe 2 65 25 Tipe 1 41-50
R Laki-laki 22 Mahasiswa TB Paru PPOK 65 33 Tipe 1 21-30
Pegawai
W Perempuan 24 Swasta TB Paru 64 23 Tipe 1 21-30
J Perempuan 58 IRT TB Paru 54 24 Tipe 1 51-60
R Perempuan 52 IRT TB Paru 54 30 Tipe 1 51-60
H Perempuan 44 IRT TB Paru PPOK 46 68 Tipe 2 41-50
Pegawai
PS Laki-laki 48 Swasta TB Paru Tumor 52 30 Tipe 1 41-50
A Laki-laki 43 Honorer TB Paru PPOK 51 30 Tipe 1 41-50
E Laki-laki 52 Wiraswasta TB Paru 54 25 Tipe 1 51-60

Universitas Sumatera Utara


60

P Laki-laki 47 Wiraswasta TB Paru Anemia 65 32 Tipe 1 41-50


Intestinal
P Laki-laki 31 Petani TB Paru Hemorrhage 56 28 Tipe 1 31-40
Pegawai
TJA Laki-laki 38 Swasta TB Paru DM Tipe 2 51 29 Tipe 1 31-40
E Laki-laki 55 Wiraswasta TB Paru 52 32 Tipe 1 51-60
M Laki-laki 33 Wiraswasta TB Paru 49 28 Tipe 1 31-40
S Laki-laki 32 Wiraswasta TB Paru 54 33 Tipe 1 31-40
J Laki-laki 47 Wiraswasta TB Paru DM Tipe 2 47 24 Tipe 1 41-50
AU Laki-laki 42 Wiraswasta TB Paru DM Tipe 2 53 21 Tipe 1 41-50
BR Laki-laki 29 Wiraswasta TB Paru Sepsis 50 30 Tipe 1 21-30
MW Laki-laki 21 Mahasiswa TB Paru 48 34 Tipe 1 21-30
Tidak
MZ Laki-laki 18 Bekerja TB Paru 50 25 Tipe 1 18-20
IS Laki-laki 36 Wiraswasta TB Paru Sinusitis Hearing Loss 54 28 Tipe 1 31-40
Pegawai
H Laki-laki 48 Swasta TB Paru 52 26 Tipe 1 41-50
SL Laki-laki 53 Wiraswasta PPOK 47 51 Tipe 2 51-60
IS Laki-laki 38 Wiraswasta PPOK TB Paru 48 34 Tipe 1 31-40
Gagal Ginjal
BG Laki-laki 58 Wiraswasta PPOK Akut Anemia DM Tipe 2 Sepsis 47 24 Tipe 1 51-60
JS Laki-laki 48 Wiraswasta PPOK Pneumonia 53 63 Tipe 2 41-50
BS Laki-laki 60 PNS PPOK 58 21 Tipe 1 51-60
C Laki-laki 59 Wiraswasta PPOK 50 33 Tipe 1 51-60
ML Laki-laki 60 Wiraswasta PPOK TB Paru 48 51 Tipe 2 51-60
M Perempuan 56 IRT PPOK Hipertensi 55 25 Tipe 1 51-60

Universitas Sumatera Utara


61

BS Laki-laki 60 Petani PPOK 52 16 Tipe 1 51-60


VS Laki-laki 56 Wiraswasta PPOK Gastritis 49 24 Tipe 1 51-60
NS Laki-laki 60 Wiraswasta PPOK Pneumonia 46 63 Tipe 2 51-60
AAH Laki-laki 58 Wiraswasta PPOK Efusi Pleura Hipertensi 51 23 Tipe 1 51-60
PBT Perempuan 60 IRT PPOK 47 26 Tipe 1 51-60
ST Laki-laki 57 Wiraswasta PPOK 58 30 Tipe 1 51-60
R Perempuan 50 PNS PPOK Sepsis 51 26 Tipe 1 41-50
Pekerja
A Laki-laki 59 Lepas PPOK 57 32 Tipe 1 51-60
Hypertensive
Heart Calculus
R Perempuan 58 Petani PPOK Disease Galbladder 53 32 Tipe 1 51-60
M Laki-laki 47 Petani PPOK 48 29 Tipe 1 41-50
CL Perempuan 18 Pelajar Asma 58 23 Tipe 1 18-20
Pegawai
H Perempuan 34 Swasta Asma 43 100 Tipe 2 31-40
M Perempuan 36 PNS Asma 50 29 Tipe 1 31-40
LP Laki-laki 59 Wiraswasta Tumor Paru Tumor 58 26 Tipe 1 51-60
SR Perempuan 51 IRT Tumor Paru 49 34 Tipe 1 51-60
LP Laki-laki 38 Supir Tumor Paru 55 30 Tipe 1 31-40
SM Laki-laki 45 Wiraswasta Tumor Paru Emfisema TB paru 69 46 Tipe 2 41-50
Intestinal
H Laki-laki 60 Wiraswasta Tumor Paru TB paru PPOK hermorrhage 45 69 Tipe 2 51-60
SM Laki-laki 48 Wiraswasta Tumor Paru 57 34 Tipe 1 41-50
JS Laki-laki 60 Petani Tumor Paru Tumor 51 32 Tipe 1 51-60
PT Laki-laki 56 Wiraswasta Tumor Paru Efusi Pleura 58 32 Tipe 1 51-60

Universitas Sumatera Utara


62

HG Laki-laki 57 PNS Tumor Paru DM Tipe 2 46 26 Tipe 1 51-60


R Perempuan 49 IRT Tumor Paru 44 19 Tipe 1 41-50
Intestinal
D Laki-laki 44 Wiraswasta Tumor Paru Hemorrhage Efusi Pleura Anemia 59 25 Tipe 1 41-50
Efusi
AA Laki-laki 44 Wiraswasta Tumor Paru Pneumonia Gastroenteritis Pleura Sepsis 52 26 Tipe 1 41-50
E Laki-laki 41 Wiraswasta Tumor Paru Efusi Pleura 54 30 Tipe 1 41-50
H Laki-laki 54 Wiraswasta Tumor Paru Efusi Pleura 57 25 Tipe 1 51-60
Pekerja
K Laki-laki 54 Lepas Tumor Paru 59 32 Tipe 1 51-60
Pegawai
A Laki-laki 48 Swasta Tumor Paru Tumor 53 27 Tipe 1 41-50
JS Laki-laki 60 Wiraswasta Tumor Paru Pneumonia 47 25 Tipe 1 51-60
KS Laki-laki 52 Petani Tumor Paru Anemia 55 33 Tipe 1 51-60
Pegawai
GS Laki-laki 56 Swasta Tumor Paru 65 34 Tipe 1 51-60
AH Laki-laki 58 Wiraswasta Tumor Paru 52 23 Tipe 1 51-60
M Laki-laki 38 Wiraswasta Tumor Paru 53 29 Tipe 1 31-40
R Perempuan 42 IRT Tumor Paru Anemia Pneumonia 50 28 Tipe 1 41-50
Pegawai
JH Laki-laki 60 Swasta Tumor Paru 56 19 Tipe 1 51-60
H Laki-laki 56 Supir Tumor Paru PPOK 55 34 Tipe 1 51-60
MY Laki-laki 59 Nelayan Tumor Paru 53 33 Tipe 1 51-60
H Laki-laki 57 Petani Tumor Paru PPOK 51 27 Tipe 1 51-60
A Laki-laki 18 Mahasiswa Tumor Paru Anemia 55 29 Tipe 1 18-20
J Perempuan 36 IRT Tumor Paru Efusi Pleura 51 29 Tipe 1 31-40
R Laki-laki 60 Wiraswasta Tumor Paru Pneumonia 53 29 Tipe 1 51-60

Universitas Sumatera Utara


63

J Laki-laki 38 Petani Tumor Paru Leukemia Sepsis 53 25 Tipe 1 31-40


JT Laki-laki 58 PNS Pneumotoraks 49 53 Tipe 2 51-60
A Laki-laki 54 Wiraswasta Pneumotoraks Emfisema 54 31 Tipe 1 51-60
F Laki-laki 29 Wiraswasta Efusi Pleura 51 26 Tipe 1 21-30
M Laki-laki 60 Petani Efusi Pleura Trombosis Sepsis 55 31 Tipe 1 51-60
Hypertensive
Heart
J Laki-laki 57 PNS Efusi Pleura Disease DM Tipe 2 Sepsis 50 27 Tipe 1 51-60
IS Laki-laki 28 Wiraswasta Efusi Pleura Anemia 54 28 Tipe 1 21-30
Pekerja
S Laki-laki 52 Lepas Efusi Pleura 52 23 Tipe 1 51-60
S Perempuan 56 IRT Efusi Pleura Hipertensi Hipoglikemia 57 16 Tipe 1 51-60
K Perempuan 53 IRT Efusi Pleura 53 32 Tipe 1 51-60
H Laki-laki 31 PNS Efusi Pleura 57 21 Tipe 1 31-40
S Perempuan 51 IRT Efusi Pleura PPOK DM Tipe 2 59 23 Tipe 1 51-60
S Laki-laki 60 Pensiun Efusi Pleura 49 29 Tipe 1 51-60
Pekerja
N Perempuan 20 Lepas Efusi Pleura 50 33 Tipe 1 18-20
R Perempuan 52 IRT Efusi Pleura 59 17 Tipe 1 51-60
E Perempuan 44 IRT Efusi Pleura DM Tipe 2 Anemia 56 33 Tipe 1 41-50
S Laki-laki 60 Wiraswasta Efusi Pleura 48 15 Tipe 1 51-60
ALP Laki-laki 42 Supir Efusi Pleura 58 29 Tipe 1 41-50
BD Laki-laki 52 Petani Efusi Pleura 59 30 Tipe 1 51-60
Intestinal
S Perempuan 59 Wiraswasta Efusi Pleura Hemorrhage 47 52 Tipe 2 51-60
N Perempuan 52 IRT Efusi Pleura 50 31 Tipe 1 51-60

Universitas Sumatera Utara


64

R Laki-laki 18 Mahasiswa Efusi Pleura Plebitis Pneumonia 55 24 Tipe 1 18-20


K Laki-laki 60 IRT Efusi Pleura DM Tipe 2 53 34 Tipe 1 51-60
K Laki-laki 54 Petani Efusi Pleura 49 59 Tipe 2 51-60
S Laki-laki 53 Petani Efusi Pleura 59 30 Tipe 1 51-60
H Laki-laki 60 Pensiun Efusi Pleura 58 29 Tipe 1 51-60
Hypertensive
H Laki-laki 56 PNS Efusi Pleura DM Tipe 2 PPOK Heart Disease 54 26 Tipe 1 51-60
Pegawai
K Laki-laki 55 Swasta Efusi Pleura DM Tipe 2 52 24 Tipe 1 51-60
A Laki-laki 56 Wiraswasta Efusi Pleura Anemia 51 24 Tipe 1 51-60
R Perempuan 55 IRT Efusi Pleura Anemia 51 68 Tipe 2 51-60
M Laki-laki 47 Wiraswasta Efusi Pleura Tumor Anemia 59 34 Tipe 1 41-50
Pegawai
N Laki-laki 54 Swasta Efusi Pleura 56 20 Tipe 1 51-60
R Perempuan 43 IRT Efusi Pleura Tumor DM Tipe 2 57 32 Tipe 1 41-50
J Laki-laki 58 Wiraswasta Efusi Pleura Tumor 55 33 Tipe 1 51-60
E Laki-laki 37 Wiraswasta Efusi Pleura Anemia 43 19 Tipe 1 31-40

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai