2017
Kurniadi, Ricky
Universitas Sumatera Utara
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/4885
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
SKRIPSI
Oleh :
RICKY KURNIADI
140100182
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya yang begitu besar sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan laporan hasil penelitian ini, yang merupakan salah
satu tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan di program studi Sarjana
Kedokteran, Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
1. Kepada Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum, selaku Rektor Universitas
Sumatera Utara.
2. Kepada DR. Dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K), selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
3. Kepada dosen pembimbing dr. Syamsul Bihar, M.Ked (Paru), Sp. P yang
telah banyak memberi waktu, bimbingan dan ilmu kepada penulis sehingga
skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
4. Kepada ketua penguji, dr. M. Aron Pase, M.Ked(PD), SpPD yang telah
banyak memberikan ilmu, saran dan nasehat dalam penyempurnaan skripsi
ini.
5. Kepada anggota penguji dr. Cut Meliza Zainumi, M.Ked(An)., Sp.An yang telah
banyak memberikan petunjuk, arahan dan nasehat dalam penyempurnaan
skripsi ini.
6. Kepada dosen penasehat akademik dr. Ariyati Yosi, M.Ked(KK).,Sp.KK yang
telah membimbing penulis selama program studi S1 pendidikan dokter.
7. Kepada seluruh keluarga penulis, terutama bapak Maris Siregar dan ibu
Farida Warni Lubis selaku orang tua penulis, serta abang dan kakak penulis,
dan keluarga lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang
iii
Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna.
Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi lebih
menyempurnakan laporan hasil penelitian ini.
Ricky Kurniadi
iv
Halaman
Abstrak .................................................................................................... x
BAB I. PENDAHULUAN..................................................................... 1
LAMPIRAN .......................................................................................... 46
vi
vii
viii
ix
V/Q : Ventilation/Perfusion
Latar Belakang. Gagal napas merupakan sindrom di mana sistem pernapasan gagal untuk
mempertahankan pertukaran gas O2 dan CO2.Gagal napas akut digolongkan menjadi dua yaitu
gagal napas akut hipoksemia (gagal napas tipe I) dan gagal napas akut hiperkapnia (gagal
napas tipe II). Kemajuan teknik diagnosis dan terapi intervensi telah berkembang pesat, tetapi
gagal napas masih merupakan penyebab angka kesakitan dan kematian yang tinggi di instalasi
perawatan intensif.
Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kejadian gagal napas pasien
dengan kelainan paru dan saluran pernapasan pada rawat inap di RSUP. Haji Adam Malik
Medan 2017.
Hasil. Pasien-pasien gagal nafas dengan kelainan paru lebih banyak diderita oleh laki-
laki(72%)dan usia terbanyak yaitu 51-60 tahun (44%) dengan pekerjan terbanyak yaitu pegawai
swasta (47%). Penyakit paru yang mendasari terjadinya gagal napas pada pasien dengan
kelainan paru terbanyak adalah tb paru (52%) dengan tipe terbanyak adalah tipe 1 (92%).
Kesimpulan. Karakteristik penderita gagal napas terbanyak yaitu laki-laki dengan usia 51-60
dengan pekerjan wiraswasta. Tipe gagal napas terbanyak adalah tipe I dengan penyebab
terbanyak tb paru.
xi
Background. Respiratory failure is a syndrome in which the respiratory system fails to maintain
O2 and CO2 gas. Acute respiratory failure is classified into two causes of acute respiratory
failure (respiratory failure type I) and acute hypercapnia respiratory failure (respiratory failure
type II). Thediagnostic techniques and therapies have developed rapidly, respiratory failure is
still the cause of high morbidity and mortality rates in intensive care installations.
Objective. This study aims to determine the description of the incidence of disease patients in the
respiratory tract of RSUP. Haji Adam Malik Medan 2017.
Method. This research is a retrospective descriptive research using medical record data. This
research is in RSUP H. Adam Malik Medan. The study sample was inpatients with lung
abnormalities who performed AGDA checks from January to August 2017. Samples were
selected using the total sampling method and adjusted for the inclusion and exclusion criteria.
Results. Patients with respiratory failure with lung disorder were more likely to be males (72%)
and feeding age 51-60 years (44%) with employee private (47%). Lung disease underlying
seizures in patients with pulmonary abnormalities is pulmonary (52%) with type 1 (92%).
Conclusion. Characteristics of respiratory failure patients with men ages 51-60 with self-
employed workers. The type of respiratory failure is type I with the cause of lung injury.
xii
PENDAHULUAN
tipe II). Gagal napas tipe I dihubungkan dengan defek primer pada oksigenasi
sedangkan gagal napas tipe II dihubungkan dengan defek primer pada ventilasi.
Insidensi dan akibat dari gagal napas akut juga tergantung dari disfungsi organ
lain ( Surjanto, E, Sutanto,S. Y, 2009).
Beberapa penyebab gagal napas dapat berupa PPOK dan asma.
Berdasarkan riset kesehatan dasar tahun 2013 prevalensi ppok dan asma di
provinsi sumatera utara masing-masing adalah 3,6% dan 2,4% (Riskesdas,
2013). Menurut hasil penelitian Manik dalam Anita (2009), di rumah sakit haji
medan tahun 2000-2002 terdapat 132 penderita ppok dan 14 diantaranya
meninggal dunia (Rahmatika, 2009).
Penyebab lainnya adalah TB paru. Indonesia menempati urutan ke-3
terbanyak penderita TB di dunia setelah India, dan Cina. Di Indonesia setiap
tahun terdapat ± 250.000 kasus baru dan sekitar 140.000 kematian akibat TB.
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Indonesia tahun 2004
menunjukkan bahwa TB merupakan penyebab kematian nomor satu diantara
penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit
jantung dan pernapasan akut pada seluruh kalangan usia (Silitonga, 2011).
Selain itu, pneumotoraks dan efusi pleura merupakan salah satu etiologi
gagal napas. Angka kejadian primary spontaneous pneumothorax (PSP) di
Inggris adalah 24 per 100.000 penduduk untuk laki-laki dan 9,8 per 100.000
penduduk per tahun untuk perempuan (Aulia, 2015). Prevalensi efusi pleura
mencapai 320 per 100.000 penduduk di negara-negara industri dan penyebaran
etiologi berhubungan dengan prevalensi penyakit yang mendasarinya (Surjanto,
Sutanto and Aphridasari, 2014). Menurut WHO (2008), efusi pleura merupakan
suatu gejala penyakit yang dapat mengancam jiwa penderitanya. Di negara-
negara industri, diperkirakan terdapat 320 kasus efusi pleura per 100.000 orang.
Amerika Serikat melaporkan 1,3 juta orang setiap tahunnya menderita efusi
pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif dan pneumonia bakteri.
Menurut Depkes RI (2006), kasus efusi pleura mencapai 2,7 % dari penyakit
infeksi saluran napas lainnya (tiwi, 2015).
2.1.3. Faring
Merupakan bagian belakang dari rongga hidung dan rongga mulut.
Terdiri dari (bagian yang berbatasan dengan rongga hidung), orofaring (bagian
yang berbatasan dengan rongga mulut), dan hipofaring (bagian yang berbatasan
dengan laring), diyakini bagian dimana pemisahan antara udara dan makanan
terjadi (Rab, 2013).
2.1.4. Laring
Walaupun fungsi utamanya dalah sebagai alat suara, akan tetapi
didalam saluran pernapasan fungsinya adalah sebagai jalan udara, oleh karena
celah suara diantara pita suara berfungsi sebagai pelindung dari jalan udara. Bila
dilihat secara frontal maupun lateral, pada gambaran laring dapat dilihat adanya
epiglotis, tulang hiloid, tulang rawan tiroid, tulang aritenoid, dan tulang rawan
krikoid. Tulang rawan krikoid merupakan batas terbawah dari tulang rawan
laring, yaitu terletak 2-3 cm dibawah laring. Dibawah dari tulang krikoid
biasanya dilakukan tindakan trakeotomi yang bertujuan untuk memperkecil
(dead space) dan mempermudah melakukan pengisapan sekresi (Rab, 2013).
2.1.5. Trakea
Trakea merupakan suatu cncin tulang rawan yang tidak lengkap (U-
shapped) dimana pada bagian belakangnya terdiri dari 16-20 cincin tulang
rawan. Panjang trakea kira-kira 10 cm, tebalnya 4-5 mm, diameternya lebih
kurang 2,5 cm, dan luas permukaannya 5 cm2. Lapisan trakea terdiri dari
mukosa, kelenjar submukosa, dan dibawahnya terdapat jaringan otot yang
treletak pada bagian depan yang menghubungkan kedua bagian tulang rawan.
Diameter trakea ini bervariasi pada saat inspirasi dan ekspirasi (Rab, 2013).
dalam proses pernapasan adalah difusi Oksigen dari alveoli ke pembuluh darah
paru dan difusi karbondioksida dari arah sebaliknya melalui membran tipis
antara alveolus dan kapiler (Putri, 2013).
bikarbonat plasma (HCO3-). CO2 berikatan dengan air dalam reaksi berikut ini
(Putri, 2013).
diikat, sehingga nilai saturasi oksigennya adalah 95%. Saturasi oksigen normal
pada individu yang sehat menunjukkan nilai antara 97% sampai 99% (Sugijanto,
2012).
2.3.1 Definisi
Kegagalan pernapasan adalah suatu kondisi dimana oksigen tidak cukup
masuk dari paru-paru ke dalam darah. Organ tubuh, seperti jantung dan otak,
membutuhkan darah yang kaya oksigen untuk bekerja dengan baik. Kegagalan
pernapasan juga bisa terjadi jika paru-paru tidak dapat membuang karbon
dioksida dari darah. Terlalu banyak karbon dioksida dalam darah dapat
membahayakan organ tubuh (National Heart, lung, 2011).
Keadaan ini disebabkan oleh pertukaran gas antara paru dan darah yang
tidak adekuat sehingga tidak dapat mempertahankan pH, pO2, dan pCO2, darah
arteri dalam batas normal dan menyebabkan hipoksia tanpa atau disertai
hiperkapnia (Arifputera, 2014).
2.3.2. Etiologi
Etiologi gagal napas sangat beragam tergantung jenisnya. Gagal napas
dapat disebabkan oleh kelainan paru, jantung, dinding dada, otot pernapasan,
atau medulla oblongata. Berbagai penyebab gagal napas dapat dilihat pada Table
1.
Table 1. Penyebab Gagal Napas Berdasarkan Tipe Gagal Napas (Arifputera,
2014).
Gagal napas tipe 1 Gagal napas tipe 2
Asma akut Kelainan paru Kelainan SSP
ARDS Asma akut berat Koma
Pneumonia Obstruksi saluran napas akut Peningkatan TIK
Emboli paru PPOK Cedera kepala
Fibrosis paru OSA Opioid dan obat
sedasi
Edema paru Bronkiektasis Kelainan
neuromuscular
PPOK Kelainan dinding dada Lesi medula spinalis
2. Pneumonia
3. TB Pulmonal
4. Tumor paru
5. Pneumotoraks
6. Efusi Pleura
2.3.3 Patofisiologi
Shunt kanan ke kiri terjadi ketika darah vena pulmonal melewati ventilasi
alveoli dan tidak beroksigen. Darah shunt ini mempertahankan saturasi O2 vena
campuran (70-80% pada individu sehat). Kemudian dicampur dengan dan
mengurangi O2. Isi darah yang tidak shunted, menyebabkan jatuhnya
PaO2(Gunning, 2003).
disebabkan oleh miopati kongenital (misalnya distrofi otot) pada akhirnya dapat
menyebabkan kegagalan ventilasi. Myasthenia gravis, gangguan neuromuscular
junction, menyebabkan kelemahan umum, dan kegagalan ventilasi dapat terjadi
pada krisis myasthenia. Eksaserbasi akut sering dikaitkan dengan infeksi, dan
krisis kolinergik dapat terjadi akibat overdosis pengobatan antikolinergik.
Kondisi lain yang mengakibatkan terganggunya transmisi pada neuromuscular
junction juga dapat menyebabkan kegagalan pernapasan. Toxin botulinum
mengikat secara ireversibel ke terminal presinaptik di neuromuscular junction
dan mencegah pelepasan asetilkoli (Gunning, 2003).
1. Manifestasi klinis
i. Gagal napas hipoksemia
Nilai PaCO2 pada gagal napas tipe ini menunjukkan nilai normal atau
rendah. Gejala yang timbul merupakan campuran hipoksemia arteri dan hipoksia
jaringan, antara lain:
b. Pulse Oximetry
Alat ini mengukur perubahan cahaya yang yang ditranmisikan melalui
aliran darah arteri yang berdenyut. Informasi yang di dapatkan berupa saturasi
oksigen yang kontinyu dan non-invasif yang dapat diletakkan baik di lobus
bawah telinga atua jari tangan maupun kaki. Hasil pada keadaan perfusi perifer
yang kecil, tidak akurat. Hubungan antara saturasi oksigen dantekanan oksigen
dapat dilihat pada kurva disosiasi oksihemoglobin. Nilai kritisnya adalah 90%,
dibawah level itu maka penurunan tekanan oksigen akan lebih menurunkan
saturasi oksigen (Syarani, Dr. dr. Fajrinur, M.Ked(Paru), 2017).
c. Capnography
Alat yang dapat digunakan untuk menganalisa konsentrasi kadar
karbondioksida darah secara kontinu. Penggunaannya antara lain untuk
kofirmasi intubasi trakeal, mendeteksi malfungsi apparatus serta gangguan
fungsi paru (Syarani, Dr. dr. Fajrinur, M.Ked(Paru), 2017).
i. Pemeriksaan apus darah untuk mendekteksi anemia yang
menunjukakkan terjadinya hipoksia jaringan. Adanya polisitemia
menunjukkan gagal napas kronik (Syarani, Dr. dr. Fajrinur,
M.Ked(Paru), 2017).
ii. Pemeriksaan kimia untuk menilai fungsi hati dan ginjal, karena hasil
pemeriksaan yang abnormal dapat menjadi petunjuk sebab-sebab
terjadinya gagal napas. Abnormalitas elektrolit seperti kalium,
magnesium dan fosfat dapat memperberat gejala gagal napas (Syarani,
Dr. dr. Fajrinur, M.Ked(Paru), 2017).
iii. Pemeriksaan kadar kreatinin serum dan troponin 1 dapat membedakan
infark miokard dengan gagal napas, kadar kreatinin serum yang
meningkat dengan kadar troponin 1 yang yang normal menunjukkan
terjadinya miositosis yang dapat menyebabkan gagal napas (Syarani,
Dr. dr. Fajrinur, M.Ked(Paru), 2017).
iv. Pada pasien dengan gagal napas hiperkapni kronik, kadar TSH serum
perlu diperiksa untuk membedakan dengan hipotiroid, yang dapat
b. Ekokardiografi
i. Tidak dilakukan secara rutin pada pasien gagal napas, hanya
dilakukan pada pasien dengan dugaan gagal napas akut karena
penyakit jantung.(Syarani, Dr. dr. Fajrinur, M.Ked(Paru), 2017)
ii. Adanya dilatasi ventrikel kiri, pergerakan dinding dada yang
abnormal atau regurgitasi mitral berat menunjukkan edema
pulmoner kardiogenik (Syarani, Dr. dr. Fajrinur, M.Ked(Paru),
2017).
iii. Ukuran jantung yang normal, fungsi sistolik dan diastolik yang
normal pada pasien dengan edema pulmoner menunjukkan
sindromdistress pernapasan akut (Syarani, Dr. dr. Fajrinur,
M.Ked(Paru), 2017).
iv. Ekokardiografi menilai fungsi ventrikel kanan dan tekanan arteri
pulmoner dengan tepat untuk pasien dengan gagal napas
hiperkapnik kronik (Syarani, Dr. dr. Fajrinur, M.Ked(Paru),
2017).
2.3.6 Tatalaksana
Jika tekanan parsial oksigen kurang dari 70 mmHg, oksigen harus
diberikan untuk meningkatan saturasi mayor yaitu 90%. Jika tidak disertai
penyakit paru obstruktif, fraksi inspirasi O2 harus lebih besar dari 0,35. Pada
pasien yang sakit parah, walaupun pengobatan medis telah maksimal, NIV(Non-
invasive ventilation) dapat digunakan untuk memperbaiki oksigenasi,
mengurangi laju pernapasan dan mengurangi dyspnoea. Selain itu, NIV dapat
digunakan sebagai alternatif intubasi trakea jika pasien menjadi hiperkapnia
(rekomendasi rekomendasi C) (Forte et al., 2006).
1. Tahap I
i. Pemberian oksigen. Untuk mengatasi hipoksemia, cara pemberian
oksigen bergantung FiO2, yang dibutuhkan. Masker rebreathing
dapat digunakan jika hipoksemia desertai kadar PaCO2 rendah.
Berikut nilai FiO2 tiap cara pemberian:
a. Nasal kanul: FiO2 25-50% dengan oksigen 1-6 L/menit
b. Simple mask : FiO2 30-50% dengan oksigen 6-8 L/menit
2. Tahap II
i. Pemberian bronkodilator parenteral
ii. Pemberian kortikosteroid
3. Tahap III
i. Stimulasi pernapasan
ii. Mini trakeostomi dan intubasi trakeal dengan indikasi: diperlukan
ventilasi mekanik namun disertai retensi sputum dan dibutuhkan
suction trakeobronkial; melindungi dari aspirasi; mengatasi
obstruksi saluran napas atas.
4. Tahap IV
i. Pemasangan ventilasi mekanik.
ii. Indikasi ventilasi mekanik: operasi mayor; gagal napas; koma;
pengendalian TIK; post-operatif; penurunan laju metabolik;
keadaan umum kritis (Arifputera, 2014).
Pemeriksaan Penunjang
Tipe1 Tipe 2
Hipoksemia Hiperkapnia
Karakteristik
Penyakit komorbid
METODOLOGI PENELITIAN
3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh data pasien rawat inap
dengan kelainan paru dan saluran pernapasan yang dilakukan pemeriksaan
AGDA dan terdiagnosa gagal napas berdasarkan data rekam medis di RSUP
Haji Adam Malik Medan dari bulan Januari sampai dengan Agustus 2017.
3.3.2 Sampel
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik
total sampling. Pengambilan sampel penelitian dilakukan secara keseluruhan
data dari populasi berdasarkan kriteria penelitian yang telah ditetapkan.
27
12. Efusi pleura adalah akumulasi cairan tidak normal di rongga pleura yang
diakibatkan oleh transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari
permukaan pleura (Khairani, Syahruddin and Partakusuma, 2012).
Alat ukur : Rekam medik pasien
Cara ukur : Analisis data sekunder
Skala ukur : Nominal
13. Tumor adalah benjolan abnormal dalam tubuh yang dapat disebabkan
oleh berbagai macam penyakit antara lain kegasan dan infeksi.
Alat ukur : Rekam medik pasien
Cara ukur : Analisis data sekunder
Skala ukur : Nominal
Data yang telah terkumpul akan ditabulasi dan kemudian diolah secara
komputerisasi. Setelah semua data penelitian terkumpul kemudian akan
dilakukan analisis data menggunakan software SPSS.
Usia
18-20 10 5,0
21-30 20 10,0
31-40 37 18,5
41-50 45 22,5
51-60 88 44,0
Total 200 100,0
32
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi pekerjaan pada penderita gagal nafas dengan
kelainan paru.
Pekerjaan Jumlah(n) Persentase(%)
Pegawai swasta 94 47
IRT 36 18
Petani 25 12.5
PNS 17 8.5
Lain-lain 28 14
Total 172 100
Pada tabel 4.2, dapat dilihat bahwa subjek penelitian terbanyak yaitu
pegawai swasta sebanyak 94 orang (47%), kemudian diikuti dengan ibu rumah
tangga 36 orang (18,0%), petani 25 orang (12,5%), PNS 17 orang (8,5%), dan
lain-lain 28 orang (14%).
Tabel 4.3 Tipe gagal napas dan penyakit paru yang mendasari timbulnya
gagal napas
Tipe Gagal Napas
Penyakit Utama Total Penderita (N) Persentase (%)
Tipe 1 Tipe 2
TB Paru 100 4 104 52
Efusi Pleura 29 3 32 16
Tumor Paru 28 2 30 15
PPOK 14 4 18 9
Pneumonia 10 1 11 5,5
Asma 2 1 3 1,5
Pneumotoraks 1 1 2 1
Pada tabel 4.3, dapat dilihat pasien dengan kelainan paru lebih banyak
menderita gagal napas tipe I berjumlah 184 orang, dan gagal napas tipe 2
berumlah 16 orang. Kegagalan pernapasan hipoksemia (tipe I) ditandai oleh
tekanan oksigen arterial (PaO2) lebih rendah dari 60 mmHg dengan tekanan
karbon dioksida normal atau rendah (PaCO2). Ini adalah bentuk kegagalan
pernafasan yang paling umum, dan dapat dikaitkan dengan hampir semua
penyakit akut paru-paru, yang umumnya melibatkan pengisian cairan atau kolaps
unit alveolar. Kegagalan pernafasan hiperkapnia (tipe II) ditandai dengan PaCO2
yang lebih tinggi dari 50 mmHg (Kaynar and Editor, 2017). Penelitian oleh
Surjanto et al pada tahun 2009 didapatkan gagal nafas tipe II lebih banyak yaitu
64 orang (83,12%) dan tipe I 13 orang (16,88%). Penyakit paru yang mendasari
timbulnya gagal napas terbanyak adalah TB Paru yaitu 157 orang (53%).
Penyakit paru yang mendasari timbulnya gagal nafas yang paling sedikit adalah
pneumotoraks. Hal ini sesuai dengan penelitian pada tahun 2009 dimana
ditemukan penyakit paru pada gagal napas yang paling sedikit adalah
pneumotoraks (Surjanto et al., 2009). Subjek penelitian terbanyak adalah
penderita TB paru yaitu 104 orang (52%) dengan jumlah laki-laki dan
perempuan masing-masing pada penderita tb adalah 73 orang dan 31 orang. Hal
ini mungkin dikarenakan Indonesia merupakan Negara endemik TB. Subjek
terbanyak selanjutnya yaitu efusi pleura 32 orang (16%), tumor paru 30 orang
(15%), PPOK 18 orang (9%), pneumonia 11 orang (5,5%), asma 3 orang (1,5%),
dan paling sedikit adalah pneumotoraks 2 orang (1%) dengan masing-masing
lebih banyak laki-laki daripada perempuan. Penelitian oleh Stefan et al pada
tahun 2013 didapatkan prevalensi pneumonia (laki-laki: 48,8%, perempuan:
43,7%), PPOK (laki-laki:8,3%, perempuan:8,1%) dan asma (laki-laki: 6,2%,
perempuan: 12.0%) (Stefan et al., 2013). Mekanisme gagal napas pada pasien
dengan tuberkulosis paru belum dapat dijelaskan. Berbagai mekanisme postulat
meliputi pelepasan mikobakteria ke sirkulasi pulmonal yang mengakibatkan
peradangan obliteratif endarteritis dan kerusakan membran alveoli. Agregasi
trombosit pada kapiler paru yang menyebabkan perlukaan pada endotel dan
aktivasi leukosit yang dihasilkan dalam peningkatan permeabilitas vaskular
adalah hipotesis yang lainnya (Hameed Raina et al., 2013).
Pada tabel 4.4 dapat dilihat bahwa penderita gagal napas dengan penyakit
kormobid lebih banyak yaitu 141 orang (70,5%) dan yang tidak disertai penyakit
komorbid adalah sebanyak 59 orang (29,5%). Jumlah laki-laki yang menderita
gagal napas adalah 144 orang dan perempuan berjumlah 56 orang.
Tabel 4.5 Jenis penyakit komorbid (penyerta) pada pasien gagal napas
Jenis Kelamin
Penyakit Komobid Persentase
Laki-laki Perempuan Total (N)
(%)
(n) (n)
DM Tipe 2 21 9 30 15
Anemia 15 8 23 11.5
PPOK 8 2 10 5
Sepsis 6 4 10 5
Tumor 6 2 8 4
Lain-lain 88 31 119 59.5
Total 144 56 200 100
Pada tabel 4.5, dapat dilihat bahwa penyakit komorbid terbanyak pada
pasien gagal nafas adalah DM tipe 2 berjumlah 30 orang (15%), selanjutnya
anemia 23 orang (11.5%), PPOK dan sepsis masing-masing 10 orang (5%),
tumor 8 orang (4%). Mekanisme dampak diabetes terhadap perkembangan gagal
napas masih belum jelas. Peradangan berperan penting pathogenesis gagal
napas, banyak yang menduga bahwa diabetes dapat berperan pada
perkembangan gagal napas melalui pelepasan sitokin dan penurunan fungsi
neutrofil. Jalur lain dalam diabetes mellitus pada penelitian terbaru menunjukkan
bahwa beberapa faktor juga dapat mempengaruhi perkembangan cedera paru
akut, termasuk PPAR-γ, faktor-faktor pertumbuhan seperti insulin like growth
factor-1, leptin, dan perkembangan Advanced Glycation End Product (AGEs)
(Yu et al., 2013). Penyakit infeksi banyak terjadi pada individu dengan DM.
Mekanisme patogenik utama adalah lingkungan hiperglikemik meningkatkan
virulensi beberapa pathogen, menurunkan produksi interleukin sebagai respons
terhadap infeksi, mengurangi kemotaksis dan aktivitas fagositik, imobilisasi
leukosit polimorfonuklear. Sistem komplemen adalah salah satu mekanisme
utama yang bertanggung jawab atas kekebalan humoral yang terdiri dari protein
serum dan protein permukaan yang fungsi utamanya adalah untuk
mempromosikan opsonisasi dan fagositosis mikroorganisme melalui makrofag
dan neutrofil dan untuk menginduksi lisis mikroorganisme. Selain itu, produk
komplemen memberikan sinyal kedua untuk aktivasi B-lymphocyte dan
produksi antibodi. Glikasi immunoglobulin terjadi pada pasien diabetes seiring
dengan meningkatnya HbA1c, hal ini dapat membahayakan fungsi biologis
(Casqueiro, Casqueiro and Alves, 2012).
Anemia penyakit kronis (ACD) adalah salah satu bentuk anemia sering
yang seringkali ditemukan pada pasien dengan infeksi, kanker dan penyakit
radang kronis atau autoimun. Mekanisme yang mendasarinya sangat kompleks,
termasuk dis-regulasi pada homeostasis besi dan produksi eritropoietin,
gangguan proliferasi sel pro-genitor erythroid dan rentang hidup sel darah merah
yang berkurang. Anemia mungkin merupakan faktor penting untuk outcome
yang buruk dari kegagalan pernafasan dan ventilasi mekanis, namun data ilmiah
masih sangat terbatas (Kaynar and Editor, 2017).
Komponen dinding antigenik dari Mycobacterium tuberculosis
lioparabinomannan merangsang pelepasan matriks metaloproteinase (MMPs).
Ekspresi MMP yang meningkat, limfosit CD8, neutrofil, interleukin 8 dan jalur
pertumbuhan endotel vaskular menghasilkan perubahan struktural yang terlihat
pada PPOK (Jain, 2017).
Pada penelitian oleh Agarwal dkk. diterbitkan dalam edisi Lung India,
32,4% pasien PPOK memiliki riwayat TB. Dalam studi PLATINO yang
membandingkan pasien PPOK dengan dan tanpa riwayat TB, ditemukan bahwa
penyumbatan jalan napas terjadi pada 30,7% pasien dengan riwayat TB positif,
sementara insiden yang sama hanya 13% -9% pada pasien tanpa riwayat TB
sebelumnya (Jain, 2017).
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
40
DAFTAR PUSTAKA
Https://www.britannica.com/science/pulmonary-alveolus/images-videos (no
date) Kapita Selekta Kedokteran.
Egyptian Journal of Chest Diseases and Tuberculosis, 62(4), pp. 655–659. doi:
10.1016/j.ejcdt.2013.09.008.
Stratton, Samuel J, MD, M. (2016) ‘Acute Respiratory Failure’, BMJ, pp. 1–42.
Syarani, Dr. dr. Fajrinur, M.Ked(Paru), S. P. (K) (2017) ‘Gagal Napas’, in Buku
Ajar Respirasi. Medan: USU Press, pp. 551–573.
Yu, Shun. Christiani, David. Gong, Michelle, (2013) ‘Role of Diabetes in the
Development of Acute Respiratory Distress Syndrome*’, Critical Care
Medicine, pp. 2720–2732. doi: 10.1097/CCM.0b013e318298a2eb.
NIM : 140100182
Agama : Islam
JenisKelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki-laki 144 72.0 72.0 72.0
Perempuan 56 28.0 28.0 100.0
Total 200 100.0 100.0
UmurKel
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 18-20 10 5.0 5.0 5.0
21-30 20 10.0 10.0 15.0
31-40 37 18.5 18.5 33.5
41-50 45 22.5 22.5 56.0
51-60 88 44.0 44.0 100.0
Total 200 100.0 100.0
Pekerjaan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid BUMN 1 .5 .5 .5
Honorer 1 .5 .5 1.0
IRT 36 18.0 18.0 19.0
Mahasiswa 7 3.5 3.5 22.5
Nelayan 1 .5 .5 23.0
Pedagang 1 .5 .5 23.5
Pegawai Swasta 21 10.5 10.5 34.0
Pekerja Lepas 5 2.5 2.5 36.5
Pelajar 1 .5 .5 37.0
Pensiun 4 2.0 2.0 39.0
Petani 25 12.5 12.5 51.5
PNS 16 8.0 8.0 59.5
Supir 3 1.5 1.5 61.0
Tidak Bekerja 6 3.0 3.0 64.0
Wiraswasta 72 36.0 36.0 100.0
Total 200 100.0 100.0
Swasta
ZG Laki-laki 32 Wiraswasta TB Paru 39 26 Tipe 1 31-40
LS Laki-laki 45 Wiraswasta TB Paru TB MDR 54 29 Tipe 1 41-50
UK Perempuan 54 IRT TB Paru TB MDR 58 32 Tipe 1 51-60
MS Laki-laki 48 Petani TB Paru TB MDR 45 32 Tipe 1 41-50
GP Laki-laki 53 Pedagang TB Paru 57 25 Tipe 1 51-60
SPB Laki-laki 60 Pensiun TB Paru 43 18 Tipe 1 51-60
T Perempuan 52 IRT TB Paru DM Tipe 2 57 33 Tipe 1 51-60
SM Laki-laki 59 Petani TB Paru 54 23 Tipe 1 51-60
Pegawai
RM Laki-laki 50 Swasta TB Paru 46 18 Tipe 1 51-60
Pegawai
TH Laki-laki 60 Swasta TB Paru Sepsis 50 34 Tipe 1 51-60
NYS Perempuan 34 Wiraswasta TB Paru Sepsis 71 30 Tipe 1 31-40
J Laki-laki 56 Wiraswasta TB Paru DM Tipe 2 53 23 Tipe 1 51-60
MR Perempuan 32 IRT TB Paru DM Tipe 2 44 27 Tipe 1 31-40
HM Perempuan 27 Wiraswasta TB Paru Anemia 55 32 Tipe 1 21-30
Pegawai
TAS Laki-laki 56 Swasta TB Paru PPOK 55 27 Tipe 1 51-60
T Laki-laki 49 Wiraswasta TB Paru TB MDR 55 30 Tipe 1 41-50
Tidak
CAPB Laki-laki 27 Bekerja TB Paru DM Tipe 2 43 18 Tipe 1 21-30
JS Laki-laki 54 Wiraswasta TB Paru DM Tipe 2 45 20 Tipe 1 51-60
SU Perempuan 59 IRT TB Paru DM Tipe 2 58 28 Tipe 1 51-60
FS Perempuan 38 IRT TB Paru Anemia 46 32 Tipe 1 31-40
YZ Laki-laki 39 Wiraswasta TB Paru 49 30 Tipe 1 31-40
Malnutrisi
VP Perempuan 29 Wiraswasta TB Paru Anemia Protein 56 17,5 Tipe 1 21-30
Gangguan
SN Perempuan 47 IRT TB Paru Depresi 58 27 Tipe 1 41-50
SR Laki-laki 42 Petani TB Paru DM Tipe 2 58 55 Tipe 2 41-50
SM Laki-laki 46 PNS TB Paru 52 29 Tipe 1 41-50
KY Laki-laki 33 PNS TB Paru PPOK Sepsis 51 29 Tipe 1 31-40
MYA Laki-laki 54 Petani TB Paru 46 24 Tipe 1 51-60
M Laki-laki 54 PNS TB Paru DM Tipe 2 49 26 Tipe 1 51-60
Gagal Ginjal
AJ Laki-laki 58 BUMN TB Paru Akut 57 21 Tipe 1 51-60
MS Perempuan 46 PNS TB Paru Sepsis 58 21 Tipe 1 41-50
RW Laki-laki 33 Wiraswasta TB Paru 45 27 Tipe 1 31-40
PP Laki-laki 19 Wiraswasta TB Paru 48 29 Tipe 1 18-20
AI Laki-laki 29 Wiraswasta TB Paru Anemia 54 30 Tipe 1 21-30
SW Perempuan 35 Wiraswasta TB Paru Anemia 53 28 Tipe 1 31-40
SAH Perempuan 20 Wiraswasta TB Paru 54 32 Tipe 1 18-20
FG Laki-laki 41 Wiraswasta TB Paru 46 25 Tipe 1 41-50
Pegawai
RBP Laki-laki 33 Swasta TB Paru DM Tipe 2 58 21 Tipe 1 31-40
N Perempuan 46 IRT TB Paru 57 26 Tipe 1 41-50
Pegawai
SA Laki-laki 19 Swasta TB Paru Anemia 44 27 Tipe 1 18-20
Pegawai
JS Laki-laki 28 Swasta TB Paru 51 34 Tipe 1 21-30
JP Laki-laki 32 Wiraswasta TB Paru 51 33 Tipe 1 31-40
MS Laki-laki 51 Pegawai TB Paru 55 25 Tipe 1 51-60
Swasta
Tidak
JNS Laki-laki 25 Bekerja TB Paru 56 26 Tipe 1 21-30
EW Perempuan 32 IRT TB Paru HIV 63 30 Tipe 1 31-40
PM Laki-laki 24 Mahasiswa TB Paru ISK 67 24 Tipe 1 21-30
S Perempuan 45 IRT TB Paru DM Tipe 2 51 31,8 Tipe 1 41-50
F Laki-laki 40 Wiraswasta TB Paru 55 32 Tipe 1 31-40
W Laki-laki 38 Wiraswasta TB Paru 64 29 Tipe 1 31-40
A Laki-laki 56 PNS TB Paru Anemia 64 34 Tipe 1 51-60
A Laki-laki 33 PNS TB Paru 57 28 Tipe 1 31-40
Y Laki-laki 60 Pensiun TB Paru DM Tipe 2 58 28 Tipe 1 51-60
B Perempuan 60 Petani TB Paru Tumor Depresi 49 33 Tipe 1 51-60
R Perempuan 26 Wiraswasta TB Paru 55 25 Tipe 1 21-30
S Laki-laki 56 IRT TB Paru Anemia 60 22 Tipe 1 51-60
D Perempuan 40 IRT TB Paru 40 17 Tipe 1 31-40
M Laki-laki 46 Petani TB Paru DM Tipe 2 65 25 Tipe 1 41-50
R Laki-laki 22 Mahasiswa TB Paru PPOK 65 33 Tipe 1 21-30
Pegawai
W Perempuan 24 Swasta TB Paru 64 23 Tipe 1 21-30
J Perempuan 58 IRT TB Paru 54 24 Tipe 1 51-60
R Perempuan 52 IRT TB Paru 54 30 Tipe 1 51-60
H Perempuan 44 IRT TB Paru PPOK 46 68 Tipe 2 41-50
Pegawai
PS Laki-laki 48 Swasta TB Paru Tumor 52 30 Tipe 1 41-50
A Laki-laki 43 Honorer TB Paru PPOK 51 30 Tipe 1 41-50
E Laki-laki 52 Wiraswasta TB Paru 54 25 Tipe 1 51-60