dalam perusahaan pelayaran nasional perlu diatur secara tegas dalam Undang-Undang
Pelayaran. Tanpa ada aturan tersebut, pemegang saham asing berpotensi mengartikan
saham yang dipegangnya tidak perlu dialihkan. Akibatnya, perusahaan pelayaran
nasional dan lokal sulit berkembang karena harus bersaing dengan perusahaan yang
memiliki saham asing dengan modal besar.
Permasalahan ini digugat oleh Ucok Samuel Bonaparte Hutapea dalam uji materi
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (UU Pelayaran). Ucok
menggugat pasal 158 ayat (2) huruf c UU Pelayaran. Pasal tersebut berisi ketentuan
kapal milik badan hukum Indonesia yang merupakan usaha patungan, mayoritas
sahamnya dimiliki oleh warga negara Indonesia.
Persoalan yang terdapat dalam UU Pelayaran, UU yang disahkan pada 2008 ini hanya
mengatur kewajiban kepemilikan mayoritas saham kapal badan hukum Indonesia harus
dipegang warga negara Indonesia. Sementara, sebelum adanya UU tersebut, banyak
kapal nasional yang mayoritas sahamnya dimiliki asing. Sehingga UU tersebut tidak
mengatur ketentuan peralihan yang mewajibkan pemegang saham asing pada
perusahaan pelayaran nasional untuk melakukan divestasi saham yang dimilikinya.
\"Kalau tidak dibatasi, maka negara lain yang lebih maju dengan kemampuan modal
yang lebih besar akan menguasai prospek bisnis dalam industri tersebut. Setelah ada
UU Pelayaran dengan redaksi demikian, komposisi saham harus mengikuti aturan UU
tersebut yaitu mayoritas harus nasional. Sehingga minimal 51 persen dimiliki lokal. Tapi
UU tersebut tidak berikan aturan peralihan setelah UU tersebut disahkan,\" ujar Ucok
dalam sidang pengujian UU Pelayaran di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa
(9/6).
Menurutnya pasal ini telah menimbulkan ketidakpastian hukum yang adil seperti dijamin
dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Sehingga ia meminta mahkamah agar memaknai
frasa dalam pasal yang digugat harus menyesuaikan komposisi saham sesuai UU
Pelayaran paling lambat tiga tahun sejak UU ini disahkan.
\"Ayat (2) huruf c UU Pelayaran adalah penjabaran dari ayat (2). Kalau ditambahkan
sesuai petitum pemohon terkait peralihan, ini seolah-olah menjadi ada tambahan ayat
tersendiri,\" ujar Wahiduddin pada kesempatan yang sama.