Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Demikian cepat Arus rasionalisasi melanda dunia Islam abad modem telah membawa
pengaruh yang sangat besar bagi perkembangan ilmu-ilmu keislaman dan agama lainnya
ditengah budaya masyarakat Indonesia dalam kehidupan sehari hari. Sejalan dengan
berkembangnya kajian-kajian rasional keagamaan apalagi tentang keislaman dan
pelestarian budaya diindonesia yang tidak bertentangan dengan agama yang di anut
masyarakat indonesia, kajian tentang pemikiran etika pun terangkat ke permukaan. Bahkan
menjadi topik kajian menarik dalam konteks kekinian dan kemodeman, karena etika
merupakan salah satu persoalan esensial dalam kajian keagamaan dalam berbudaya di
indonesia. Begitupun sebagian para ilmuan pada masa lalu berpandangan bahwa
keberadaan agama dan budaya secara perlahan akan ditelan oleh perkembangan zaman.
Pandangan tersebut bertolak dari pemikiran bahwa perkembangan modernisasi dan
sekularisasi menuntut sebuah peradaban yang mendasarkan pada prinsip-prinsip ilmiah dan
rasional, sedangkan perkembangan agama lebih mendasarkan pada keyakinan yang bersifat
spekulatif dan tidak ilmiah. Tetapi dalam kenyataan hingga saat ini pandangan tersebut
tidak terbukti, paling kurang hingga abad 21 ini. Tidak ada tanda-tanda yang meyakinkan
bahwa agama akan ditinggalkan oleh para penganutnya. Hingga sekarang, sebagaimana
yang kita saksikan, agama tetap berkembang di berbagai negara dan justru berperan penting
dalam kehidupan sosial dan politik.
Etika dan agama serta budaya merupakan tiga hal yang sangat penting dalam kehidupan
manusia. Meskipun manusia dilahirkan terpisah dari individu lain. Namun ia tidak dapat
hidup sendiri terlepas dari yang lain, melainkan selalu hidup bersama dalam kelompok atau
masyarakat yang oleh para filosof diartikan sebagai al-Insanu Madaniyyun bi ath-thap'l
(zon politicon.) Di dalam masyarakatlah mamusia mengembangkan hidupnya, baik secara
kualitatif maupun kuantitatif dan membangun peradaban.
Hal ini menunjukkan bahwa seseorang tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang
lain, begitu pula sebaliknya. Dengan kata lain manusia saling memerlukan satu sama lain,
apapun status dan keadaannya. Sebagai makhluk sosial, tentunya manusia selalu hidup
bersama dalam interaksi dan interdepedensi dengan sesamanya. Untuk menjamin
keberlangsungan kehidupan bersama tersebut, di dalam masyarakat terdapat aturan, norma
atau kaidah sosial sebagai sarana untuk mengatur roda pergaulan antar warga masyarakat.
Dalam rangka mengembangkan sifat sosialnya tersebut, manusia selalu menghadapi
masalah masalah sosial yang berkaitan dekat dengan nilai-nilai, Itulah sebabnya, selain ada
agama, hukum, politik, adat istiadat, juga ada akhlak, moral dan etika.
Dalam dunia Akuntansi di beberapa tahun belakangan ini, kita mendengar dan
menyaksikan banyaknya skandal dan kasus-kasus kecurangan yang terjadi di perusahaan
besar yang melibatkan akuntan. Kita juga dapat menyaksikan betapa besarnya dampak
kerugian masyarakat yang ditimbulkan oleh penyalahgunaan keahlian dalam membuat
informasi akuntansi yang menyesatkan. Sampai saat ini kita masih dihadapi oleh berita-
berita yang mengabarkan makin maraknya skandal bisnis dalam berbagai bentuk
manipulasi laporan keuangan yang melibatkan para akuntan dan eksekutif puncak
perusahaan-perusahaan besar berskala global yang merugikan banyak pihak yang
berkepentingan.

1.2 Rumusan Masalah


1.3 Tujuan Penulisan
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Etika


Etika berasal dari kata Yunani ethos (bentuk tunggal) yang berarti: tempat
tinggal, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap, cara
berpikir. Bentuk jamaknya adalah ta etha, yang berarti adat istiadat. Dalam hal ini, kata
etika sama pengertiannya dengan moral. Moral berasal dari kata Latin: mos (bentuk
tunggal), atau mores (bentuk jamak) yang berarti adat istiadat, kebiasaan, kelakuan,
watak, tabiat, akhlak, cara hidup (Kanter, 2001).
Untuk memperoleh pemahaman lebih lanjut mengenai etika, di bawah ini
dikutip beberapa pengertian etika.
1. Ada dua pengertian etika; sebagai praksis dan sebagai refleksi. Sebagai praksis,
etika berarti nilai nilai dan norma-norma moral baik yang dipraktikkan atau justru
tidak dipraktikkan, walaupun seharusnya dipraktikkan. Etika sebagai praksis sama
artinya dengan moral atau moralitas-yaitu apa yang harus dilakukan, tidak boleh
dilakukan, pantas dilakukan, dan sebagainya. Etika sebagai refleksi adalah
pemikiran moral (Bertens, 2001).
2. Etika secara etimologis dapat diartikan sebagai ilmu tentang apa yang biasa
dilakukan, atau ilmu tentang adat kebiasaan yang berkenaan dengan hidup yang
baik dan yang buruk (Kanter, 2001).
3. Istilah lain dari etika adalah susila. Su artinya baik, dan sila artinya kebiasaan atau
tingkah laku. Jadi, susila berarti kebiasaan atau tingkah laku perbuatan manusia
yang baik. Etika sebagai ilmu disebut tata şusila, yang mempelajari tata nilai,
tentang baik dan buruknya suatu perbuatan, apa yang harus dikerjakan atau
dihindari sehingga tercipta hubungan yang baik di antara sesama manusia
(Suhardana, 2006).

Menurut para ahli, etika adalah aturan perilaku, adat kebiasaan manusia dalam
pergaulan antar sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk.
Etika dalam perkembangannya sangat mempengaruhi perkembangan manusia. Etika
memberi manusia orientasi cara ia menjalani hidupnya melalui rangkaian kehidupan
sehari-hari. Ada dua macam etika yang harus kita pahami bersama dengan menentukan
baik dan buruknya perilaku manusia:

1. Etika Deskriptif
Mendiskripsikan tingkah laku moral dalam arti luas, seperti adat kebiasaan,
anggapan tentang baik dan buruk, tindakan-tindakan yang diperbolehkan.
Objek penelitiannya adalah individu-individu, kebudayaan-kebudayaan

2. Etika Normatif
Dalam hal ini, sesorang dapat dikatakan sebagai participation approach karena
yang bersangkutan telah melibatkan diri dengan mengemukakkan penilaian
tentang perilaku manusia, la tidak netral karena berhak untuk mengatakan atau
menolak suatu etika tertentu.

Menurut K.Bertens (2007) Etika adalah refleksi ilmiah tentang tingkah laku
manusia dari sudut norma-norma atau dari sudut baik dan buruk. Segi normatif itu
merupakan sudut pandang yang khas bagi etika, dibandingkan dengan ilmu ilmu lain
yang juga membahas tingkah laku manusia. Etika termasuk filsafat dan malah dikenal
sebagai salah satu cabang filsafat yang paling tua. Dalam konteks filosofi Yunani kuno,
etika sudah terbentuk dengan kematangan yang mengagumkan. Etika adalah ilmu, kita
katakan tadi, tapi sebagai filosofi ia tidak merupakan suatu ilmu empiris. Sedangkan
yang biasanya berhubungan dengan ilmu adalah justru ilmu empiris, yaitu, ilmu yang
didasarkan pada fakta dan dalam pembicaraannya tidak pernah meninggalkan fakta.
Ilmu-ilmu itu bersifat empiris, karena seluruhnya berlangsung dalam rangka empiri
(pengalaman inderawi).

2.2 Hakikat Agama


Untuk memperoleh pemahaman tentang agama, di bawah ini dikutip beberapa
pengertian dan definisi tentang agama.
1. Agus M. Harjana (2005) mengutip pengertian agama dari Ensiklopedi Indonesia
karangan: Hassan Shadily. Agama berasal dari bahasa Sanskerta: a berarti tidak,
gam berarti pergi, dan a berarti bersifat atau keadaan. Jadi istilah agama berarti:
bersifat tidak pergi, tetap, lestari, kekal, tidak berubah. Dengan demikian, agama
adalah pegangan atau pedoman bagi manusia untuk mencapai hidup kekal.
2. Fuad Farid Ismail dan Abdul Hamid Mutawalli (2003) menjelaskan bahwa agama
adalah satu bentuk ketetapan Ilahi yang mengarahkan mereka yang berakal-dengan
pilihan mereka sendiri terhadap ketetapan Ilahi tersebut kepada kebaikan hidup di
dunia dan kebahagiaan hidup di akhirat.
3. Abdulkadir Muhammad (2006) memberikan dua rumusan agama, yaitu: (a)
menyangkut hubungan antara manusia dengan suatu kekuasaan luar yang lain dan
lebih daripada apa yang dialami oleh manusia, dan (b) apa yang disyariatkan Allah
dengan perantara para nabi-Nya. berupa perintah dan larangan serta petunjuk untuk
kebaikan manusia di dunia dan akhirat.

Dari beberapa definisi di atas, dapat dirinci rumusan agama berdasarkan unsur-
unsur penting sebagai berikut:

1. Hubungan manusia dengan sesuatu yang tak terbatas, yang transendental, yang lahi-
Tuhan Yang Maha Esa.
2. Berisi pedoman tingkah laku (dalam bentuk larangan dan perintah), nilai-nilai, dan
norma norma yang diwahyukan langsung oleh Ilahi melalui nabi-nabi,
3. Untuk kebahagiaan hidup manusia di dunia dan hidup kekal di akhirat.

Sebenarnya dalam pengertian agama tercakup unsur-unsur utama sebagai berikut:


1. Ada kitab suci.
2. Kitab suci yang ditulis oleh Nabi berdasarkan wahyu langsung dari Tuhan.
3. Ada suatu lembaga yang membina, menuntun umat manusia, dan menafsirkan
kitab suci bagi kepentingan umatnya.

2.3 Definisi Budaya

Budaya adalah hasil karya cipta manusia yang dihasilkan dan telah dipakai sebagai
bahagian dari tata kehidupan sehari-hari. Suatu budaya yang dipakai dan diterapkan dalam
kehidupan selama periode waktu yang lama akan mempengaruhi pola pembentukan dari suatu
masyarakat, seperti kebiasaan rajin bekerja, dan kebiasaan ini berpengaruh secara jangka
panjang yaitu pada semangat rajin bekerja yang terus terjadi hingga di usia senja, begitu pula
sebaliknya jika sudah terbiasa malas dan tidak suka bekerja maka itu juga akan terbawa hingga
pada saat menjadi kakek nenek.

Karena itu suatu budaya bukan tidak mungkin untuk dirubah, asalkan ada keinginan
dan semangat kuat untuk melakukan perubahan itu. Dan yang mampu mengubahnya hanyalah
manusia itu sendiri, ini sebagaimana kata pepatah "daripada seribu kali orang mengingatkan
lebih baik sekali diri sendiri mengingatkannya". Artinya keinginan kuat dari diri sendiri akan
mampu mengubah dan membangun budaya yang salah menjadi budaya yang baik dan benar.

2.4 Etika dari Sudut Pandang Lingkup Bisnis

1. Pengertian Budaya dalam Lingkup Bisnis

Secara terminologi budaya adalah keseluruhan kepercayaan, aturan, teknik,


kelembagaan dan artefak buatan manusia yang mencirikan populasi manusia. Jadi budaya
dapat diartikan yaitu budaya terdiri atas pola-pola yang dipelajari mnengenai perlaku umum
bagi anggota dari masyarakat tertentu yaitu gaya hidup yang unik dari suatu kelompok atau
orang tertentu.

Kebudayaan adalah kumpulan nilai, kepercayaan, perilaku, kebiasaan, dan sikap yang
membedakam suatu masyarakat dari yang lainnya. Kebudayaan suatu masyarakat menentukan
ketentuan- ketentuan yang mengatur bagaimana perusahaan dijalankan dalam masyarakata
tersebut. Terdapat cara bagi para pelaku bisnis internasional untuk menyesuaikan diri atau
hidup dengan budaya-budaya lain yaitu menyadari bahwa adanya budaya yang berbeda dari
budayanya sendiri dan mereka harus mempelajari karakteristik dari budaya-budaya tersebut
sehinggal dapat beradaptasi. Tetapi menurut E.T. Hall terdapat dua cara untuk menyesuaikan
diri dari budaya moral lain yaitu:

• Menghabiskan seumur hidup disuatu negara tersebut.


• Menjalani suatu program pelatihan yang sangat canggih dan ekstensif yang
mencakup karakteristik-karakteristik utama dari suatu budaya, termasuk
budaya.

Terdapat enam nasihat atau cara dalam melakukan bisnis lintas budaya internasional
antara lain:

a. Lakukanlah persiapan.

b. Jangan terburu-buru.

c. Bangkitkan kepercayaan.

d. Memahami pentingnya bahasa.

e. Menghormati budaya.
Budaya juga sangat mempengaruhi semua fungsi bisnis misalnya dalam pemasaran,
beraneka ragam sikap dan nilai menghambat banyak perusahaan untuk mengunakan bauran
pemasaran yang sama disemua pasar. Begitu juga dalam manajemen sumber daya manusia,
budaya nasional merupakan kunci penentu untuk mengevaluasi para manajer, serta dalam
produksi dan keuangan faktor budaya sangat berpengaruh dalam kegiatan produksi dan
keuangan.

2. Pedoman Tingkah Laku

Antara manusia dan kebudayaan terjalin hubungan yang sangat erat, sebagaimana yang
diungkapkan oleh Dick Hartoko bahwa manusia menjadi manusia merupakan kebudayaan.
Hampir semua tindakan manusia itu merupakan kebudayaan. Hanya tindakan yang sifatnya
naluriah saja yang bukan merupakan kebudayaan, tetapi tindakan demikian prosentasenya
sangat kecil. Tindakan yang berupa kebudayaan tersebut dibiasakan dengan cara belajar.
Terdapat beberapa proses belajar kebudayaan yaitu proses internalisasi, sosialisasi, dan
enkulturasi.

3. Apresiasi Budaya

Istilah apresiasi berasal dari bahasa inggris "apresiation" yang berarti penghargaan,
penilaian,pengertian. Bentuk itu berasal dari kata kerja ti appreciate" yang berarti menghargai,
menilai,mengerti dalam bahasa Indonesia menjadi mengapresiasi. Apresiasi budaya adalah
kesanggupan untuk menerima dan memberikan penghargaan, penilaian, pengertian terhadap
hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.

4. Budaya dan Etika Bisnis

Secara konsep ada hubungan kuat antara budaya dan etika bisnis. Masyarakat yang
berbudaya tinggi dianggap lebih mengerti dan memahami tentang etika, namun masyarakat
dengan budaya cenderung pemahaman etika menjadi kurang. Kepemilikan budaya bersumber
dari keinginan untuk menjunjung tinggi apa yang telah diwariskan oleh para leluhur mereka
tentang aturan-aturan dan hal-hal yang harus dilaksanakan sebagai sebuah warisan kebanggaan
secara turun temurun.

Bagi masyarakat pedalaman Kalimantan sangat menghargai pohon-pohon yang tumbuh


di hutan, karena pohon-pohon tersebut adalah pemberi rezeki bagi kehidupan mereka. Sehingga
mereka sangat menentang segala tindakan seperti penebangan pohon secara sembarangan,
apalagi jika berkeinginan untuk melakukan eksploitasi pohon secara besar-besaran demi
kepentingan bisnis. Konsep kehidupan ini sebenarnya juga terjadi pada tempat lain. Dan
beberapa bukti telah memperlihatkan bagi mereka yang merusak dan mengeksploitasi hutan
secara sembarangan telah menyebabkan bencana alam yang merugikan banyak pihak, seperti
banjir bandang, longsor, dan lain-lainnya.

Alam memberi pelajaran bagi manusia dalam menata dan menjalani hidup ini dengan
rendah hati. Ada pepatah yang diucapkan oleh orang bijak, "Apakah anda ingin menjadi pohon
beringin yang tumbuh berdiri sendiri diatas bukit atau ingin menjadi rerumputan
memberitahukan yang bisa menunjukan jalan kepada para peziarah yang kehausan untuk
menemukan telaga” kiranya pepatah ini memberitahukan kepada kita tentang perlunya
memahami hubungan keseimbangan serta keselarasan antara manusia dan alam, yaitu suatu
sikap yang saling menghormati, saling menyayangi, dan saling tolong menolong. Karena
menjadi beringin yang berdiri sendiri tapi tanpa bisa membantu banyak orang itu juga menjadi
tidak baik, artinya untuk apa kita menjadi yang kaya raya, cerdas, pintar, berkedudukan, dan
sebagainya jika kita hidup hanya kita pakai untuk kepuasan kita sendiri.

Kiranya ada banyak sedekah yang bisa kita berikan pada banyak hi orang tidak hanya
sedekah harta namun sedekah ilmu juga menjadi penting. Orang yang berhasil mendapat
kedudukan, memiliki kecerdasan, menjadi pengusaha, dan sejenisnya kiranya sangatlah perlu
untuk memberikan sedekah ilmu yang ia miliki, agar orang lain juga bisa menjadi sukses seperti
ia. Seperti mengajarkan bagaimana ia meniti karir dari bawah hingga ke atas, serta apa-apa
yang harus generasi selanjutnya siapkan. Karena setiap kesuksesan seseorang sebenarnya tidak
pernah terlepas dari doa dan bantuan dari berbagai pihak, termasuk bantuan dari orang-orang
terdekatnya. Seperti teman, kerabat, dan berbagai handai taulan lainnya. Memang penafsiran
menolong di sini artinya menolong demi menciptakan kebaikan bukan menolong untuk
menciptakan kehancuran, atau merusak tatanan kehidupan madani yang telah terbangun.

Penafsiran lebih dalam dapat kita pahami bahwa dalam menolong dan membantu ada
batas-batas yang dianggap boleh atau layak untuk dilakukan dan ada batas-batas yang tidak
boleh dimasuki. Contoh seorang pimpinan yang memiliki keponakan yang melamar pekerjaan
di perusahaan yang dipimpinnya. Tentunya jika pimpinan tersebut ingin mempergunakan
"power" atau pengaruhnya ia akan bisa dengan mudah meluluskan keponakannya untuk bisa
bekerja di sana walaupun ia dianggap memiliki kompetensi yang rendah. Tapi tindakan itu
dianggap melanggar etika atau sangat tidak etis.
Maka cara yang dapat dilakukan oleh pimpinan tersebut untuk menolong keponakannya
dapat dilakukan dengan membantu mendidik, menggembleng, mendisiplinkan keponakannya
baik secara mentalitas dan keilmuan secara sistematis. Dan tentunya semua itu dilakukan
sebelum keponakannya mengikuti tes masuk ke perusahaan. Tindakan ini dianggap sebagai
tindakan yang lebih berbudaya dan tidak melanggar nilai-nilai etika.

Apa yang penulis kemukakan di atas adalah menjadi jelas bahwa mereka yang
berbudaya tinggi cenderung untuk memahami etika bisnis secara jauh lebih jernih. Artinya apa
yang ia peroleh dijadikan sebagai ilmu yang akan ia wariskan guna menciptakan suatu tatanan
bisnis yang memiliki konsep budaya terhormat, dengan salah satunya menghargai budaya para
nenek moyang. Yaitu menghargai sesama manusia dan hidup damai dengan alam. Dan tidak
menjadikan apa yang ia peroleh dari alam dengan merusak alam itu sendiri atau berbuat
kemungkaran di atas muka bumi ini.

2. 5 Hubungan Etika dari sudut pandang Budaya

Etika pada dasarnya adalah standar atau moral yang menyangkut benar-salah, baik-
buruk. Dalam kerangka konsep etika bisnis terdapat pengertian tentang etika perusahaan, etika
kerja, dan etika perorangan, yang menyangkut hubungan hubungan sosial antara perusahaan,
karyawan dan lingkungannya. Etika perusahaan menyangkut hubungan perusahaan dan
karyawan sebagai satu kesatuan dengan lingkungannya (misalnya dengan perusahaan lain atau
masyarakat setempat), etika kerja terkait antara perusahaan dengan karyawannya, dan etika
perorangan mengatur hubungan antar karyawan.

Etika seseorang dan etika bisnis adalah satu kasatuan yang terintegrasi sehingga tidak
dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya, keduanya saling melengkapi dalam mempengaruhi
perilaku antar individu maupun kelompok, yang kemudian menjadi perilaku organisasi yang
akan berpengaruh terhadap budaya perusahaan. Jika etika menjadi nilai dan keyakinan yang
terinternalisasi dalam budayau perusahaan, maka akan berpotensi menjadi dasar kekuatan
perusahaan dan akhirnya akan berpotensi menjadi stimulus dalam peningkatan kinerja
karyawan.

Terdapat pengaruh yang signifikan antara etika seseorang dariu tingkatan manajer
terhadap tingkah laku etis dalam pengambilan keputusan. Kemampuan seorang profesional
untuk dapat mengerti dan pekau terhadap adanya masalah etika dalam profesinya sangat
dipengaruhi oleh lingkungan, sosial budaya, dan masyarakat dimana dia berada. Budaya
perusahaan memberikan sumbangan yang sangat berartiu terhadap perilaku etis. Perusahaan
akan menjadi lebih baik jika mereka membudayakan etika dalam lingkungan perusahaannya.

2.6 Hubungan Agama dan Etika

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan


yang tertinggi berkat kelebihan akal/pikiran yang diberikan Tuhan kepada manusia. Berkat
pikirannya, manusia mampu memperoleh ilmu (pengetahuan) tentang hakikat keberadaan
(duniawi) melalui proses penalaran serta mampu menyadari adanya kekuatan tak terbatas di
luar dirinya yang menciptakan dan mengatur eksistensi alam raya. Hanya manusia yang mampu
menyadari perlunya mencapai nilai tertinggi atau nilai akhir (hidup kekal di akhirat) yang harus
dicapai di samping adanya nilai-nilai antara, yaitu nilai-nilai yang lebih rendah (kekayaan,
kekuasaan, kenikmatan duniawi).

Semua agama melalui kitab sucinya masing masing mengajarkan tentang tiga hal
pokok, yaitu: (1) hakikat Tuhan (God, Allah, Gusti Allah, Budha, Brahman, Kekuatan tak
terbatas, dan lain-lain), (2) étika, tata susila, dan (3) ritual, tata cara beribadat. Jelas sekali
bahwa antara agama dan etika tidak dapat dipisahkan. Tidak ada agama yang tidak
mengajarkan etika/moralitas. Kualitas keimanan (spiritualitas) seseorang ditentukan bukan saja
oleh kualitas peribadatan (kualitas hubungan manusia dengan Tuhan), tetapi juga oleh kualitas
moral/etika (kualitas hubungan manusia dengan manusia. lain dalam masyarakat dan dengan
alam). Dapat dikatakan bahwa nilai ibadah menjadi sia-sia tanpa dilandasi oleh nilai-nilai
moral.

Akhirnya, tingkat keyakinan dan kepasrahan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa,
tingkat/kualitas peribadatan, dan tingkat/kualitas moral seseorang akan menentukan
gugus/hierarki nilai kehidupan yang telah dicapai. Tujuan semua agama adalah untuk
merealisasikan nilai tertinggi, yaitu hidup kekal di akhirat (agama Hindu menyebut Moksa,
agama Budha menyebut Nirwana). Dari sudut pandang semua agama, pencapaian nilai-nilai
kehidupan duniawi (nilai-nilai yang lebih rendah) bukan merupakan tujuan akhir, tetapi hanya
merupakan tujuan sementara atau tujuan antara, dan dianggap hanya sebagai media atau alat
(means) untuk mendukung pencapaian tujuan akhir (nilai tertinggi kehidupan).

2.7 Etika dari Sudut Pandang Agama

Manusia merupakan salah satu makhluk hidup yang sudah ribuan abad lamanya
menghuni bumi. Dalam prosesnya, pembinaan kepribadian manusia dipengaruhi oleh
lingkungan dan didukung oleh faktor pembawaan manusia sejak lahir. Terkait dengan itu,
manusia sebagai makhluk sosial, tidaklah terlepas dari nilainilai kehidupan sosial. Oleh karena
nilai akan selalu muncul apabila manusia mengadakan hubungan sosial atau bermasyarakat
dengan manusia lain. Dalam pandangan sosial, etika dan agama merupakan hal yang sangat
penting dalam kehidupan manusia. Etika berasal dari bahasa Yunani ethikos, ethos (adat,
kebiasaan, praktek). Artinya sebuah pranata perilaku seseorang atau sekelompok orang yang
tersusun dari sebuah sistem nilai atau norma yang diambil dari gejala gejala alamiah
masyarakat atau kelompok tersebut. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika dirumuskan
dalam tiga arti, yaitu: pertama, Ilmu tentang apa yang baik dan buruk dan tentang hak dan
kewajiban moral (akhlak). Kedua, kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
Ketiga, Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat

K. Bertens mengatakan etika dapat dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma norma
moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalami mengatur tingkah
lakunya, arti ini disebut juga sistem nilai dalam hidup manusia perseorangan atau hidup
bermasyarakat. Misalnya, etika orang Jawa. Etika dipakai dalam arti kumpulan asas atau nilai
moral yang biasa disebut kode etik. Kemudian etika dipakai dalam arti ilmu tentang yang baik
dan buruk. Arti etika di sini sama dengan filsafat moral. Amsal Bakhtiar mengemukakan bahwa
etika dipakai dalam dua bentuk arti: pertama, etika merupakan suatu kumpulan mengenai
pengetahuan, mengenai penilaian terhadap perbuatan manusia. Kedua, suatu predikat yang
dipakai untuk membedakan hal-hal, perbuatan-perbuatan atau manusia-manusia yang lain.
Secara spesifik, Ahmad Amin mengatakan etika adalah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik
dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh sebagian orang kepada lainnya,
mengatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan
menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat.

Berdasarkan pemahaman di atas, etika merupakan ilmu yang menyelidiki mana yang
baik dan buruk dengan melihat pada amal perbuatan manusia, sejauh yang dapat diketahui oleh
akal pikiran dan hati nurani manusia. Agama merupakan suatu realitas yang eksis di kalangan
masyarakat, sejak dulu ketika manusia masih berada dalam fase primitif, agama sudah dikenal
oleh mereka. Meskipun hanya dalam taraf yang sangat sederhana sesuai dengan tingkat.
kesederhanaan masyarakat waktu itu. Dari masyarakat yang paling sederhana sampai kepada
tingkat masyarakat yang modem, agama tetap dikdaşl dan dianur dengan variasi yang berbeda.
Dengan demikian agama tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia, kapan dan
dimanapun.
• Fungsi Etika dan Agama dalam Kehidupan Sosial
Para pemikir Islam maupun pemikir Barat kontemporer sama-sama menyadari
bahwa manusia saat ini berada pada puncak krisis yang akut, dimana kehadiran sains
dan teknologi modern telah mereduksi eksistensi kemanusiaan sebagai potensi ideal
dan kekuatan dalam mendesain peradaban modem. Jauh sebelum Karl Marx merasakan
adanya fenomena penindasan oleh berjuis dan kapitalis alat dan modal yang telah
meredekreditkan dimensi kemanusian, sehingga zaman modem adalah zaman dimana
manusia benar-benar hidup secara real dan harfiah dalam bumi yang satu.
Dalam menyikapi keadaan tersebut, dibutuhkan sikap yang lebih apresiatif dan
aktif dalam memstungskan lai-nilai etika dan agang dalam kehidupan sosial dan
kemasyarakatan. Berbicara masalah etika dan agama tidak terlepas dari masalah
kehidupan manusia im sendin. Olehnya itus, etika dan agama menjadi ara kebutuhan
hidup yang memiliki fungsi.
Etika adalah sebuah tatanan perilaku berdasarkan suatu sistem tata nilai suatu
masyarakat tertentu yang berfungsi mengajarkan dan menuntun manusia kepada
tingkah laku yang baik dan menjauhkan diri dari tingkah laku yang buruk, etika
mengatur dan mengarahkan citra manusia kejenjang akhlak yang luhur dan meluruskan
perbuatan manusia. Etika menuntut orang agar bersikap rasional terhadap semua
norma. Sehingga etika akhirnya membantu manusia menjadi lebih otonom. Etika
dibutuhkan sebagai pengantar pemikiran kritis yang dapat membedakan antara yang
sah dan tidak sah, apa yang benar dan apa yang tidak benar.
Etika memberi kemungkinan kepada kita untuk mengambil sikap sendiri serta
ikut menentukan arah perkembangan masyarakat. Sedangkan agama yang
kebenarannya absolut (mutlak) berfungsi sebagai petunjuk, pegangan serta pedoman
hidup bagi manusia dalam menempuh kehidupannya dengan harapan penuh keamanan,
kedamaian, sejahtera lahir dan batin.
Agama sebagai sistem kepercayaan, agama sebagai suatu sistem ibadah, agama
sebagai sistem kemasyarakatan. Agama merupakan kekuatan yang pokok dalam
perkembangan umat manusia. Agama sebagai kontrol moral. Sebagai contoh dalam
kehidupan modem yang serba pragmatis dan rasional, manusia menjadi lebih gampang
kehilangan keseimbangan, mudah kalap dan brutal serta terjangkiti berbagai penyakit
kejiwaan. Akhirnya manusia hidup dalam kehampaan nilai dan makna. Ketika itu
agama hadir untuk memberikan makna. Ibarat orang tengah kepanasan di tengah
Padang Sahara. Agama berfungsi sebagai pelindung yang memberikan keteduhan dan
kesejukan, serta memiliki ketentraman hidup.
Dengan demikian, ajaran agama mencakup berbagai dimensi kehidupan
manusia (multi dimensional) senantiasa dapat menyesuaikan diri dengan
perkembangan dan tidak pernah mengenal istlah ketinggalan zaman (out of date).
Kedua fungsi tersebut tetap berlaku dan dibutuhkan dalam kehidupan sosial. Etika
mendukung keberadaan agama, dimana etika sanggup membantu manusia dalam
menggunakan akal pikiran untuk memecahkan masalah,
Etika mendasarkan diri pada argumentasi rasional sedangkan agama
mendasarkan pada wahyu Tuhan. Dalam agama ada etika dan sebaliknya. Agama
merupakan salah satu norma dalam etika. Berdasarkan kedua fungsi tersebut di atas,
manusia dapat meningkatkan dan mengembangkan dirinya menjadi manusia yang
memiliki yang peradaban yang tinggi.

2.8 Nilai-Nilai Dalam Akuntansi dari Sudut Pandang Islam

1. Nilai Etika yang terdapat dalam Pencatatan


Berdasarkan Surat Al-Baqarah ayat 282 diatas kita dapat mengetahui bahwa
Allah memerintahkan untuk melakukan pencatatan atau penulisan transaksi
(muamalah) secara benar dan jujur atas semua transaksi yang terjadi selama melakukan
muamalah. Transaksi merupakan segala sesuatu yang mengakibatkan perubahan
terhadap aktiva dan pasiva individu atau organisasi (perusahaan). Pencatatan transaksi
tersebut harus berdasarkan bukti seperti faktur, surat utang. checks, kwitansi dan lain
sebagainya. Kita dilarang untuk mengurangi atau menambah transaksi tersebut. Ini
dimaksudkan untuk menhindari fraud atau kecurangan:
Harahap (2001) menyatakan bahwa menurut Islam yang dianggap sebagai bukti
adalah bukti yang didukung oleh sifat-sifat kebenaran tanpa ada penipuan. Dalam
akuntansi ada jenis dan tingkatan bukti yang menandakan kuat-tidaknya suatu bukti,
yaitu : Real Eviden, yaitu bukti fisik, Testimonial Eviden yaitu bukti yang berasal dari
kesaksian pihak luar dan Indirect Eviden yaitu bukti yang diperoleh secara tidak
langsung. Bukti yang diperoleh dari luar perusahaaan lebih kuat dibandingkan bukti
yang diperoleh dari dalam sendiri. Bukti yang diperoleh dari sistem Internal Control
perusahaan yang baik lebih kuat dari yang diperoleh dari Internal Control yang lemah.
Dan bukti yang diperoleh secara langsung oleh Akuntan lebih kuat dari bukti yang
diperoleh secara tidak langsung.
• Dalam Islam bukti yang diinginkan adalah bukti yang benar ini sejalan dengan
akuntansi yang menginginkan pencatatan dengan bukti yang valid. Sehingga dengan
adanya pencatatan atau penulisan tersebut dapat dijadikan sebagai informasi untuk
menentukan apa yang akan diperbuat oleh seseorang dan ketika terjadi perselisihan
diantara mereka pencatatan tersebut dapat menjadi bukti di tambah lagi diperkuat
dengan adanya saksi, Dari Surat Al-Baqarah ayat 282 ini dapat kita ketahui bahwa
Islam menekankan kewajiban untuk melakukan pencatatan dalam bermuamalah atau
bertransaksi agar:
A. Pencatatan tersebut akan menjadi bukti dilakukannya muamalah atau transaksi
dan pencatatan ini menjadi dasar dalam menyelesaikan persoalan selanjutnya.
B. Dengan adanya pencatatan ini maka akan mencegah terjadinya manipulasi atau
penipuan, baik dalam transaksi maupun hasil dari transaksi itu (laba). Hal ini
sesuai dengan tujuan pencatatan akuntansi yaitu :
a. Pertanggungjawaban (accountability) atau sebagai bukti transaksi.
b. Penentuan pendapatan (income determination)
c. Informasi yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan, dan lain-
lain.

Akuntansi merupakan upaya untuk menjaga terciptanya keadilan dalam


masyarakat, karena akuntansi memelihara catatan sebagai accountability dan menjamin
akurasinya. Pentingnya keadilan ini dapat dilihat dari Al-Qur'an Surat AlHadiid ayat
24 sebagai berikut: "Sesungguhnya kami telah mengutus rasul rasul kami dengan
membawa bukti yang nyata dan telah kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan
Neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan,

2. Nilai Etika yang terdapat dalam pengukuran

Akuntansi adalah ilmu informasi yang mencoba mengkonversi bukti dan data
menjadi informasi dengan cara melakukan pengukuran atas berbagai transaksi dan
akibatnya yang dikelompokkan dalam account, perkiraan atau pos keuangan seperti
aktiva, utang, modal, hasil, biaya, dan laba (Gamal, 2008). Jika kita membaca Al-
Quran akan kita dapati ayat yang menyatakan bahwa kita harus mengukur secara adil,
jangan dilebihkan dan jangan dikurangi. Kita dilarang untuk menuntut keadilan ukuran
dan timbangan bagi kita, sedangkan bagi orang lain kita menguranginya (Gamal, 2008).
Menyangkut hal ini, Al Quran. menyatakan dalam berbagai ayat, antara lain dalam surat
Asy-Syu'ara ayat 181 184 yang berbunyi: "Sempurnakanlah takaran dan janganlah
kamu termasuk orangorang yang merugikan dan timbanglah dengan timbangan yang
lurus (benar). Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan
janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan dan bertakwalah
kepada Allah yang telah menciptakan kamu dan umat-umat yang dahulu." Sesuai
dengan perintah Allah dalam Al Quran, kita sebagai akuntan harus menyempurnakan
pengukuran atas pos-pos yang disajikan dalam Neraca, sebagaimana digambarkan
dalam Surah Al-Israa' ayat 35 yang berbunyi: "Dan sempurnakanlah takaran apabila
kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya." Menurut Chapra dalam Gamal (2008) kebenaran
dan keadilan dalam mengukur (menakar) tersebut juga menyangkut pengukuran
kekayaan, utang, modal pendapatan, biaya, dan laba perusahaan, sehingga seorang
Akuntan wajib mengukur kekayaan secara benar dan adil. Agar pengukuran tersebut
dilakukan dengan benar, maka perlu adanya fungsi anditing

Gamal (2008), menyatakan bahwa dalam Islam, fungsi Auditing ini disebut
"tabayyun" sebagaimana yang dijelaskan dalam Surah Al-Hujuraat ayat 6 yang
berbunyi: "Hai orang-orang yang beriman,jika datang kepadamu orang fasik
membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan
suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan
kamu menyesal atas perbuatanmu itu."

3. Nilai Etika yang terdapat dalam laporan akuntansi

Laporan akuntansi merupakan wujud dari pertanggungjawaban (accountability) dari


pihak manajemen yang telah diberi amanat kepada pihakpihak yang terkait yang memiliki
kepentingan. Dalam Al-Qur'an sendiri banyak yang menjelaskan tentang proses
pertanggungjawaban manusia sebagai pelaku amanah Allah di muka bumi (Muhammad, 2002)
Etika dalam laporan. akuntansi ini dapat dilihat dari Harahap (2001) yang menyatakan bahwa
penggunaan sistem akuntansi jelas merupakan manifestasi dari pelaksanaan perintah surat Asy-
Syuraa ayat 181-184. Karena sistem akuntansi dapat menjaga agar asset yang dikelola terjaga
accountability-nya sehingga tidak ada yang dirugikan, jujur, adil dan kepada yang berhak akan
diberikan sesuai dengan haknya. Menurut Muhammad (2002) dalam Surat Al-Baqorah ayat
282 terdapat kata adil dan benar.

Kata keadilan dalam konteks aplikasi akuntansi mengandung dua pengertian, yaitu:
Pertama, adalah berkaitan dengan praktik moral, yaitu kejujuran yang merupakan faktor yang
sangat dominan. Tanpa kejujuran ini, informasi akuntansi yang disajikan akan menyesatkan
dan sangat merugikan masyarakat. Kedua, kata adil bersifat lebih fundamental (dan tetap
berpijak pada nilai-nilai etika/ syariah dan moral). Sedangkan kebenaran menurut Muhammad
(2002) tidak dapat dilepaskan dengan keadilan. Aktivitas pengakuan, pengukuran dan
pelaporan dapat dilakukan dengan baik jika dilandaskan pada nilai kenaran dan kebenaran ini
akan dapat menciptakan 57 keadilan dalam mengakui, mengukur dan melaporakan transaksi-
transaksi ekonomi.

Menurut Harahap (2001) laporan akuntansi didukung oleh bukti (eviden) yang tidak
ada transaksi yang di lupakan atau-dihilangkan walaupun sekecil apapun, seperti dilihat dari
surat Al-Zalzalah ayat 7-8: "Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan sebesar zarrah pun
niscaya akan melihatnya. Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan sebesar zarrahpun dia
akan melihatnya” Dalam Islam, akuntansi tidak hanya berfungsi sebagai kegiatan pelayanan
memberikan informasi keuangan kepada pengguna dan untuk masyarakat pada memberikan
informasi keuangan kepada pengguna dan untuk masyarakat pada umumnya, tetapi yang lebih
penting, laporan keuangan tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan kepada Tuhan dan
dengan memberikan informasi tersebut memungkinkan masyarakat untuk mengikuti
perintahperintah allah, yang salah satunya adalah mengeluarkan zakat.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Akuntansi merupakan upaya untuk menjaga terciptanya keadilan dalam masyarakat,


karena akuntansi memelihara catatan sebagai accountability dan menjamin akurasinya.
Pentingnya keadilan ini dapat dilihat dari Al- Qur'an Kebenaran secara etis suatu tindakan yang
dilakukan oleh suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang, akuntan, pelaku bisnis lainnya,
dan masyarakat secara luas tidak dapat dinyatakan secara jelas. Sangat tergantung dari persepsi
masing masing orang kerangka kerangka berpikir dan kondisi serta situasi yang ada pada saat
mengambil keputusan.

Agar pengukuran tersebut dilakukan dengan benar, maka perlu adanya fungsi auditing.
Maka kebenaran dan keadilan dalam mengukur (menakar) tersebut juga menyangkut
pengukuran kekayaan, utang, modal pendapatan, biaya, dan laba perusahaan, sehingga seorang
Akuntan wajib mengukur kekayaan secara benar dan adil. Dalam Islam, akuntansi tidak hanya
informasi keuangan kepada pengguna dan untuk masyarakat pada umumnya, tetapi yang lebih
penting. laporan keuangan tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan kepada Tuhan dan
dengan memberikan informasi tersebut memungkinkan masyarakat untuk mengikuti
perintahperintah allah, yang salah satunya adalah mengeluarkan zakat

Etika seseorang dan etika bisnis adalah satu kasatuan yang terintegrasi sehingga tidak
dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya, keduanya saling melengkapi dalam mempengaruhi
perilaku antar individu maupun kelompok, yang kemudian menjadi perilaku organisasi yang
akan berpengaruh terhadap budaya perusahaan. Kemampuan seorang profesional untuk dapat
mengerti dan pekau terhadap adanya masalah etika dalam profesinya sangat dipengaruhi oleh
lingkungan, sosial budaya, dan masyarakat dimana dia berada. Budaya perusahaan
memberikan sumbangan yang sangat berartiu terhadap perilaku etis. Perusahaan akan menjadi
lebih baik jika mereka membudayakan etika dalam lingkungan perusahaannya.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur'an dan Terjemahannya, DEPAG, RI Bertens, K.2007. Etika.Jakarta: PT Gramedia


Pustaka Utama

Harkaneri, Urgensi Etika Dalam Akuntansi Dilihat Dari Sudut Pandang Islam

Rosita Febriani, S.T., Kom, M. and Afred Suci, S.E., KONSEP DASAR ETIKA

Anda mungkin juga menyukai