Anda di halaman 1dari 15

ANALISIS PERANAN INSPEKTORAT DALAM MENJALANKAN FUNGSI

PENGAWAS INTERN PEMERINTAH


(STUDI KASUS PADA INSPEKTORAT KABUPATEN GUNUNGKIDUL)

Novan Suriza

Magister Akuntansi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada,


Yogyakarta 55281, Indonesia
E-mail: surizanovan@yahoo.co.id

INTISARI

Penelitian ini menggunakan metode studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Studi Kasus
dilakukan pada Inspektorat Kabupaten Gunungkidul. Inspektorat Kabupaten Gunungkidul
merupakan salah satu Aparat Pengawas Intern Pemerintah yang memiliki peran ganda, yaitu
sebagai pemberi keyakinan dan pemberi konsultansi. Studi ini bertujuan untuk menganalisis
peran konsultansi yang dilakukan oleh Inspektorat Kabupaten Gunungkidul berdasarkan
penilaian IACM dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara dan reviu dokumen.
Target RPJMN menyatakan bahwa pada akhir tahun 2019 85% APIP harus sudah berada
pada level 3. Untuk di daerah Yogyakarta sendiri, rata-rata pemerintah daerahnya masih
mendapatkan level 2 dengan catatan, termasuk Kabupaten Gunungkidul. Sedangkan untuk
penilaian konsultansi, Inspektorat Kabupaten Gunungkidul mendapatkan poin 0, yang artinya
belum menjalankan kegiatan pemberi konsultansi dengan optimal. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa proses pelaksanaan kegiatan pemberian konsultansi pada Inspektorat Kabupaten
Gunungkidul terdiri dari tujuh komponen dengan menggunakan kerangka IACM. Dari ketujuh
komponen tersebut ada empat komponen indikator pelaksanaan kegiatan konsultansi yang belum
optimal, yaitu belum melakukan perencanaan penyusunan kegiatan dengan baik, padatnya
volume dan waktu pelaksanaan kegiatan, belum memberikan nilai tambah, dan
pendokumentasian kegiatan yang belum tertata dengan baik. Adapun faktor yang menyebabkan
kegiatan konsultansi belum optimal adalah berupa kurangnya kompetensi auditor, regulasi yang
belum memadai, kurangnya jumlah personil auditor, dan belum memiliki SOP kegiatan
pemberian konsultansi. Upaya perbaikan yang telah dilakukan Inspektorat Kabupaten
Gunungkidul untuk mengatasi belum optimalnya kegiatan konsultansi meliputi perbaikan dalam
meningkatkan kompetensi auditor, memenuhi jumlah personil auditor, dan perbaikan SOP
kegiatan konsultansi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi serta masukan
kepada para pembuat kebijakan untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna
tercapainya target RPJMN.

Kata kunci: pemberian konsultansi, IACM, APIP, Inspektorat, Kabupaten Gunungkidul.


PENDAHULUAN daerah sebanyak 72%. APIP pada level 1
dan level 2 tersebut menunjukkan bahwa
Latar Belakang peran APIP masih pada lingkup “pemberi
keyakinan (assurance activities)”. Apabila
Pengawasan internal di Indonesia
dikaitkan dengan PP Nomor 60 tahun 2008
dilakukan oleh Aparat Pengawas Intern
dan SAIPI, data ini menunjukkan bahwa
Pemerintah (APIP) yang berdasarkan
peran ganda APIP sebagai “pemberi
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun
keyakinan dan konsultansi” masih belum
2008 tentang Sistem Pengendalian Intern
utuh diterapkan.
Pemerintah (SPIP). Sesuai dengan PP
tersebut, APIP terdiri dari Badan Penilaian pemberian jasa advis atau
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan konsultansi lebih khusus dalam metode
(BPKP), Inspektorat Jenderal atau nama lain IACM memperjelas lagi indikasi lemahnya
yang secara fungsional melaksanakan peran Inspektorat Kabupaten Gunungkidul.
pengawasan intern, Inspektorat Provinsi, dan Terdapat empat kriteria penilaian dalam jasa
Inspektorat Kabupaten/Kota. APIP pada tiap advis atau peran konsultansi yang jika
tingkatan memiliki fungsi koordinasi untuk disimpulkan dapat dikategorikan sebagai
menghindari terjadinya tumpang tindih berikut, 1) Telah melaksanakan kegiatan
pengawasan. konsultansi dan tercantum dalam PKPT, 2)
Kegiatan konsultansi beserta jenis-jenisnya
Peran pengawasan APIP telah
telah tercantum dalam Internal Audit
mengalami perubahan sejak tahun 2008
Charter/Piagam Audit, 3) Kegiatan
dengan diterbitkannya PP Nomor 60 Tahun
konsultansi memberikan nilai tambah berupa
2008. Perubahan tersebut adalah peran APIP
rekomendasi bagi organisasi, 4) Kegiatan
yang sebelumnya terfokus pada “pemberi
konsultansi telah dijamin independensi dan
keyakinan” saja diperluas menjadi “pemberi
objektivitasnya. Empat kriteria ini kemudian
keyakinan dan konsultansi”. Penegasan
diberi penilaian berupa poin 1 (Terpenuhi),
perubahan peran APIP tersebut juga
0.5 (Sebagian), dan 0 (Belum sama sekali).
dinyatakan dalam Standar Audit Intern
Dari kriteria-kriteria tersebut dapat dipahami
Pemerintah Indonesia (SAIPI). SAIPI
bahwa untuk mendapatkan penilaian yang
diterbitkan oleh Asosiasi Auditor Intern
utuh atau optimal, maka kegiatan kegiatan
Pemerintah Indonesia (AAIPI) pada tahun
konsultansi yang dilakukan APIP tidak
2014. Dalam SAIPI tersebut didefnisikan
hanya sebatas menjalankan program-
dengan jelas bahwa jenis peran pengawasan
progamnya saja. Selain menjalankan
yang dilakukan APIP adalah pemberi
program, APIP juga seharusnya
keyakinan (assurance activities) dan
memperhatikan faktor-faktor lain yang
konsultansi (consulting activities), serta
sangat mempengaruhi kualitas konsultansi
harus dirancang sedemikian rupa agar
itu sendiri.
memiliki nilai tambah bagi organisasi.
Adapun hasil penilaian pemberian jasa
Berdasarkan laporan hasil penilaian
advis atau konsultansi pada Inspektorat
kapabilitas unit APIP pada tahun 2015
Kabupaten Gunungkidul sendiri masih
menunjukkan bahwa sebanyak 85% APIP
setingkat dibawah Inspektorat Provinsi
masih berada pada level 1 (initial). Jumlah
D.I.Y dan Bantul. Hal ini dilihat dari
tersebut didominasi oleh APIP di daerah
penilaiannya yaitu untuk kriteria 1
sebanyak 90%. Kemudian sebanyak 14,5%
didapatkan nilai 0.5 (Sebagian) yang berarti
APIP berada pada level 2 (infrastructure).
bahwa APIP hanya melaksanakan
Jumlah tersebut didominasi oleh APIP di
programnya saja, namun tidak disciplined approach to evaluate and
mencantumkan secara spesifik di dalam improve the effectiveness of risk
PKPT. Kemudian untuk kriteria 2, 3, dan 4 management, control and governance
yaitu mencantumkan program konsutansi process” (Moeller, 2009, hal. 110).
dalam piagam audit, memberikan nilai
tambah berupa rekomendasi serta Standar Audit Intern Pemerintah
pernyataan indpendensi dan objektivitasnya Indonesia mendefinisikan Audit Internal
masih belum sama sekali dilakukan. sebagai kegiatan yang independen dan
objektif dalam bentuk pemberian keyakinan
Tujuan Penelitian (assurance activities) dan konsultansi
(consulting activities), yang dirancang untuk
Tujuan penelitian yang diharapkan pada memberi nilai tambah dan meningkatkan
penelitian ini adalah sebagai berikut: operasional sebuah organisasi (auditi).
1. Untuk menganalisis proses pelaksanaan Kegiatan ini membantu organisasi (auditi)
pemberian konsultansi yang dilakukan mencapai tujuannya dengan cara
oleh Inspektorat Kabupaten menggunakan pendekatan yang sistematis
Gunungkidul. dan teratur untuk menilai dan meningkatkan
2. Untuk mengidentifikasi penyebab peran efektivitas dari proses manajemen risiko,
sebagai pemberi konsultansi pada kontrol (pengendalian), dan tata kelola
Inspektorat Kabupaten Gunungkidul sektor publik (SAIPI, 2014, hal. 3).
belum diterapkan secara utuh.
3. Untuk mengidentifikasi dan menganalisis Peran Audit Internal Sektor Publik
upaya yang dilakukan oleh Inspektorat
Permendagri Nomor 23 Tahun 2007
Kabupaten Gunungkidul dalam
menyatakan tugas APIP dalam ketiga jenis,
mengatasi kendala-kendala yang
yaitu pemeriksaan, monitoring, dan evaluasi.
menyebabkan peran sebagai pemberi
Ketiga tugas tersebut merupakan jenis
konsultansi belum diterapkan secara utuh.
kegiatan yang merupakan perwujudan dari
TINJAUAN PUSTAKA peran sebagai pemberi keyakinan.

Audit Internal Tahun 2008 merupakan awal perubahan


paradigma pengawasan APIP, dengan
Peran audit internal telah mengalami dikeluarkannya PP Nomor 60 Tahun 2008
perkembangan sejalan dengan yang di dalamnya mengatur tugas
berkembangnya kebutuhan organisasi, pengawasan yang harus dilakukan APIP,
sehingga audit internal juga dibutuhkan yaitu:
untuk tidak sekedar menilai kepatuhan a. Memberikan keyakinan yang memadai
organisasi dan memberikan rekomendasi atas ketaatan, kehematan, efisiensi, dan
terbatas, namun memberi masukan dan efektivitas pencapaian tujuan
pertimbangan profesional terkait proses penyelenggaraan tugas dan fungsi
bisnis organisasi demi mendukung instansi pemerintah (assurance
keberhasilan organisasi. IIA mendefinisikan activities),
peran baru audit internal sebagai “An b. Memberikan peringatan dini dan
independent, objective assurance and meningkatkan efektivitas manajemen
consulting activity designed to add value risiko dalam penyelenggaraan tugas dan
and improve an organization’s operations. It fungsi instansi pemerintah (anti
helps an organization accomplish its corruption activities),
objectives by bringing a systematic,
c. Memelihara dan meningkatkan kualitas pengawasan (PP Nomor 79 Tahun 2005,
tata kelola penyelenggaraan tugas dan Pasal 33).
fungsi instansi pemerintah (consulting
activities). Internal Audit Capability Model (IA-CM)
Terdapat perluasan cakupan tugas APIP
Internal Audit Capability Model
dalam PP Nomor 60 Tahun 2008 dengan
(IACM) merupakan suatu pendekatan
aturan sebelumnya, yaitu wilayah pemberian
penilaian kapabilitas APIP yang digunakan
keyakinan hanya menjadi salah satu tugas
oleh BPKP. IACM dikembangkan oleh The
APIP. APIP juga bertugas dalam hal
Institute of Internal Auditors (IIA) sebagai
pemberian penjaminan mutu dan konsultansi
suatu model penilaian kapabilitas internal
yang dinyatakan dalam tugas nomor kedua
audit di sektor publik dalam melihat
dan ketiga.
efektivitas pelaksanaan tugas. IACM
Perencanaan Program Pengawasan merupakan kerangka kerja untuk
memperkuat atau meningkatkan kinerja
Perencanaan pengawasan juga seperti audit internal melalu langkah-langkah
perencanaan pada umumnya, dimana perlu evolusi kecil yang disusun dalam lima
dilakukan analisis atas masalah yang ada tingkat kapailitas. Perbaikan dalam proses
untuk menentukan prioritas pengawasan. praktik pada setiap tahapnya memberikan
Permendagri Nomor 23 Tahun 2007 dasar untuk naik ketingkat kapabilitas
mengatur bahwa program kegiatan berikutnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa
pengawasan inspektorat harus dituangkan rumusan yang mendasari IACM ini
dalam bentuk PKPT. PKPT adalah Program merupakan proses dan praktik yang tidak
Kerja Pengawasan Tahunan Inspektorat dapat ditingkatkan jika tidak dilaksanakan
terhadap penyelenggaraan pemerintahan secara terus menerus (Simanjuntak, 2015).
daerah kabupaten/kota yang harus
memenuhi prinsip keserasian, keterpaduan, Di dalam model IACM, APIP dibagi
menghindari tumpang tindih dan menjadi lima level kapabilitas, yaitu level 1
pemeriksaan berulang-ulang, serta (initial), level 2 (infrastructure), level 3
memperhatikan efisiensi dan efektivitas (integrated), level 4 (managed), dan level 5
dalam penggunaan sumber daya (optimizing). Semakin tinggi levelnya maka
pengawasan. semakin baik kapabilitasnya dan level
rendah merupakan fondasi bagi level yang
Permendagri Nomor 23 Tahun 2007 lebih tinggi. Berikut ini adalah penjelasan
juga mewajibkan PKPT memuat hal-hal dari tiap level kapabilitas APIP:
pokok yang disyaratkan, yaitu ruang 1. Level 1 (initial) menggambarkan audit
lingkup, sasaran pemeriksaan, SKPD yang internal yang belum dapat memberikan
diperiksa, jadwal pelaksanaan pemeriksaan, jaminan atas proses tata kelola yang
jumlah tenaga, anggaran pemeriksaan dan sesuai dengan peraturan dan belum dapat
laporan hasil pemeriksaan yang diterbitkan. mencegah korupsi.
Penyususnan PKPT juga perlu 2. Level 2 (infrastructure) menunjukkan
dikoordinasikan dengan APIP terkait hal bahwa audit internal telah mampu
lainnya untuk menghindari adanya tumpang menjamin proses tata kelola sesuai
tindih objek dan pemborosan sumber daya. dengan peraturan dan mampu mendeteksi
Keberadaan PKPT ini sangat mutlak sebagai terjadinya korupsi.
pedoman bagi APIP dalam melaksanakan 3. Level 3 (integrated) menunjukkan bahwa
audit internal sudah mampu menilai
efisiensi, efektivitas, ekonomis suatu terkait dengan penelitian seperti BPKP
kegiatan dan mampu memberikan Yogyakarta maupun SKPD Kabupaten
konsultansi pada tata kelola, manajemen Gunungkidul.
risiko, dan pengendalian internal.
4. Level 4 (managed) menunjukkan bahwa b) Data Sekunder
audit internal mampu memberikan Untuk memperoleh data sekunder, yaitu
assurance secara keseluruhan atas tata data yang tidak secara langsung diperoleh
kelola, manajemen risiko, dan dari objek yang diteliti, pengumpulan data
pengendalian internal. dilakukan melalui telaah dokumen dan studi
5. Level 5 (optimizing) menunjukkan yang pustaka.
tertinggi, bahwa audit internal telah 1) Telaah Dokumen
menjadi agen perubahan. Penelitian ini mereviu dokumen yang
dihasilkan oleh aktivitas-aktivitas yang
METODE PENELITIAN dilakukan oleh objek penelitian seperti
Rencana Stratejik (Renstra) dan Rencana
Jenis Penelitian Kerja (Renja) inspektorat, Program Kerja
Pengawasan Tahunan (PKPT), Piagam
Metode yang digunakan dalam Audit, Laporan Kapabilitas APIP, serta
penelitian ini adalah studi kasus (case study) peraturan dan kebijakan pelaksanaan
dengan pendekatan kualitiatif. Penelitian terkait pengawasan pada Inspektorat
studi kasus bukan hanya menjawab Kabupaten Gunungkidul.
pertanyaan penelitian tentang ‘apa’ objek 2) Studi Pustaka
yang diteliti, namun lebih menyeluruh dan Peneliti mempelajari permasalahan
komprehensif dengan ‘bagaimana’ dan serta memperkaya informasi yang relevan
‘mengapa’ kasus/fenomena tersebut dapat dari berbagai sumber bacaan, seperti
terjadi (Yin, 2014). Penelitian kualitatif buku-buku literatur, artikel publikasi dan
biasanya dimulai dengan suatu isu atau artikel penelitian mengenai peran auditor
masalah yang kemudian dikembangkan ke internal baik di pemerintahan maupun
dalam suatu pola dan teori tertentu ataupun swasta, serta standar peraturan yang
dilakukan secara induktif (Creswell, 2014). berlaku seperti IIA Standard dan
Penilaian Kapabilitas IACM.
Jenis Data
Analisis Data
Penelitian ini akan menggunakan dua
jenis data, yaitu data primer dan data Teknik analisis data akan menggunakan
sekunder. Berikut ini merupakan penjelasan pendekatan yang dikembangkan oleh Miles
dari jenis data yang dilakukan. dan Huberman (1994, hal.10). Analisis data
a) Data Primer ini akan terdiri dari tiga bagian yaitu reduksi
Data primer merupakan data yang data, penyajian data, dan kesimpulan.
secara langsung didapatkan dari objek yang Adapun secara jelasnya depat dilihat sebagai
diteliti. Metode yang dilakukan adalah berikut:
dengan menggunakan wawancara. Prosedur
ini dilakukan untuk memunculkan a) Reduksi Data
pandangan-pandangan dari para partisipan. Data hasil wawancara harus melalui
Partisipan yang dimaksud dalam hal ini proses reduksi data untuk bisa dipisahkan
adalah pihak Inspektorat Kabupaten antara data yang berhubungan dengan
Gunungkidul serta pihak lainnya yang penelitian dan yang tidak berhubungan. Hal
ini penting untuk membantu fokus peneliti
menghadapi data yang sangat banyak. dilakukan oleh Inspektorat Kabupaten
Reduksi Data dapat dilakukan dengan Gunungkidul belum melakukan analisis
menggunakan analisis tematik oleh Braun kebutuhan dengan baik.
dan Clarke (2006).
2. Jenis kegiatan
b) Penyajian Data Inspektorat Kabupaten Gunungkidul
Penyajian data ini terkait dengan teknik selain melaksanakan pemberian keyakinan
pengambilan data hasil reduksi untuk juga sudah melaksanakan pemberian
membantu peneliti agar dapat melihat data konsultansi. Pemberian konsultansi ini
yang ada secara sistematis dan menyeluruh terkadang dilakukan bersamaan dengan
sehingga memberi informasi yang cukup. pemeriksaan reguler, namun sifatnya
terbatas. Pemberian konsultansi tersebut
c) Kesimpulan baru dimaksimalkan pada saat melakukan
Langkah terakhir dalam analisis ini bimbingan teknis dan narasumber. Adapun
adalah dengan melakukan interpretasi pelaksanaan kegiatan konsultansi terdiri
terhadap data yang telah diredusi dan dari:
disajikan. Interpretasi bisa dilakukan dengan a. Pembinaan
berbagai cara seperti membandingkan data Melakukan pembinaan terhadap SKPD
yang satu dengan yang lainnya dan melihat dan Desa terkait penyusunan kontrak
pola data tersebut. serta temuan atau kasus.
Reduksi data, penyajian data, dan penarikan b. Bimbingan Teknis
kesimpulan merupakan kegiatan yang Memberikan bimbingan teknis secara
interaktif dan semuanya bisa dilakukan internal kantor saja.
secara paralel. c. Pendampingan
Melakukan pendampingan terhadap 44
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN SKPD dan 144 Desa. Pendampingan
yang telah dilakukan meliputi
Pelaksanaan Peran Konsultansi di
pendampingan penyusunan LKPD, tindak
Inspektorat Kabupaten Gunungkidul
lanjut, penyusutan aset tetap dan
Proses pelaksanaan peran konsultansi persediaan.
pada Inspektorat Kabupaten Gunungkidul d. Sosialisasi
dengan kerangka IACM dinilai berdasarkan Kegiatan sosialisasi yang diberikan
tujuh komponen. Ketujuh komponen meliputi sosialisasi mengenai LKJIP,
indikator pelaksanaan tersebut adalah Early Warning System, dan Aset.
sebagai berikut: e. Narasumber
Topik yang diberikan berbeda-beda
1. Perencanaan penyusunan kegiatan dalam menyesuaikan dengan permintaan dari
PKPT SKPD atau Desa.
Proses perencanaan penyusunan
kegiatan konsultansi dalam penentuan 3. Realisasi kegiatan
kegiatannya masih banyak mengikuti Komponen ketiga selanjutnya adalah
program tahun sebelumnya. Kemudian realisasi kegiatan. Inspektorat Kabupaten
untuk pemilihan objek sasaran dilakukan Gunungkidul sendiri sudah melaksanakan
berdasarkan sudah atau belumnya kegiatan konsultansi sesuai dengan apa yang
dilaksanakan pemeriksaan dan berdasarkan tercantum di dalam PKPT. Hal ini
kebijakan pimpinan. Adapun proses ditunjukkan dari hasil wawancara serta reviu
perencanaan penyusunan kegiatan yang dokumen yang sudah dilakukan.
4. Volume dan waktu pelaksanaan kegiatan tambah bagi organisasi dalam bentuk
Adapun untuk volume dan waktu rekomendasi.
pelaksanaan kegiatan konsultansi yang
sudah dilakukan oleh Inspektorat Kabupaten Inspektorat Kabupaten Gunungkidul
Gunungkidul dapat dilihat sebagai beikut: belum melaksanakan pemberian nilai
a. Pembinaan tambah bagi organisasi atau auditinya. Hal
Biasanya berjalan bersamaan dengan ini disebabkan inspektorat masih belum
pemeriksaan reguler. Untuk tahun 2016, memiliki kepahaman mengenai nilai tambah
telah dilakukan pembinaan sebanyak 97 tersebut. Inspektorat merasa dengan
kali dan penanganan kasus 5 kali dari memberikan saran saja sudah cukup.
semua total 144 Desa dan 44 Padahal baik untuk kegiatan pemberian
SKPD/OPD. keyakinan maupun konsultansi harus sudah
b. Bimbingan Teknis menerapkan nilai tambah berupa pemberian
Pada tahun 2016 kegiatan pelatihan rekomendasi. Pemberian rekomendasi ini
Bimtek di internal sudah dilakukan juga terkait dengan perencanaan analisis
sebanyak 4 kali kegiatan. Biasanya profil risiko auditi. Apabila inspektorat
dilaksanakan setiap 3 bulan sekali. sudah menjalankan perencanaan analisis
c. Pendampingan profil risiko auditi dengan baik, tentunya
Pendampingan ini bersifat tematik. inspektorat sudah memetakan risiko auditi
Biasanya berjalan bersamaan dengan dan memberikan rekomendasi perbaikan.
pemeriksaan reguler. Namun, Inspektorat Kabupaten
d. Sosialisasi Gunungkidul belum melaksanakan analisis
Pada tahun 2016 kegiatan sosialisasi telah perencanaan risiko yang berdampak belum
dilakukan ke semua 44 SKPD dan 144 berjalannya pemberian nilai tambah bagi
Desa. organisasi
e. Narasumber
6. Dokumentasi kegiatan
Pada tahun 2016 kegiatan narasumber
Komponen selanjutnya yang tidak kalah
dilakukan sebanyak 14 kali. penting adalah pengelolaan dokumentasi
Secara umum dapat dilihat bahwa kegiatan. Pengelolaan dokumentasi yang
Inspektorat Kabupaten Gunungkidul dimaksud adalah mulai dari proses
memiliki jadwal penugasan yang terlalu perencanaan penyusunan hingga selesainya
padat. Dari total 44 SKPD dan 144 Desa, pelaksanaan suatu kegiatan konsultansi.
dalam satu bulan pemeriksaan dilakukan Inspektorat Kabupaten Gunungkidul sendiri
terhadap 8-12 objek pemeriksaan (3-4 untuk pendokumentasian kegiatan masih
SKPD dan 5-8 Kecamatan/Desa). belum tertata dengan baik.
Sedangkan SDM auditor yang dimiliki
Inspektorat dalam melaksanakan
hanya 24 orang.
praktik-praktik kegiatannya harus menjamin
5. Pemberian nilai tambah bahwa independensi dan objektivitasnya
Komponen selanjutnya yang dinilai di tidak tercederai pada saat pemberian peran
dalam IACM adalah kegiatan konsultansi konsultansi. Pembuktian adanya
harus sudah memberikan nilai tambah bagi independensi dan objektivitas dapat
organisasi. Selain dituntut harus sesuai diperoleh melalui surat pernyataan
dengan panduan/pedoman/SOP, pemberian independensi dan objektivitas yang dibuat
konsultansi juga harus memberikan nilai oleh auditor setelah selesainya pemberian
kegiatan konsultansi.
Inspektorat Kabupaten Gunungkidul Faktor-Faktor yang Menyebabkan Peran
belum melakukan pendokumentasian Konsultansi Belum Diterapkan Secara
independensi dan objektivitas setiap selesai Utuh di Inspektorat Kabupaten
melaksanakan kegiatan konsultansi. Hal ini Gunungkidul
disebabkan inspektorat merasa dengan
diterbitkannya Pakta Integritas saja sudah 1. Kurangnya kompetensi auditor
cukup. Padahal surat pernyataan Faktor pertama yang menyebabkan
independensi dan objektivitas ini sangat belum optimalnya peran konsultansi di
penting untuk dibuat, tidak hanya dalam Inspektorat Kabupaten Gunungkidul adalah
kegiatan pemberian keyakinan saja namun kurangnya kompetensi SDM. Hal ini
pemberian konsultansi juga diperlukan. berkaitan dengan perencanaan penyusunan
kegiatan yang belum tertata dengan baik.
7. Evaluasi kegiatan Perencanaan pengawasan yang dilakukan
APIP di Indonesia memiliki beberapa oleh inspektorat tentunya tercantum di
level APIP yang mempunyai beragam dalam PKPT. Praktik penyusunan PKPT
kewenangan wilayah pemeriksaan. Untuk yang terjadi saat ini di lingkungan wilayah
menghindari tumpang tindih kegiatan kerja Inspektorat Kabupaten Gunungkidul
pengawasan tersebut, maka diperlukan pada umumnya belum memperlihatkan
koordinasi antar APIP yang bertujuan proses yang baik, terutama dalam menjaring
meminimalisir adanya potensi tumpang auditi berdasarkan proritas manajemen dan
tindih kegiatan. atau berdasarkan risiko dalam upaya
Inspektorat Kabupaten Gunungkidul pengawalan pencapaian visi, misi, dan
dalam proses penyusunan kegiatan tujuan program/kegiatan pemerintah daerah.
konsultansi yang dicantumkan dalam PKPT Kondisi ini memperlihatkan bahwa PKPT
juga sudah melakukan koordinasi dengan yang disusun pada umumnya belum
APIP lainnya. Rapat koordinasi ini biasanya berorientasi memberikan nilai tambah pada
dilakukan setiap akhir triwulan. auditi. Adapun kondisi yang mengakibatkan
perencanaan penyusunan kegiatan
Berdasarkan penjelasan proses peran konsultansi pada Inspektorat Kabupaten
konsultansi dengan menggunakan indikator- Gunungkidul belum tertata dengan baik
indikator IACM di atas, dapat disimpulkan yaitu kurangnya kompetensi SDM.
bahwa ada beberapa komponen indikator Kompetensi dari auditor pelaksana yang
pelaksanaan peran konsultansi pada masih kurang ini akan mempengaruhi
Inspektorat Kabupaten Gunungkidul yang kinerja auditor dalam melaksanakan
masih belum optimal. Komponen indikator tugasnya. Masih banyak pelaksana auditor
tersebut ada yang baru sebagian dijalankan dari Inspektorat Kabupaten Gunungkidul
dan bahkan ada yang belum sama sekali yang masih belum memahami dengan baik
dilaksanakan, seperti belum melakukan peran dari pemberian konsultansi. Auditor
perencanaan penyusunan kegiatan dalam dirasa masih belum bisa merumuskan
PKPT dengan baik, volume dan waktu perencanaan penyusunan kegiatan
pelaksanaan kegiatan yang sangat padat, konsultansi ke dalam PKPT dengan baik dan
belum dilakukannya pemberian nilai benar. Hal ini juga disebabkan oleh masih
tambah, serta pendokumentasian kegiatan kurangnya jumlah tenaga profesional yang
yang belum tertata dengan baik. Keempat dimiliki. Kondisi ini mengakibatkan auditor
komponen inilah yang menyebabkan peran di lingkungan Inspektorat Kabupaten
konsultansi pada Inspektorat Kabupaten Gunungkidul masih terkesan belum banyak
Gunungkidul belum berjalan secara optimal.
mengambil andil dalam pemecahan solusi- auditor yang hanya beranggotakan 24 orang
solusi yang ditemukan di lapangan. maka waktu penugasan dirasa sangat padat.
Dari hasil wawancara yang dilakukan
2. Regulasi yang belum memadai dengan partisipan dan berdasarkan telaah
Berdasarkan hasil wawancara dan dokumen PKPT, diketahui bahwa setiap
dokumentasi yang ditemui di Inspektorat bulannya 1 tim yang terdiri dari 4 orang
Kabupaten Gunungkidul maupun dengan memeriksa 8-12 objek pemeriksaan (3-4
pihak lainnya yang terkait seperti SKPD, SKPD dan 5-8 Kecamatan/Desa). Hal ini
perangkat desa, kecamatan, dan BPKP, tentu akan menyulitkan auditor untuk
bahwa faktor kedua yang menyebabkan meningkatkan kualitas dari pelaksanaan
masih lemahnya peran konsultansi ini kegiatan konsultansi.
disebabkan oleh regulasi atau kebijakan
yang masih belum memadai. Kebijakan 4. Belum memiliki SOP kegiatan pemberian
kemendagri yaitu PP No. 60 Tahun 2008 konsultansi
yang digunakan sebagai pedoman utama Faktor yang keempat yaitu Inspektorat
dalam penyusunan program kegiatan Kabupaten Gunungkidul belum memiliki
pengawasan inspektorat sendiri masih SOP kegiatan pemberian konsultansi. Hal ini
berfokus pada kegiatan assurance atau berkaitan dengan belum diberikannya nilai
pemberian keyakinan saja. Hal ini tambah dan masih lemahnya penanganan
ditunjukkan dengan masih minimnya pendokumentasian. Inspektorat Kabupaten
kebijakan yang mengatur tentang kegiatan Gunungkidul masih merasa belum penting
pemberian konsultansi. Dengan minimnya akan sifat dari SOP ini. Dokumentasi SOP
aturan terkait peran konsultansi ini ini adalah terkait dengan dari mulainya
mengakibatkan program-program penyusunan perencanaan hingga setiap
konsultansi yang dihasilkan di dalam PKPT selesai melaksanakan suatu program
juga sangat bersifat seadanya saja. kegiatan khususnya kegiatan konsultansi.
3. Kurangnya jumlah personil auditor Upaya Perbaikan Yang Sudah Dilakukan
Faktor ketiga yang menjadi penyebab Inspektorat Kabupaten Gunungkidul
pelaksanaan konsultansi belum optimal
adalah terkait dengan kurangnya jumlah 1. Upaya perbaikan dalam meningkatkan
personil SDM, khususnya auditor. Jumlah kompetensi auditor
SDM khususnya pelaksana auditor di Upaya perbaikan yang dilakukan oleh
Inspektorat Kabupaten Gunungkidul dirasa Inspektorat Kabupaten Gunungkidul dalam
sangat kurang untuk melaksanakan peran menghadapi kendala kurangnya kompetensi
konsultansi. Hal ini mengakibatkan yang dimiliki oleh auditor adalah dengan
padatnya waktu penugasan. Padatnya jadwal mengadakan bimbingan teknis di dalam
penugasan dari beban tugas yang berlebihan lingkungan internal inspektorat. Bimtek ini
ini mengakibatkan Inspektorat Kabupaten dilakukan demi menciptakan profesionalitas
Gunungkidul kesulitan untuk menyelesaikan dan kompetensi anggotanya. Selain itu juga,
setiap tugas yang diterimanya. Tahun 2016 inspektur dan ketua tim selalu memberikan
saja objek pemeriksaan yang ditetapkan dukungan motivasi kepada seluruh jajaran
dalam PKPT Inspektorat Kabupaten staf dan anggota dalam setiap pelaksanaan
Gunungkidul jumlahnya terdiri dari 44 tugasnya. Hal ini bertujuan bahwa pihak
SKPD dan 144 Desa. Belum lagi pembagian Inspektorat Kabupaten Gunungkidul ingin
tugas seperti pemeriksaan reguler atau menunjukkan sifat kepedulian dan
kegiatan assurance, dengan jumlah personil membangun interaksi yang baik kepada
seluruh anggotanya, sehingga seluruh Walaupun ini masih jauh bila dibandingkan
anggota akan merasa nyaman dan semangat dengan analisis risiko yang sudah dilakukan
dalam setiap pelaksanaan tugasnya. oleh Inspektorat Kabupaten Bantul,
Inspektorat Kabupaten Gunungkidul sudah
2. Upaya perbaikan dalam memenuhi menunjukkan adanya upaya untuk
jumlah personil auditor melakukan perbaikan penyusunan
Untuk kendala kurangnya jumlahnya perencanaan.
personil auditor, upaya yang sudah Kemudian upaya perbaikan yang dilakukan
dilakukan oleh Inspektorat Kabupaten di dalam pengelolaan dokumentasi kegiatan
Gunungkidul adalah dengan melakukan konsultansi adalah baru sebatas pembuatan
pembagian pekerjaan seadil mungkin untuk format surat independensi dan objektivitas.
menghadapi banyaknya jumlah objek Dokumen surat independensi dan
pemeriksaan. Inspektorat Kabupaten objektivitas ini diharapkan baru akan
Gunungkidul juga sudah melakukan sepenuhnya direalisasikan pada kegiatan
pengajuan penambahan kuota SDM kepada konsultansi tahun berikutnya. Sedangkan
pihak yang terkait, karena dirasa masih perlu untuk kegiatan pendokumentasian lainnya
untuk menambah jumlah SDM. Hal ini juga dalam kegiatan konsultansi seperti
terkait mengenai permasalahan jadwal pendokumentasian perencanaan kegiatan
penugasan pelaksanaan kegiatan atau program pengawasan dan pencantuman
konsultansi. Padatnya jadwal kegiatan ini program konsultansi di dalam piagam audit
mengakibatkan beban kerja yang begitu belum ditemukan upaya perbaikannya.
tinggi bagi tim inspektorat. Beban kerja
yang tinggi ini menghasilkan inspektorat Rekomendasi Perbaikan Peran
belum sepenuhnya menjunjung tinggi nilai Konsultansi Pada Inspektorat Kabupaten
kualitas dari setiap penugasan kegiatan Gunungkidul
konsultansi. Untuk meredam permasalahan
ini, upaya yang dilakukan Inspektorat 1. Meningkatkan kompetensi fungsional
Gunungkidul sementara ini adalah auditor
melakukan pembentukan tim yang solid. Peran dan kebutuhan yang semakin
Pembentukan tim yang solid bertujuan untuk berkembang hendaknya juga diiringi dengan
meredam segala akibat yang ditimbulkan kompetensi yang dimiliki oleh fungsional
dari padatnya jadwal penugasan. auditor itu sendiri. Inspektorat Kabupaten
Pembentukan tim yang solid ini dilakukan Gunungkidul hendaknya memiliki kesadaran
dengan merotasi anggota serta membagi akan pentingnya peningkatan kompetensi ini
anggota yang berpengalaman secara merata dengan cara berperan aktif dalam bentuk
dalam sebuah tim. pelaksanaan bimtek atau pelatihan yang
berfokus terhadap peningkatan
3. Upaya perbaikan SOP kegiatan profesionalitas. Bimtek yang dilakukan
konsultansi harusnya lebih ke arah perbaikan kegiatan
Inspektorat Kabupaten Gunungkidul konsultansi. Hal ini sifatnya sudah
sudah mulai akan sadar akan pentingnya mendesak, dan perlu segera dilakukan
praktik penyusunan perencanaan yang baik. peningkatan kompetensi dari anggota-
Hal ini ditunjukkan dengan sudah adanya anggota auditor.
analisis sederhana yang dilakukan pada saat
proses penyusunan pengawasan. Analisis
sederhana yang dilakukan meliputi
anggaran, aset, dan respon tindak lanjut.
2. Menyelaraskan aturan atau kebijakan pemeriksaan. Proses penyusunan PKPT
yang berlaku hendaknya lebih memperhatikan dan
Kebijakan kemendagri yaitu PP No. 60 berorientasi pada pemberian nilai tambah
Tahun 2008 sudah saatnya lebih bagi auditi dalam meningkatkan efektivitas
memperhatikan kegiatan pemberian tata kelola, serta difokuskan pada upaya
konsultansi. Karena kebijakan ini masih pengawalan pencapaian visi, misi, dan
dirasa kurang dalam mewadahi kegiatan tujuan kepala daerah sebagaimana yang
konsultansi. Perlu ada aturan-aturan yang telah ditetapkan dalam RKPD.
lebih komprehensif dalam mengawal Memanfaatkan peta dan profil risiko SKPD
kegiatan konsultansi. Hal ini akan maupun program kegiatan SKPD dalam
berdampak pada beberapa komponen penyelenggaraan SPIP, sebagai dasar
pelaksanaan kegiatan konsultansi seperti menyusun prioritas program kegiatan yang
perencanaan penyusunan kegiatan, masuk dalam rencana PKPT.
pemberian nilai tambah, dan dokumentasi
kegiatan. Tentunya hal ini juga harus 5. Meningkatkan komitmen pimpinan dan
didukung dari inspektorat sendiri sebagai pelaksana.
pelaksana hingga BPKP yang menaungi Pimpinan maupun pelaksana tugas di
APIP di Indonesia. Inspektorat harus bisa meningkatkan
komitmen sebagai aparat pengawas intern
3. Menambah jumlah personil auditor pemerintah. Pimpinan inspektorat
Memang untuk penambahan jumlah hendaknya berkomitmen tinggi untuk
SDM bukan sepenuhnya ada di tangan menciptakan tata kelola pemerintahan yang
inspektorat, namun ada baiknya inspektorat baik. Sebaik apapun perencanaan atau PKPT
terus mengajukan permohonan penambahan tanpa didukung dengan komitmen yang
jumlah SDM dengan pertimbangan yang tinggi dari pimpinan tidak akan
sangat mendesak untuk perbaikan tata kelola menghasikan realisasi yang optimal dari
pemerintahan. Beban kerja yang sudah sebuah sistem pengawasan.
tinggi ditambah dengan padatnya jadwal Untuk internal Inspektorat Kabupaten
penugasan merupakan penyebab utama Gunungkidul sendiri sampai saat ini
kurangnya jumlah personil auditor. Sudah komitmen dari pimpinan dan pelaksana
saatnya APIP meningkatkan kualitas hasil masih dianggap kurang. Pimpinan dan
pemeriksaannya dengan cara membagi pelaksana belum menunjukkan sikap yang
beban kerja yang ideal. mau proaktif menjalankan kegiatan
konsultansi. Beban kerja yang sangat tinggi
4. Menyusun SOP kegiatan pemberian mengakibatkan setiap pekerjaan yang
konsultansi ditugaskan harus dapat terselesaikan begitu
Tata kelola pendokumentasian yang saja, demi mengejar kuantitas bukan
baik dapat dimulai dari menyusun SOP kualitas. Adapun pengaruh dari eksternal
suatu kegiatan. SOP kegiatan pemberian Inspektorat Kabupaten Gunungkidul adalah
konsultansi meliputi dari mulainya komitmen dari pimpinan SKPD ataupun
penyusunan perencanaan hingga setiap instansi yang terkait. Pimpinan dari SKPD
selesai melaksanakan suatu program maupun intansi terkait yang berada di
kegiatan khususnya kegiatan konsultansi. lingkungan Inspektorat Kabupaten
Inspektorat Kabupaten Gunungkidul sudah Gunungkidul masih belum memahami
saatnya memiliki kegiatan konsultansi yang seutuhnya tentang peran dari kegiatan
bersifat lebih proaktif, tidak lagi menunggu konsultansi ini. Mereka masih menyimpan
kegiatan yang berasal dari inisiatif objek paradigma lama bahwa inspektorat hanya
mempunyai peran pemberi keyakinan saja, Untuk perbaikan dalam meningkatkan
yaitu pemeriksaan reguler yang setiap kompetensi auditor, upaya yang sudah
tahunnya dilakukan. Sehingga Inspektorat dilakukan adalah melakukan bimtek bagi
Kabupaten Gunungkidul masih belum staf secara internal, dan memberikan
mendapatkan dukungan penuh dari dukungan motivasi untuk menunjukkan
pimpinan SKPD ataupun instansi terkait sifat kepedulian dan membangun
dalam menjalankan peran konsultansi. interaksi yang baik kepada seluruh
anggotanya. Kemudian dalam memenuhi
Kesimpulan jumlah personil audior, upaya sementara
yang dapat dilakukan meliputi pengajuan
1. Proses kegiatan konsultansi pada
penambahan SDM, membentuk tim yang
Inspektorat Kabupaten Gunungkidul
solid, serta membagi pekerjaan secara
apabila dianalisis dengan menggunakan
adil. Sedangkan untuk upaya perbaikan
kerangka IACM dapat dibagi menjadi
dalam hal SOP, upaya yang sudah
tujuh komponen. Komponen tersebut
dilakukan yaitu sudah mulai melakukan
adalah perencanaan penyusunan kegiatan,
analisis sederhana meliputi anggaran,
jenis kegiatan, realisasi, volume dan
aset, dan respon tindak lanjut, selanjutnya
waktu pelaksanaan kegiatan, pemberian
emudian baru sebatas pembuatan format
nilai tambah, dokumentasi kegiatan, dan
surat independensi dan objektivitas
evaluasi. Secara umum hasilnya
menunjukkan bahwa Inspektorat
Kabupaten Gunungkidul belum optmial Saran
dalam menjalankan kegiatan konsultasi. 1. Penelitian terhadap pemberian
Hal ini dapat dilihat masih ada beberapa konsultansi selanjutnya diharapkan agar
komponen yang belum dijalankan secara dilakukan ke seluruh inspektorat yang
optimal seperti belum melaksanakan ada di dalam suatu provinsi. Hal ini
perencanaan penyusunan kegiatan dengan dimaksudkan agar hasil penelitian yang
baik, volume dan waktu pelaksanaan berupa rekomendasi dapat disampaikan
kegiatan yang sangat padat, belum kepada seluruh inspektorat yang ada di
memberikan nilai tambah, serta dalam provinsi tersebut serta dapat
pendokumentasian kegiatan yang belum menjadi benchmark bagi provinsi
terkelola dengan baik. lainnya.
2. Faktor-faktor yang menyebabkan peran 2. Penggunaan pendapat objek pemeriksaan
konsultansi belum diterapkan secara utuh atau SKPD dalam suatu lingkungan
di Inspektorat Kabupaten Gunungkidul inspektorat hendaknya lebih banyak lagi.
yaitu berupa kurangnya kompetensi Sehingga data dan informasi yang
auditor, regulasi yang belum memadai, diperoleh lebih objektif dan lebih
kurangnya jumlah personil auditor, dan mendukung penelitian.
belum adanya SOP kegiatan pemberian
konsultansi. Keterbatasan
3. Upaya perbaikan yang telah dilakukan 1. Penelitian ini tidak secara langsung
oleh Inspektorat Kabupaten Gunungkidul mengikuti proses kegiatan konsultansi
meliputi perbaikan dalam meningkatkan mulai dari awal penyusunannya hingga
kompetensi auditor, memenuhi jumlah pelaporannya. Penelitian ini hanya
personil auditor, dan perbaikan dalam dilakukan beberapa bulan saja dengan
pembuatan SOP kegiatan konsultansi.
waktu yang singkat, dan hanya berfokus Bastian, I. 2001. Akuntansi Sektor Publik di
pada kegiatan pemberian konsultansi di Indonesia. Yogyakarta: BPFE.
Inspektorat Kabupaten Gunungkidul.
2. Penelitan yang dilakukan merupakan Braun, V. & Clarke, V. 2006. Using
penelitian kualitatif dan hanya dilakukan Thematic Analysis In Psychology.
pada lingkungan Inspektorat Kabupaten Qualitative Research In Psychology.
Gunungkidul saja. Hasil penelitian ini
tidak bisa digeneralisir dan berlaku pada Creswell, J.W. 2014. Research Design:
seluruh APIP di Indonesia. Perlu
Qualitative, Quantitative, and Mixed
penelitian lebih lanjut jika ingin
mengetahui hal yang sama di Inspektorat Method Approaches, 4th Edition.
lain. Thousand Oaks California: SAGE.

3. Pendapat objek pemeriksaan yang Forstadt, L.A., & Doore, B. 2000. Program
digunakan dalam penelitian ini hanya
Planning With Problem Mapping to
menggunakan empat instansi objek
pemeriksaan saja yaitu dinkes, dispora, Better Understand Need. Journal of
kecamatan dan desa. Karena adanya Extension 50, no. 1.
keterbatasan waktu dan jangkauan
wilayah, pengumpulan pendapat tidak Kalembu, C.D.S. 2016. Evaluasi Peran
dapat dilakukan pada semua objek Inspektorat Kabupaten Sumba Barat
pemeriksaan. Daya Sebagai Aparat Pengawas
Intern Pemerintah. Program Studi
DAFTAR PUSTAKA
Magister Akuntansi Universitas
Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Gadjah Mada. Tesis.
Indonesia. 2013. Standar Audit Intern
Pemerintah Indonesia. Jakarta: AAIPI. Miles, M.B., & Huberman, A.M. 1994.
Qualitative Data Analysis. London:
Badan Pemeriksa Keuangan. 2015. Ikhtisar SAGE.
Hasil Pemeriksaan Semester II.
Moeller, R., 2009. Brink’s Modern Internal
Badan Pengawasan Keuangan dan Auditing. Edisi Ketujuh. New York:
Pembangunan. 2014. Sejarah Singkat John Wiley & Sons Inc.
BPKP. Diakses pada 2 November
2016. Peraturan Kepala Badan Pengawas
www.bpkp.go.id/konten/4/Sejarah- Keuangan dan Pembangunan Nomor
Singkat-BPKP.bpkp. PER-1633/K/JF/2011 tentang
Pedoman Teknis Peningkatan
Badan Pengawasan Keuangan dan Kapabilitas Aparat Pengawas Intern
Pembangunan. 2016. Laporan Rincian Pemerintah.
Penilaian Kapabilitas APIP.
Yogyakarta: BPKP.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Program Studi Magister Akuntansi
Tahun 2007 tentang Pedoman Tata Universitas Indonesia. Tesis.
Cara Pengawasan Penyelenggaran
Pemerintah Daerah. Selim, G., Woodward, S., & Allegrini, M.
2009. Internal Auditing and
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Consulting Practice: A Comparison
Negara dan Reformasi Birokrasi Between UK/Ireland and Italy.
Nomor 20 Tahun 2010 tentang Road International Journal of Auditing 13,
Map Reformasi Birokrasi 2010-2014. no. 1: 9–25.

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Simanjuntak, B.H. 2015. Grand Desain


Negara Nomor Peningkatan Kapabilitas APIP
PER/05/M.PAN/03/2008 tentang Dipaparkan dalam Rapat Koordinasi
Standar Audit APIP. Nasional Pengawasan Intern
Pemerintah Tahun 2015.
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun
2008 tentang Sistem Pengendalian Soh, D.S.B., & Bennie, N.M. 2011. The
Intern Pemerintah. Internal Audit Function: Perceptions
of Internal Audit Roles, Effectiveness
Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun and Evaluation. Managerial Auditing
2005 tentang Pembinaan dan Journal 26, no. 7: 605–622.
Pengawasan Atas Penyelenggaraan
Pemerintah Daerah. The Institute of Internal Auditors. 2012.
International Standards for the
Picket, S. 2000. Developing Internal Audit Professional Practice of Internal
Competencies. Managerial Auditing Auditing. Diakses pada 25 Oktober
Journal 15, no. 6: 265–278. 2016. https://na.theiia.org/standards-
guidance/Pages/Standards-and-
Inspektorat Kabupaten Gunungkidul. 2015. Guidance-IPPF.aspx.
Perubahan Rencana Strategis
Inspektorat Daerah Kabupaten The Institute of Internal Auditor Research
Gunungkidul. Foundation. 2009. Internal Audit
Capability Model (IA-CM) for Public
Rahmat, S. 2010. Analisis Peran Inspektorat Sector. Florida. Diakses pada 25
Jenderal Sebagai Aparat Pengawasan Oktober 2016.
Internal Kementerian/Lembaga Dalam https://na.theiia.org/standards-
Menngkatkan Kualitas Laporan guidance/Pages/Standards-and-
Keuangan Kementerian/Lembaga Guidance-IPPF.aspx.
(Studi Pada Kementerian Keuangan).
Warta Pengawasan. 2012. Hallmark
Profesionalisme APIP Di Indonesia. Warta
Utama. Hal. 11. Vol. XIX. No. 3.

Yin, R. K. 2014. Case Study Research:


Design and Methods. Edisi 5. United States
of America: SAGE.

Anda mungkin juga menyukai