Anda di halaman 1dari 3

Memumbuhkan Emotional Resilience Anak Usia Dini Di Tengah Pandemi Covid 19

Dr. Nailatin Fauziyah, Psikolog


Dosen Fakultas Psikologi Dan Kesehatan UIN Sunan Ampel Surabaya

Pandemi covid 19 berimplikasi pada semua lini kehidupan dan semua kelompok
masyarakat, termasuk keluarga. Situasi ini memang tidak mudah, terutama bagi orang tua. Di
sisi lain, mereka harus terus berjuang bagaimana bisa memenuhi kebutuhan keluarga, namun
juga merawat anak-anak di rumah, serta memastikan tetap sehat. Semua berharap agar bisa
terkoordinasikan dengan baik antara pekerjaan, merawat anak, dan pendidikan anak. Cara orang
tua memperlakukan anak-anaknya sekarang berkontribus terhadap bagaimana anak-anak di
masa depan.
Sejalan dengan orang tua, anak-anak usia dini juga mengalami hal yang serupa sesuai
dengan konteksnya, misalnya terbatasnya ruang bermain dan bersosialisasi dengan teman
sebaya, proses pembelajaran daring bagi anak-anak yang sudah sekolah atau belajar di taman
kanak-kanak/taman bermain/day care, kegiatan keseharian di rumah yang monoton, dan lain
sebagainya. Situasi ini dapat membuat anak-anak merasa tidak nyaman dan tertekan (stress).
Anak-anak harus belajar dan diajarkan untuk beradaptasi dengan situasi ini agar memiliki
ketangguhan emosional (emotional resilience) sebagai bekal di masa depan. Resiliensi emosi
merupakan kemampuan anak-anak untuk mengelola perasaan-perasaan yang muncul dan
mengatasi stress dalam kehidupan sehari-hari, dan juga dalam menghadapi peristiwa-peristiwa
penting dalam hidup.
Penting bagi anak-anak untuk memiliki ketangguhan emosional yang baik agar mereka
memiliki media untuk memahami dan berbicara tentang perasaan mereka dan berhasil bangkit
kembali dari situasi sulit yang mereka hadapi. Kemungkinan kecil bagi anak-anak yang
memiliki ketangguhan emosional menggunakan cara-cara yang tidak tepat dalam mengatasi
masalah, misalnya menghindari masalah, membuat keributan, atau mengandalkan orang lain
dalam penyelesian masalah. Ketangguhan emosional anak merupakan hal yang penting untuk
kebahagiaan, kesejahteraan, dan keberhasilan hidupnya di masa depan.
Karakteristik anak-anak yang memiliki ketangguhan emosional yang baik dapat dilihat dari
beberapa kemampuan yang dimiliki, antara lain memiliki kepedulian pada orang lain dan
terampil secara sosial; mampu memahami dan peka terhadap kebutuhan orang lain; memiliki
kemampuan mengelola perasaan-perasaannya dan mengatasi perasaan-perasaan negative
sehingga perasaannya membaik kembali; dan mampu mengatasi stress, misalnya saat
menghadapi kejenuhan berada di rumah sehari-hari dan kerinduan bermain dengan teman-
temannya.
Untuk mengembangkan ketangguhan emosional anak, ada beberapa komponen dasar yang
perlu distimulasi perkembangannya, antara lain (1) kemampuan mengenali, memahami, dan
menerima perasaan-perasaan yang muncul; (2) kemampuan mengungkapkan perasaan-perasaan
secara tepat; (3) kemampuan mengembangkan pandangan-pandangan positif, seperti bersikap
optimis, menunjukkan ketertarikan terhadap sesuatu, merasakan kepuasan; (4) kemampuan
mengembangkan cara yang tepat untuk mengatasi stress; (5) kemampuan mengatasi perasaan-
perasaan negatif dan situasi-situasi yang tidak menyenangkan; dan (6) kemampuan menghadapi
peristiwa-peristiwa hidup tertentu yang menimbulkan stress. Kemampuan-kemampuan tersebut
dapat ditumbuhkan seiring dengan perkembangan anak.
Beberapa cara sederhana untuk menyediakan lingkungan yang mengasuh dan
menumbuhkan resiliensi emosi pada anak-anak ditengah masa pandemic Covid 19. Zhang &
Lee (2020) menyarankan untuk mempraktekkan 3R (Reassurance, Routine, dan Regulation).
1. Reassurance
Anak-anak perlu mendapatkan kepastian mengenai apa yang sedang terjadi. Berikan
penjelasan pada anak secara jujur dan jelas mengenai situasi pandemic Covid 19 yang terjadi
dan dampaknya, misalnya mengapa anak-anak dibatasi ruang bermainnya, mengapa sekolah
atau day care nya diliburkan, dan lain sebagainya. Komunikasi dilakukan menggunakan bahasa
yang sesuai dengan usia anak. Hal ini akan menumbuhkan pemahaman anak mengenai situasi
yang ada. Selain itu, perlu juga diinformasikan pada anak-anak, bahwa yang menghadapi situasi
ini adalah semua orang, dan saat ini sedang bersama-sama berusaha melewati situasi ini.
Bangun harapan bahwa situasi ini akan berakhir, meski entah kapan.
Orang tua sebagai role model bagi anak-anak. Cara orang tua menghadapi situasi ini akan
mempengaruhi bagaimana respon anak-anak. Orang tua sebaiknya menjelaskan bagaimana
perasaannya terhadap situasi ini dan mengekspresikan perasaan secara sehat. Hal ini akan
membuat anak juga merasa aman dan nyaman dalam mengeskpresikan perasaannya mengenai
situasi ini. Memotivasi anak dengan kata-kata yang positif membuat anak-anak
mengembangkan keamanan psikologis.
2. Routine
Pandemi Covid 19 ini berdampak pada perubahan kehidupan manusia, misalnya biasanya
bekerja di kantor, maka pada Pandemi ini lebih banyak bekerja dari rumah, belajar secara online
dari rumah, dan silaturrahmi tidak lagi mendatangi tapi virtual, serta hampir seluruh kegiatan
keseharian berada di rumah. Hal berakibat pada perubahan rutinitas dalam kehidupan sehari-
hari yang sudah dijalani sebelumnya. Untuk beradaptasi dengan perubahan-perubahan tersebut
dan terbentuknya kebiasaan normal baru, maka perlu dibuat perencanaan kegiatan rutin yang
dilakukan dalam keseharian seluruh anggota keluarga.
Beberapa hal bisa dipertimbangkan dalam merumuskan jadwal aktivitas sehari-hari di
rumah antara lain: libatkan anak dalam membuat perencanaan kegiatannya sehari-hari, mulai
bangun tidur, belajar, bermain, dan beraktivitas lainnya. Anak-anak diberikan kebebasan untuk
mendesain jadwal yang mereka buat, misalnya dalam bentuk gambar, diagram, atau bentuk-
bentuk yang lainnya. Buat kesepakatan dengan anak-anak mengenai evaluasi pelaksanaan
rencana aktivitas sehari-hari yang sudah dijadwal. Perencanaan tidak harus sempurna, namun
terbuka untuk dilakukan evaluasi dan pembenahan scara bersama. Setelah selesai, pasang
jadwal tersebut di tempat yang mudah dilihat oleh anak-anak, sehingga secara tidak langsung
memudahkan mereka untuk mengingat jadwal yang telah dibuat.
3. Regulation
Perkembangan self regulation (kemampuan anak dalam mengelola dan mengeskpresikan
emosi) pada anak membutuhkan dukungan orang tua. Pada saat ini, anak-anak mengalami
banyak emosi yang sama dengan orang dewasa, namun anak-anak cenderung mengkespresikan
emosinya dalam bentuk fisik, misalnya berteriak, menangis, menendang, menghentakkan kaki,
dan merusak mainan. Hal ini karena anak-anak belum banyak memiliki pengendalian diri yang
baik dan ketrampilan berbahasa dalam mengekspresikan emosinya.
Beberapa tips yang dapat dilakukan oleh orang tua untuk membantu perkembangan self
regulation anak: (1) Bantu anak untuk mengenali dan memahami perasaan mereka. Misalnya
rasa rindu dengan teman-teman atau guru di day care atau taman kanak-kanak, kesepian di
rumah karena anggota keluarga yang lain sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, atau
perasaan bosan karena hanya di rumah saja, merasa senang ketika berkomunikasi secara online
dengan saudara lain, dan lain sebagainya. (2) mendorong dan mengajari anak untuk
membicarakan perasaannya, baik dengan kata-kata, gambar, buku, atau yang lainnya. Dapat
menggunakan media yang dekat dengan kehidupan sehari-hari anak. (3) Ajak anak untuk
mendiskusikan strategi untuk mengatasi perasaannya. Berikan contoh dan alternatif pilihan
strategi, (4) memotivasi anak untuk terlibat dalam aktivitas yang membantu mereka
mengembangkan self regulation, (5) Batasi waktu untuk mengakses media sosial atau berita-
berita mengenai Covid 19 atau yang lainnya.
Sejalan dengan hal tersebut, beberapa strategi yang bisa diajarkan pada anak-anak bila
dalam keadaan stres atau frustrasi, anak-anak dapat diajarkan untuk mengembangkan strategi
pengatasan; (a) Melakukan relaksasi sederhana dengan menarik nafas panjang dan
membuangnya pelan-pelan, senam jari, diam sejenak, (b) atau melakukan aktivitas fisik untuk
meredakan kecemasan seperti bermain, lari-lari kecil, peregangan/yoga, (c) Mendorong anak
untuk menjadi dewasa pada saat membantu menyelesaikan konflik dengan saudara, (d)
meminta giliran pada saat orang lain tidak mau berbagi, (e) meminta pelukan pada saat merasa
sedih, (f) Menemukan tempat tenang untuk menenangkan diri, misalnya di kamar dan bersama
mainan kesayangannya, (g) Terus berlatih. Memotivasi anak untuk menggunakan setiap
kesempatan yang ada guna melatih self regulation nya, membicarakan dan mempraktekkan cara
mengatasi emosinya.
Mengenalkan pendekatan spiritual-religius pada anak-anak juga penting untuk dilakukan,
misalnya memberikan pemahaman bahwa situasi Pandemi Covid 19 terjadi atas kehendak
Allah, untuk itu pada situasi ini anak-anak diajak untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah
melalui beribadah bersama, berdoa, dan menjalankan nilai-nilai agama dengan baik dan benar.
Ketika dalam kondisi stress dan tertekan, anak-anak dapat diajarkan pendekatan spiritual-
religius dalam mengatasinya, misalnya dengan berwudhu, melakukan sholat, membaca Al
Qur’an, dan mengucapkan kalimah-kalimat Thoyyibah. Dengan pendekatan spiritual-religius
akan menguatkan perkembangan kecerdasan spiritual-religius anak. Anak-anak akan belajar
untuk menghadapi pengalaman-pengalaman tersebut.
Anak-anak adalah generasi yang akan meneruskan kepemimpinan bangsa di masa depan.
Dalam perjalanan panjangnya menuju impian masa depan, anak-anak akan mengalami situasi
sulit dan tidak menyenangkan. Ketangguhan emosional mempengaruhi hubungan anak-anak
dengan orang lain, dan hal ini terkait dengan toleransi dan empati, kemampuan pribadi dalam
menghadapi stres, dan pencegahan terhadap munculnya masalah-masalah emosional. Disinilah
ketangguhan emosional (Emotional Resilience) anak merupakan hal yang penting untuk
kebahagiaan mereka dalam jangka panjang, kesejahtaraan, dan keberhasilan hidupnya di jangka
panjang.

Orang Tua Juga Harus Sehat Dan Bahagia


Orang tua menjadi role model bagi anak-anak. Anak-anak akan memperhatikan jika orang
tuanya merasa cemas, depresi, putus asa, dan/atau kelelahan kronis. Perasaan ini dialami oleh
banyak orang tua pada saat menghadapi perubahan kehidupan karena Pandemi Covid 19 ini.
Untuk itu, agar bisa merawat anak-anak dengan baik dan menjadi teladan yang positif, maka
orang tua juga harus menjaga diri sendiri. Menjaga kondisi fisik dan psikologis, serta spiritual
agar tetap sehat dan bahagia. Merawat diri sendiri sangat penting karena kita tidak tahu sampai
kapan Pandemi Covid 19 ini akan berakhir. Karena keadaan berubah setiap hari, sangatlah
penting untuk memikirkan kesehatan mental dalam jangka panjang. Bila orang tua mengalami
kesulitan dalam menghadapi situasi ini, jangan segan-segan untuk meminta bantuan dan
dukungan pada orang-orang di sekelilingnya. Situasi Pandemi Covid 19 ini kita hadapi bersama-
sama, maka untuk melewatinya maka kita harus saling menguatkan dan bergandeng tangan.

#Salam Sehat Dan Bahagia

Anda mungkin juga menyukai