Anda di halaman 1dari 3

NAMA : ABEL ALIFIANSYAH

NIM : 211041341991002

Matkul : Pendidikan agama islam

SOAL
Misi utama PAI di Pendidikan tinggi adalah membina kepribadian mahasiswa secara utuh
dengan harapan bahwa mahasiswa kelak akan menjadi ilmuwan yang beriman dan bertakwa
kepada Allah Swt., mampu mengabdikan ilmunya untuk kesejahteraan umat manusia.

Pelajaran agama adalah pelajaran wajib dalam kurikulum Sekolah Dasar (SD) hingga
Perguruan Tinggi (PT), dan pendidikan agama Islam adalah salah satu dari pelajaran wajib
tersebut.

Pendidikan Agama Islam berorientasi pada pembentukan pribadi yang berakhlak mulia, tidak
hanya memberikan pengetahuan semata, namun juga merealisasikan dalam bentuk kegiatan
keagamaan. Oleh karena itu, untuk mengetahui apakah peserta didik mengamalkan nilai-nilai
yang Islami dalam kesehariannya ataukah tidak, setelah memperoleh pengetahuan agama dan
mengikuti kegiatan keagamaan di Perguruan Tinggi. Apabila melihat beberapa pendapat di atas
mengenai pengembangan PAI, betapa pentingnya adanya pengembangan PAI yang tidak hanya
dilakukan pada tingkatpendidikan dasar dan menengah saja, melainkan pada tingkat pendidikan
tinggi-pun semestinya dilakukan pengembanganpengembangan yang megacu pada pola
perubahan masyarakat dan kebutuhan peserta didik atau mahasiswa. Sehingga diharapkan
Pendidikan Agama Islam dapat menjadi dasar atau pijakan dalam kehidupan mahasiswa baik
selama proses pendidikannya dan terlebih dalam kehidupan setelah masa pendidikannya selesai.

Pendidikan Agama Islam berorientasi pada pembentukan pribadi yang berakhlak mulia, tidak
hanya memberikan pengetahuan semata, namun juga merealisasikan dalam bentuk kegiatan
keagamaan. Oleh karena itu, untuk mengetahui apakah peserta didik mengamalkan nilai-nilai
yang Islami dalam kesehariannya ataukah tidak, setelah memperoleh pengetahuan agama dan
mengikuti kegiatan keagamaan di Perguruan Tinggi. Apabila melihat beberapa pendapat di atas
mengenai pengembangan PAI, betapa pentingnya adanya pengembangan PAI yang tidak hanya
dilakukan pada tingkat pendidikan dasar dan menengah saja, melainkan pada tingkat pendidikan
tinggi-pun semestinya dilakukan pengembanganpengembangan yang megacu pada pola
perubahan masyarakat dan kebutuhan peserta didik atau mahasiswa. Sehingga diharapkan
Pendidikan Agama Islam dapat menjadi dasar atau pijakan dalam kehidupan mahasiswa baik
selama proses pendidikannya dan terlebih dalam kehidupan setelah masa pendidikannya selesai.
Berbicara mengenai pengembangan pendidikan agama, beberapa pemikir dan pemerhati
pendidikan agama memilki sebuah teori dan konsep dalam mengembangkan pendidikan agama
sebagai upaya menjadikan pendidikan agama benar-benar terinternalisasi dalam diri peserta didik
dengan keragaman potensi dan keahliannya. Sebut saja John F. Haught yang merupakan seorang
teolog Katolik Roma yang mencoba menjadikan agama sebagai kofirmasi dalam sains yang
disebutnya sebagai Theology of Evolution, mengatakan bahwa: “Science, to be more specific,
cannot even get off the ground with out rooting itself in a kind of priori “faith” that the universe
is rationally ordered totally of things”

(Haught, 1995: 21)

Oleh karena itu, sains tidak mampu berdiri sendiri, tetapu ia bergantung pada entitas yang
sifatnya permanen tersebut. Haught mendefinisikan nilai permanen tersebut sebagai sumber
inspirasi yang akhirnya menghidupkan dan mengembangkan lebih jauh eksplorasi ilmiah. Hal
yang bersifat tetap dan selalu mendasari sains tersebut adalah “iman” (faith) bahwa alam semesta
bersifat teratur (beserta hokum yang menyertainya) dan rasional. Dalam membangun sebuah
bangunan yang integrative antara sains dan agama Haught menawarkan pembacaan epistimologi
bahwa sains selalu mengakar pada iman yang di dalamnya agama memberi definisi yang sangat
jelas. Disinilah Haught memberikan pendapat bahwa sains tidak dapat terlepas dari
keimanan/agama (Haught, 1995: 22).Semangat perlu adanya dialog atau integrasi antara agama
dan sains dan atau dengan keilmuan lainnya telah dilakukan pula oleh beberapa pakar dan
pemerhati pendidikan islam di Indonesia. Seperti Amin Abdullah dengan kerangka jaring
epistemologinya mencoba mengintegrasikan antara keilmuan agama dengan keilmuan lainnya
seperti, sosiologi, psikologi, antropologi, fenomenologi, folologi, dan lain sebagainya.

Dalam sebuah pengabdian mahasiswa,mahasiswa dituntut menimba ilmu yang harus dibarengi
dengan kerendahan hati.Dalam konteks perguruan tinggi bidang kesehatan sangat memerlukan
ilmu agama baik bagi diri sendiri maupun kepada pasien.

Seringkali kita melihat makna sehat apabila seseorang secara fisik selamat dari penyakit, padahal
hakekat sehat itu adalah; Apabila seluruh komponen kepribadian yang tediri dari: Fisik, psikis,
spritual, sosial (Bio psycho, ritual, socio well being) dalam kondisi normal dan berfungsi
sebagaimana mestinya. Untuk mewujudkan kesehatan yang komprehensif tersebut, utamanya
dari komponen kejiwaan modal dasarnya adalah; meyakini sepenuh hati sifat-sifat dan perbutan
Allah Yang MahaAdil, Maha Penyayang, Maha Pembalas, dan sifat sifat`sifat lain yang dikenal
dengan (Asmaul Husna). Telah menjadi keyakinan orang beriman, bahwa keyakinanya tehadap
hal tersebut akan melahirkan rasa optimis, positif melihat kehidupan, tabah menghadapi
tantangan, cobaan, dan seluruh persoalan seperti apapun dianggap ringan, karena jiwanya
memiliki nur/ cahaya dan rasa tentram yang tidak bisa ditukar dengan nilai apapun yang lain.
Dalam fenomena modern aspek spritual diakui sebagai unsur terpenting dalam menyelesaikan
problema kejiwaan, dan ritual keagamaan menjadi model therapy yang sangat efektif terutama
bagi client muslim imigran Amerika dan Eropa. Hamid Zahron menyebutkan: Agama sebagai
sarana untuk mewujudkan keimanan, kedamaian, dan ketenangan jiwa. Agama menurutnya
merupakan anugrah Allah demi kemaslahatan manusia agar hidupnya berjalan normal. Agama
akan membawa manusia pada keimanan, dan akhlak dan amalan sholeh akan membawanya pada
kesehatan mental. Agama adalah kasih sayang, keikhlasan, kebahagiaan, kedamaian, dan
keselamatan.Menurut Ibnu Kholdun dalam Mukaddimahnya menjelaskan: Masyarakat Arab
tidak memperoleh kemulian tanpa memiliki stempel agama dari kenabian, dampak besar agama
sangat urgen, karena meraka memiliki krakater jelek dan sulit menghargai orang lain, berkrakter
kasar, sombong, dengki dan tidak koperatif.Dengan energi iman manusia bisa menerima nilai-
nilai yang baik meski ia harus menanggung beban, tanggung jawab, dan kesulitan. Iman sangat
efektif untuk mengubah dan mengembangkan typical kepribadian manusia dalam persepsi,
ideology, obsesi, prilakunya.

Anda mungkin juga menyukai