Anda di halaman 1dari 19

P: Penanya

N: Narasumber

P Jadi total belajar jurnalistik sudah berapa lama?


N Hmm, kalau total belajar jurnalistik nggak ada yang formal sih, mbak, belajar jurnalistik
itu, nggak formal belajar di kampus.
UI kemarin apa ambilnya?
Hubungan Internasional, terus S2-nya Komunikasi Internasional. Jurnalistiknya nggak ada
sama sekali sebetulnya. Tapi dari kuliah S1, ikutan lombanya tuh lomba jurnalistik gitu.
Dan sekarang teman-teman yang seangkatan dulu lomba udah ada Fristian di Kompas TV,
ada Rivai Pamone di Metro TV, kayak gitu-gitu sih.
Oh, itu dulu suka lomba bareng?
Satu batch, lomba bareng
Lomba di mana?
SCTV Goes To Campus, Unpad Photograph Fair, di mana-mana
Oh, rajin ya
Rajin dulu, rajin. Dan bisa kerja di Berita Satu mungkin salah satunya dari sumbangsih
lomba itu. Kenal Pak Don Bosco, Ricardo, itu dari SCTV Goes To Campus, larena saya
menang waktu tahun 2010, sempet di SCTV, tapi dapat beasiswa ke Kanada itu, saya
memutuskan untuk pilih ke Kanada, lalu saya tinggal
Beasiswa apa di Kanada?
Leadership dari kementerian luar negeri Kanada
HI-nya kapan lulus?
Saya 2008
Kita ada lho mata kuliah komunikasi internasional
Ya, ya, itu S2 saya sih
S2-nya di mana sih?
Saya di London School of Public Relation Jakarta
Jurusan?
Komunikasi Internasional, spesifikasinya sebenarnya saya komunikasi politik, tapi jurusan
saya komunikasi internasional
Satu setengah tahun di media, tapi langsung pegang istana?
Itu mungkin such a privilege for me kayaknya ya, karena kantor percaya mungkin,
yasudah. Dan ketika agak disuruh sedikit, bukan bohong ya, tapi buat lain ke istana, kalo
ditanya ‘sudah berapa lama?’ ‘4 tahun’ gitu, karena minimal 4 tahun. Tapi kan kita sudah
bawa CV, ketika kita bawa CV, dan CV kita lulus, yasudah
Iya, karena ada latar belakang gitu juga kan, ikut lomba
Ya, sebenarnya seperti itu sih
Terus kita kan sering ngobrol juga soal istana nih sebenarnya, karena pernah juga Pak
Ambang pernah ngepos lama di istana
Oh ya, di istana ya
Dia pernah berantem sama Pak SBY juga, pernah dijadikan tersangka oleh Pak SBY juga
karena memberitakan secara faktual
Wow, itu keren sekali
Tapi kayaknya sekarang beda ya, istana sekarang sama dulu, katanya gitu?
Banyak cerita sih, banyak sharing, beda banget dulu sama sekarang. Mungkin dulu SBY
jarang sekali dekat sama jurnalis, katanya seperti itu, susah di-doorstop
Iya kita harus nulis dulu ke…
Harus ada izinnya dulu ke kepala biro. Sekarang berbalik 360 derajat
Yang di Elshinta, mas Teguh masih di situ nggak?
Siapa?
Elshinta, Teguh
Mas Teguh masih
Itu kayak ga pernah diganti dia
Iya, dia kayaknya sudah dekat
Sama yang ibu-ibu itu lho, Kompas ya? Yang dari Ambon itu
Oh iya, masih dia. Itu Investor Daily dia
Oh, aku pikir di Kompas. Baik banget, terus suaranya besar banget ya.
Sekarang masih dia
Kayak tak tergantikan di istana ya
Ya, sekarang berbalik, Jokowi sangat senang diwawancara, menteri-menterinya juga
gampang banget
Jadi belajar jurnalistiknya di mana, Mas? Secara formal di Berita Satu atau di mana?
Ada beberapa mata kuliah yang berkaitan dengan jurnalistik sebenarnya. Tapi untuk
degree, saya nggak belajar, jurnalistik secara degree ya. Tapi kalau misalkan ditanya dari
mana, ya ada beberapa mata kuliah saya dapat di situ, dan juga dari pengalaman
Kalau di Berita Satu?
Oh, ada pelajarannya, ada pelatihannya, 6 bulan pertama
Oh, dilatih juga ya?
Dilatih, kelas total, pemberitaan, perspektif pemberitaan seperti apa yang komplotasinya
Berita Satu, naskah, live report, yang kayak gitu-gitu sih, mbak.
Termasuk kode etik, undang-undang?
Ya, semua dipelajarin
Kalau cerita soal kemarin tuh, sebenarnya saya kurang paham banget kejadian kalau di
Mas Adit itu kenanya yang pas tanggal berapa, terus kejadiannya apa Mas?
Oke, pada saat itu ketika 411, bener ya 411, kan ada…
411, ada 212
411, yang pertama kali, yang pecah. Nggak ada ekspektasi bakal seperti itu endingnya,
tapi memang saya waktu itu di tim yang siang, kebetulan pagi lancar jaya. Ketika masuk
salat asar menuju ke magrib, itu sudah mulai intens, dan saya di situ sudah mulai live
report, di situ ish saya merasa intimidasi itu kencang sekali ya pada awalnya. Intimidasi itu
terjadi bukan sama Berita Satu awalnya. Namun teman-teman dari Metro TV dan Kompas
TV, yang memang sudah sejak awal diklaim sebagai TV kafir, seperti itu, teman-teman
Kompas dan Metro mengganti seragam mereka, tidak memakai cube mereka ketika live,
pakai baju biasa, namun mereka ditandai gitu. Itu akhirnya mereka memilih mundur dan
Berita Satu kita memiliki porsi yang lebih karena saya tepat berada di depan dari mobil
orasi. Pada awalnya lancar jaya, karena komunikasi yang saya pelajari, ya Berita Satu kita
memberitakan seimbang, walaupun memang secara garis besar kita lebih mendukung
pemerintah, seperti itu. Namun ada teriakan penonton ‘Berita Satu yang punya itu Lippo
Group, yang punya itu Cina, seperti itu. Akhirnya setelah itu kita jadi bulan-bulanan.
Dimulai dari ketika, saya ingat banget, ketika gas air mata itu sudah pecah tepat di atas
kita, kita langsung pakai odol, mereka pakaikan saya odol gitu, kita sama-sama saling
bantu. Tapi memang distorsi komunikasi saya sangat besar sehingga orang bilang ‘pukul
dia’, orang akan pukul gitu. Dan saya live naik di atas mobil polisi yang membawa
makanan padahal untuk mereka, itu dibakar, dan saya mencoba untuk bilang ‘jangan,
jangan dipukul, jangan dibakar, ini mobil untuk kalian’. Akhirnya saya memaksakan
kameramen saya untuk mengambil gambar itu, dan mereka di situlkah mulai bentrok.
Mereka menjatuhkan kamera kita, kita didorong, dipukul, saya nggak tau siapa yang
mukul saya, jam tangan saya hilang satu lagi nggak tau ke mana
Itu memang lagi berdua posisinya?
Hmm, satu tim itu ada 8 orang. Tim live itu saya, kameramen ada tiga orang—1
kameramen utama, satu kameramen itu mengamankan SNG kalau live, satu kameramen
itu untuk mengamankan suasana. Atau tiga reporter—saya dan dua kameramen itu feeding
informasi ke saya. Kita kumpul ketika didesak, kita semua kena bulan-bulanan dari massa
semua. Ada teman saya, Stanley, dipukul kakinya, tapi dia balas mukul. Kalau saya ketika
itu saya minta maaf, karena saya rasa saya akan kalah jumlah gitu, jadi yasudah
Yang kena itu orang Berita Satu semua?
Berita Satu, ya, termasuk ada anak magang ikut, pilot SNG dan pilot saya itu ikut uga dan
kita semua kena bulan-bulanan. Ketika saya inventaris gitu kan ditanya ‘lu diapain, lu
diapain, lu diapain?’ Dan pada bilang ‘gua dipukul kepalanya, gua dipukul bahunya, gua
nggak tau siapa yang mukul gua’, kayak gitu. Jadi intinya kita semua kena serangan
mereka
Berhenti ketika?
Berhenti ketika kita masuk ke hutan Monas, ketika itu masuk hutan Monas mereka udah
ngejar kita, intinya mereka ngusir kita
Posisinya dari mana, Mas?
Dari depan Istana, tepat sekali depan gerbang silang Monas itu lho
Mobil SNG di dalam gerbang?
Di dalam Monasnya, livenya di luar. Kita disuruh mundur intinya. Sambil kita mundur,
mereka memukuli kita. Tapi mungkin yang saya appreciate sama pengalaman waktu itu,
saya berhasil membuat kamera tetap on, sehingga pemirsa tau apa yang saya rasa. Buka
saya ingin me rekonstruksi realita, tapi itulah yang kita hadapi. Dan saya kecewa sama
sejumlah oknum yang membuat pemberitaan ini menjadi nggak bagus.
Apa? Perkataan apa yang membuatnya menjadi…
Awalnya, boleh dilihat, Mbak Vika, itu di Youtube saya, saya sangat berimbang, saya
tidak membawa ke kiri ke kanan. Saya sangat mengapresiasi mereka yang aman, saya
bilang lagi kalau ini mudah sekali dipancing, tapi akhirnya mereka pecah juga. Dan saya
banayk menemukan kalau orang-orang itu adalah orang-orang yang menurut saya bukan
dari kalangan Islamiah
Antara yang pagi dan yang sore itu…
Beda, beda sekali
Bisa dilihat dari apa?
Gaya mereka berpakaian, dari gaya mereka berbicara, dan saya mencium bau alkohol di
beberapa mulut mereka ketika saya keluar, dan kebanyakan dari mereka mengumpulkan
batu, mereka bilang saya beritakan. Mereka mengumpulkan batu untuk apa, saya tanya,
ternyata mereka untuk menimpukkan polisi, dan saya memberitakan itu, mereka marah.
Padahal hal-hal seperti ini menurut saya ya diluruskan, walaupun komplotasi saya
mendukung pemerintah pemberitaan saya, namun secara moral sebagai jurnalis, ya kita
harus memberitakan sesuatu yang benar. Dan ketika kita mengetahui itu salah, ya kita
harus bilang itu salah.
Mengenaki mereka nggak, Mas?
Secara personal sih nggak, secara grup saya sempat berbincang dengan mereka, karena
mereka sempat menginterview kita dari TV apa, ‘jangan kayak Metro ya’ katanya, mereka
sempat mengetes kita ‘Mas wartawan, ini berapa nih jumlah kita?’ gitu. Mereka maunya
dibilang jutaan. Tapi saya dapat pesan dari produser saya, jangan bilang jutaan. Jadi itu
yang saya hadapi kemarin
Identifikasi seragamnya mereka gimana?
Hmm, seingat saya mereka semua memakai baju putih, namun beberapa dari mereka
menggunakan atribut yang lebih mencirikhaskan mereka, seperti kain yang diikatkan di
sini berlafalkan tulisan Arab, saya tidak bisa membaca, membawa bendera-bendera hitam,
hijau, dan lain-lainnya. Saya tidak mengenali mereka dari mana
Terus habis itu kejadiannya, habis mundur ke hutan?
Habis mundur ke hutan, kita balik ke mobil SNG, kita semua lepas seragam
Oh, itu pakai seragam?
Pakai seragam, semua lengkap. Ternyata kita doang yang masuk pakai seragam, kita, TV
One, dan itu doang, dua TV itu yang pakai seragam, yang lainnya sudah lepas seragam. Itu
salah satu kebanggan saya sebenarnya, kita ternyata masih pakai seragam ketika mobil
terakhir, sedangkan TV lain sudah tidak memakai seragam. Akhirnya kita memtuskan
untuk lepas seragam, koordinasi sama produser lapangan, dibilang tutup, karena ini
sudagh mengancam keselamatan tim. Kita tutup, SNG tutup, kamera disimpan, kita semua
diobati yang luka-luka karena ada beberapa yang baret, itu diobati. Kita telepon kantor ‘ini
gimana?’. Kita nggak bisa keluar kan karena pecah, yaudah. Saya tetap live by phone pada
awalnya. Ketika live by phone saya disuruh naik lagi, tapi saya bilang saya sudah tidak
pakai seragam, tidak memungkinkan saya keluar lagi. Nah akhirnya yasudah, kita ga live
lagi, by phone aja. Namun pas jam 12 saya digeser ke daerah Jakarta Utara, jam 12
malam, karena waktu itu ada sweeping warga Tionghoa di kawasan, saya lupa namanya
apa, yang Alfamart dijarah itu, saya disuruh geser ke sana. Di sana itu suasananya jauh
berbeda, karena kepolisian itu sangat melindungi media. Pada saat 411 di Istana, ya polisi
tidak melindungi kita karena banyak sekali polisi tapi sibuk mengamankan Istana, karena
mereka sudah satu langkah lagi menuju Istana, itu yang saya dengar cerita dari teman
saya. Jadi polisi sibuk di sana, dan mereka tinggalkan mobil-mobil mereka, akhirnya
mobil tersebut yang dibakar dan yang dihancurkan. Kita sih nggak tau ya yang bakar itu
massa sendiri atau polisi sendiri, kita nggak tau, di luar teori apapun itu, tapi itu yang
terjadi, itu yang saya lihat
Yang di sana itu hanya polisi? Karena katanya ada TNI
Polisi dan TNI, itu semua tim gabungan. Ada juga tim khusus, saya lupa sebutannya apa,
mereka menggunakan gamis Islam dan mereka bersalawat, mereka baris paling depan
Tapi itu timnya aparat ya?
Tim aparat
Apa yang ada dipikiran setelah semuanya selesai?
I was thinking it’s too risky gitu, menikbang semuanya gitu—gaji, asuransi, dan lain-
lainnya—ini tida seimbang dengan resiko yang saya ambil. Mungkin bisa saja saya kena
lemparan batu, mata saya buta, udah saya nggak bisa kerja lagi, atau mungkin saya
ketembak sama apa. Tapi di luar itu ya ini dia tanggung jawab saya, dan saya merasa
senang berkesempatan mengalami suatu adegan—bukan adegan ya—suatu kejadian atau
peristiwa yang penting
Lapor polisi nggak?
Saya nggak, kita sharing sama kantor, kita sharing sama korlip ‘ini bagaimana?’, kita juga
nggak tau siapa yang melakukan itu sebenarnya, walaupun mereka tertangkap kamera kan
wajah-wajah mereka. Tapi dari atasan, dari owner juga tidak ada tindakan itu, jadi tidak
dilaporkan. Namun yang saya tau, sangat menyayangkan akhirnya dia mempost di
personal sosial medianya dia kalau tim Berita Satu itu kena salah satu tindakan
Namanya siapa?
Pak James
Itu berarti yang terakhir dari Berita Satu?
Iya
Semua media berarti sudah ada di belakang
Iya, kita doang yang masih di depan
Apakah ada media lain yang masih ada, seperti misalnya fotografer
Fotografer masih ada
Atau media online yang nggak pakai seragam?
Itu masih, karena saya ingat banget, di depan itu posnya Berita Satu itu di sini, TV One di
sini, dan CNN di sini, saya ingatnya paling luar
Istananya di mana, Mas?
Istana di sini
Wah, berarti paling dekat ya
Paling dekat karena kita naik mobil polisi, CNN dan TV One punya panggung sendiri di
sini. Saya tidak yakin media lain ada atau tidak, yang saya pastikan Net, Metro dan
Kompas sudah tidak ada di lapangan, mereka sudah di SNG-nya masing-masing karena
mereka lebih memilih mundur. TV One balik, saya ingat banget mereka bilang, ‘Wey,
udah gawat nih’, mereka lari ke belakang, tapi kita masih live gitu. Saya lihat CNN, teman
saya, Hanum, kameranya sudah nggak ada, kamera sudah nggak boleh, dan dia pake
handphonenya dia, saya ingat banget karena saya lihat postingan dia di media sosialnya
dia. Di luar itu, saya sudah nggak lihat lagi Hanum di mana posisinya, dan kita doang
yang ada di depan situ, dan akhirnya kita mundur juga.
Kena di mana sih, Mas, persisnya dipukulnya?
Saya dipukul itu di kepala, itu seperti digituin, ditoyor-toyor gitu, saya nggak tau siapa
yang menoyor saya, jam saya ditarik sampai putus dan hilang, kalau saya pribadi itu,
pukulan dan jambretan jam tangan
Dan mereka bukan melakukannya di depan Mas, tapi kayak yang mukul dari belakang?
Betul, saya merasa copet atau maling yang ketangkep terus digituin
Mereka teriak apa, Mas?
Yang mereka teriak itu ialah aduh saya lupa ya Mbak ya
Termasuk kafir gitu?
Kayaknya nggak ya, kayaknya ke saya bukan kafir, sesuatu yang memojokkan kita yang
jelas, oh Cina, mereka meneriakkan kita Cina
Tapi memang dipastikan orangnya sudah berbeda ya, suasananya dari yang siang sama
yang sore?
Hmm, saya dapat pastikan beda, Mbak, karena pada siang hari, saya ingat banget, saya
sampai itu pukul setengah tiga sore, saya live di News Update 3 pukul 15. Mereka masih
bersalawat, walaupun memang Ahmad Dhani, Fadli Zon, Fahri Hamzah memang sudah
berkoar-koar, mereka masih tenang, mereka masih duduk di barikade mereka. Barikade itu
tidak bergeser, walaupun pada pukul 15 itu saya juga mengalami dorongan dari massa
ketika barikade kawat berduri tersebut ditarik semena-mena oleh mereka, yang tadinya
tempat wartawan semua di situ, mereka menarik mundur sehingga posisi kita tergeser.
Dan ketika sore hari, ini kebanyakan anak-anak muda, kebanyakan orang-orang yang
menurut saya sih mungkin hanya dimanfaatkan oleh sekawanan kelompok
Tapi kostumnya masih sama?
Masih sama
Jadi terkesan boleh dong orang-orang bilang ini orang yang sama
Ya, betul
Padahal siang itu damai
Ya, sorenya pecah
Ini kejadian pertama atau sebelumnya sudah pernah mendapat intimidasi? Lagi bertugas
yan ini posisinya
Kalau intimidasi, ini mungkin kejadian kedua kali ya, Mbak. Kejadian pertama itu ketika
pemberitaan masa penggusuran, itu saya di Kampung Ikan, di Luar Batang. Saya
mendapat intimidasi sih, preman di sana mengintimidasi saya karena pemberitaan saya itu
mereka nilai terkesan pro ke Ahok, walaupun pemberitaan saya itu lebih santai gitu, lebih
ke tengah. Saya mengabarkan apa yang benar dan apa yang salah. Mereka sudah dapat
surat peringatan tiga gitu, saya sudah bilang, kan saya live report, saya langsung tanya ke
dia ‘Ibu kan sudah dapat surat peringatan tiga’. Setelah saya live report tutup, sejumlah
orang mendatangi saya dan bilang ‘Lu jangan gitu dong, gimana sih lu, berita lu nggak
bener semua’ gitu.
Kalau kayak gitu gimana hadapinya?
Lebih persuasif sih, Mbak, kalau saya ya. Saya coba bilang ‘Kan saya kerja, Pak’,
blablabla, dengan alasan sama-sama mengerti gitu, dan saya mencoba memberitakan
dengan berimbang, seperti itu.
Waktu 414 itu persuasif juga atau gimana?
Oh, saya waktu 414, eh 411 ya, saya sempat lebih berani ya, Mbak, karena saya merasa
mereka sudah main fisik sama tim saya, walaupun pertama kali bukan saya yang dipukul,
tim saya, saya sempat dorong mereka gitu lho, ‘jangan seperti itu, kita media’
Sempat ngomong begitu?
Betul, saya sempat ngomong itu karena saya percaya media itu dilindungi sama Undang-
Undang, ya kita punya hak untuk melakukan tugas kita. Beda sama hal yang pertama.
Kalau yang pertama itu saya lebih persuasif karena mereka tidak main fisik
Terus tanggapan keluarga Mas?
Mereka sangat khawatir. Mama tuh sudah berkali-kali bilang ‘kamu ngapain sih gitu’. Jadi
sebelumnya saya kerja di Kemenpora, jadi stafnya Pak Imam Nahrawi, then I decided
untuk quit karena saya punya target, sebelum umur 26 saya harus kerja di jurnalis
Sekarang umur berapa, Mas?
Saya 26 tahun tahun ini, so dreams come true. Keluarga, khususnya Eyang di rumah itu
sangat khawatir ketika misal dikirm ke banjir, longsor, atau kemarin kerusuhan, itu pasti
mereka telepon saya, tapi saya berusaha untuk tidak mengangkat. Saya pernah berantem
malah sama Mama ketika 411 itu, saya lagi ribut, itu Mama saya telepon. Itu kan telepon
dipakai untuk live. Ketika dia telepon ya diignore. Hal seperti itu sih yang menurut saya
cerita tersendiri
Jadi mereka saja merasa pekerjaan menjadi wartawan itu tidak aman
Bukan tidak aman sih, lebih beresiko mungkin lebih tepatnya. Tapi saya berusaha
meyakinkan mereka lagi sih bahwa this is what I am looking for, ini sesuatu yang saya
cari, dan nanti kalau tua saya nggak nyesal gitu kalau saya nggak pernah nyobain jurnalis
Sebenarnya kalau secara personal, gimana sih kebebasan pers di, ini kita di Ibukota, yang
selama satu setengah tahun ini dirasakan?
Oke, kalau kebebasan pers ditanggapi saya, saya merasa Indonesia sudah mungkin satu
langkah lebih maju dibandingkan negara-negara lainnya, dibandingkan mungkin negara-
negara berkembang lainnya ya. Kalau kita berkaca dari kebebasan pers di Amerika
Serikat, ataupun kebebasan pers di Eropa mungkin, karena saya sempat studi itu juga
waktu S2, kebebasan pers di negara-negara maju, ternyata nggak semua Negara-negara
maju itu memiliki kebebasan pers yang Indonesia punya. Indonesia memiliki kebebasan
pers karena terkandung di dalam Undang-Undang yang melindungi pekerjaan kita.
Kebebasan kita berbicara juga diatur, dan ada lembaga yang mengayomi atau menjadi
paying bagi kta ketika kita mengalami diskriminasi oleh sejumlah pihak. Namun balik
lagi, pasti ada saja yang belum sempurna, kalau menurut saya, terutama mungkin
transportasi perusahaan ataupun political entrust dari masing-masing diri ataupun
company perusahaan itu membuat kita pers lebih sulit bergerak, mau ke kiri ataupun ke
kanan, nggak sesuai dengan hati nurani kita. Tapi saya kemarin di Istana berbicara sama,
kan sejumlah kepala negara berkunjung, saya banyak berbicara sama jurnalis dari negara
lain, terutama dari negara undeveloped countries, seperti dari Bhutan—oh bukan dari
Bhutan, maaf—Sri Lanka, lalu ada juga dari Pakistan, dan ada juga dari Afrika Selatan.
Tiga negara ini secara ekonomi masih di bawah Indonesia, terutama Afrika Selatan, tapi
secara kebebasan pers mereka bilang Indonesia lebih baik dibandingkan mereka. Misalkan
di Sri Lanka Colombo, media itu harus berpatokan dengan apa yang dikeluarkan oleh
birokrat. Misalkan saat ini Sri Lanka sedang head-to-head dengan Cina terkait masalah
hutang, yaudah pemberitaannya itu harus sesuai, mereka tidak bisa menerima pendapat
dari luar. Ketika bertanya ‘Bagaimana kebebasan pers di Indonesia? Bagaimana kamu
melihat potensi Cina di Indonesia?’. Saya melihat, dan ketika saya menjawab itu bukan
penuh gagasan ya, straight to the point dengan apa yang saya percaya, analisis dan data-
data yang saya punya, mereka kaget, ‘Kok berani banget ya ngomong kayak gitu’. Dan
kalau ada sesuatu yang saya bilang ‘Itu bukan hak saya untuk bicarakan, namun secara
analisis menteri ini akan menjadi seperti ini’, mereka bilang ‘Kok berani banget sih
ngomong?’ ‘Ya karena kita pers’ saya bilang gitu, karena itu tadi, kita diatur dalam
Undang-Undang, selama kita tidak memberikan berita hoax. Dan mereka meng-appreciate
itu semua, karena mereka nggak bisa melakukan itu di negaranya
Itu yang kejadian kemarin sempat dibantu oleh AJI atau Dewan Pers nggak?
Tidak.
Karena tidak melapor juga? Menurut Mas gimana?
Kalau menurut saya, lembaga-lembaga itu tanpa dilaporkan pun mestinta harus bisa
melihat, karena pemberitaan ini kan sudah naik, sudah viral ya. Mungkin kalau Berita Satu
tidak begitu terkenal, namun ada juga banyak, Metro TV, Kompas, banyak banget gitu,
yang ada diseret campers-nya, provokator melemparkan botol Aqua ke Kompas TV.
Mestinya mereka bergerak, siapa saja yang kena, oh Berita Satu. Karena di media kan kita
lingkungnya kecil ya, kita sharing, semua tau. Kalo Metro, Kompas, pasti, mereka pasti
bakal kena jadi bulan-bulanan.
Seharusnya kalau melihat mereka sekarang, peranan mereka apa sih, dalam hal-hal kayak
gini?
Harusnya mereka bisa menjadi penjembatan sih, Mbak, antara para jurnalis di lapangan,
apalagi yang baru-baru kayak kita, untuk tau sebenarnya ke mana harus melapor yang
paling dekat, apa keuntungan dan kerugian melapor. Karena selama ini saya berpikir sama
teman-teman saya yang di 411 kemarin, apa sih untungnya melapor, toh nggak ada apa-
apanya juga. Jadi we thinking that, yaudah, this is enough, apa yang terjadi di Monas
yaudah di Monas saja.
Memang nggak ada pelatihan untuk mengantisipasi kalau kejadian seperti ini?
Belum
Setelah ini?
Ada review dari apa yang terjadi di 411, tapi mereka lebih meng-appreciate apa yang
sudah terjadi, dan mereka menjadikan kita contoh, kalau misalkan mungkin ada kejadian
seperti itu ya harus berlaku seperti itu juga
Selanjutnya ditugaskan lagi nggak?
Kalau saya 212 ditugaskan lagi tapi siang, dan tidak terjadi apa-apa kan.
Ada yang diingatkanlagi nggak oleh kantor, karena itu yang pertama kan?
Oh iya. Safety first. Itu yang selalu korlip bilang ke kita pas liputan ‘keamanan ya,
keamanan dulu’
Bukan gambar dulu ya?
Bukan gambar dulu. Tapi itu dia, kita kalau di lapangan maunya gambar dulu, secara
naluri ya, walaupun kayak udah nggak aman. Tapi intinya saya selalu berkomunikasi
dengan kameramen saya kalau misalkan tidak aman ya saya bilang tidak aman, bungkus,
pulang
Selalu ada, kalau dulu kan ada skema harus berdua gitu, Mas? Ada skema gitu nggak?
Itu benar banget, Mbak, itu yang berubah di formasi Berita Satu. Semenjak kejadian 411
itu, kejadi penting seperti itu harus ada produser lapangan. Produser lapangan itu which is
kameramen senior, mereka memutuskan ini bisa diambil atau tidak, aman atau tidak, ada
tim utama live, seperti itu. Jadi kita nggak sendiri atau berdua, namun timnya banyak, ada
yang jaga ini, jaga ini. Jadi ketika kejadian kayak kemarin, kita bisa mungkin lari atau
meloloskan diri dengan mudah
Ada yang lebih memantau ya?
Betul, tanpa ada yang tercecer satu alat pun, yang katanya harganya mahal itu
Tapi nggak ada alat-alat yang rusak kan, Mas?
Kayaknya nggak sih, Mbak. Kamera kita aman, nggak sampai jatuh
Mas, sebenarnya, balik lagi nih, pindah dari pekerjaannya, mungkin orang pinginin juga di
Kemenpora, lalu kemudia pindah jadi jurnalis, sebelum umur 26 pengin merasakan hal itu.
Apa yang dipenginin sebenarnya. Apa sih yang Mas Adhit lihat dari seorang jurnalis itu?
Hmm, they are smart
They are smart or they must be smart?
Well, it could be both of them ya, mereka harus smart dan mereka terlihat smart. Itu
menurut saya sih. Karena saya suka sekali melihat CNN, Al Jazeerah, BBC, gitu deh.
They are smart, they now everything yang kita nggak tau. Dan yang saya sadari ketika
saya kuliah S2, jurnalis adalah garda terdepan untuk mengkonstruksi komunikasi massa,
dan itu yang menurut saya, saya ingin being a part of that. Saya suka sekali kerjaan di
bidang komunikasi apaapun itu, PR, jurnalis, saya suka sekali, dan construct reality,
membuat agenda setting, they refer idea. Itu a part of my dream, so ya
Maaf nih, Mas. Mas anak ke berapa?
Saya anak pertama dari empat bersaudara
Asli mana? Jakarta?
Asli Jakarta, tapi sebenarnya wong Solo
Ah, apalagi wong Solo gitu, apakah Mamanya ga sampai…
Eyang sebetulnya yang nangis-nangis. Eyang itu kalau ada apa-apa lebih baik saya ga
suruh tonton
Itu yang bikin sebenarnya jadi beban nggak sih itu?
Kalau dibilang jadi beban sih sudah banyak pengorbanan saya untuk mereka sih, Mbak.
Kalau boleh cerita sedikit, sebelum kerja di Kemenpora, saya kerja di PBB, di United
Nations, di New York, Amerika Serikat.
Jadi sebenarnya lulus tahun berapa sih, Mas?
Saya lulus S1 tahun 2012, S2 tahun 2013
Langsung berarti?
Saya langsung. Saya dapat program di Kanada, setahun di sana. Saya balik, di Indonesia
satu bulan. Saya nggak—bukan nggak tahan sih ya—I think that Jakarta or Indonesia is
too small for me so I need a bigger place to swim, so I move to Amerika Serikat, saya
pindah ke Denmark, maanfaatkan link, saya dapat di Konsulat Jenderal di Texas pada saat
itu. Enam bulan di Texas saya merasa this is not something that I’m looking for too
Kenapa?
Karena kerjaannya cuma bikin pidato, duduk di bangku, watching movie, bikin ringkasan
berita. Itu saya lakukan di kuliah, tapi kalau di kerjaan kayaknya nggak dulu deh.
Akhirnya saya mencerahkan diri saya dan disuruh ikut audisi UN, akhirnya saya buka
audisinya, it’s very simple, klik, klik, klik, interview via Skype, dan akhirnya saya lolos,
pindah ke New York 6 bulan, dan Eyang saya minta saya pulang. Alasannya itu ialah
Eyang itu tinggal satu, kalau misalkan Eyang kenapa-napa, Eyang mau kamu ada di
samping Eyang. That’s a thing that saya bilang pengorbanan yang saya lakukan. Sudah
banyak pengorbanan yang saya lakukan untuk menunda mimpi-mimpi saya. So kalau
misalkan saya masih dengerin Eyang saya untuk tidak di jurnalis, saya akan menyesal
nantinya. Aduh, maaf lho, Mbak.
Nggak apa-apa. Dulu Eyangnya pernah kerja atau gimana?
Nggak sih. Eyang Kakung saya kan, kalau insinyur pengembangan gitu, nah dia yang
pengelola kantinnya
Kalau orangtua kerja apa?
Kalau Papa saya di Telkom, di engineering. Kalau Mama saya ibu rumah tangga
Safe jobs semua?
Safe jobs semua
Kamu doang yang lari?
Iya, benar
Yang tiga masih kecil-kecil?
Bukan, yang kedua itu udah kerja di Gojek Indonesia sebagai, saya lupa, kalau nggak
salah sebagai penyedia barang dan apa. Adik saya yang ketiga itu chef, dia jago masak,
pastry, dia kerja di salah satu restoran di SCBD. Adik saya keempat masih SMK,
perempuan, dan dia ingin melanjutkan sebagai akpol, masuk akpol
Mas Adhit kalau bicara tentang jurnalistik kayaknya mukanya berbinar-binar gitu, jadi
sebenarnya enjoy banget gitu ya?
This is my passion sih, one of my passions, in journalistic.
Makanya tertarik untuk bekerja di sini, di jurnalistik?
Saya punya target, saya nggak akan lama, mungkin. Target saya itu satu per satu sudah
mulai tercapai. Jadi saya bilang saya nggak akan lama di jurnalistik. Saya harus coba nyari
satu, saya juga harus cobain studio rasanya seperti apa. Kalau misalkan mungkin sudah
terpenuhi itu semua, saya akan back to my track, saya pengin balik lagi ke pemerintahan
Let’s say, kenapa pemerintahan?
Dari SMP saya pengin jadi menteri luar negeri suatu saat nanti. Dan saya nggak tau ya,
saya itu mimpi masih kecil ya, tapi saya berusaha mewujudkan itu semua. Dan yang
membuat saya tetap bersemangat karena ketika saya bangun tidur ya ‘Oke, Dit, suatu hari
lu jadi menlu’. That’s my dream. Itu yang membuat saya menjadi nggak malas belajar,
baca buku. Karena saya takut kalah saing mungkin sama anak-anak baru yang pintar-
pintar, mungkin bisa lima bahasa, enam bahasa, chance-nya lebih kecil, jadi saya harus
upgrade, upgrade, dan upgrade
Setiap kali mau liputan, ada yang tanggung jawab pribadi nggak, Mas, misalnya ‘saya
memang harus tau informasinya’ kemudian atau misalnya ‘yang saya sampaikan itu harus
seimbang’, ada nggak yang kayak gitu?
Oh itu pasti. Jadi ketika saya tau saya mau dikirim ke mana, dulu sebelum posting di RI1,
saya lihat dulu nih, apa yang saya mau buat—misalnya ada LOT, SOT—ke mana, ada
agenda setting atau tidak. Misalkan kalau ada agenda setting, saya biasanya ditaruh itu di
liputan-liputan agenda setting, Mbak, karena mungkin kantor melihat saya bisa membuat
agenda setting itu kelihatannya flawless, biasanya program-program yang Good Job
Jakarta. Kayak misalkan pembangunan MRT ini dapat menekan nilai kemacetan,
blablabla. Saya dapat mem-package itu dengan mungkin cukup baik, jadi saya selalu
diposting di situ, dulu waktu di regular. Tapi kalau misalkan saya lihat, saya disuruh
posting atau disuruh liputan ke sesuatu yang lebih natural, misalkan bencana atau apa,
saya nggak ada sama sekali agenda setting. Saya tanya lagi, nggak ada agenda setting,
nggak ada titipan, saya harus memberitakan itu dengan seimbang
Apa yang disampaikan, apa yang ditulis itu kepikiran ga sih? Misal ‘saya harus baca ulang
nih, takutnya nanti salah’
Itu pasti, saya recheck. Saya biasanya membaca itu tiga kali naskah saya sebelum saya
kirim, saya baca lagi. Untuk menyampaikan info ketika saya nggak tau ya itu pasti saya
sampaikan daripada saya sok tau. Walaupun nanti akan screen sama produser, tapi
menurut saya, kita yang di lapangan yang tau, bukannya meng-underestimate produser ya,
tapi produser juga only human, terkadang mereka make mistakes. Jadi kalau misalkan kita
bisa membuat itu layak tayang dan lolos screen tanpa dicek sama produser itu akan lebih
baik
Apa sebenarnya tanggapan teman-teman, saudara, tentang seluk beluk atau budaya
jurnalis, waktu pertama kali jadi jurnalis atau live report?
Keren, mereka bilang keren
Ada yang bertanya ‘Kok bisa?’ gitu?
Oh, mereka sangat wonder banget, ‘Lu ngapain jadi jurnalis sih? Lu ngapain, Dit?’.
Something yang kayak gitu. Teman-teman seangkatan saya di Abang-None dulu, mereka
udah jadi manajer, mereka mungkin udah bisa ganti mobil CRV, something like that, mine
is not, tapi mungkin mereka stress kerjanya, dan saya enjoy. Dan saya bilang, saya ada di
track saya. Mereka sangat menyayangkan keputusan saya keluar dari Kemenpora,
menyayangkan saya balik ke Indonesia, menyayangkan saya mau bekerja di lapangan lagi.
Tapi mereka nggak melihat apa rencana besar di balik itu
Kalau Mas Adhit kan di sekelilingnya adalah wartawan Jakarta ya kebanyakan, siapa tau
udah pernah ke daerah-daerah juga. Secara garis besar, kalau di Indoenesia wartawannya
gimana sih?
Di Indonesia, better dibandingkan negara lain. Saya punya teman di Bandung, biro sih dia
di sana, biro TV lain ditugaskan di sana, biro Jogja. Mereka tidak bisa mungkin
bereksplorasi seperti apa yang bisa kita lakukan di Jakarta. Isu-isu seputar Jakarta lebih
seksi. Kesempatan kita untuk lebih dekat dengan isu lebih dibandingkan mereka di daerah,
kecuali di daerahnya itu lagi ada hot issue. Kayak misal di Bandung kemarin, teman saya
di Tival, kan kemarin Rizieq Zihab di Polda Jabar, media yang jadi central dan saya
banyak nanya sama dia
Tadi bilang sempat ikut Abang None?
Saya sempat ikut tahun 2011
Berarti kenal Arlista nggak?
Hmm, nggak, saya dari wilayah selatan
Kalau Jokowi Bastian, anak Jakarta Globe? Ada juga Adele anak UI komunikasi, lulus
tahun 2014-an kalau nggak salah
Kalau Ab-Non itu biasanya per angkatan, satu atau dua tahun di atas dan di bawah itu
biasanya kenal, atau dia masuk DKI provinsi pasti kita kenal
Kasus kemarin, Mas, trauma nggak sih?
Nggak. Awalnya trauma sih, kayak ‘Astaghfirullahalazim, astaghfirullahalazim’
Oh, kamu Muslim juga sebenarnya?
Saya Muslim
Setelah trauma, gimana Mas?
Ya balik lagi, ini resiko. Saya pilih jadi jurnalis kok, udah kerja enak, kenapa milih
keluar? Gitu sih
Berapa lama sempet takut atau gimana gitu?
Sehari ya, Mbak, just a day kayaknya
Waktu dikeroyok itu sempat kepikiran nggak, ‘Saya bisa mati nih’?
Iya, saya berpikir itu sih. Kalaupun saya meninggal, yang saya buat fun sih ya nama saya
ada di TV saya. Bahkan kita sering ledek-ledekan setelah kejadian itu, ‘Wah, ini kalau kita
mati ya, bentar lagi lu bakal dibikinin acara khusus nih’. Sampai gitu lho, Mbak, jadi itu
tuh dibuat joke gitu. Jadi ketika kamera saya dijatuhin pas 411 itu, semua teman-teman
kameramen saya di studio, presenter, itu tuh semua terdiam
Oh, itu pas lagi live?
Lagi live, kita lagi nananana, diserbu, makanya kan saya bilang muka mereka masuk
kamera kita, kamera kita langsung ‘duk’ jatuh ke bawah, tapi sempat diambil, udah cuma
suara doang. Makanya suara saya ngomong di sini, saya ngomong itu, ‘Jangan gitu dong,
Mas. Oke, ampun, kita mundur, kita mundur, jangan main kekerasan, kita mundur’. Saya
ngomong kayak gitu. Dan presenternya cuma kayak, ‘Iya.... Baik…. Adhit…. Adhit….’,
diam lama banget. Jadi kita udah lari, tapi telepon masih nyambung ke saya gitu. ‘Ya
itulah laporan terakhir dari rekan kita Adhitya Warman, kita akan coba hubungi kembali’,
kayak gitu doang sih jadinya. Baru di situ mereka teriak-teriak, ‘Gila lu ya, suruh tuh anak
pulang’. Jadi kayak presenter, semua itu udah pada ngamuk, dan mereka personal
Whatsapp, telepon ke saya
Dan itu mereka kesalnya di kantor, ‘Itu suruh mundur’?
Iya
Dan itu kedengaran di sini?
Iya
Itu yang menguatkan lagi…
Iya, betul, karena ternyata mereka care gitu lho. Ternyata even ke presenter pun, Egan,
yang mungkin saya nggak terlalu dekat sama dia, dia segitu pedulinya sama kita di
lapangan, kayak ‘Gila ya, gua nggak akan naikin lagi ya kalau sampai dia disuruh naik
lagi’
Oh, Egan ya?
Kevin Egan
Saya pernah dengar sih, soal ada produser-produser yang bagaimanapun caranya harus
tetap dapat
Oh, ya. Ada beberapa produser yang meminta kita untuk tetap ‘Udah lah, tetap naik’, gitu.
Tapi ada beberapa yang lebih memikirkan keselamatan
Kalo menurut Mas Adhit sendiri, dari pemerintah, dari polisi, tadi kita udah punya
perangkat Undang-Undang, tapi dari institusinya itu sendiri melindungi jurnalis nggak
sih?
Institusi itu maksudnya perusahaan?
Pemerintah, sebagai seseorang yang mewakili Undang-Undang tersebut, melalui polisi,
melalui hakim, pengadilan, apapun
Sudah, tapi belum maksimal. Sangat aman nggak sih bahasa saya. Saya merasa pasti sudah
ada usaha menuju ke sana, komunikasi pun, saya sudah beberapa kali baca, sudah terjadi,
demo pun sudah terjadi, kayak ‘Lindungi kita’, tapi eksekusinya belum maksimal, kalau
menuut saya. Atau mungkin menyebarkan informasinya itu belum maksimal
Ada nggak sih arahan untuk jurnalis sebelum liputan kayak gitu dari kepolisian? Kan
biasanya kita suka liput nih, kayak mereka upacara di Monas gitu, atau gimana
Ada sih, mereka berpesan nggak ada kepada para jurnalis, tapi biasanya tim polisi, TNI di
lapangan itu melindungi jurnalis, apalagi kalau misalkan jurnalisnya itu sudah mulai
dikeroyok. Kayak teman saya, Afkian, Metro TV, yang kemarin di Masjid Istiqlal, nggak
ada main fisik, tapi dia disiram Aqua, jadi dia cuma diam aja dan nggak ngaduin.
Termasuk Mbak Deasy Bow, yang disambit sama bambu, dia sudah melaporkan ke Polsek
atas personal, namun saat diajukan ke pusat, di sana tidak melakukan apa-apa. Jadi kalau
menurut saya belum maksimal
Termasuk di perusahaan ataupun pemerintah gitu?
Betul. Saya nggak tau kenapa, mungkin nilai kita kurang bermanfaat gitu ya
Ada kasus-kasus lain nggak, Mas, ke jurnalis, selain ini?
Saya pernah ngerasain, tapi itu mungkin belum tingkat bahaya ya. Oh, udah lho, saya udah
main fisik ya. Tapi saya belum bisa bicara apa-apa sih, Mbak, karena saya mengikuti
kasus-kasus itu, yang terbaru, termasuk yang kemarin, ya main aman seperti yang tadi
dibilang, main aman di kedua belah pihak antara pemerintah dan juga perusahaan. Saya
nggak ngerti, mungkin ada pembicaraan di balik itu yang nggak kita ketahui, tapi ya itu
yang saya lihat
Kira-kira bisa cerita nggak, Mas, kenapa Berita Satu jadi target?
Yang pertama, Berita Satu yang punya ialah Lippo Group, dan mereka percaya Lippo
Group itu ialah kepemilikan dari konsorium Chinese, Chinese owner, dimana Chinese
owner itu salah satu isu yang sedang diangkat sama mereka. Yang kedua, yang punya
Berita Satu itu adalah Kristen, di luar agama itu, agama dimainkan pada saat 411 itu. Lalu
Berita Satu dipantau, dan kebanyakan pemberitaannya itu lebih pro kepada pemerintah
Jadi memang ada yang tau ya, Mas, pas di lapangan itu mereka tau? Atau hanya orang-
orang tertentu yang melemparkan isu itu?
Itu fakta yang saya temui di lapangan pada 411, ternyata di para pendemo tersebut ada
thinkernya di belakang itu, ternyata mereka ada di lapangan, yang mereka mem-feeding
informasi, ‘Pemberitaan Kompas buruk, pemberitaan Metro buruk, ini Berita Satu buruk,
TV One ya masih aman lah, jangan’. Saya melihat seperti itu. Karena mereka bisa
meneriakkan ‘Yang punya Lippo Group’. Tuh, kalau bukan orang yang tau, orang yang
searching, ataupun orang yang rela membuka Google, cari Berita Satu punya siapa, orang-
orang itu tidak akan fokus ke sana, kalau memang fokus mereka ialah hanya untuk
mengaspirasikan suara mereka kepada presiden. Tapi saya melihat ada agenda lain di balik
itu, yang ternyata fakta itu saya temui di lapangan, dan itu yang membuat kita diserang
Merasa benar nggak kalau pemberitaannya pro pemerintah?
Secara komplotasi berkali-kali dalam rapat saya tanya ‘Apakah kita lebih…’ ‘Kita harus
netral, nananana, namun…’, ada namunnya gitu lho. Ya karena saya juga selain praktisi di
lapangan baru setahun 8 bulan ini, saya juga studi masalah komunikasi dan media, saya
paham kenapa mereka tidak mau bicara padahal komplotasi kita jelas
Namunnya apa, Mas, tadi?
Namunnya ya kita pemerintah, saya melihatnya seperti itu
Tapi memang peraaan Mas Adhit sendiri, walaupun misalnya pro pemerintah apakah
dalam membuat naskah, ya sebisa mungkin netral, nanti kalau memang mau diubah ya itu
udah atasan, atau gimana?
Sebisa mungkin saya memberitakan itu benar dan senetral mungkin, walaupun pemilihan
diksi saya mungkin akan lebih memberat kepada pemerintah. Misalkan masalah
penggusuran itu saya tidak menggunakan diksi penggusuran, namun saya menggunakan
diksi penertiban. Karena naskah yang saya buat itu aslinya saya selipin ternyata tanah itu
bukan tanah dia misalkan, ataupun ini menggunakan hak tanah pemerintah yang sudah
dibiarkan status quo sehingga diklaim sama orang-orang yang sudah menetap lebih dari 20
tahun. Nah ini saya bilang ini penertiban. Itu wajar sih kalau menurut saya. Dan
komplotasi pemerintahan itu yang lebih menguntungkan saya karena selama ini saya
bekerja sama pemerintah, saya juga, saya netral ya, tapi background saya lebih dekat ke
isu-isu pemerintahan dibanding oposisi
Di Berita Satu dari tahun?
Setahun 8 bulan yang lalu
Kira-kira, Mas, yang mempengaruhi mereka sampai menyerang secara fisik itu apa, kalau
melihat situasi di lapangan? Apa karena mereka lagi ramai-ramai, atau tingkat
pendidikannya rendah, atau budaya, atau apa?
Oke, satu, saya tidak menyalahkan tingkat pendidikan mereka ya, karena distorsi
komunikasi itu besar banget. Jadi kayak ‘Itu Pak Haji, jatuh, kena timpuk’ padahal dia
kehausan, misalnya seperti itu, karena faktor pendidikannya rendah, mereka naik pitam.
Jadi kejadian kayak gitu benar? Orang jatuh?
Dia jatuh karena kehabisan napas, dia capek, ramai, disangkanya diapa-apain. Itu yang
saya temui di lapangan
Terus ada orang yang bereaksi dengan itu?
Ya, mereka mengumpulkan batu, mereka maju ke depan, tapi ketika ditembakin gas air
mata, mereka mundur
Jadi kayak lagi tawuran gitu ya?
Itu, saya merasa kayak lagi tawuran anak SMA. Ini buat S3 atau S2 sih, Mbak?
S2, bagian dari pekerjaan, penelitian. Jadi kalau jadi dosen itu, saya juga baru tau karena
baru juga jadi dosennya, setahun itu kita minimal satu atau dua ada penelitian
Wow, that’s cool
Minat ngajar, Mas?
Ada kepikiran minat ngajar. Dulu pernah ditawarin ngajar di London School, karena
mereka baru buka jurusan Hubungan Internasional. Nah itu dia balik lagi, boleh sih, saya
udah ngomong sama, sekarang kan, Bang Klau, pemrednya, itu dibolehkan sekali untuk
ngajar, tapi ya itu dia, disesuaikan. Nah ternyata waktunya itu tidak pas dengan London
School. Jadi yaudah, saya pikir jadinya saya fokus ke satu dulu. Mungkin kalau waktunya
lebih, bisa fleksibel, karena saya suka banget sharing, saya suka banget watching other
people, dan saya saya orang itu bisa satu paham sama saya, walaupun saya tidak
menggunting sheep mereka, tapi saya mem-feeding mereka
HRD-nya masih satu nggak sih Berita Satu?
Sekarang sama kayaknya ya, Mbak Lina
TV kayaknya dulu pisah sama HRD-nya Jakarta Globe, kayak Investor Daily sama HRD-
nya
Oh iya? Saya nggak tau tuh
Sekarang jadi satu?
Nggak tau saya
Itu yang nguruson administrasinya itu siapanya teman itu
Saya jadi pengin kuliah lagi
Iya, Mas, saya juga pengin kuliah hari ini
Di mana, Mbak?
UI, S3
Jurusan apa?
Komunikasi. Baru kemarin ujian, TDA
TDA?
Tes Kompetensi Dasar Akademik
Astagfirullahalazim, saya nggak suka banget itu , Mbak?
Emang S2 di London School nggak ada?
Nggak ada
Yang penting IP ya?
Iya
Bahasa Indonesia kayak sinonim, persamaan?
Itu saya masih bisa handle, tapi kalo udah matematika, aduh…
Dia baca, ngulang 3 buku kayak kita mau UN gitu, sampai sore-sore kayak ‘ini tau nggak
caranya?’
Oh my God
Emang carinya jurusan komunikasi ya?
Iya lah
Tapi nggak pernah takut untuk meliput demo yang sama lagi ya, Mas?
Tidak
Kalau ada demo lagi misal, sekarang bulan Mei ya, 518 gitu? Atau putusan?
Hmm, mungkin kalau Ahok menang, itu seru. Dan kebanyakan mereka yang nggak suka
itu bukan orang Jakarta
Jadi nggak ngaruh ya?
Itu, rumah saya di Cibubur ya, ke sana kan hampir Bogor ya, itu kayak malah ‘Tolak
Ahok’, saya pikir ‘Tolak Ahok? Ini kan bukan Jakarta ya’. Lucu saya bilang
Rizieq juga, di mana-mana, ‘Selamatkan Ulama Rizieq’. Tapi masih bisa meliput dengan
tenang, Mas, setelah kejadian itu?
Masih, walaupun tingkat kesiagaan pasti meningkat ya, Mbak
Lebih siaga ya?
Lebih siaga tentunya, dan itu mungkin kalau saya live di tempat yang beda warna, saya
harus lebih mengontrol penggunaan bahasa saya, seperti lebih menggunakan bahasa yang
lebih persuasif walaupun tujuannya iya
Mereka itu dengerin ya ketika lagi live gitu?
Itu dia, mereka sekarang tuh jadi lebih pintar, karena mereka nontonin kita live, kalau
nggak mereka teriak-teriak di belakang kita
Aduh, dulu saya nggak pernah kayak gitu sih sebenarnya
Sekarang udah kayak gitu, seram banget, dan mereka sudah mulai sweeping ke media
Sweeping?
Kayak ‘Dari berita mana, Mas?’, ‘Dari Antara’, ‘Mana ID-nya?’, ‘Nih’, gitu kan. Mereka
sweeping gitu dan diusir. Makanya kenapa waktu itu Metro dan Kompas menyewa SNG
kosong kan
Oh, sampai nyewa SNG kosong gitu ya? Kita dengar sih waktu itu ada yang dipotong
kabelnya
Kalau diobrak-abrik iya sih, tapi kalau dipotong, belum
SNG-nya siapa, Mas?
Metro, di Masjid Istiqlal, mungkin nanti Mas Rivai Pamone itu. Nah Mas Rivai Pamone
tuh mengalami salah satu kekerasan juga pada saat dia live. Dia digini-giniin. Tapi saya
salutnya dia tenang dan dia tidak meladeni itu
Kalau saya mungkin udah sampai… dipukul lagi ya. Pernah emosi nggak, Mas, ketika
seperti itu?
Nggak sih, kecuali kalau kemarin agak emosi karena dipukul teman saya
Malah emosinya karena orang lain ya?
Karena orang lain, kalau saya sendiri, ya nggak usah lah
Yang pertama dipukul siapa, Mas?
Yang pertama dipukul itu teman saya, reporter ketiga saya, reporter cadangan ketiga,
reporter saya tim live-nya
Cewek atau cowok?
Cowok, pokoknya cowok yang diterjunin
Dia yang pertama kali dipukul?
Dia yang pertama kali dipukul kakinya. Makanya saya nggak suka sekali
Pakai tangan kosong, Mas?
Ditendang, sorry, bukan dipukul, ditendang
Tapi mereka ada bawa batu?
Mereka bawa bambu
Mereka dapat dari mana?
Mereka bawa, kan itu bambu buat bendera kan
Oh, bambu yang buat mengibari bendera, dikira ini siapa yang bawa bambu, ternyata yang
buat bendera. Memikirkan ini nggak, Mas, tempat untuk melarikan diri?
Sempat sih, ‘Ini kalau gini, kita lari ke mana nih?’
Oh berarti sebelum ke sana, udah tau jalur evakuasi?
Pas 411 nggak, tapi setelah itu iya. Itu cuma imajinasi aja sih, ‘Kalau kayak gini, ke mana
ya yang aman?’
Tapi baiknya memang gitu sih
Baiknya memang gitu, antisipasi kan kita, meningkatkan kewaspadaan. Kita lihat pos
polisinya ada di mana, yang paling banyak ada polisinya di mana
Pas 411, sampai lari ke hutan Monas, itu random aja lari atau memang ada…
Random lari ke situ, karena itu yang sepi, gelap, dan nggak banyak massanya, dan SNG
kita menuju ke arah sana, jadi kita nggak usah takut
Padahal kalau di dalam Monas tetap ramai massa?
Mereka terkonsentrasi itu di Istana Merdeka pintu barat Monas, nggak sampai Monas-nya
sih
Jadi dalam itu memang tetap steril ya?
Steril, banyak polisi
Ada orang yang sempat berusaha melerai nggak sih, Mas, ketika lagi diserang gitu?
Kayaknya sih kita dengar ya, ada sejumlah massa yang kayak ‘Udah, udah, udah’, ada
yang kayak gitu. Tapi yang kayak gitu cuma satu dua
Kenapa milih masuk Berita Satu?
Sebenarnya kalau saya suruh milih, saya milih Metro TV. Nggak, itu karena link tadi sih.
Dulu kan masih Bang Don Bosco, Mbak Nunung, saya kenal mereka dari SCTV Goes To
Campus. Ketika mereka tau saya di Indonesia, mereka kontak saya via Twitter
Oh, mereka kontak?
Mereka kontak saya via Twitter. Tadinya mereka memproyeksikan saya menjadi
presenter. Tapi ketika badan saya lebih besar, karena dulu saya kurus, Mbak, karena saya
di luar, saya nggak jaga badan, jadi gede, dan ‘Dhit, lu di lapangan dulu ya, tiga bulan aja
sampai lu kurus’. Yaudah, tapi asyik jadinya
Tapi jadi kurus nggak?
Nggak
Emang sih harus dikurusin karena kan pakai jas. Kayaknya ada juga deh yang gede di
Berita Satu, Mas Wisnu atau siapa ya. Saya lupa dulu namanya. Mas Doni, iya iya, Mas
Doni. Tapi dia besar dan tinggi juga kan. Karena dulu nasinya nggak enak, sekarang enak
kali ya? Duku kan nasi kotak aja gitu setiap hari
Sekarang sih prasmanan sih, Mbak, lebih bervariatif tapi ya bosan sih, itu lagi itu lagi
Harusnya ada kantin di luar sih
Kalau saya sih beli sih, tapi makannya kalau sempat.
Ada kantin luar, ada kantin dalam ya
Iya, kantin dalamnya enak ya, tapi dikit, Mbak, sekarang
Iya, makanannya juga dikit, cepat habis
Kalau kantin luar, hmm, jauh, malas jalannya
Seru kalau sampai malam, telepon GM
Iya, pada begitu kita
Mas, kalau ada yang mau ditanya-tanya lagi, di-WA, boleh ya?
Boleh

Anda mungkin juga menyukai

  • Transkrip 2
    Transkrip 2
    Dokumen26 halaman
    Transkrip 2
    TIMOTHY ARDEN . (00000029718)
    Belum ada peringkat
  • $RVC2SZQ
    $RVC2SZQ
    Dokumen20 halaman
    $RVC2SZQ
    TIMOTHY ARDEN . (00000029718)
    Belum ada peringkat
  • Tugas Kelompok Ganjil
    Tugas Kelompok Ganjil
    Dokumen8 halaman
    Tugas Kelompok Ganjil
    TIMOTHY ARDEN . (00000029718)
    Belum ada peringkat
  • Surat Pernyataan
    Surat Pernyataan
    Dokumen1 halaman
    Surat Pernyataan
    TIMOTHY ARDEN . (00000029718)
    Belum ada peringkat