1 PENGKAJIAN
1. Identitas
Umur, glaukoma primer terjadi pada individu berumur > 40 tahun.
Ras, kulit hitam mengalami kebutaan akibat glaukoma paling sedikit 5 kali dari kulit putih (dewit,
1998).
Pekerjaan, terutama yang beresiko besar mengalami trauma mata.
2 Riwayat Kesehatan
A. Keluhan Utama
Pasien biasanya mengeluh berkurangnya lapang pandang dan mata menjadi kabur
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan matanya kabur dan sering menabrak, gangguan saat membaca
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya masalah mata sebelumnya atau pada saat itu, riwayat penggunaan antihistamin
(menyebabkan dilatasi pupil yang akhirnya dapat menyebabkan Angle Closume Glaucoma),
riwayat trauma (terutama yang mengenai mata), penyakit lain yang sedang diderita (DM,
Arterioscierosis, Miopia tinggi)
D. Riwayat Penyakit Keluarga
kaji apakah ada kelurga yang menglami penyakit glaucoma sudut terbuka primer.
E. Riwayat Psikososial
Riwayat psikososial mencakup adanya ansietas yang ditandai dengan bicara cepat, mudah
berganti topik, sulit berkonsentrasi dan sensitif, dan berduka karena kehilangan penglihatan.
(Indriana N. Istiqomah, 2004)
b. Pemeriksaan Fisik
A. Neurosensori
Gejala : Gangguan penglihatan (kabur/ tidak jelas), sinar terang dapat menyebabkan silau
dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat/
merasa diruang gelap (katarak), tampak lingkaran cahaya/ pelangi sekitar sinar, kehilangan
penglihatan perifer, fotfobia (galukoma akut) bahan kaca mata/ pengobatan tidak memperbaiki
penglihatan.
- Tanda : pupil menyempit dan merah/mata keras dengan kornea berawan, peningkatan air mata.
- Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menggunakan oftalmaskop untuk mengetahui adanya
cupping dan atrofi diskus optikus. Diskus optikus menjadi lebih luas dan dalampada glaukoma
akut primer, karena anterior dangkal, Aqueus humor keruh dan pembuluh darah menjalar keluar
dari iris.
- Pemeriksaan lapang pandang perifer, pada keadaan akut lapang pandang cepat menurun secara
signifikan dan keadaan kronik akan menurun secara bertahap.
- Pemeriksaan melalui inspeksi, untuk mengetahui adanya inflamasi mata, sklera kemerahan,
kornea keruh, dilatasi pupil, sedang yang gagal bereaksi terhadap cahaya (Indriana N.
Istiqomah,2004)
B. Nyeri atau kenyamanan
Gejala: ketidaknyamanan ringan atau mata berair ( glaucoma kronis).
Nyeri tiba-tiba atau berat menetap atau tekanan pada dan sekitar mata, sakit kepala (glaucoma
akut)
C.Aktivitas
gejala: perubahan aktivitas biasanya atau hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan.
D. makanan atau cairan
gejala:mual atau muntah
c. Pemeriksaan Penunjang
(1) Kartu mata Snellen/mesin Telebinokular (tes ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan) :
Mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, aquous atau vitreus humor, kesalahan
refraksi, atau penyakit syaraf atau penglihatan ke retina atau jalan optik.
(2) Lapang penglihatan : Penurunan mungkin disebabkan CSV, massa tumor pada hipofisis/otak,
karotis atau patologis arteri serebral atau glaukoma.
(3) Pengukuran tonografi : Mengkaji intraokuler (TIO) (normal 12-25 mmHg)
(4) Pengukuran gonioskopi: Membantu membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glaukoma.
(5) Tes Provokatif : digunakan dalam menentukan tipe glaukoma jika TIO normal atau hanya
meningkat ringan.
(6) Pemeriksaan oftalmoskopi:Mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi lempeng optik,
papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisma.
(7) Darah lengkap, LED : Menunjukkan anemia sistemik/infeksi.
(8) EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid: Memastikan aterosklerosisi,PAK.
(9) Tes Toleransi Glukosa : menentukan adanya DM.
2.Ansietas yang berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit dan prognosis.
Subyektif :
Klien mengatakan takut tidak akan dapa melihat lagi setelah dilakukan tindakan operasi.
Obyektif :
- Klien terlihat kebingungan dan selalu bertanya perihal tindakan operasi.
- Tingkat konsentrasi klien berkurang.
- Terdapat perubahan pada tanda vital, tekanan darah meningkat.
Tujuan :
Tidak terjadi kecemasan.
Kriteria Hasil :
- Klien mengungkapkan kecemasan berkurang atau hilang.
- Klien berpartisipasi dalam kegiatan pengobatan.
Intervensi Rasional
1. Kaji derajat kecemasan, faktor yang1. Umumnya faktor yang menyebabkan
menyebabkan kecemasan, tingkat kecemasan adalah kurangnya pengetahuan
pengetahuan, dan ketakutan klien akan dan ancaman aktual terhadap diri. Pada klien
penyakit. glaukoma, rasa nyeri dan penurunan lapang
pandang menimbulkan ketakutan utama.
2. Orientasikan tentang penyakit yang dialami2. Meningkatkan pemahaman klien akan
klien, prognosis, dan tahapan perawatan yang penyakit. Jangan memberikan keamanan
akan dijalani klien. palsu seperti mengatakan penglihatan akan
pulih atau nyeri akan segera hilang.
Gambarkan secara objektif tahap pengobatan
harapan proses pengobatan, dan orientasi
pengobatan masa berikutnya.
3. Berikan kesempatan pada klien untuk
bertanya dengan penyakitnya. 3. Menimbulkan rasa aman dan perhatian bagi
4. Berikan dukungan psikologis. klien.
4. Dukungan psikologis dapat berupa penguatan
tentang kondisi klien, peran serta aktif klien
dalam perawatan maupun mengorientasikan
5. Terangkan setiap prosedur yang dilakukan bagaimana kondisi penyakit yang sama
dan jelaskan tahap perawatan yang akan menimpa klien yang lain.
dijalani, seperti riwayat kesehatan,
pemeriksaan fisik, foto toraks, EKG, diet,5. Mengurangi rasa ketidaktahuan dan
sedasi operasi dll. kecemasan yang terjadi.
6. Bantu klien mengekspresikan kecemasan dan
ketakutan dengan mendengar aktif.
6. Memberi kesempatan klien untuk berbagi
7. Beri informasi tentang penyakit yang dialami perasaan dan pendapat dan menurunkan
oleh klien yang berhubungan dengan ketegangan pikiran.
kebutaan. 7. Mengorientasikan pada penyakit dan
kemungkinan realistik sebagai konsekuensi
penyakit dan menunjukan realitas.
Intervensi Pasca-Operatif
5. Resiko cedera yang berhubungan dengan peningkatan TIO, perdarahan, kehilangan vitreus.
Subyektif :
- Keinginan untuk memegang mata
- Menyatakan nyeri sangat
Obyektif :
- Perilaku tidak terkontrol
- Kecenderungan memegang darah operasi
Tujuan :
Tidak terjadi cedera mata pascaoperasi
Kriteria Hasil :
- Klien menyebutkan faktor yang menyebabkan cedera
- Klien tidak melakukan aktivitas yang meningkatkan resiko cedera
Intervensi Rasional
1.Diskusikan tentang rasa sakit, pembatasan 1.Meningkatkan kerjasama dan pembatasan
aktifitas dan pembalutan mata. yang diperlukan.
2.Tempatkan klien pada tempat tidur yang 2.Istirahat mutlak diberikan 12-24 jam pasca
lebih rendah dan anjurkan untuk membatasi operasi.
pergerakan mendadak/ tiba-tiba serta
menggerakkan kepala berlebih.
3.Bantu aktifitas selama fase istirahat. 3.Mencegah/ menurunkan risiko komplikasi
Ambulasi dilakukan dengan hati-hati. cedera.
4.Ajarkan klien untuk menghindari tindakan 4.Tindakan yang dapat meningkatkan TIO
yang dapat menyebabkan cedera. dan menimbulkan kerusakan struktur mata
pasca operasi antara lain :
- Mengejan ( valsalva maneuver)
- Menggerakan kepala mendadak
- Membungkuk terlalu lama
- Batuk
5.Amati kondisi mata : luka menonjol, bilik 5.Berbagai kondisi seperti luka menonjol,
mata depan menonjol, nyeri mendadak, bilik mata depan menonjol, nyeri mendadak,
nyeri yang tidak berkurang dengan hiperemia, serta hipopion mungkan
pengobatan, mual dan muntah. Dilakukan menunjukan cedera mata pasca operasi.
setiap 6 jam asca operasi atau seperlunya.
3.4 IMPLEMENTASI
Implementasi merupakan komponen dari proses asuhan keperawatan adalah kategori dari
perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang
diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Implementasi dari rencana
asuhan keperawatan mengikuti komponen perencanaan dari intervensi keperawatan.
Implementasi yang dilaksanakan meliputi :
1. Membantu aktivitas klien sehari-hari
2. Mengonsulnya dan memberikan penyuluhan kepada klien dan keluarga
3. Memberi asuhan keperawatan langsung
4. Mengawasi dan mengevaluasi kerja anggota staf medis lain
(Perry & Potter,2005)
3.5 EVALUASI
Berdasarkan intervensi keperawatan yang telah dibuat maka hasil yang diharapkan adalah :
1. Klien mendapatkan kemampuan yang lebih untuk proses rangsang penglihatan dan
mengomunikasikan perubahan visual.
2. Tidak terjadi kecemasan.
3. Nyeri berkurang, hilang atau terkontrol.
4. Tidak terjadi kecemasan
5. Tidak terjadi cedera mata pascaoperasi
6. Nyeri berkurang, hilang, dan terkontrol.
7. Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi