Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN ASFIKSIA

OLEH :
GDE DIPTA DHIATMIKA
2190127684

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2021
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi
Asfiksia adalah suatu stress pada janin atau bayi baru lahir karena
kurang tersedianya oksigen dan kurangnya aliran darah (perfusi) ke
berbagai organ sehingga bayi tidak dapat bernafas spontan dan teratur
segera setelah lahir (Legawati, 2018).
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak
dapat bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan
ini biasanya disertai dengan keadaan hipoksia dan hiperkapnu serta
sering berakhir dengan asidosis (Marwyah, 2016).
Asfiksia adalah kegagalan untuk memulai dan melanjutkan
pernapasan secara spontan dan teratur pada saat bayi baru lahir atau
beberapa saat sesudah lahir. Bayi mungkin lahir dalam kondisi asfiksia
(asfiksia primer) atau mungkin dapat bernapas tetapi kemudian
mengalami asfiksia beberapa saat setelah lahir (asfiksia sekunder)
(Fauziah dan Sudarti, 2014).
Dapat disimpulkan asfiksia adalah kondisi ketika bayi tidak dapat
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir atau sesaat
setelah lahir. Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi
tidak dilakukan dengan sempurna, sehingga tindakan perawatan
dilaksanakan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan mengatasi
gejala lanjut yang mungkin timbul.

2. Epidemiologi
Kematian neonatus masih menjadi masalah global yang penting.
Setiap tahun diperkirakan 4 juta bayi meninggal dalam 4 minggu pertama
dengan 85% kematian terjadi dalam 7 hari pertama kehidupan. Terkait
masalah ini, World Health Organization (WHO) menetapkan penurunan
angka kematian bayi baru lahir dan anak di bawah usia 5 tahun (balita),
sebagai salah satu sasaran Sustainable Development goals. Target untuk
menurunkan angka kematian hingga sebesar 12 kematian bayi per 1000
kelahiran hidup dan kematian dibawah 5 tahun hingga setidaknya
25/1000 kelahiran hidup diharapkan dapat tercapai pada tahun 2030.
Namun, angka kematian bayi berdasarkan Survei Demografi
Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 masih cukup tinggi dibandingkankan
target tersebut, yaitu 34 per 1000 kelahiran hidup. WHO melaporkan
komplikasi intrapartum, termasuk asfiksia, sebagai penyebab tertinggi
kedua kematian neonatus (23,9%) setelah prematuritas dan berkontribusi
sebagai 11% penyebab kematian balita di seluruh dunia. Di Asia
Tenggara, asfiksia merupakan penyebab kematian tertinggi ketiga (23%)
setelah infeksi neonatal (36%) dan prematuritas / bayi berat lahir rendah
(BBLR) (27%). Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001 di
Indonesia turut melaporkan asfiksia sebagai 27% penyebab kematian
bayi baru lahir. Selain itu, asfiksia juga berkaitan dengan morbiditas
jangka panjang berupa palsi serebral, retardasi mental, dan gangguan
belajar pada kurang lebih 1 juta bayi yang bertahan hidup. Berbagai
morbiditas ini berkaitan dengan gangguan tumbuh kembang dan kualitas
hidup yang buruk dikemudian hari (Kemenkes, 2019)

3. Etiologi
Menurut (Nurarif, 2013) asfiksia dapat terjadi karena beberapa
faktor, diantaranya yaitu :
1) Faktor Maternal
Beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ibu
melalui plasenta berkurang. Akibatnya, aliran oksigen ke janin juga
berkurang dan dapat menyebabkan gawat janin dan akhirnya
terjadilah asfiksia. Berikut merupakan keadaan-keadaan yang dapat
menyebabkan asfiksia pada bayi baru lahir (Nurarif, 2013) :
a. Preeklamsia dan eklamsia
b. Demam selama persalinan
c. Kehamilan postmatur
d. Hipoksia ibu
e. Gangguan aliran darah fetus, meliputi : gangguan kontraksi uterus
pada hipertoni, hipotoni, tetani uteri. Hipotensi mendadak pada
ibu karena perdarahan. Hipertensi pada penyakit toksemia
f. Primi tua, DM, anemia, riwayat lahir mati, dan ketuban pecah dini
2) Faktor plasenta
Keadaan berikut ini berakibat pada penurunan aliran darah dan
oksigen melalui tali pusat ke bayi, sehingga bayi mungkin mengalami
asfiksia (Nurarif, 2013) :
a. Abruptio plasenta/solutio plasenta (lepasnya plasenta dari dinding
rahim, bagian dalam sebelum proses persalinan, kondisi ini dapat
menyebabkan pasokan nutrisi dan oksigen pada bayi menurun
atau terhambat)
b. Plasenta previa (kondisi ketika ari-ari ada di bagian bawah rahim,
kondisi ini bisa membuat jalan lahir tertutup)
3) Faktor fetus
Pada keadaan berikut bayi mungkin mengalami asfiksia walaupun
tanpa didahului tanda gawat janin (Nurarif, 2013) :
a. Air ketuban bercampur dengan mekonium
b. Lilitan tali pusat
c. Tali pusat pendek atau layu
d. Prolapsus tali pusat
4) Faktor persalinan
Keadaan yang dapat menyebabkan asfiksia yaitu (Nurarif, 2013):
a. Persalinan kala II lama
b. Pemberian analgetik dan anastesi pada operasi caesar yang
berlebihan sehingga menyebabkan depresi pernapasan pada bayi
5) Faktor neonatus
Berikut merupakan kondisi bayi yang mungkin mengalami asfiksia
(Nurarif, 2013) :
a. Bayi preterm (belum genap 37 minggu kehamilan) dan bayi
posterm
b. Persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu,
ekstraksi vakum, forsep)
c. Kelainan konginetal seperti hernia diafragmatika, atresia/stenosis
saluran pernapasan, hipoplasi paru, dll.
d. Trauma lahir sehingga mengakibatkan perdarahan intracranial

4. Pathofisiologi
Segera setelah lahir bayi akan menarik napas yang pertama kali
(menangis), pada saat ini paru janin mulai berfungsi untuk resoirasi.
Alveoli akan mengembang udara akan masuk dan cairan yang ada
didalam alveoli akan meninggalkan alveoli secara bertahap. Bersamaan
dengan ini arteriol paru akan mengembang dan aliran darah ke dalam
paru meningkat secara memadai.
Bila janin kekurangan O₂ dan kadar CO₂ bertambah, maka
timbulah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut
jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O₂ terus berlangsung
maka nervus vagus tidak dapat di pengaruhi lagi. Kemudian akan timbul
rangsangan dari nervu simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat dan
akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernapasan
intrauterine dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban
dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis.
Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernapasan yang dalam,
denyut jantung terus menurun, tekanan darah bayi juga mulai menurun
dan bayi akan terlihat lemas. Pernapasan makin lama makin lemah
sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder,
denyut jantung, tekanan darah dan kadar O₂ dalam darah (PaO₂) terus
menurun. Bayi sekarang tidak dapat bereaksi terhadap rangsangan dan
tidak akan menunjukkan upaya pernapasan secara spontan (Sudarti dan
Fauziah 2012).
PATHWAY :

Faktor Maternal : Faktor Plasenta : Faktor Fetus/Janin : Faktor Persalinan : Faktor Neonatus :
 Preeklamsia dan eklamsia  Abruptio  Air ketuban  Persalinan kala  Bayi preterm dan
 Postmatur plasenta/solutio bercampur dengan II lama posterm
 Hipoksia ibu plasenta mekonium  Pemberian  Persalinan sulit

 Gangguan aliran darah fetus  Plasenta previa  Lilitan tali pusat analgetik dan  Kelainan

 Hipotensi  Tali pusat pendek anastesi berlebih kongineta

 Primi tua, DM, anemia, riwayat atau layu  Trauma lahir

lahir mati, dan ketuban pecah dini  Prolapsus tali pusat

Transport O2 & nutrisi janin tidak cukup

Pembuangan CO2 terganggu

Metabolisme anaerob

Timbunan asam laktat dan piruvat

Asfiksia
Janin kekurangan O2

Usaha nafas lemah Suplai O2 keparu-paru menurun Suplai O2 dalam darah Paru-paru terisi cairan
menurun seperti mekonium, air
ketuban
Pola nafas abnormal Asidosis respiratorik
O2 dalam jaringan
menurun Sumbatan jalan napas
Gangguan perfusi ventilasi
DJJ & TD menurun MK : Pola Napas
Tidak Efektif Kerusakan otak Dispnea
MK : Gangguan
Janin tidak bereaksi
Pertukaran Gas
terhadap rangsangan MK : Risiko Cedera MK : Bersihan
Jalan Napas Tidak
Kematian Efektif
5. Klasifikasi
1) Asfiksia dapat dibedakan menjadi dua, yaitu asfiksia pallida dan
asfiksia livida dengan masing-masing manifestasi klinis sebagai
berikut (Nurarif, 2013) :
Perbedaan Asfiksia Pallida Asfiksia Livida
Warna Kulit Pucat Kebiru-biruan
Tonus Otot Sudah kurang Masih baik
Reaksi Rangsangan Negatif Positif
Bunyi Jantung Tidak teratur Masih teratur
Prognosis Jelek Lebih baik
2) Klasifikasi asfiksia dapat ditentukan berdasarkan nilai APGAR
(Nurarif, 2013) :
a. Asfiksia berat (Severe asphyksia) jika APGAR score berada pada
rentang 0-3
b. Asfiksia sedang (Mild- moderate asphyksia) dengan nilai APGAR
4-6
c. Bayi normal atau dengan asfiksia ringan (Virgorous baby) jika
APGAR score berada pada rentang 7-10. dalam hal ini bayi dianggap
sehat, tidak memerlukan tindakan istimewa
Tanda Nilai
0 1 2
A : Appearance Biru/pucat Tubuh kemerahan, Tubuh dan
(color/warna ekstremitas biru ekstremitas
kulit) kemerahan
P : Pulse (heart Tidak ada < 100x per menit >100x per menit
rate/denyut nadi)
G : Grimance Tidak ada Gerakan sedikit Menangis
(reflek)
A : Activity Lumpuh Fleksi lemah Aktif
(tonus otot)
R : Respiration Tidak ada Lemah, merintih Tangisan kuat
(usaha bernapas)
6. Gejala Klinis
Tanda dan gejala pada bayi baru lahir dengan asfiksia menurut
Sukarni & Sudarti (2012), antara lain :
1) Tidak bernafas atau napas megap-megap atau pernapasan cepat,
pernapasan cuping hidung
2) Pernapasan tidak teratur atau adanya retraksi dinding dada
3) Tangisan lemah atau merintih
4) Warna kulit pucat atau biru
5) Tonus otot lemas atau ekstremitas terkulai
6) Denyut jantung tidak ada atau lambat (bradikardia) kurang dari 100
kali permenit
7) Nilai APGAR kurang dari 7

7. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan diagnostik adanya asfiksia pada bayi
(Sudarti dan Fauziah, 2013 ) yaitu :
1) Pemeriksaan analisa gas darah (AGD)
2) Pemeriksaan elektrolit darah
3) Berat badan bayi
4) Pemeriksaan EGC dan CT-Scan, jika sudah timbul komplikasi

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada afiksia yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Pemantauan gas darah, denyut nadi, fungsi sitem jantung dan paru
dengan melaukukan resusitasi, memberikan oksigen yang cukup, serta
memantau perfusi jaringan tiap 2-4 jam
b. Mempertahankan jalan nafas agar tetap baik, sehingga proses
oksigenasi cukup agar sirkulasi darah tetap baik
c. Asfiksia ringan APGAR skor (7-10)
- Bayi dibungkus dengan kain hangat
- Bersihkan jalan nafas dengan menghisap lendir pada hidung
kemudian mulut
- Bersihkan badan dan tali pusat
- Lakukan observasi tanda tanda vital, pantau APGAR skor dan
masukkan ke dalam inkubator
d. Asfiksia sedang APGAR skor (4-6)
- Bersihkan jalan nafas
- Berikan oksigen 2 liter permenit
- Rangsang pernafasan dengan menepuk telapak kaki, apabila belum
ada reaksi, bantu pernafasan dengan masker (ambubag)
e. Asfiksia berat APGAR skor (0-3)
- Bersihkan jalan nafas sambil pompa melalui ambubag
- Berikan oksigen 4-5 liter permenit
- Bila tidak berhasil, lakukan pemasangan ETT (endrotracheal tube)
- Bersihkan jalan nafas melalui ETT
- Apabila bayi sudah mulai bernafas tetapi masih sianosis berikan
natrium bikarbonat sebanyak 6 cc selanjutnya berikan dekstosan
40% sebanyak 4cc
f. Terapi oksigen yang diberikan kepada bayi yang memiliki konsentrasi
oksigen yang baik, penggunaan alat alat seperti pemakaian ventilator,
headbox, nasal kanul dan modifikasi penggunaan alat CPAP.
g. Menurut (Silvia, 2015) Pencegahan hipotermi pada bayi premature
dengan dapat menggunakan metode kanguru, dalam penelitiannya
perawatan metode kanguru dapat meningkatkan suhu tubuh,
menstabilkan pernafasan dan dapat meningkatkan berat badan bayi.
h. Jika bayi menderita hipoglikemia penanganan pertama adalah periksa
Dextrostix dan true glucose darah, hindari bayi kedinginan, beri
minum ASI atau pengganti ASI sebanyak 10-15 ml/kg BB. Ulangi
pemeriksaan dextrostix sesudah 1 jam. Bila kadar gula masih dibawah
45 mg/dl harus dipersiapkan untuk pemberian larutan glukosa.
Selanjunya bila kadar gula darah menunjukan lebih dari 45 mg/dl pada
3-4 kali pemeriksaan maka bayi cukup diberi minimal per oral
(Ngastiyah, 2014)
9. Komplikasi
Dampak yang akan terjadi jika bayi baru lahir dengan asfiksia tidak
di tangani dengan cepat maka akan terjadi hal-hal sebagai berikut antara
lain:
1) Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah
berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke
otak pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia
dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga
dapat menimbulkan perdarahan otak
2) Anuragia dan onoksia
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia,
keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya,
yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah
jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan
ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada
pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan
pengeluaran urine sedikit
3) Hyperbilirubinemia
Bayi yang mengalami asfiksia, ikatan bilirubin dengan protein
menjadi terganggu, hal ini menyebabkan gangguan pemecahan
bilirubin plasma sehingga menimbulkan peningkatan kadar bilirubin
dalam tubuh bayi.
4) Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan
pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan
persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat
menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tidak
efektif.
5) Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan
menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan
perdarahan pada otak. Komplikasi tersebut akan mengakibatkan
gangguan pertumbuhan bahkan kematian pada bayi (Surasmi, 2013)

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Sumber : (Yuni, 2019) pada Jurnal Politeknik Kesehatan
Kemenkes Padang
a. Identitas
Pasien : meliputi nama, tanggal lahir, umur, jenis kelamin, anak ke/
jumlah saudara , dan diagnosa medis.
Orang tua : meliputi nama ayah dan ibu, umur, agama, suku bangsa,
pendidikan, pekerjaan, dan alamat.
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat prenatal, riwayat prenatal, meliputi :
a) asfiksia neonatorum dalam kehamilan meliputi : penyakit
infeksi akut, penyakit infeksi kronis, keracunan oleh obat-obat
bius, anemia berat, cacat bawaan, dan trauma (Maryunani,
2013).
b) Usia ibu kurang dari 16 tahun atau lebih dari 40 tahun, penyakit
ibu seperti diabetes, hipertensi, anemia berat, ibu dengan aborsi
sebelumnya, kematian neonatal dini, atau kelahiran prematur,
ibu mengkonsumsi alkohol dan merokok (Mendri&Prayogi,
2018).
c) Usia kehamilan biasanya < 37 minggu.
d) Gerakan janin biasanya tidak aktif.
e) Pemeriksaan kehamilan yang tidak teratur
f) Pemeriksaan kehamilan tidak pada petugas kesehatan
2) Riwayat intranatal, riwayat intranatal menurut Maryunani, 2013
yaitu :
a) Kekurangan O2
b) Partus lama
c) Ruptur uteri yang memberat,kontraksi uterus yang terus
menerus menggangu sirkulasi darah ke plasenta
d) Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta
e) Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada
waktunya
f) Perdarahan banyak : plasenta previa dan solution plasenta
g) Paralisis pusat pernafasan
h) Trauma dari luar seperti oleh tindakan forceps
i) Trauma dari dalam : akibat obat bius
3) Riwayat post natal, riwayat post natal antara lain :
a) Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) yaitu < 2500 gram
b) APGAR score bayi baru lahir menunjukan :
- Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3
- Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6
- Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9
- Bayi normal dengan nilai APGAR 10
4) Pemeriksaan fisik
a) Tanda-tanda vital :
- TD : Sistol 60-80 mmHg dan diastole 40-45 mmHg
- Nadi : < 100x/menit (N:120-160x/menit)
- Suhu : 36,5-37,50C (N: 36,6-370C)
- Pernafasan: megap-megap/ tidak bernafas (N:
30-60x/menit)
b) Kulit : warna kulit bayi normal berwarna kemerahan sedangkan
bayi asfiksia berwarna pucat atau biru.
c) Kepala : kemungkinan didapatkan ubun-ubun cekung.
d) Mata : warna konjungtiva sub anemis/ anemis , sklera tidak
ikterik, refleks pupil terhadap cahaya positif
e) Hidung : terdapat pernafasan cuping hidung dan lendir pada
jalan nafas
f) Mulut : bibir pucat dan sianosis/ kebiruan, biasanya ada lendir,
refleks rooting biasanya lemah, refleks sucking biasanya lemah,
dan refleks menelan juga biasanya lemah.
g) Telinga : pendengaran dan kebersihan telinga biasanya normal
h) Leher : biasanya tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening
dan tyroid.
i) Thoraks : bentuk simetris, biasanya terdapat suara wheezing
dan ronchi, penurunan bunyi napas, frekuensi jantung kecil dari
100x/menit.
j) Abdomen : biasanya tidak mengalami masalah, pada neonatus
yang asfiksia dengan BBLR terdapat retensi karena sistem
pencernaan belum matang.
k) Umbilikus : biasanya pada penyebab asfiksia karena faktor
plasenta tali pusat ada perdarahan, tidak segar dan perhatikan
ada/tidaknya nya tanda-tanda infeksi dan tali pusat terdiri dari 2
arteri dan 1 vena.
l) Genitalia : Perhatikan kebersihan dari genitalia, biasanya
normal laki-laki testis sudah turun dalam skrotum, penis
berlubang, perempuan vagina dan uretra berlubang dan adanya
labia minora dan mayora.
m) Anus : perhatikan pengeluaran mekonium dalam 24 jam, jika
belum keluar curigai bayi mengalami atresia ani atau hisprung
n) Ekstremitas : akral dingin, tonus lemah/ tidak hiperaktif, refleks
genggam lemah, warna ekstremitas membiru atau sianosis, dan
perhatikan jumlah jari tangan.
5) Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan diagnostik
Menurut Yuliastati, 2016 pemeriksaan diagnostic :
- Foto polos dada : untuk mengetahui ada tidaknya
pembesaran jantung dan kelainan paru, ada tidaknya
aspirasi mekonium
- USG kepala : untuk mendeteksi adanya perdarahan
- Elektrolit darah
- Gula darah : cenderung menurun.
b) Pemeriksaan laboratorium
Hasil analisis gas darah tali pusat menunjukkan hasil asidosis
pada tali pusat jika :
- Hasil PaO2 < 50 mmHg (nilai normal 75-100 mmHg)
- Hasil PaCO2 > 55 mmHg (nilai normal 35-45 mmHg)
- Hasil pH < 7,3 (nilai normal 7,36-7,44)

2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


1) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang
tertahan
2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi
3) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernapasan
4) Risiko cedera dengan faktor risiko hipoksia jaringan

3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan & KH Intervensi Rasional

1 Bersihan jalan Setelah diberikan Manajemen Jalan Mengidentifikasi


napas tidak asuhan keperawatan Napas dan mengelola
efektif selama …x 24 jam Observasi : kepatenan jalan
diharapkan bersihan 1. Monitor pola napas
jalan napas pasien napas (frekuensi,
meningkat dengan kedalaman, usaha
kriteria hasil : napas)
1. Pola dan 2. Monitor bunyi
frekuensi nafas napas tambahan
membaik (30-60 Terapeutik :
x/menit) 3. Posisikan semi
2. Tidak ada suara fowler
nafas tambahan 4. Lakukan
(mengi, wheezing, penghisapan
dan/atau ronkhi lendir kurang dari
3. Tidak terjadi 15 detik
sianosis 5. Berikan oksigen
Kolaborasi :
6. Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika
perlu
2 Gangguan Setelah diberikan Pemantauan Mengumpulkan dan
pertukaran gas asuhan keperawatan Respirasi menganalisis data
selama …x 24 jam Observasi : untuk memastikan
diharapkan gangguan 1. Monitor kepatenan jalan
pertukaran gas pasien frekuensi, irama, napas dan
meningkat, dengan kedalaman dan keefektifan
kriteria hasil : upaya napas pertukaran gas
1. Dispnea 2. Monitor pola
berkurang napas (seperti
2. Tidak terdapat bradipnea,
bunyi napas takipnea,
tambahan hiperventilasi,
3. Takikardia kussmaul, cheyne-
membaik (N : stokes, biot,
120-160 x/menit) ataksik)
3. Monitor adanya
sumbatan jalan
napas
4. Monitor saturasi
oksigen
Terapeutik :
5. Dokumentasikan
hasil pemantauan
Edukasi :
6. Informasikan
hasil pemantauan,
jika perlu
3 Pola Napas Setelah diberikan Manajemen Jalan Mengidentifikasi
Tidak Efektif asuhan keperawatan Napas dan mengelola
selama …x 24 jam Observasi : kepatenan jalan
diharapkan pola napas 1. Monitor pola napas
pasien meningkat, napas (frekuensi,
dengan kriteria hasil : kedalaman, usaha
1. Dispnea menurun napas)
2. Tidak ada 2. Monitor bunyi
penggunaan otot napas tambahan
bantu napas Terapeutik :
3. Frekuensi napas 3. Posisikan semi
membaik (N : 30- fowler
60 x/menit) 4. Lakukan
penghisapan
lendir kurang dari
15 detik
5. Berikan oksigen
Kolaborasi :
6. Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika
perlu
4 Risiko Cedera Setelah diberikan Pencegahan Cedera Mengidentifikasi
asuhan keperawatan Observasi : dan menurunkan
selama …x 24 jam 1. Identifikasi area risiko mengalami
diharapkan tingkat lingkungan yang bahaya atau
cedera pasien berpotensi kerusakan fisik
menurun, dengan menyebabkan
kriteria hasil : cedera
1. Tidak terjadi Terapeutik
cedera pada 2. Gunakan
pasien pengaman tempat
2. Tekanan darah tidur
membaik (90/80 3. Pastikan roda
mmHG) tempat tidur
3. Frekuensi nadi dalam kondisi
membaik (N : terkunci
120-160 x/menit) Edukasi
4. Frekuensi napas 4. Jelaskan alasan
membaik (N : 30- intervensi
60 x/menit) pencegahan jatuh
pada keluarga

4. Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana untuk mencapai
tujuan yang spesifik yang ditujukan untuk membantu klien dalam hal
mencegah penyakit, peningkatkan derajat kesehatan dan pemulihan
kesehatan.

5. Evaluasi
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai
tindakan keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui
pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses
keperawatan yang dilakukan dengan Format SOAP.
DAFTAR PUSTAKA

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2019). Pedoman Nasional Pelayanan


Kedokteran Tata Laksana Asfiksia. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.

Legawati. (2018). Asuhan Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Malang : Wineka
Media.

Marwiyah. (2016). Hubungan Penyakit Kehamilan dan Jenis Persalinan Dengan


Kejadian Asfiksia Neonatorum Di RSUD Dr. Dradjat Prawiranegara
Serang. NurseLine Journal, 2 (1).

Nurarif H. Amin & Kusuma Hardi. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA (North American Nursing
Diagnosis Association) NIC-NOC. Mediaction Publishing.

Ngastiyah. (2014). Perawatan Anak Sakit (2 ed.). Jakarta: Buku Kedokteran.

Sudarti dan Fauziah. A. (2013). Asuhan Kebidanan Neonatus Risiko Tinggi dan
Kegawatan. Yogyakarta : Nuha Medika. Hal 4

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(Definisi dan Indikator Diagnostik). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Yuni. (2019). Asuhan Keperawatan Neonatus dengan Asfiksia Neonatorum di


Ruang NICU RSUD dr. Rasidin Padang Tahun 2019. Jurnal Politeknik
Kesehatan Kemenkes Padang, hal 25-28

Anda mungkin juga menyukai