Anda di halaman 1dari 24

BAB II

ANALISIS PUSKESMAS DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Puskesmas Sungai Jingah

2.1.1 Profil Puskesmas Sungai Jingah

Puskesmas Sungai Jingah terletak di Jalan jahri Saleh no.111, Rt.19 Kelurahan
Sungai Jingah, Kecamatan Banjarmasin utara Kota Banjarmasin, Provinsi Kalimantan
Selatan. Kecamatan Banjarmasin utara merupakan salah satu dari 5 (lima) kecamatan
yang berada di Kota Banjarmasin Provinsi Kalimantan Selatan.
Luas wilayah Kecamatan Banjarmasin Utara adalah 17,75 km² (17.750 m²)
wilayah ini dikelilingi oleh sungai Barito, Sungai Martapura, Sungai Awang dan Sungai
Kuin yang merupakan batas-batas wilayah Banjarmasin Utara.
Puskesmas ini didirikan sejak tahun 1970 dengan wilayah kerja meliputi tiga
Kelurahan yaitu Sungai Jingah, Surgi Mufti dan Sungai Andai. Luas wilayah kerja
seluruhnya 13,19 Km2 yang:
• Sebelah Utara : Berbatasan dengan Sungai Gampa

• Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Sungai Jingah

• Sebelah Timur : Berbatasan dengan Sungai Martapura

• Sebelah Barat : Berbatasan dengan Sungai Antasan kecil

4
Gambar 2.1 Peta wilayah kerja Puskesmas Sungai Jingah

Visi Puskesmas Sungai Jingah adalah “Terwujudnya Pelayanan Kesehatan Yang


Bermutu Dan Bermartabat Di Puskesmas Sungai Jingah Tahun 2024”. Dalam upaya
tercapainya visi tersebut, maka misi Puskesmas Sungai Jingah yakni:

1. Memberikan Pelayanan Kesehatan Yang Bermutu, Merata, Terjangkau, Dan Berkeadilan.


2. Membangun Profesionalisme Dan Memberikan Pelayanan Kesehatan Yang Optimal Baik
Individu, Keluarga Dan Masyarakat.
3. Meningkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Melalui Peningkatan Kualitas SDM Puskesmas
Sungai Jingah
4. Mendorong Pemberdayaan Masyarakat Dalam Bidang Kesehatanberbasis Masyarakat Di
Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Jingah

2.1.2 Data Demografis Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Jingah

Kebijakan pembangunan kependudukan diarahkan pada peningkatan angka indeks pembangunan


manusia (IPM) Kota Banjarmasin pada tahun 2018 mencapai angka 76,83. Berdasar data terakhir
tahun 2020, Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Sungai Jingah adalah 65.758 jiwa.

5
Tabel 2.1 Jumlah Penduduk Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Jingah
No Kelurahan Laki-laki Perempuan Jumlah
1 Sungai Jingah 7.157 7.107 14.264
2 Surgi Mufti 8.993 9.155 18.149
3 Sungai Andai 16.794 16.551 33.345
Total 32.944 32.814 65.758
Sumber : BPS Kota Banjarmasin

2.1.4 Jenis Pelayanan Puskesmas Sungai Jingah

Jenis pelayanan secara umum di Puskesmas Sungai Jingah yakni unit rawat jalan secara
umum dibagi menjadi dua juga, yakni unit rawat jalan di puskesmas induk dan puskesmas
pembantu. Pelayanan rawat jalan di puskesmas induk terdiri dari poli kesehatan ibu dan anak
(KIA), poli umum, poli gigi, poli anak, klinik sanitasi, poli gizi, serta pelayanan penunjang yakni
laboratorium, apotek dan kamar obat. Adapun puskesmas pembantu (pustu) Puskesmas Sungai
Jingah yakni Pustu Sungai andai dan Poskesdes Sungai Gampa.

2.2 Standar Pelayanan Minimal

Standar pelayanan minimal (SPM) merupakan ketentuan mengenai jenis dan mutu
pelayanan dasar yang merupakan urusan pemerintahan wajib yang berhak diperoleh setiap warga
negara secara minimal. SPM bidang kesehatan diatur dalam Permenkes Republik Indonesia
Nomor 4 tahun 2019 tentang standar teknis pemenuhan mutu pelayanan dasar pada standar
pelayanan minimal bidang kesehatan. SPM kesehatan terdiri atas SPM kesehatan daerah provinsi
dan SPM kesehatan daerah kabupaten/kota. Jenis pelayanan dasar SPM kesehatan daerah
provinsi terdiri atas pelayanan kesehatan bagi penduduk terdampak krisis kesehatan akibat
bencana dan atau berpotensi bencana provinsi serta pelayanan kesehatan bagi penduduk pada
kondisi kejadian luar biasa provinsi. Sementara jenis pelayanan dasar SPM kesehatan daerah
kabupaten/kota terdiri atas:

1. Pelayanan kesehatan ibu hamil

2. Pelayanan kesehatan ibu bersalin

3. Pelayanan kesehatan bayi baru lahir


6
4. Pelayanan kesehatan balita

5. Pelayanan kesehatan pada usia pendidikan dasar

6. Pelayanan kesehatan pada usia produktif

7. Pelayanan kesehatan pada usia lanjut

8. Pelayanan kesehatan penderita hipertensi

9. Pelayanan kesehatan penderita diabetes melitus

10. Pelayanan kesehatan orang dengan gangguan jiwa berat

11. Pelayanan kesehatan orang terduga tuberkulosis

12. Pelayanan kesehatan orang dengan risiko terinfeksi virus yang melemahkan daya tahan tubuh
manusia (human immunodeficiency virus (HIV))

Capaian kinerja setiap pelayanan tersebut harus mencapai 100%.5

2.3 Pelayanan Kesehatan Penderita Diabetes Melitus

Pelaksanaan pelayanan kesehatan penderita diabetes telah diatur secara rinci dalam
Permenkes Nomor 4 tahun 2019.

A. Standar jumlah dan kualitas barang dan atau jasa

Tabel 2.2 Standar jumlah dan kualitas barang dan atau jasa pelayanan kesehatan penderita
hipertensi5
No Barang Jumlah Fungsi
1 Glukometer Sesuai kebutuhan Melakukan
Strip tes Gula Darah Sesuai sasaran pemeriksaan Gula
Kapas Alkohol Sesuai sasaran Darah
Lancet Sesuai sasaran
2 Formulir pencatatan dan pelaporan Sesuai kebutuhan Pencatatan dan
Aplikasi SI PTM pelaporan
3 Pedoman dan media KIE Minimal 2 Panduan dalam
perpuskesmas melakukan
penatalaksanaan
7
sesuai standar

B. Standar jumlah dan kualitas personil/sumber daya manusia kesehatan

Tabel 2.3 Standar jumlah dan kualitas personil atau sumber daya manusia kesehatan pelayanan
kesehatan penderita Diabetes5
Tenaga kesehatan meliputi:
a. Dokter, atau
b. Bidan, atau
c. Perawat
d. Gizi
e. Tenaga kesehatan masyarakat

No Kegiatan Sumber Daya Manusia (SDM)


Kesehatan
1 Pengukuran Kadar Gula Darah Dokter/tenaga kesehatan yang
berkompeten
2 Edukasi Dokter/tenaga kesehatan yang
berkompeten
3 Terapi farmakologi Dokter

C. Petunjuk teknis atau tata cara pemenuhan standar

Setiap penderita diabetes melitus mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar.


Pemerintah Kabupaten/Kota mempunyai kewajiban utnuk memberikan pelayanan kesehatan
sesuai standar kepada seluruh penderita Diabetes Melitus (DM) usia 15 tahun ke atas sebagai
upaya pencegahan sekunder di wilayah kerjanya dalam kurun waktu satu tahun. Kemudian
dilanjutkan dengan memberikan pelayanan sesuai standar yakni:5

i. Pengukuran gula darah

8
ii. Edukasi

iii. Terapi Farmakologi

D. Capaian kinerja

Capaian kinerja Pemerintah Kabupaten/Kota dalam memberikan pelayanan


kesehatan sesuai standar bagi penderita DM dinilai dari persentase penderita DM
usia 15 tahun ke atas yang mendapatkan pelayanan sesuai standar di wilayah
kerjanya dalam kurun waktu satu tahun.

Gambar 2.2 Rumus capaian kinerja pelayanan kesehatan penderita Diabetes Melitus

2.4 Diabetes Melitus

2.4.1 Definisi

Menurut ADA (American Diabetes Association), Diabetes Melitus atau disingkat DM,
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kinerja insulin atau kedua-duanya.1

Menurut WHO (World Health Association), Diabetes adalah kondisi yang terutama
ditandai oleh hiperglikemia yang memiliki risiko kerusakan mikrovaskuler (retinopati, nefropati,
dan neuropati). Hal tersebut terkait dengan angka harapan hidup berkurang, morbiditas yang
signifikan karena komplikasi mikrovaskuler, serta peningkatan risiko komplikasi makrovaskuler
(penyakit jantung iskemik, stroke dan penyakit pembuluh darah perifer).2

Berdasarkan Riskesdas tahun 2013, Proporsi DM maupun TGT (Toleransi Glukosa


Terganggu) di perkotaan tahun 2013 lebih tinggi dibandingkan 2007. Diperkirakan jumlah

9
absolut penderita DM adalah sekitar 12 juta, TGT sekitar 52 juta, dan GDP terganggu sekitar 64
juta.3

Prevalensi Diabetes Melitus Berdasarkan Riskesdas tahun 2018 di Kalimantan Selatan


yang berdasarkan diagnosis dokter adalah sebanyak 1,3% dengan perkiraan jumlah 23.915
penduduk. Sedangkan di Kota Banjarmasin sendiri diperkirakan sekitar 4.011 penduduk.4

2.4.2 Klasifikasi
Tabel 1. Klasifikasi DM6
Tipe 1 Defisiensi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi sel
beta absolut

 Autoimun
 Idiopatik
Tipe 2  Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin
disertai defisiensi insulin relatif sampai yang dominan
defek sekresi insulin disertai resistensi insulin.
Tipe lain  Defek genetik fungsi sel beta
 Defek genetik kerja insulin
 Penyakit eksokrin pankreas
 Endokrinopati
 Karena obat atau bahan kimia
 Infeksi
 Sebab imunologi yang jarang
 Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM
Diabetes
mellitus
gestasional

2.4.3 Faktor Risiko

10
Menurut PERKENI (2011), yang termasuk dalam faktor risiko Diabetes Melitus
yaitu:

a. Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi :

1) Ras dan etnik

2) Riwayat keluarga dengan diabetes (anak penyandang diabetes)

3) Umur.

Risiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat seiring dengan


meningkatnya usia. Usia > 45 tahun harus dilakukan pemeriksaan Diabetes
Melitus.

4) Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4000 gram atau riwayat pernah
menderita Diabetes Melitus Gestasional (DMG).

5) Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi yang lahir
dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding dengan bayi
lahir dengan BB normal.

b. Faktor risiko yang bisa dimodifikasi :

1) Berat badan lebih (IMT > 23 kg/m2)

2) Kurangnya aktivitas fisik

3) Hipertensi (> 140/90 mmHg)

4) Dislipidemia (HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL)

2.4.4 Etiologi dan Patofisiologi

Diabetes Melitus Tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak
penderitanya dibandingkan dengan Diabetes Melitus Tipe 1. Penderita Diabetes Melitus
Tipe 2 mencapai 90-95% dari keseluruhan populasi penderita diabetes, umumnya berusia

11
di atas 45 tahun, tetapi akhir-akhir ini penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di kalangan
remaja dan anak-anak populasinya meningkat.

Etiologi Diabetes Melitus Tipe 2 merupakan multifaktor yang belum sepenuhnya


terungkap dengan jelas. Faktor genetik dan pengaruh lingkungan cukup besar dalam
menyebabkan terjadinya Diabetes Melitus tipe 2, antara lain obesitas, diet tinggi lemak
dan rendah serat, serta kurang gerak badan.

Obesitas atau kegemukan merupakan salah satu faktor predisposisi utama.


Penelitian terhadap mencit dan tikus menunjukkan bahwa ada hubungan antara gen-gen
yang bertanggung jawab terhadap obesitas dengan gen-gen yang merupakan faktor
pradisposisi untuk Diabetes Melitus Tipe 2.4 Berbeda dengan Diabetes Melitus Tipe 1,
pada penderita Diabetes Melitus Tipe 2, terutama yang berada pada tahap awal,
umumnya dapat dideteksi jumlah insulin yang cukup di dalam darahnya, disamping kadar
glukosa yang juga tinggi. Jadi, awal patofisiologis Diabetes Melitus Tipe 2 bukan
disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, tetapi karena sel-sel sasaran insulin gagal atau
tak mampu merespon insulin secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai
“Resistensi Insulin”.6

Resistensi insulin banyak terjadi di negara-negara maju seperti Amerika Serikat,


antara lain sebagai akibat dari obesitas, gaya hidup kurang gerak (sedentary), dan
penuaan. Disamping resistensi insulin, pada penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dapat juga
timbul gangguan sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik yang berlebihan. Namun
demikian, tidak terjadi pengerusakan sel-sel β Langerhans secara otoimun sebagaimana
yang terjadi pada DM Tipe 1.5 Dengan demikian defisiensi fungsi insulin pada penderita
Diabetes Melitus Tipe 2 hanya bersifat relatif, tidak absolut. Oleh sebab itu dalam
penanganannya umumnya tidak memerlukan terapi pemberian insulin. Sel-sel β kelenjar
pankreas mensekresi insulin dalam dua fase. Fase pertama sekresi insulin terjadi segera
setelah stimulus atau rangsangan glukosa yang ditandai dengan meningkatnya kadar
glukosa darah, sedangkan sekresi fase kedua terjadi sekitar 20 menit sesudahnya.7

Pada awal perkembangan Diabetes Melitus Tipe 2, sel-sel β menunjukkan gangguan


pada sekresi insulin fase pertama, artinya sekresi insulin gagal mengkompensasi
resistensi insulin. Apabila tidak ditangani dengan baik, pada perkembangan penyakit

12
selanjutnya penderita Diabetes Melitus Tipe 2 akan mengalami kerusakan sel-sel β
pankreas yang terjadi secara progresif, yang seringkali akan mengakibatkan defisiensi
insulin, sehingga akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen. Penelitian mutakhir
menunjukkan bahwa pada penderita Diabetes Melitus Tipe 2 umumnya ditemukan kedua
faktor tersebut, yaitu resistensi insulin dan defisiensi insulin.7

2.4.5 Manifestasi Klinis dan Diagnosis

Berdasarkan keluhan klinik, biasanya pasien Diabetes Melitus akan mengeluhkan apa yang
disebut 4P : polifagi dengan penurunan berat badan, Polidipsi dengan poliuri, juga keluhan
tambahan lain seperti sering lemas, kesemutan, rasa baal, gatal di kulit mata kabur, dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita

Kriteria diagnostik8:

 HbA1c >6.5%

 Gejala klasik DM ditambah Gula Darah Sewaktu ≥200 mg/dl. Gula darah sewaktu
merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memerhatikan waktu makan
terakhir, atau

 Kadar Gula Darah Puasa ≥ 126 mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori
tambahan sedikit nya 8 jam, atau

 Kadar gula darah 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dl. TTGO dilakukan dengan standard
WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus
yang dilarutkan dalam air.

 Gejala tidak klasik ditambah hasil pemeriksaan gula darah abnormal minimal 2x.

Dengan cara pelaksanaan TTGO berdasarkan WHO ’94

 Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan
karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa.

13
 Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih
tanpa gula tetap diperbolehkan.

 Diperiksa kadar glukosa darah puasa

 Diberikan glukosa 75 gram (dewasa) atau 1,75 g/kg BB (anak-anak) , dilarutkan dalam
250 ml air dan diminum dalam 5 menit.

 Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah
minum larutan glukosa selesai

 Diperiksa kadar gula darah 2 jam setelah beban glukosa

 Selama proses pemeriksaan tidak boleh merokok dan tetap istirahat

 Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat
digolongkan ke dalam kelompok TGT (toleransi glukosa terganggu) atau GDPT (glukosa
darah puasa terganggu) dari hasil yang diperoleh

 TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah pembenanan antara 140-199


mg/dl

 GDPT : glukosa darah puasa antara 100-125 mg/dl

14
Gambar 2.3 Algoritma untuk mendiagnosis DM8

2.4.6 Tata Laksana

Tujuan pengobaan mencegah komplikasi akut dan kronik, meningkatkan kualitas hidup dengan
menormalkan KGD, dan dikatakan penderita DM terkontrol sehingga sama dengan orang
normal. Pilar penatalaksanaan Diabetes melitus dimulai dari :
1. Edukasi
Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan
masyarakat. Edukasi tentang pencegahan, faktor resiko, komplikasi serta rutin kontrol
dan mengkonsumi obat diperlukan.
2. Terapi gizi medis
Terapi gizi medik merupakan salah satu dari terapi non farmakologik yang sangat
direkomendasikan bagi penyandang diabetes. Terapi ini pada prinsipnya melakukan
pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi diabetes dan melakukan
modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual.

Tujuan terapi gizi ini adalah untuk mencapai dan mempertahankan :


1. Kadar glukosa darah yang mendekati normal
a) Glukosa darah berkisar antaara 90-130 mg/dl
b) Glukosa darah 2 jam post prandial < 180 mg/dl

15
c) Kadar HbA1c < 7%
2. Tekanan darah <130/80
3. Profil lipid :
a) Kolesterol LDL <100 mg/dl
b) Kolesterol HDL >40 mg/dl
c) Trigliserida <150 mg/dl
4. Berat badan senormal mungkin, BMI 18 – 24,9
Beberapa faktor yang harus diperhatikan sebelum melakukan perubahan pola makan
diabetes antara lain, tinggi badan, berat badan, status gizi,, status kesehatan, aktivitas fisik
dan faktor usia. Selain itu ada beberapa faktor fisiologi seperti masa kehamilan, masa
pertumbuhan, gangguan pencernaan pada usia tua, dan lainnya. Pada keadaan infeksi
berat dimana terjadi proses katabolisme yang tinggi perlu dipertimbangkan pemberian
nutrisi khusus. Masalah lain yang tidak kalah pentingnya adalah masalah status ekonomi,
lingkungan kebiasaan dan tradisi dalam lingkungan yang bersangkutan serta kemampuan
petugas kesehatan yang ada.

Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari :

Komposisi nutrien berdasarkan konsensus nasional adalah Karbohidrat 60-70%, Lemak 20-25%
dan Protein 10-15%.

KARBOHIDRAT
 Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung karbohidrat lebih ditentukan oleh
jumlahnya dibandingkan jenis karbohidrat itu sendiri.
 Total kebutuhan kalori perhari, 60-70 % diantaranya berasal dari sumber karbohidrat
 Jumlah serat 25-50 gram/hari.
 Penggunaan alkohol dibatasi dan tidak boleh lebih dari 10 ml/hari.
 Pemanis yang tidak meningkatkan jumlah kalori sebagai penggantinya adalah pemanis buatan
seperti sakarin, aspartam, acesulfam dan sukralosa. Penggunaannya pun dibatasi karena dapat
meningkatkan resiko kejadian kanker.
 Fruktosa tidak boleh lebih dari 60 gr/hari

16
 Makanan yang banyak mengandung sukrosa tidak perlu dibatasi.

PROTEIN
 Kebuthan protein 15-20% dari total kebutuhan energi perhari.
 Pada keadaan kadar glukosa darah yang terkontrol, asupan protein tidak akan mempengaruhi
konsentrasi glukosa darah .
 Pada keadaan kadar glukosa darah yang tidak terkontrol, pemberian protein sekitar 0,8-1,0
mg/kg BB/hari .
 Pada gangguan fungsi ginjal, jumlah asupan protein diturunkan sampai 0,85 gr/kg BB/hari
dan tidak kurang dari 40 gr.
 Jika terdapat komplikasi kardiovaskular maka sumber protein nabati lebih dianjurkan
dibandingkan protein hewani.

LEMAK
 Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10% dari total
kebutuhan kalori perhari.
 Jika kadar kolesterol LDL ≥ 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan sampai
maksimal 7% dari total kalori perhari.
 Konsumsi kolesterol maksimal 300 mg/hari, jika kadar kolesterol LDL ≥100 mg/dl, maka
maksimal kolesterol yag dapat dikonsumsi 200 mg perhari.

PENENTUAN KEBUTUHAN KALORI

Kebutuhan basal :

Laki-laki = berat badan ideal (kg) x 30 kalori

Wanita = berat badan ideal (kg) x 25 kalori

Koreksi :

umur

17
• 40-59 th : -5%
• 60-69 : -10%
• >70% : -20
aktivitas

• Istirahat : +10%
• Aktivitas ringan : +20%
• Aktivitas sedang : +30%
• Aktivitas berat : +50%
berat badan

• Kegemukan : - 20-30%
• Kurus : +20-30%
stress metabolik : + 10-30%

Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi 20%, makan siang 30% dan
makan malam 25%, serta 2-3 porsi ringan 10-15% diantara porsi besar.

3. Latihan Jasmani
Kegiatan fisik bagi penderita diabetes sangat dianjurkan karena mengurangi resiko
kejadian kardiovaskular dimana pada diabetes telah terjadi mikroangiopati dan
peningkatan lipid darah akibat pemecahan berlebihan yang membuat vaskular menjadi
lebih rentan akan penimbunan LDL teroksidasi subendotel yang memperburuk kualitas
hidup penderita. Dengan latihan jasmani kebutuhan otot akan glukosa meningkat dan ini
akan menurunkan kadar gula darah.

4. Intervensi Farmakologis
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai degan
pengaturan makanan dan latihan jasmani.

18
1. Obat hipoglikemik oral
 insulin secretagogue :
- Sulfonilurea : meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Merupakan obat pilihan
utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang namun masih boleh diberikan kepada
pasien dengan berat badan lebih. Contohnya glibenklamid, dosis: 1-2 x 2.5-5mg

- Glinid : bekerja cepat, merupakan prandial glucose regulator. Penekanan pada peningkatan
sekresi insulin fase pertama.obat ini berisiko terjadinya hipoglikemia. Contohnya : repaglinid,
dosis: 3 x 0.5-1-2mg. Nateglinid, dosis: 3 x 120mg.

 Insulin sensitizers
Thiazolindindion. Mensensitisasi insulin dengan jalan meningkatkan efek insulin endogen pada
target organ (otot skelet dan hepar). Menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah
protein pengangkut glukosa, sehingga ambilan glukosa di perifer meningkat. Agonis PPARγ
yang ada di otot skelet, hepar dan jaringan lemak. Contoh: Pioglitazon, dosis: 1 x 15-30mg
 Glukoneogenesis inhibitor
Metformin. Bekerja mengurangi glukoneogenesis hepar dan juga memperbaiki uptake glukosa
perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Kontraindikasi pada pasien dengan
gangguan ginjal dan hepar dan pasien dengan kecendrungan hipoksemia. Dosis: 3 x 500mg
 Inhibitor absorbsi glukosa
α glukosidase inhibitor (acarbose). Bekerja menghambat absorbsi glukosa di usus halus
sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Obat ini tidak
menimbulkan efek hipoglikemi. Dosis: 3 x 50-100mg
Hal-hal yang harus diperhatikan :
OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan decara bertahap sesuai respon kadar glukosa
darah, dapat diberikan sampai dosis maksimal. Sulfonilurea 15-30 menit sebelum makan.
Glimepirid sebelum/sesaat sebelum makan. Repaglinid, Nateglinid sesaat/sebelum makan.
Metformin sesaat/pada saat/sebelum makan. Penghambat glukosidase α bersama makan suapan
pertama. Thiazolidindion tidak bergantung jadwal makan.

19
Tabel 2. Klasifikasi OHO

20
Gambar 2.4. Terapi kombinasi

Gambar 2.5 Algoritma pengobatan DM9

2. Insulin

21
 Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi insulin basal dan sekresi insulin prandial. Terapi
insulin diupayakan mampu meniru pada sekresi insulin yang fisiologis.
 Defisiensi insulin mungkin hanya berupa defisiensi insulin basal, insulin prandial atau
keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada keadaan
puasa, sedangkan defisiensi insulin prandial akan menimbulkan hiperglikemia setelah makan.
 Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap defisiensi yang
terjadi.
 Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal berupa insulin kerja cepat (rapid insulin), kerja
pendek (short acting), kerja menengah (intermediate acting) atau insuli campuran tetap
(premixed insulin)
Insulin diperlukan dalam keadaan : penurunan berat badan yang cepat, hiperglikemia yang berta
disertai ketosis, ketoasidosis diabetik, hiperglikemia hiperosmolar non ketotik, hiperglikemia
dengan asidosis laktat, gagal dengan kombinasi OHO dengan dosis yang hampir maksimal, stress
berat (infeksi sistemik, operasi besar, stroke), DM Gestasional yang tidak terkendali dengan
perencanaan makan, gangguan fungsi hepar atau ginjal yang berat, kontraindikasi atau alergi
OHO.

Gambar 2.6 Tipe Insulin

22
3. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah untuk kemudian diinaikan
secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah. Untuk kombinasi OHO dengan
insulin, yang banyak dipakai adalah kombinasi OHO dan insulin basal (kerja menengah atau
kerja lama) yang diberikan pada malam hari atau menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi
tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa yang baik dengan dosis insulin yang
cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam
22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar gula darah puasa
keesokan harinya.
 GDP 70-130 pertahankan dosis
 >130 naikan 2 unit tiap 3 hari
 >180 naikan 4 unit tiap 3 hari
Bila dengan cara seperti ini kadar gula darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka OHO
dihentikan dan diberikan insulin (Insulin Intensif)10

Gambar 2.7 Terapi kombinasi

23
2.4.7 Komplikasi

a. Komplikasi akut
1. Ketoasidosis diabetik
• KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan
peningkatan hormon kontra regulator (glukagon, katekolamin, kortisol dan hormon
pertumbuhan). Keadaan tersebut menyebabkan produksi glukosa hati meningkat dan
penggunaan glukosa oleh sel tubuh menurun dengan hasil akhir hiperglikemia. Bahan-
bahan energi dari lemak yang kemudian di oksidasi untuk menjadi sumber energi akibat
sinyaling sel yang kekurangan glukosa akan mengakibatkan end produk berupa benda
keton yang bersifat asam. Disamping itu glukoneogenesis mempunyai efek ketogenic
dengan meningkatnya produksi beta-hydroxybutyrate dan asam asetoasetat menambah
beratnya KAD. Kriteria diagnosis KAD adalah GDS > 250 mg/dl, pH <7,3, HCO 3 <18
mg/dl, anion gap tinggi dan keton serum (+). Biasanya didahului gejala berupa anorexia,
nausea, muntah, sakit perut, sakit dada dan menjadi tanda khas adalah pernapasan
kussmaul dan berbau aseton. Tatalaksana KAD:
• Terapi cairan IV : Bolus NS/RL inisial dan penggantian natrium dan free water deficit
dlm 24 jam (kekurangan umumnya 3 – 5 L)  NS 0,45%
• Insulin : bolus IV 0,1 unit/kg short acting insulin  0,1 unit/ kg regular insulin per jam
 perbaikan 0,05 – 0,1 unit/kg/ jam
• Pengobatan faktor pemicu
• Muntah / penurunan kesadaran : NGT
• Pottasium 20 – 40 meq per L cairan IV
• Asidosis berat (pH arterial <6.9) : bikarbonat  50 mmol/L (meq/L) sodium bicarbonate
dalam 200 mL air sterile dengan 10 meq/L KCL per jam sampai 2 jam sampai pH >7

2. Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketotik


• Ditandai dengan penurunan kesadaran dengan gula darah lebih besar dari 600 mg tanpa
ketosis yang berarti dan osmolaritas plasma melebihi 330 mOsm. Keadaan ini lebih
umum ditemukan pada DM tipe 2 dimana kadar insulin darah nya masih cukup untuk
mencegah lipolisis tetapi tidak dapat mencegah keadaan hiperglikemia sehingga tidak
timbul hiperketonemia. Tatalaksana HHS:

24
• IV fluid : 1 – 3 L NS 0,9% selama 2 – 3 jam (Na > 150 meq/L  NS 0,45%) 
hemodinamik stabil : NS 0,45% lalu D5W)
• Free water deficit (9- 10 L) : 200 – 300 ml/jam larutan hopotonik (1 – 2 hari)
• Pengantian potasium
Insulin : IV bolus 0,1 unit/kg dilanjutkan IV infus 0,1 unit/ kg per jam  glukosa 250 –
300 mg/dl : 0.05 – 0.1 unit/ kg/ jam
3. Hipoglikemia
Ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg tanpa gejala klinis atau GDS
< 80 mg dengan gejala klinis. Dimulai dari stadium parasimpatik: lapar, mual, tekanan
darah turun. Stadium gangguan otak ringan : lemah lesu, sulit bicara gangguan kognitif
sementara. Stadium simpatik, gejala adrenergik yaitu keringat dingin pada muka, bibir
dan gemetar dada berdebar-debar. Stadium gangguan otak berat, gejala neuroglikopenik :
pusing, gelisah, penurunan kesadaran dengan atau tanpa kejang.

b. Komplikasi Kronik
1. Mikroangiopati
Terjadi pada kapiler arteriol karena disfungsi endotel dan trombosis
• Retinopati Diabetik (penyebab buta tersering di AS)
Retinopati diabetik nonproliferatif terjadi pemembentukan kantung-kantung kecil
menonjol seperti titik-titik mikroaneurisma dan vena retina mengalami dilatasi.
Bahayanya dapat terjadi perdarahan disetiap lapisan retina. Rusaknya sawar retina darah
bagian dalam pada endotel retina menyebabkan kebocoran cairan dan konstituen plasma
ke dalam retina dan sekitarnya menyebabkan edema yang membuat gangguan pandang.
Pada retinopati diabetik prolferatif terjadi iskemia retina yang progresif yang
merangsang neovaskularisasi yang menyebabkan kebocoran protein-protein serum dalam
jumlah besar. Neovaskularisasi yang rapuh ini berproliferasi ke bagian dalam korpus
vitreum yang bila tekanan meninggi saat berkontraksi maka bisa terjadi perdarahan masif
yang berakibat penurunan penglihatan mendadak. Dianjurkan penyandang diabetes
memeriksakan matanya 3 tahun sekali sebelum timbulnya gejala dan setiap tahun bila
sudah mulai ada kerusakan mikro untuk mencegah kebutaan. Faktor utama adalah gula
darah yang terkontrol memperlambat progresivitas kerusakan retina.

25
• Nefropati Diabetik (penyebab tersering CKD di AS)
• Ditandai dengan microalbuminuria menetap 30-300 mg/24 jam. Berlanjut menjadi
proteinuria (>300mg/24 jam) akibat hiperfiltrasi patogenik kerusakan ginjal pada tingkat
glomerulus. Peningkatan perfusi ginjal akibat tingginya kadar gula darah membuat
terjadinya peningkatan tekanan intraglomerulus dan bila terjadi terus menerus dan terjadi
inflamasi kronik, nefritis yang reversible akan berubah menjadi nefropati dimana terjadi
kerusakan menetap dan berkembang menjadi chronic kidney disease. 9 Manifestasi bisa
berupa polyneuropathy, mononeuropathy dan autonomic neuropathy. Polyneuropathy
merupakan bentuk paling sering dari neuropati diabetes(polineuropati distal simetris)
pada PF ditemukan gejala seperti kehilangan sensori, kehilangan refleks kaki, abnormal
position sense. gejala dapat berupa kehilangan sensori distal, baal,tingling, tertusuk,
terbakar di kaki dan menyebar ke proksimal. Polyradiculopathy Sindrom severe disabling
pain pada distribusi 1/lebih dari nerve root, self limited dan sembuh dalam 6 – 12 bulan.
Gejala berupa intercostal/ truncal  nyeri di thorax/ abdomen, lumbar plexus/ femoral
nerve  nyeri di paha atau pinggul, muscle weakness di flexor / ekstensor pinggul.
Mononeuropathy merupakan disfungsi dari isolated cranial / peripheral nerves
• Paling sering 3rd cranial nerve  diplopia, ptosis, opthalmoplegia dengan normal RCL.
Disfungsi autonomic berupa jantung, saluran cerna, genitourinary, sudomotor, sistem
metabolic. Gejalanya jantung dapat terjadi takikardia, hipotensi orthotastic, gastroparesis,
bladder emptying abrnomalities , disfungsi erektil, disfungsi female sexual, disfungsi
simpatik berupa hyperhidrosis di ekstremitas atas , anhidrosis di ekstremitas bawah.

• Neuropati diabetik (Terjadi pada +/- 50% penderita diabetes kronis)


Pada neuropati diabetic terjadi mikroangiopati pada arteriol yang memperdarahi saraf
menyebabkan demyelinisasi pada saraf. Yang tersering adalah neuropati perifer, berupa
hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi. Gejala
yang sering dirasakan kaki terasa terbakar, nyeru seperti ditusuk-tusuk, keram dan
kesemutan. Setelah diangnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan
skrining untuk mendeteksi adanya polineuropati distal dengan EMG.

26
2. Makroangiopati
• Pembuluh darah koroner dan otak
Kewaspadaan kemungkinan terjadinya PJK dan stroke harus ditingkatkan
terutama untuk mereka yang mempunyai resiko tinggi seperti riwayata keluarga PJK atau
DM

• Pembuluh darah tepi


Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes, biasanya terjadi
dengan gejala tipikal intermiten atau klaudikasio, meskipun sering tanpa gejala.
Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama muncul.9

27

Anda mungkin juga menyukai