Puskesmas Sungai Jingah terletak di Jalan jahri Saleh no.111, Rt.19 Kelurahan
Sungai Jingah, Kecamatan Banjarmasin utara Kota Banjarmasin, Provinsi Kalimantan
Selatan. Kecamatan Banjarmasin utara merupakan salah satu dari 5 (lima) kecamatan
yang berada di Kota Banjarmasin Provinsi Kalimantan Selatan.
Luas wilayah Kecamatan Banjarmasin Utara adalah 17,75 km² (17.750 m²)
wilayah ini dikelilingi oleh sungai Barito, Sungai Martapura, Sungai Awang dan Sungai
Kuin yang merupakan batas-batas wilayah Banjarmasin Utara.
Puskesmas ini didirikan sejak tahun 1970 dengan wilayah kerja meliputi tiga
Kelurahan yaitu Sungai Jingah, Surgi Mufti dan Sungai Andai. Luas wilayah kerja
seluruhnya 13,19 Km2 yang:
• Sebelah Utara : Berbatasan dengan Sungai Gampa
4
Gambar 2.1 Peta wilayah kerja Puskesmas Sungai Jingah
5
Tabel 2.1 Jumlah Penduduk Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Jingah
No Kelurahan Laki-laki Perempuan Jumlah
1 Sungai Jingah 7.157 7.107 14.264
2 Surgi Mufti 8.993 9.155 18.149
3 Sungai Andai 16.794 16.551 33.345
Total 32.944 32.814 65.758
Sumber : BPS Kota Banjarmasin
Jenis pelayanan secara umum di Puskesmas Sungai Jingah yakni unit rawat jalan secara
umum dibagi menjadi dua juga, yakni unit rawat jalan di puskesmas induk dan puskesmas
pembantu. Pelayanan rawat jalan di puskesmas induk terdiri dari poli kesehatan ibu dan anak
(KIA), poli umum, poli gigi, poli anak, klinik sanitasi, poli gizi, serta pelayanan penunjang yakni
laboratorium, apotek dan kamar obat. Adapun puskesmas pembantu (pustu) Puskesmas Sungai
Jingah yakni Pustu Sungai andai dan Poskesdes Sungai Gampa.
Standar pelayanan minimal (SPM) merupakan ketentuan mengenai jenis dan mutu
pelayanan dasar yang merupakan urusan pemerintahan wajib yang berhak diperoleh setiap warga
negara secara minimal. SPM bidang kesehatan diatur dalam Permenkes Republik Indonesia
Nomor 4 tahun 2019 tentang standar teknis pemenuhan mutu pelayanan dasar pada standar
pelayanan minimal bidang kesehatan. SPM kesehatan terdiri atas SPM kesehatan daerah provinsi
dan SPM kesehatan daerah kabupaten/kota. Jenis pelayanan dasar SPM kesehatan daerah
provinsi terdiri atas pelayanan kesehatan bagi penduduk terdampak krisis kesehatan akibat
bencana dan atau berpotensi bencana provinsi serta pelayanan kesehatan bagi penduduk pada
kondisi kejadian luar biasa provinsi. Sementara jenis pelayanan dasar SPM kesehatan daerah
kabupaten/kota terdiri atas:
12. Pelayanan kesehatan orang dengan risiko terinfeksi virus yang melemahkan daya tahan tubuh
manusia (human immunodeficiency virus (HIV))
Pelaksanaan pelayanan kesehatan penderita diabetes telah diatur secara rinci dalam
Permenkes Nomor 4 tahun 2019.
Tabel 2.2 Standar jumlah dan kualitas barang dan atau jasa pelayanan kesehatan penderita
hipertensi5
No Barang Jumlah Fungsi
1 Glukometer Sesuai kebutuhan Melakukan
Strip tes Gula Darah Sesuai sasaran pemeriksaan Gula
Kapas Alkohol Sesuai sasaran Darah
Lancet Sesuai sasaran
2 Formulir pencatatan dan pelaporan Sesuai kebutuhan Pencatatan dan
Aplikasi SI PTM pelaporan
3 Pedoman dan media KIE Minimal 2 Panduan dalam
perpuskesmas melakukan
penatalaksanaan
7
sesuai standar
Tabel 2.3 Standar jumlah dan kualitas personil atau sumber daya manusia kesehatan pelayanan
kesehatan penderita Diabetes5
Tenaga kesehatan meliputi:
a. Dokter, atau
b. Bidan, atau
c. Perawat
d. Gizi
e. Tenaga kesehatan masyarakat
8
ii. Edukasi
D. Capaian kinerja
Gambar 2.2 Rumus capaian kinerja pelayanan kesehatan penderita Diabetes Melitus
2.4.1 Definisi
Menurut ADA (American Diabetes Association), Diabetes Melitus atau disingkat DM,
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kinerja insulin atau kedua-duanya.1
Menurut WHO (World Health Association), Diabetes adalah kondisi yang terutama
ditandai oleh hiperglikemia yang memiliki risiko kerusakan mikrovaskuler (retinopati, nefropati,
dan neuropati). Hal tersebut terkait dengan angka harapan hidup berkurang, morbiditas yang
signifikan karena komplikasi mikrovaskuler, serta peningkatan risiko komplikasi makrovaskuler
(penyakit jantung iskemik, stroke dan penyakit pembuluh darah perifer).2
9
absolut penderita DM adalah sekitar 12 juta, TGT sekitar 52 juta, dan GDP terganggu sekitar 64
juta.3
2.4.2 Klasifikasi
Tabel 1. Klasifikasi DM6
Tipe 1 Defisiensi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi sel
beta absolut
Autoimun
Idiopatik
Tipe 2 Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin
disertai defisiensi insulin relatif sampai yang dominan
defek sekresi insulin disertai resistensi insulin.
Tipe lain Defek genetik fungsi sel beta
Defek genetik kerja insulin
Penyakit eksokrin pankreas
Endokrinopati
Karena obat atau bahan kimia
Infeksi
Sebab imunologi yang jarang
Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM
Diabetes
mellitus
gestasional
10
Menurut PERKENI (2011), yang termasuk dalam faktor risiko Diabetes Melitus
yaitu:
3) Umur.
4) Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4000 gram atau riwayat pernah
menderita Diabetes Melitus Gestasional (DMG).
5) Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi yang lahir
dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding dengan bayi
lahir dengan BB normal.
4) Dislipidemia (HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL)
Diabetes Melitus Tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak
penderitanya dibandingkan dengan Diabetes Melitus Tipe 1. Penderita Diabetes Melitus
Tipe 2 mencapai 90-95% dari keseluruhan populasi penderita diabetes, umumnya berusia
11
di atas 45 tahun, tetapi akhir-akhir ini penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di kalangan
remaja dan anak-anak populasinya meningkat.
12
selanjutnya penderita Diabetes Melitus Tipe 2 akan mengalami kerusakan sel-sel β
pankreas yang terjadi secara progresif, yang seringkali akan mengakibatkan defisiensi
insulin, sehingga akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen. Penelitian mutakhir
menunjukkan bahwa pada penderita Diabetes Melitus Tipe 2 umumnya ditemukan kedua
faktor tersebut, yaitu resistensi insulin dan defisiensi insulin.7
Berdasarkan keluhan klinik, biasanya pasien Diabetes Melitus akan mengeluhkan apa yang
disebut 4P : polifagi dengan penurunan berat badan, Polidipsi dengan poliuri, juga keluhan
tambahan lain seperti sering lemas, kesemutan, rasa baal, gatal di kulit mata kabur, dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita
Kriteria diagnostik8:
HbA1c >6.5%
Gejala klasik DM ditambah Gula Darah Sewaktu ≥200 mg/dl. Gula darah sewaktu
merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memerhatikan waktu makan
terakhir, atau
Kadar Gula Darah Puasa ≥ 126 mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori
tambahan sedikit nya 8 jam, atau
Kadar gula darah 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dl. TTGO dilakukan dengan standard
WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus
yang dilarutkan dalam air.
Gejala tidak klasik ditambah hasil pemeriksaan gula darah abnormal minimal 2x.
Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan
karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa.
13
Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih
tanpa gula tetap diperbolehkan.
Diberikan glukosa 75 gram (dewasa) atau 1,75 g/kg BB (anak-anak) , dilarutkan dalam
250 ml air dan diminum dalam 5 menit.
Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah
minum larutan glukosa selesai
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat
digolongkan ke dalam kelompok TGT (toleransi glukosa terganggu) atau GDPT (glukosa
darah puasa terganggu) dari hasil yang diperoleh
14
Gambar 2.3 Algoritma untuk mendiagnosis DM8
Tujuan pengobaan mencegah komplikasi akut dan kronik, meningkatkan kualitas hidup dengan
menormalkan KGD, dan dikatakan penderita DM terkontrol sehingga sama dengan orang
normal. Pilar penatalaksanaan Diabetes melitus dimulai dari :
1. Edukasi
Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan
masyarakat. Edukasi tentang pencegahan, faktor resiko, komplikasi serta rutin kontrol
dan mengkonsumi obat diperlukan.
2. Terapi gizi medis
Terapi gizi medik merupakan salah satu dari terapi non farmakologik yang sangat
direkomendasikan bagi penyandang diabetes. Terapi ini pada prinsipnya melakukan
pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi diabetes dan melakukan
modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual.
15
c) Kadar HbA1c < 7%
2. Tekanan darah <130/80
3. Profil lipid :
a) Kolesterol LDL <100 mg/dl
b) Kolesterol HDL >40 mg/dl
c) Trigliserida <150 mg/dl
4. Berat badan senormal mungkin, BMI 18 – 24,9
Beberapa faktor yang harus diperhatikan sebelum melakukan perubahan pola makan
diabetes antara lain, tinggi badan, berat badan, status gizi,, status kesehatan, aktivitas fisik
dan faktor usia. Selain itu ada beberapa faktor fisiologi seperti masa kehamilan, masa
pertumbuhan, gangguan pencernaan pada usia tua, dan lainnya. Pada keadaan infeksi
berat dimana terjadi proses katabolisme yang tinggi perlu dipertimbangkan pemberian
nutrisi khusus. Masalah lain yang tidak kalah pentingnya adalah masalah status ekonomi,
lingkungan kebiasaan dan tradisi dalam lingkungan yang bersangkutan serta kemampuan
petugas kesehatan yang ada.
Komposisi nutrien berdasarkan konsensus nasional adalah Karbohidrat 60-70%, Lemak 20-25%
dan Protein 10-15%.
KARBOHIDRAT
Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung karbohidrat lebih ditentukan oleh
jumlahnya dibandingkan jenis karbohidrat itu sendiri.
Total kebutuhan kalori perhari, 60-70 % diantaranya berasal dari sumber karbohidrat
Jumlah serat 25-50 gram/hari.
Penggunaan alkohol dibatasi dan tidak boleh lebih dari 10 ml/hari.
Pemanis yang tidak meningkatkan jumlah kalori sebagai penggantinya adalah pemanis buatan
seperti sakarin, aspartam, acesulfam dan sukralosa. Penggunaannya pun dibatasi karena dapat
meningkatkan resiko kejadian kanker.
Fruktosa tidak boleh lebih dari 60 gr/hari
16
Makanan yang banyak mengandung sukrosa tidak perlu dibatasi.
PROTEIN
Kebuthan protein 15-20% dari total kebutuhan energi perhari.
Pada keadaan kadar glukosa darah yang terkontrol, asupan protein tidak akan mempengaruhi
konsentrasi glukosa darah .
Pada keadaan kadar glukosa darah yang tidak terkontrol, pemberian protein sekitar 0,8-1,0
mg/kg BB/hari .
Pada gangguan fungsi ginjal, jumlah asupan protein diturunkan sampai 0,85 gr/kg BB/hari
dan tidak kurang dari 40 gr.
Jika terdapat komplikasi kardiovaskular maka sumber protein nabati lebih dianjurkan
dibandingkan protein hewani.
LEMAK
Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10% dari total
kebutuhan kalori perhari.
Jika kadar kolesterol LDL ≥ 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan sampai
maksimal 7% dari total kalori perhari.
Konsumsi kolesterol maksimal 300 mg/hari, jika kadar kolesterol LDL ≥100 mg/dl, maka
maksimal kolesterol yag dapat dikonsumsi 200 mg perhari.
Kebutuhan basal :
Koreksi :
umur
17
• 40-59 th : -5%
• 60-69 : -10%
• >70% : -20
aktivitas
• Istirahat : +10%
• Aktivitas ringan : +20%
• Aktivitas sedang : +30%
• Aktivitas berat : +50%
berat badan
• Kegemukan : - 20-30%
• Kurus : +20-30%
stress metabolik : + 10-30%
Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi 20%, makan siang 30% dan
makan malam 25%, serta 2-3 porsi ringan 10-15% diantara porsi besar.
3. Latihan Jasmani
Kegiatan fisik bagi penderita diabetes sangat dianjurkan karena mengurangi resiko
kejadian kardiovaskular dimana pada diabetes telah terjadi mikroangiopati dan
peningkatan lipid darah akibat pemecahan berlebihan yang membuat vaskular menjadi
lebih rentan akan penimbunan LDL teroksidasi subendotel yang memperburuk kualitas
hidup penderita. Dengan latihan jasmani kebutuhan otot akan glukosa meningkat dan ini
akan menurunkan kadar gula darah.
4. Intervensi Farmakologis
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai degan
pengaturan makanan dan latihan jasmani.
18
1. Obat hipoglikemik oral
insulin secretagogue :
- Sulfonilurea : meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Merupakan obat pilihan
utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang namun masih boleh diberikan kepada
pasien dengan berat badan lebih. Contohnya glibenklamid, dosis: 1-2 x 2.5-5mg
- Glinid : bekerja cepat, merupakan prandial glucose regulator. Penekanan pada peningkatan
sekresi insulin fase pertama.obat ini berisiko terjadinya hipoglikemia. Contohnya : repaglinid,
dosis: 3 x 0.5-1-2mg. Nateglinid, dosis: 3 x 120mg.
Insulin sensitizers
Thiazolindindion. Mensensitisasi insulin dengan jalan meningkatkan efek insulin endogen pada
target organ (otot skelet dan hepar). Menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah
protein pengangkut glukosa, sehingga ambilan glukosa di perifer meningkat. Agonis PPARγ
yang ada di otot skelet, hepar dan jaringan lemak. Contoh: Pioglitazon, dosis: 1 x 15-30mg
Glukoneogenesis inhibitor
Metformin. Bekerja mengurangi glukoneogenesis hepar dan juga memperbaiki uptake glukosa
perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Kontraindikasi pada pasien dengan
gangguan ginjal dan hepar dan pasien dengan kecendrungan hipoksemia. Dosis: 3 x 500mg
Inhibitor absorbsi glukosa
α glukosidase inhibitor (acarbose). Bekerja menghambat absorbsi glukosa di usus halus
sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Obat ini tidak
menimbulkan efek hipoglikemi. Dosis: 3 x 50-100mg
Hal-hal yang harus diperhatikan :
OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan decara bertahap sesuai respon kadar glukosa
darah, dapat diberikan sampai dosis maksimal. Sulfonilurea 15-30 menit sebelum makan.
Glimepirid sebelum/sesaat sebelum makan. Repaglinid, Nateglinid sesaat/sebelum makan.
Metformin sesaat/pada saat/sebelum makan. Penghambat glukosidase α bersama makan suapan
pertama. Thiazolidindion tidak bergantung jadwal makan.
19
Tabel 2. Klasifikasi OHO
20
Gambar 2.4. Terapi kombinasi
2. Insulin
21
Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi insulin basal dan sekresi insulin prandial. Terapi
insulin diupayakan mampu meniru pada sekresi insulin yang fisiologis.
Defisiensi insulin mungkin hanya berupa defisiensi insulin basal, insulin prandial atau
keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada keadaan
puasa, sedangkan defisiensi insulin prandial akan menimbulkan hiperglikemia setelah makan.
Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap defisiensi yang
terjadi.
Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal berupa insulin kerja cepat (rapid insulin), kerja
pendek (short acting), kerja menengah (intermediate acting) atau insuli campuran tetap
(premixed insulin)
Insulin diperlukan dalam keadaan : penurunan berat badan yang cepat, hiperglikemia yang berta
disertai ketosis, ketoasidosis diabetik, hiperglikemia hiperosmolar non ketotik, hiperglikemia
dengan asidosis laktat, gagal dengan kombinasi OHO dengan dosis yang hampir maksimal, stress
berat (infeksi sistemik, operasi besar, stroke), DM Gestasional yang tidak terkendali dengan
perencanaan makan, gangguan fungsi hepar atau ginjal yang berat, kontraindikasi atau alergi
OHO.
22
3. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah untuk kemudian diinaikan
secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah. Untuk kombinasi OHO dengan
insulin, yang banyak dipakai adalah kombinasi OHO dan insulin basal (kerja menengah atau
kerja lama) yang diberikan pada malam hari atau menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi
tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa yang baik dengan dosis insulin yang
cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam
22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar gula darah puasa
keesokan harinya.
GDP 70-130 pertahankan dosis
>130 naikan 2 unit tiap 3 hari
>180 naikan 4 unit tiap 3 hari
Bila dengan cara seperti ini kadar gula darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka OHO
dihentikan dan diberikan insulin (Insulin Intensif)10
23
2.4.7 Komplikasi
a. Komplikasi akut
1. Ketoasidosis diabetik
• KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan
peningkatan hormon kontra regulator (glukagon, katekolamin, kortisol dan hormon
pertumbuhan). Keadaan tersebut menyebabkan produksi glukosa hati meningkat dan
penggunaan glukosa oleh sel tubuh menurun dengan hasil akhir hiperglikemia. Bahan-
bahan energi dari lemak yang kemudian di oksidasi untuk menjadi sumber energi akibat
sinyaling sel yang kekurangan glukosa akan mengakibatkan end produk berupa benda
keton yang bersifat asam. Disamping itu glukoneogenesis mempunyai efek ketogenic
dengan meningkatnya produksi beta-hydroxybutyrate dan asam asetoasetat menambah
beratnya KAD. Kriteria diagnosis KAD adalah GDS > 250 mg/dl, pH <7,3, HCO 3 <18
mg/dl, anion gap tinggi dan keton serum (+). Biasanya didahului gejala berupa anorexia,
nausea, muntah, sakit perut, sakit dada dan menjadi tanda khas adalah pernapasan
kussmaul dan berbau aseton. Tatalaksana KAD:
• Terapi cairan IV : Bolus NS/RL inisial dan penggantian natrium dan free water deficit
dlm 24 jam (kekurangan umumnya 3 – 5 L) NS 0,45%
• Insulin : bolus IV 0,1 unit/kg short acting insulin 0,1 unit/ kg regular insulin per jam
perbaikan 0,05 – 0,1 unit/kg/ jam
• Pengobatan faktor pemicu
• Muntah / penurunan kesadaran : NGT
• Pottasium 20 – 40 meq per L cairan IV
• Asidosis berat (pH arterial <6.9) : bikarbonat 50 mmol/L (meq/L) sodium bicarbonate
dalam 200 mL air sterile dengan 10 meq/L KCL per jam sampai 2 jam sampai pH >7
24
• IV fluid : 1 – 3 L NS 0,9% selama 2 – 3 jam (Na > 150 meq/L NS 0,45%)
hemodinamik stabil : NS 0,45% lalu D5W)
• Free water deficit (9- 10 L) : 200 – 300 ml/jam larutan hopotonik (1 – 2 hari)
• Pengantian potasium
Insulin : IV bolus 0,1 unit/kg dilanjutkan IV infus 0,1 unit/ kg per jam glukosa 250 –
300 mg/dl : 0.05 – 0.1 unit/ kg/ jam
3. Hipoglikemia
Ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg tanpa gejala klinis atau GDS
< 80 mg dengan gejala klinis. Dimulai dari stadium parasimpatik: lapar, mual, tekanan
darah turun. Stadium gangguan otak ringan : lemah lesu, sulit bicara gangguan kognitif
sementara. Stadium simpatik, gejala adrenergik yaitu keringat dingin pada muka, bibir
dan gemetar dada berdebar-debar. Stadium gangguan otak berat, gejala neuroglikopenik :
pusing, gelisah, penurunan kesadaran dengan atau tanpa kejang.
b. Komplikasi Kronik
1. Mikroangiopati
Terjadi pada kapiler arteriol karena disfungsi endotel dan trombosis
• Retinopati Diabetik (penyebab buta tersering di AS)
Retinopati diabetik nonproliferatif terjadi pemembentukan kantung-kantung kecil
menonjol seperti titik-titik mikroaneurisma dan vena retina mengalami dilatasi.
Bahayanya dapat terjadi perdarahan disetiap lapisan retina. Rusaknya sawar retina darah
bagian dalam pada endotel retina menyebabkan kebocoran cairan dan konstituen plasma
ke dalam retina dan sekitarnya menyebabkan edema yang membuat gangguan pandang.
Pada retinopati diabetik prolferatif terjadi iskemia retina yang progresif yang
merangsang neovaskularisasi yang menyebabkan kebocoran protein-protein serum dalam
jumlah besar. Neovaskularisasi yang rapuh ini berproliferasi ke bagian dalam korpus
vitreum yang bila tekanan meninggi saat berkontraksi maka bisa terjadi perdarahan masif
yang berakibat penurunan penglihatan mendadak. Dianjurkan penyandang diabetes
memeriksakan matanya 3 tahun sekali sebelum timbulnya gejala dan setiap tahun bila
sudah mulai ada kerusakan mikro untuk mencegah kebutaan. Faktor utama adalah gula
darah yang terkontrol memperlambat progresivitas kerusakan retina.
25
• Nefropati Diabetik (penyebab tersering CKD di AS)
• Ditandai dengan microalbuminuria menetap 30-300 mg/24 jam. Berlanjut menjadi
proteinuria (>300mg/24 jam) akibat hiperfiltrasi patogenik kerusakan ginjal pada tingkat
glomerulus. Peningkatan perfusi ginjal akibat tingginya kadar gula darah membuat
terjadinya peningkatan tekanan intraglomerulus dan bila terjadi terus menerus dan terjadi
inflamasi kronik, nefritis yang reversible akan berubah menjadi nefropati dimana terjadi
kerusakan menetap dan berkembang menjadi chronic kidney disease. 9 Manifestasi bisa
berupa polyneuropathy, mononeuropathy dan autonomic neuropathy. Polyneuropathy
merupakan bentuk paling sering dari neuropati diabetes(polineuropati distal simetris)
pada PF ditemukan gejala seperti kehilangan sensori, kehilangan refleks kaki, abnormal
position sense. gejala dapat berupa kehilangan sensori distal, baal,tingling, tertusuk,
terbakar di kaki dan menyebar ke proksimal. Polyradiculopathy Sindrom severe disabling
pain pada distribusi 1/lebih dari nerve root, self limited dan sembuh dalam 6 – 12 bulan.
Gejala berupa intercostal/ truncal nyeri di thorax/ abdomen, lumbar plexus/ femoral
nerve nyeri di paha atau pinggul, muscle weakness di flexor / ekstensor pinggul.
Mononeuropathy merupakan disfungsi dari isolated cranial / peripheral nerves
• Paling sering 3rd cranial nerve diplopia, ptosis, opthalmoplegia dengan normal RCL.
Disfungsi autonomic berupa jantung, saluran cerna, genitourinary, sudomotor, sistem
metabolic. Gejalanya jantung dapat terjadi takikardia, hipotensi orthotastic, gastroparesis,
bladder emptying abrnomalities , disfungsi erektil, disfungsi female sexual, disfungsi
simpatik berupa hyperhidrosis di ekstremitas atas , anhidrosis di ekstremitas bawah.
26
2. Makroangiopati
• Pembuluh darah koroner dan otak
Kewaspadaan kemungkinan terjadinya PJK dan stroke harus ditingkatkan
terutama untuk mereka yang mempunyai resiko tinggi seperti riwayata keluarga PJK atau
DM
27