Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

TENTANG MENJELASKAN PENGKAJIAN SISTEM KARDIOVASKULAR

DOSEN Taufiqur Rahman,S.ST., M.Mkes.

Di Susun oleh :

MOCH FACHRI 33412001128

DEWI SYAFITRI 334120011229

1D-KEPERAWATAN

JURUSAN KESEHATAN PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

POLITEKNIK NEGRI MADURA

2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat dan salam
senantiasa tercurah limpahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
BAB 1
PENDAHULUAN

Pengertian
Sistem kardiovaskuler adalah kumpulan organ yang bekerja sama untuk melakukan fungsi
transportasi dalam tubuh manusia. Sistem ini bertanggung jawab untuk mentransportasikan darah,
yang mengandung nutrisi, bahan sisa metabolisme, hormone, zat kekebalan tubuh, dan zat lain ke
seluruh tubuh. Sehingga, tiap bagian tubuh akan mendapatkan nutrisi dan dapat membuang sisa
metabolismenya ke dalam darah. Dengan tersampainya hormone ke seluruh bagian tubuh,
kecepatan metabolisme juga akan dapat diatur. Sistem ini juga menjamin pasokan zat kekebalan
tubuh yang berlimpah pada bagian tubuh yang terluka, baik karena kecelakaan atau operasi, dengan
bertujuan mencegah infeksi di daerah tersebut. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa sistem
kardiovaskuler memiliki fungsi utama untuk mentransportasikan darah dan zat-zat yang
dikandungnya ke seluruh bagian tubuh.

Komponen Sistem Kardiovaskuler


Sistem kardiovaskuler terdiri atas organ jantung dan pembuluh darah. Fungsi sistem ini dapat
dianalogikan dengan sistem pengairan di rumah tangga, dimana organ jantung berperan sebagai
pompa dan pembuluh darah berperan sebagai salurannya atau pipanya. Sistem ini bertanggung
jawab untuk mentransportasikan darah dan zat yang dikandungnya ke seluruh bagian tubuh
manusia.

Untuk menjaga agar darah tetap mencapai seluruh bagian tubuh secara terus-menerus maka
jantung sebagai pompa harus berdenyut secara terus menerus pula. Denyutan jantung diatur oleh
sistem saraf otonom (SSO) yang berada di luar kesadaran atau kendali kita sehingga kita tidak dapat
mengatur denyutan jantung seperti kehendak kita.

Sistem kardiovaskuler merupakan sistem tertutup artinya darah yang ditransportasikan akan berada
di dalam jantung dan pembuluh darah, tidak dialirkan ke luar pembuluh darah. Berdasarkan arah
aliran darah maka pembuluh darah dapat dikelompokkan menjadi dua. Pertama adalah pembuluh
darah yang meninggalkan jantung (arteri) dan pembuluh darah yang menuju jantung (vena).
Berdasarkan ukuran penampangnya (diameter) maka pembuluh darah (arteri dan vena) dapat
dikelompokkan menjadi pembuluh darah besar, sedang, dan kecil. Contoh pembuluh arteri besar
adalah aorta, a. iliaca commonis; pembuluh arteri sedang adalah a. tibialis, a. radialis; sedangkan
contoh vena besar adalah v. cafa superior dan inferior. Diantara pembuluh darah arteri kecil
(arteriole) dan vena kecil (venule) akan terdapat saluran kecil yang disebut pembuluh kapiler.
Pembuluh kapiler ini menghubungkan bagian pembuluh darah arteri dan vena. Pembuluh kapiler ini
memiliki struktur histologis tertentu.

Anatomi Sistem Kardiovaskuler


Jantung
Jantung terletak di rongga dada (thorax), dan cenderung terletak di sisi kiri. Pada kelainan
dekstrokardia jantung justru terletak di sisi sebelah kanan. Jantung dikelilingi oleh pembuluh darah
besar dan organ paru, dan timus di bagian depannya.
Jantung terdiri dari empat ruang jantung yang dipisahkan oleh sekat-sekat jantung. Empat ruang
jantung tersebut adalah :

1. Atrium kanan
2. Atrium kiri
3. Ventrikel kanan
4. Ventrikel kiri
Ruang jantung ini terbentuk karena adanya sekat interventrikuler dan sekat atrioventrikuler. Pada
sekat atrioventrikuler terdapat dua buah katup jantung, yaitu katup trikuspidalis dan katup
bicuspidalis. Disebut trikuspidalis karena terdiri dari tiga lempengan katup, dan disebut bicuspidalis
karena terdiri dari dua buah lempengan katup. Atrium kanan dan kiri memiliki ukuran yang sama,
demikian juga ventrikel kanan dan kiri. Atrium dibatasi oleh otot jantung dan sekat yang tipis,
sedangkan bagian ventrikel dibatasi oleh otot jantung dan sekat interventrikuler yang tebal.

Empat ruang jantung ini dilapisi oleh lapisan endotel, endocardium, myocardium, dan dua lapisan
pericardium (bagian dalam = bagian visceral dan bagian luar = bagian parietal). Katup jantung
sesungguhnya merupakan perluasan cincin fibrosa atrioventrikuler, yang terdiri dari jaringan ikat
fibrosa yang dilapisi endotel pada kedua sisi.

Darah mengalir di dalam jantung ke satu arah, dari sisi kanan ke sisi kiri. Hal ini dimungkinkan karena
adanya katup-katup jantung yang akan mencegah aliran darah balik. Katup-katup ini hanya
mengijinkan darah mengalir dari atrium kanan ke ventrikel kanan; dan dari atrium kiri ke ventrikel
kiri.

Darah di dalam jantung mengalir dalam satu arah. Dari atrium kanan darah akan mengalir ke
ventrikel kanan, darah ini mengandung oksigen yang rendah, dan banyak mengandung

CO2. Kemudian darah dialirkan ke paru melalui arteri pulmonalis, untuk mendapatkan Oksigen
(oksigenasi). Dari paru-paru darah kembali ke atrium kiri jantung melalui vena pulmonalis, darah ini
kaya akan oksigen karena telah mengalami oksigenasi di paru. Dari atrium kiri dialirkan ke ventrikel
kiri, selanjutnya ke seluruh tubuh melalui aorta.
BAB 2

PEMBAHASAN

Fungsi Sistem Kardiovaskuler


Jantung Sebagai Pompa
Denyut Jantung
Jantung memiliki system yang memungkinkan mereka untuk berdenyut sendiri. System ini disebut
sistem penghantar yang terdiri dari simpul sinoatrial (SA node), lintasan antar simpul di atrium,
simpul atrioventrikuler (AV node) dan berkas His (bundle of His) dan cabangnya serta serabut
Purkinje. Nodus SA letaknya pada muara dari vena cava inferior dan nodus AV letaknya pada bagian
posterior kanan septum antar atrium. Serabut antar simpul atrium terdiri dari tiga berkas, yaitu
bagian anterior (berkas Bachman), bagian medial (Wenckebach), dan bagian posterior (Thorel).

Secara histologis sistem penghantar ini merupakan modifikasi otot jantung, dimana serat lintangnya
lebih sedikit dan batas selnya tidak tegas. Simpul SA dna AV mengandung sel bulat kecil dengan
sedikit organela di dalamnya.

Pada keadaan normal, SA node merupakan pencetus denyut jantung. Kecepatan cetusan listriknya
menentukan frekuensi jantung. Impuls tersebut kemudian berjalan melalui lintasan antar simpul
atrium menuju simpul AV, kemudian dari simpul ini menuju ke berkas His. Akhirnya akan mencapai
otot jantung melalui cabang berkas His dan serabut Purkinje.

Depolarisasi dimulai dari nodus SA dan disebarkan secara radial ke seluruh atrium yang kemudian
seluruh impuls tersebut bertemu dengan nodus AV. Depolarisasi atrium keseluruhan berlangsung
selama 0,1 detik. Hantaran yang terjadi pada nodus AV lebih lambat, sehingga terjadi perlambatan
selama 0,1 detik sebelum impuls menyebar ke ventrikel. Kemudian depolarisasi menyebar dengan
cepat dalam serabut purkinje ke seluruh ventrikel dalam waktu 0,08 – 0,1 detik. Pada manusia,
depolarisasi otot ventrikel dimulai di pada sisi kiri septum interventrikuler dan bergerak pertama-
tama ke kanan menyebrangi bagian tengah septum. Setelah itu menyebar ke bagian bawah septum
menuju puncak jantung. Kemudian menyebar di sepanjang dinding ventrikel kembali ke daerah AV,
berjalan terus dari bagian dalam jantung (endokardium) ke bagian luar (epikardium).

Bagian terakhir jantung yang mengalami depolarisasi adalah bagian posterobasal ventrikel kiri. Pada
jantung orang normal, tiap denyut berasal dari simpul SA sehingga irama jantungnya disebut sebagai
irama sinus. Pada keadaan istirahat, jantung berdenyut kirakira 70 kali per menit. Frekuensi akan
lebih lambat pada waktu tidur (bradikardia) dan bertambah cepat (takikardia) selama olah raga,
emosi, demam, dan sebab lainnya.

Siklus Jantung
Urutan proses depolarisasi seperti yang telah diuraikan di atas akan memicu gelombang kontraksi
yang menyebar ke seluruh bagian pada otot jantung. Kontraksi pada satu sel otot jantung dimulai
segera setelah depolarisasi dam berakhir kira-kira 50 milidetik setelah repolarisasi lengkap. Kontraksi
otot jantung terjadi dalam satu rangkaian tertentu, sesuai dengan perjalanan depolarisasi. Sehingga
mengakibatkan serangkaian perubahan tekanan dan aliran dalam ruang jantung. Rangkaian
perubahan yang terjadi disebut juga sebagai siklus jantung, yang terdiri dari :

1. Akhir diastolik
Katup atrioventrikuler membuka dan katup pulmonal dan aorta menutup; darah mengalir ke
atrium dari sistem vena; darah mengalir secara pasif dari atrium ke ventrikel; laju pengisian
ventrikel menurun setelah ventrikel makin teregang.

2. Sistole atrium
Kontraksi atrium mendorong sejumlah kecil darah tambahan ke ventrikel. Sebagian besar
(70 %) pengisian darah ventrikel terjadi selama pengisian pasif sebelumnya.

Kontraksi atrium mengakibatkan muara vena cafa semakin mengecil.


3. Kontraksi isovolumetrik ventrikel
Kontraksi isovolumetrik (isovolumik dan isometric) mengakibatkan menutupnya katup
atrioventrikuler. Pada fase ini terjadi peningkatan tajam dari tekanan intraventrikuler. Fase ini
berlangsung kira-kira 0,05 detik, sampai tekanan dalam ventrikel kiri dan kanan masing-masing
melampaui tekanan dalam aorta (80 mmHg) dan arteri pulmonal (10 mmHg) dan katup aorta
dan pulmonal membuka. 4. Ejeksi ventrikel

Dengan terbukanya katup aorta dan pulmonal, mulailan fase ejeksi ventrikel. Puncak
tekanan ventrikel kiri adalah sekitar 120 mmHg dan ventrikel kanan sekitar 25 mmHg.

5. Relaksasi isovolumetrik ventrikel


Setelah seluruh otot ventrikel berelaksasi yang diikuti penutupan katup aorta dan pulmonal,
tekanan ventrikel akan menurun dengan tajam. Periode ini berlangsung selama 0,04 detik.
Periode relaksasi isovolumetrik ini berakhir ketika tekanan intraventrikuler turun di bawah
tekanan atrium dan katup atrioventrikuler membuka.

Bunyi Jantung
Secara normal akan terdapat dua buah bunyi jantung pada tiap satu siklus jantung. Bunyi jantung
pertama dan kedua digambarkan sebagai bunyi “lubb” (bunyi pertama) dan “dup” (bunyi kedua).
Bunyi pertama memiliki sifat lebih rendah, lebih lembut, dan lebih panjang. Bunyi pertama
ditimbulkan oleh getaran yang terjadi akibat penutupan katup mitral dan tricuspid pada permulaan
systole ventrikel. Sedangkan bunyi kedua, sedikit lebih tinggi, lebih tajam, dan lebih pendek. Bunyi
ini ditimbulkan oleh getaran yang terjadi akibat penutupan katup aorta dan pulmonal yang terjadi
segera setelah akhir systole ventrikel. Terdapat juga variasi bunyi jantung ketiga dan keempat, tetapi
keduanya sulit untuk didengar. Bising atau bruit adalah bunyi jantung abnormal yang terjadi akibat
kelainan pada sistem katup jantung. Berdasarkan waat terdengarnya dapat digolongkan bising
sistolik, yaitu yang terjadi pada saat sistolik; dan bising diastolik, yaitu yang terjadi pada saat
diastolik. Bising ini dapat dijadikan sebagai tanda dalam diagnosis kelainan katup jantung.
LUBB DUP
1 2 1 2 1 2

Sistolik Diastolik
ventrikel ventrikel

Gambar 1 . Komponen Bunyi Jantung


Curah jantung (Cardiac Output)
Setiap kali jantung berdenyut akan dipompakan darah dari masing-masing ventrikel, ventrikel kanan
dan kiri. Jumlah darah yang dipompa keluar dari masing-masing ventrikel per denyut disebut sebagai
stroke volume. Pada keadaan istirahat stroke volume ini besarnya 80 ml. Curah jantung adalah
jumlah darah yang dipompakan oleh jantung per satu satuan waktu, dalam hal ini per menit.
Sehingga curah jantung adalah stroke volume dikalikan frekuensi jantung per menit. Besarnya curah
jantung pada keadaan istirahat adalah 5,5 liter (80 ml x 69 denyut per menit). Terdapat hubungan
antara curah jantung istirahat dengan luas permukaan tubuh. Berbagai keadaan akan
mempengaruhi curah jantung, dapat meningkatkan atau menurunkannya. Keadaan dan
pengaruhnya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Efek berbagai keadaan terhadap curah jantung


Keadaan atau factor Curah Jantung
Tidur Tidak berubah
Perubahan temperature
Gelisah, gembira (50 – 100 %) Meningkat
Makan (30 %)
Kerja (sampai 700 %)
Temperatur tinggi
Kehamilan (lanjut)
Efinefrin
Histamin
Duduk / berdiri dari berbaring (20 – 30 Menurun
%)
Aritmia
Penyakit jantung

Perubahan-perubahan pada stroke volume dan frekuensi jantung akhirnya akan mempengaruhi
curah jantung. Frekuensi jantung diatur oleh persarafan otonom (simpatis dan parasimpatis).
Rangsangan oleh saraf simpatis akan meningkatkan frekuensi denyut jantung (efek chronotropik
positif) sedangkan rangsangan oleh parasimpatis akan mengakibatkan perlambatan denyut jantung
(efek chronotropic negative). Stroke volume juga dipengaruhi oleh persarafan otonom. Rangsangan
simpatis akan mengakibatkan peningkatan stroke volume karena peningkatan kekuatan kontraksi
otot jantung (efek inotropik positif) dan perangsangan parasimpatis mengakibatkan akan
mengakibatkan penurunan stroke volume akibat penurunan kekuatan kontraksi otot jantung (efek
inotropik negative).

Selain itu isi sekuncup juga akan tergantung pada panjang serabut miokardium (peregangan otot
jantung), dan tidak tergantung dari persarafan. Kekuatan kontraksi adalah sebanding dengan
panjang awal serabut otot jantung pada batas-batas tertentu (Hukum Starling = Starling Law).
Banyak factor yang dapat mengakibatkan terjadinya regangan, seperti daya pompa otot rangka,
tonus vena, tekanan intratorak, posisi tubuh, volume darah total, dan pengisian ventrikel.

Sirkulasi Arteri
Denyut arteri
Darah yang didorong ke dalam aorta tidak hanya bergerak maju tetapi akan mengakibatkan
peregangan pembuluh darah. Peregangan ini menimbulkan gelombang bertekanan yang akan
berjalan sepanjang arteri. Gelombang bertekanan yang meregangkan dinding arteri di sepanjang
perjalanannya kita kenal sebagai denyut.

Kecepatan perjalanan gelombang ini tidak tergantung pada kecepatan aliran darah dan memiliki
kecepatan yang jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan kecepatan aliran darah. Kecepatannya
kira-kira 4 m per detik di aorta, 8 m per detik pada arteri besar, dan 16 m per detik pada arteri kecil.
Sehingga denyut yang teraba pada arteri radialis terjadi dalam waktu 0,1 detik setelah ejeksi
ventrikel.

Gambar 2. Perubahan tekanan dan kecepatan darah pada berbagai bagian pembuluh darah
Kekuatan denyut yang kita rasakan ditentukan oleh tekanan denyut dan memiliki sedikit hubungan
dengan tekanan rata-rata. Tekanan lemah dapat dijumpai pada keadaan syok, dan tekanan kuat bila
isi skuncup besar seperti pada keadaan berolah raga.

Tekanan dan kecepatan aliran darah arteri


Takanan dan kecepatan darah di berbagai bagian sirkulasi sistemik dapat dilihat pada gambar 11.
dapat dilihat bahwa tedapat perbedaan tekanan dan kecepatan aliran darah pada tiap bagian
pembuluh darah, baik pada sirkulasi arteri ataupun sirkulasi vena dan kapiler. Kecepatan aliran
darah berbeda-beda pada tiap fase, tinggi pada saat sistolik dan mencapai kecepatan paling rendah
pada saat diastolic. Peregangan dari dinding pembuluh darah sewaktu sistolik akan membantu
mempertahankan aliran darah tetap maju pada saat diastolik. Kecepatan di bagian aorta tertinggi
adalah 120 cm per detik hingga kecepatan negatif pada saat diastolic. Rerata kecepatannya adalah
40 cm per detik.

Tekanan pada aorta dan arteri besar lainnya meningkat pada saat sistolik hingga 120 mmHg dan
turun hingga 70 mmHg pada saat diastolic. Secara umum tekanan arteri akan ditulis sebagai tekanan
sistolik / tekanan diastolic, missal 120 / 70 mmHg. Tekanan nadi adalah selisih dari tekanan sistolik
dan tekanan diastolic, normal sekitar 50 mmHg. Tekanan ratarata adalah tekanan rata-rata
sepanjang siklus jantung, tekanan ini sedikit lebih rendah dari nilai tengah antara tekanan sistolik
dan diastolic.

Gravitasi akan memberikan pengaruh terhadap tekanan darah arteri, tekanan di atas jantung akan
menurun dan tekanan di setiap bagian di bawah jantung akan meningkat. Besar pengaruh gravitasi
ini adalah sebesar 0,77 mmHg per cm. Contohnya bila pada posisi berdiri tekanan setinggi jantung
adalah sebesar 100 mmHg, maka tekanan pada kepala (50 cm di atas jantung) adalah sebesar 62
mmHg. Sedangkan, pada bagian kaki 105 cm di bawah jantung adalah 180 mmHg. Pengaruh gravitasi
pada tekanan darah vena adalah sama.

Cara mengukur tekanan darah


Tekanan darah dapat diukur secara langsung dengan menempatkan kanula (alat ukur) langsung ke
dalam arteri, dan dengan mempergunakan manometer air raksa dapat diketahui tekanan darah
arteri.

Umumnya tekanan darah arteri (tekanan darah) pada manusia diukur secara rutin dengan cara tidak
langsung (auskultasi). Cara ini mempergunakan manset yang dihubungkan dengan manometer air
raksa (sfigmomanometer). Manset dililitkan di lengan bagian atas dan stetoskop diletakkan di atas
arteria brachialis pada daerah siku.

Manset dengan cepat dikembangkan sampai tekanannya di atas tekanan sistolik arteri brachialis
yang diperiksa. Akibatnya arteri akan terbendung oleh tekanan manset, dan tidak ada suara yang
terdengar dengan stetoskop. Tekanan dalam manset kemudian diturunkan perlahan-lahan, sehingga
pada titik dimana tekanan sistolik dalam arteri tepat melebihi tekanan manset akan terjadi
semburan darah berjalan melalui daerah bendungan pada tiaptiap denyut (Gambar 11). Akan
terdengar bunyi ketukan di bawah manset, dan tekanan manset di mana bunyi pertama kali
terdengar adalah tekanan sistolik. Bila tekanan manset diturunkan lebih lanjut, bunyi akan menjadi
lebih keras, memudar dan kemudian menghilang. Tekanan dimana bunyi ini menghilang adalah
tekanan diastolic.

Gambar 3. Skema Pembuluh Darah saat Pengukuran Tekanan Darah Bunyi yang
terdengar di bawah manset disebut sebagai bunyi Korotkoff. Bunyi ini timbul sebagai akibat dari
aliran turbulen yang terjadi dalam arteria brachialis. Aliran turbulen terjadi karena arteri menjadi
sempit akibat tekanan manset pada lengan atas.
Manset harus terletak setinggi jantung sehingga diperoleh tekanan yang tidak dipengaruhi oleh
gravitasi. Pada keadaan gemuk hendaknya dipergunakan manset yang lebih lebar, demikian pula
sebaliknya.

Tekanan darah arteri juga dapat dilakukan dengan cara palpasi. Pada cara ini tekanan darah
diperoleh dengan cara mengembangkan manset lengan dan kemudian membiarkan tekanan manset
menurun. Kemudian ditentukan tekanan pada saat denyut arteri radialis pertama kali teraba. Karena
kesulitan dalam menentukan denagn tepat kapan denyut pertama terasa, tekanan darah yang
diperoleh dengan cara ini bniasanya 2 – 5 mmHg lebih rendah daripada tekanan yang diperoleh
dengan cara auskultasi.

Tekanan darah arteri normal


Tekanan darah dalam arteri brachialis dewasa dalam keadaan istirahat pada posisi duduk atau
berbaring adalah kira-kira 120 / 70 mmHg. Tekanan arteri adalah hasil interaksi antara curah
jantung dan resistensi perifer (tahanan perifer). Sehingga, besarnya tekanan darah tergantung oleh
faktor-faktor yang mempengarui curah jantung dan atau tahanan perifer. Umumnya peningkatan
curah jantung akan mengakibatkan peningkatan tekanan sistolik dan resistensi perifer akan
meningkatkan tekanan diastolic.

Emosi akan meningkatkan curah jantung sebagai akibat rangsang simpatis dengan efek inotropik dan
kronotropik positif. Sehingga, sulit untuk diperoleh tekanan darah sesungguhnya pada individu yang
dalam keadaan tegang atau emosi. Peningkatan kekakuan arteri dengan akibat penurunan
kemampuan regang arteri akan meningkatkan tekanan darah seseorang. Hal ini sejalan dengan
meningkatnya usia seseorang.

Gambar 4. Pengukuran Tekanan Darah Metode Auskultasi

Sirkulasi Kapiler
Jumlah darah yang terdapat pada system kapiler hanya 5 % dari keseluruhan jumlah darah. Namun
demikian, jumlah ini menjadi sangat penting karena bagian inilah yang mengalami pertukaran
dimana O2 dan zat makanan menembus dinding kapiler menuju interstisial dan CO2 dan zat sisa
metabolisme akan menuju ke dalam kapiler.
Tekanan dalam kapiler sangat bervariasi, pada kapiler kuku manusia tekanan arteriole adalah 32
mmHg dan 15 mmHg pada ujung vena. Tekanan nadi kira-kira 5 mmHg. Kecepatan darah pada
kapiler adalah sangat rendah yaitu sekitar 0,07 cm per detik. Waktu transit dari ujung arteriole ke
ujung venule adalah sekitar 1 – 2 detik.

Pada sirkulasi kapiler akan terjadi perpindahan ke dan dari interstisial, sebagai akibat selisih tekanan
osmotic dan onkotik pembuluh kapiler dan interstisial. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 5. Skema selisih tekanan dan perpindahan zat-zat pada kapiler

Sirkulasi Vena
Aliran darah melalui pembuluh darah vena terutama terjadi karena kerja jantung (pompa jantung),
walaupun terdapat pengaruh dari tekanan negatif intratorakal saat inspirasi (pompa respirasi), dan
adanya kontraksi otot rangka yang menekan vena (pompa otot).

Pompa respirasi
Waktu inspiasi tekanan intrapleura turun dari - 2,5 mmHg menjadi - 6 mmHg. Tekanan negatif ini
diteruskan ke vena besar sehingga tekanan vena besar bervariasi dari 6 mmHg waktu ekspirasi
menjadi 2 mmHg pada saat inspirasi tenang. Penurunan tekanan saat inspirasi membantu venus
return ke jantung.

Pergerakan diafragma juga membantu aliran darah vena kembali ke jantung. Tekanan diafragma ke
daerah abdominal, yang terjadi saat inspirasi, akan meningkatkan tekanan abdomen yang akhirnya
menekan darah di vena-vena abdomen ke arah jantung. Pompa Jantung
Sisa-sisa tekanan darah arterial membantu “mendorong” darah ke arah jantung. Penurunan tekanan
atrium juga meningkatkan kemampuan jantung untuk menghisap darah masuk ke dalam atrium
waktu sistolik.

Pompa otot
Pada daerah tungkai, vena dikelilingi oleh otot rangka. Kontraksi otot pada saat bekerja akan
“memeras” vena di daerah tungkai. Kontraksi ritmis otot tungkai pada orang berdiri akan membantu
mendorong darah ke arah jantung. Hal ini mencegah pengumpulan darah di tungkai yang dapat
mengakibatkan pingsan.

Pada vena terdapat katup-katup yang berfungsi mencegah aliran balik darah akibat gravitasi.
Tekanan vena perifer dipengaruhi oleh gravitasi, dengan variasi + 0,77 mmHg per cm di atas dan
dibawah jantung.

Mekanisme Pengaturan Sistem Kardiovaskuler


Mekanisme Pengaturan Jantung
Walaupun jantung dapat memulai kontraksinya sendiri, aktivitasnya sangat dipengaruhi oleh sistem
saraf. Sehingga, aktivitas jantung tetap sesuai dengan kebutuhan tubuh. Impuls pengaturan
dilepaskan oleh pusat pengatur di otak dan sumsum tulang belakang yang disalurkan melalui saraf
simpatis dan parasimpatis. Saraf simpatis dan parasimpatis memiliki efek yang berlawanan satu
sama lain. Nervus vagus adalah serabut saraf parasimpatis yang melayani jantung.

Pusat Pengaturan Jantung


Pusat tertinggi terletak di kortek cerebri sehingga faktor fisik dan emosi dapat mempengaruhi
aktivitas jantung. Pusat berikutnya di bawah korteks adalah hipotalamus bagian posterior yang
mengirim impuls ke pusat eksitasi di medulla oblongata dan hipotalamus bagian medial yang
mengirim impuls ke pusat inhibisi di medulla oblongata. Pusat eksitasi meneruskan impulsnya ke
saraf simpatis dan pusat inhibisi meneruskan impulsnya ke saraf parasimpatis.

Parasimpatis
Impuls yang disalurkan oleh sistem parasimpatis cenderung untuk mengurangi aktivitas jantung :
menurunkan denyut jantung, menurunkan kemampuan konduksi, menurunkan kontraktilitas, dan
menurunkan kepekaan otot jantung. Variasi tonus vagus merupakan faktor utama dalam perubahan
denyut jantung.

Simpatis
Secara konstan mengeluarkan impuls yang cenderung untuk mengakselerasi aktivitas jantung,
diantaranya : meningkatkan frekuensi denyut jantung, meningkatkan konduktivitas, meningkatkan
kontraktilitas, dan meningkatkan kepekaan otot jantung.
Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 6. Sistem Pengaturan Jantung oleh Saraf


Refleks Jantung
Terdapat dua buah refleks yang melibatkan jantung, yaitu refleks eksitasi dan refleks inhibisi jantung.
Refleks ini terdiri dari lima komponen yaitu : reseptor, serabut aferen (yang membawa impuls ke
pusat refleks), pusat refleks di medulla oblongata, serabut eferen (yang membawa impuls dari pusat
refleks ke jantung), dan organ efektor yaitu jantung.
1. Refleks Eksitasi

Stimulusnya adalah peningkatan venous return yang menuju atrium kanan. Stimulus akan
merangsang reseptor refleks ini, baroreseptor, yang terdapat di dekat muara vena cava.
Baroreseptor peka terhadap perubahan tekanan. Baroreseptor mengeluarkan impuls yang
disalurkan oleh serabut aferen, nervus vagus, ke pusat refleks otonom di medulla oblongata.
Kemudian pusat refleks mengurangi impuls parasimpatis dan meningkatkan impuls simpatis,
disalurkan melalui serabut eferen ke jantung. Efeknya terjadi peningkatan frekuensi dan
kekuatan kontraksi, dan akhirnya peningkatan curah jantung.
2. Refleks Inhibisi

Stimulusnya adalah peningkatan tekanan arterial. Stimulasi lain seperti berasal dari daerah
abdomen dan stimulasi nyeri juga dapat menimbulkan refleks ini. Stimulus akan
merangsang reseptor refleks ini, baroreseptor, yang terdapat di arcus aorta dan sinus
caroticus. Baroreseptor peka terhadap perubahan tekanan. Baroreseptor mengeluarkan
impuls yang disalurkan oleh serabut aferen, nervus glossofaringeal dan nervus vagus menuju
ke pusat refleks otonom di medulla oblongata. Akibatnya pusat refleks meningkatkan impuls
parasimpatis dan mengurangi impuls simpatis. Impuls ini disalurkan melalui serabut eferen
ke jantung dengan akibat terjadi penurunan frekuensi jantung dan pengurangan kekuatan
kontraksi sehingga curah jantung menurun dan akhirnya terjadi penurunan tekanan darah.

Mekanisme pengaturan vaskuler


Pengaturan pembuluh darah terutama terjadi pada arteriole sehingga memungkinkan terjadi
pengaturan distribusi darah sesuai kebutuhan tubuh dan juga untuk membantu mengatur tekanan
darah. Otot dalam arteriole dapat mengalami kontraksi untuk mengatur diameternya. Pusat
pengaturan pembuluh darah (pusat vasomotor) terletak di medulla oblongata, pusat di atasnya
diperkirakan di korteks cerebri, dan hipotalamus. Selanjutnya impuls dari pusat vasomotor ini
disalurkan melalui serabut simpatis (T1 – L2) dan parasimpatis (S2 – S4).

Berbeda dengan jantung, dimana faktor yang penting adalah sistem parasimpatis, faktor penting
dalam pengaturan pembuluh darah adalah sistem simpatis. Sistem simpatis akan mengakibatkan
vasokonstriksi pada arteriole organ-organ dalam dan kulit, vasodilatasi pada arteriole ini terjadi
secara pasif akibat tekanan darah. Sedangkan pada arteriole otot rangka simpatis mengakibatkan
vasodilatasi. Serabut parasimpatis hanya mengatur arteriole pada kelenjar ludah dan genital.
Stimulasi parasimpatis pada kedua organ ini akan mengakibatkan vasodilatasi. Terhadap sistem vena
terjadi aktivitas kontrol yang sama.
1. Refleks vasokontriksi

Stimulusnya adalah penurunan tekanan darah yang merangsang baroreseptor di vena besar,
arcus aorta dan sinus caroticus; perasaan tidak menyenangkan : nyeri, bising, suhu tinggi; faktor
fisik dan emosi; penurunan suhu darah, kadar O2 dan peningkatan CO2 yang akan merangsang
chemoreseptor. Stimulus-stimulus ini akan merangsang pusat refleks vasomotor di medulla
oblongata. Kemudian pusat refleks ini akan meningkatkan impuls simpatis, disalurkan melalui
serabut eferen ke arteriole organ dalam dan kulit. Efeknya adalah vasokonstriksi. Vasokontriksi
pada arteriole organ dalam terutama terjadi setelah adanya stimulus berupa penurunan tekanan
darah.

Sedangkan, vasokontriksi pada arteriole kulit terutama terjadi pada stimuli berupa dingin atau
nyeri. Seluruh vasokontriksi ini, terutama yang terjadi pada organ dalam, akan meningkatkan
tekanan darah.
2. Refleks vasodilatasi
Stimulusnya adalah peningkatan venous return dan tekanan darah yang merangsang
baroreseptor di vena besar, arcus aorta dan sinus caroticus; perasaan yang menyenangkan
seperti keramahan; faktor fisik dan emosi; penurunan kadar CO2 dan peningkatan suhu darah
yang akan merangsang chemoreseptor.

Tabel 2. Faktor yang Mempengaruhi Denyut Jantung


Mempercepat Memperlambat

Inspirasi Ekspirasi
Kegembiraan Rasa takut
Marah Sedih
Nyeri Nyeri pada saraf trigeminus
Hipoksia Peningkatan tekanan intrakranial
Olah Raga
Adrenalin
Hormon tiroid
Demam
Refleks eksitasi jantung

Stimulus-stimulus ini akan merangsang pusat refleks vasomotor di medulla oblongata. Kemudian
pusat refleks ini akan menurunkan impuls vasokontriktor simpatis, disalurkan melalui serabut
eferen ke arteriole koroner, arteriole otot rangka dan arteriole pada organ dalam dan kulit.
Efeknya adalah vasodilatasi arteriole koroner diikuti peningkatan metabolisme otot jantung;
vasodilatasi arteriole otot rangka, vasodilatasi arteriole organ dalam, vasodilatasi arteriole kulit,
dan juga vasodilatasi pada jaringan erektil di daerah genital. Vasodilatasi arteriole kulit terutama
terjadi setelah adanya stimulus berupa perasaan nyaman dan adanya pijatan lembut.
Sedangkan, vasodilatasi arteriole organ dalam terutama terjadi pada stimuli peningkatan
tekanan darah. Seluruh vasodilatasi akan menurunkan tekanan darah.

Enzim jantung

Troponin

Troponin I jantung (cTnI) dan troponin T jantung (cTnT) adalah protein dalam sel otot lurik
yang merupakan penanda spesifik kerusakan jantung. Bila terjadi cedera pada jaringan
miokardium, protein ini dilepaskan kedalam aliran darah dilihat dalam 1 jam terjadinya infark
miokard (M3) dan menetap selama satu minggu atau lebih.

Tujuan untuk meneteksi dan mendiagnosis AMI dan reinfarksi. Serta untuk menilai
kemungkinan penyebab nyeri dada.

Nilai rujukan
Hasil laboratorium dapat bervariasi. Beberapa laboratorium mungkin menyebut hasil positif
jika uji tersebut memperlihatkan kadar yang dapat dideteksi, dan laboratoeium lain mungkin
memberikan kisaran hasil yang abnormal. Normalnya, kadar cTnI < 0,35 μg/L (SI, < 0,35μg/L).
kadar cTnI > 2,0μg/L (SI, >2,0 ug/L) member kesan adanya cedera jantung. Hasil
immunoassay cepat cTnT kualitatif yang > 0,1μg/L (SI, >0,1 μg/L) dianggap positif terhadap
cedera jantung. Selama cedera jaringan berlanjut, kadar troponin akan tetap tinggi.

Temuan abnormal

Kadar troponin meningkat secara cepat dan terdeteksi dalam 1 jam terjadinya cedera sel
miokard. Kadar cTnI tidak terdeteksi pada orang yang mempunyai cedera jantung.

Factor yang mempengaruhi

• Olaharaga berat yang berlangsung lama (meningkatkan kadar troponin darah meskipun
tanpa kerusakan jantung yang berarti).
• Obat-obat kardiotoksik seperti doksorubisin (meningkatkan kadar troponin darah).
• Penyakit ginjal, prosedur bedah tertentu (mungkin meningkatkan kadar troponin
darah).

Mioglobin

Mioglobin, yang biasanya ditemukan pada otot rangka dan otot jantung, berfungsi sebagai
protein otot pengikat oksigen. Mioglobin dilepaskan kedalam aliran darah pada keadaan
iskemia, trauma, dan inflamasi otot.

Tujuan

• Sebagai uji yang nonspesifik, untuk memperlihatkan adanya kerusakan pada jaringan
otot rangka dan otot jantung.
• Untuk meprediksi terjadinya eksaserbasi polimiositis.
• Secara spesifik, untuk menentukan apakan infark miokard (MI) telah terjadi.
Nilai rujukan

Nilai mioglobin normal adalah 0 sampai 0,09 μg/ml (SI, 5 - 70μg/L).

Temuan abnormal
Selain MI, kadar mioglobin yang meningkat dapat terjadi pada intoksikasi alcohol akut,
dermatomiositis, hipotermia (dengan keadaan menggigil yang lama), distrofi otot, polimiositis,
rabdomielitis, luka bakar berat, trauma, gagal jantung berat, dan lupus eritematosa sistemik.

Factor yang memengaruhi

• Hemolisis atau scan radioaktif yang dilakukan dalam 1 minggu setelah diuji.
• Angina yang baru terjadi, kardioversi, atau saat uji yang tidak sesuai (mungkin
meningkatkan kadar mioglobin).
• Injeksi I.M (mungkin memberikan hasil positif semu).

Keratin kinase

Keratin kinase (CK) adalah enzim yang berfungsi sebagai katalisator jalur metabolic kreatinin-
kreatinin dalam sel-sel otot dan jaringan otak. Karena peranannya yang erat dalam produksi
energy, CK mencerminkan katabolisme jaringan yang normal; kadar dalam serum yang
meningkat menunjukkan trauma sel.

Fraksinasi dan pengukuran ketiga isoenzim CK yang berbeda CKBB (CK1), CK-MB (CK2)
dan CK-MM (CK3), telah menggantikan kadar CK total untuk menunjukkan lokasi
peningkatan dektruksi jaringan secara akurat. CK-BB paling sering ditemukan dijaringan otak.
CK-MM dan CK-MB ditemukan terutama di otot rangka dan otot jantung. Sebagai tambahan,
sub-unit dari CK-MB dan CK-MM, yang disebut isoform atau isoenzim, dapat diperiksa untuk
meningkatkan sensitivitas uji.

Tujuan

Untuk mendeteksi dan mendiagnosis infark miokard akut (MI) dan reinfark (yang digunkan
terutama CK-MB).

Untuk menilai penyebab nyeri dada yang mungkin dan memantau beratnya iskemia miokard
setelah operasi jantung, kateterisasi jantung, dan kardioversi (yang digunakan terutama CK-
MB).

Untuk mendeteksi dermatomiokaletal yang penyebabnya bukan neurogenik seperti distrofi otot
Duschenne ( yang digunakan terutama CK total).

Nilai rujukan
Nilai CK total ditentukan oleh sinar ultraviolet atau pengukuran kinetic berkisar antara 55 –
170 U/L (SI, 0,94 sampai 2,89 μKat/L) pada lelaki dan antara 30 – 135 U/L (SI, 0,51 sampai
2,3 μKat/L) pada perempuan. Kadar CK mungkin secara berarti lebih tinggi pada orang yang
berotot. Bayi sampai usia 1 tahun yang mempunyai kadar 2 sampai 4x lebih tinggi daripada
kadar pada orang dewasa, mungkin mencerminkan trauma kelahiran dan perkembangan otot
lurik. Kisaran normal dari kadar isoenzim adalah sebagai berikut: CK-BB, tidak terdeteksi;
CK-MB, <5% (SI, < 0,05); CK-MM, 90% sampai 100% (SI, 0,90 – 1,00).

Temuan abnormal

CK-MM menentukan 99% dari CK total yang normalnya terdapat dalam serum. Isoenzim CK-
BB yang terdeteksi mungkin menunjukkan, tapi tidak memastikan, suatu diagnosis cedera
jaringan otak, tumor ganas yang menyebar, syok berat, atau gagal ginjal.

Kadar CK-MB >5% dari CK total menunjukkan MI, khususnya jika rasio isoenzim laktat
dehidrogenase >1 (LD yang melonjak). Pada MI akut dan setelah operasi jantung, CK-MB
mulai meningkat dalam 2-4 jam, mencapai puncaknya dalam 12-24 jam; peninggian yang
persisten dan kadar yang meningkat menunjukan adanya kerusakan miokardium yang sedang
berlangsung. Kadar CK total secara kasar mengikuti pola yang sama, tapi kemudian sedikit
meningkat. Kadar CK-MB mungkin tidak meningkat pada gagal jantung atau selama angina
pectoris yang tidak disertai oleh nekrosis sel miokard. Cedera otot rangka yang serius yang
terjadi pada distrofi otot tertentu, poliomyelitis, dan mioglobinuria berat mungkin
mengakibatkan peningkatan CK-MB yang ringan karena isoenzim tersebut dalam jumlah kecil
terdapat dalam beberapa otot rangka.

Nilai CK-MM meningkat mengikuti kerusakan otot rangka akibat trauma, seperti operasi dan
injeksi I.M. akibat penyakit-penyakit, seperti dermatomiositis dan distrofi otot (kadarnya
mungkin 50-100 kali normal). Peningkatan kadar CK-MM yang moderat terjadi pada pasien
dengan hipotiroidisme; peningkatan yang tajam terjadi pada aktivitas otot yang disebabkan
oleh agitasi, seperti selama suatu episode psikotik akut.

Kadar CK total mungkin meningkat pada pasien dengan hipokalemia, hipertemia maligna, dan
kardiomiopati alkoholik. Kadar CK mungkin juga meningkat setelah kejang dan kadangkala
pada pasien yang menderita infark paru dan otak. Troponin I dan troponin C jantung terdapat
pada sel-sel kontraktil dari jaringan miokardium, dan dilepaskan pada keadaan cedera jaringan
miokardium. Kadar troponin meningkat dalam 1 jam terjadinya infrak dan mungkin tetap tinggi
sampai 14 hari.

Factor yang memengaruhi

• Hemolisis akibat perlakuan yang kasar terhadap sampel.


• Tidak mengirimkan sampel ke laboratorium segera atau tidak membekukan serum jika
uji ditunda selama lebih dari 2 jam (mungkin akan menurunkan konsentrasi Kreatin
Kinase)
• Tidak mengambil sampel pada waktu yang dijadwalkan (mungkin akan menghilangkan
kadar puncak).
• Halotan dan suksinilkolin, alcohol, litium, asam amiokaproat dalam dosis besar,
prosedur diagnosis invasive, olahraga berat atau pijatan otot yang baru dilakukan, batuk
hebat, dan trauma.
• Operasi yang melibatkan otot rangka (menigkatkan kadar CK total).

Penyakit jantung koroner telah menjadi penyebab kematian utama di Indonesia. Banyak orang
terkena serangan jantung tanpa ada gejala apapun sebelumnya. Selama 50 tahun terakhir,
semakin banyak orang terkena penyakit jantung koroner, dan beberapa faktor penyebab
utamanya telah diketahui.1,2 Penyakit jantung koroner diperkirakan 30% menjadi penyebab
kematian di seluruh dunia. Menurut WHO tahun 2005, jumlah kematian penyakit
kardiovaskular (terutama penyakit jantung koroner, stroke, dan penyakit jantung rematik)
meningkat secara global menjadi 17,5 juta dari 14,4 juta pada tahun 1990. Berdasarkan jumlah
tersebut, 7,6 juta dikaitkan dengan penyakit jantung koroner. American Heart Association
(AHA) pada tahun 2004 memperkirakan prevalensi penyakit jantung koroner di Amerika
Serikat sekitar 13.200.000.3,4 Hasil Riskesdas tahun 2007 menunjukkan PJK menempati
peringkat ke-3 penyebab kematian setelah stroke dan hipertensi. Angka kejadian penyakit
jantung koroner berdasarkan data Riset kesehatan dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan
2007, ada sebanyak 7,2%. Di Provinsi Jawa Tengah berdasarkan laporan dari rumah sakit dan
puskesmas tahun 2006, kasus Penyakit Jantung Koroner sebesar 26,38 per 1.000 penduduk.
Meski menjadi pembunuh utama, tetapi masih sedikit sekali orang yang tahu tentang PJK dan
faktor risikonya. Dalam ilmu epidemiologi, jika faktor risiko suatu penyakit telah diketahui
maka akan lebih mudah untuk melakukan tindakan pencegahan. Karena bagaimanapun
mencegah lebih baik dari pada mengobati. 5,6,7 Penderita PJK banyak didapatkan adanya
faktor – faktor risiko. Faktor risiko utama atau fundamental yaitu faktor risiko lipida yang
meliputi kadar kolesterol dan trigliserida, karena pentingnya sifat – sifat substansi ini dalam
mendorong timbulnya plak di arteri koroner.Negara Amerika pada saat ini 50% orang dewasa
didapatkan kadar kolesterolnya > 200 mg/dl dan ± 25% dari orang dewasa umur > 20 tahun
dengan kadar kolesterol > 240 mg/dl, sehingga risiko terhadap penyakit jantung koroner akan
meningkat. Penderita penyakit jantung koroner akan mengalami hipertensi 2,25 kali dibanding
dengan yang bukan penderita penyakit jantung koroner.Berbagai penelitian epidemiologi
menunjukkan adanya keadaan-keadaan sifat dan kelainan yang dapat mempercepat terjadinya
penyakit jantung koroner. Memiliki faktor risiko lebih dari satu seperti hipertensi, diabetes
melitus, dan obesitas, maka akan mempunyai 2 atau 3 kali berpeluang terkena penyakit jantung
koroner dibandingkan 70 orang yang tidak.1,8,9,10 Berdasarkan uraian diatas penyakit jantung
koroner masih menjadi penyebab utama kematian. Faktor risiko tersebut berperan penting
untuk terjadinya penyakit jantung koroner, Apabila faktor risiko dapat diketahui maka akan
lebih mudah untuk dilakukannya tindakan pencegahan. Jumlah penderita penyakit jantung
koroner di Rumah Sakit Umum Pusat DR Kariadi didapatkan 129 pasien pada bulan April-Juni
tahun 2011 dan memiliki faktor risiko yang berbeda-beda. Berdasarkan hal diatas maka
diperlukan penelitian untuk mengetahui faktor risiko apa sajakah yang menyebabkan kejadian
penyakit jantung koroner masih memiliki prevalensi yang cukup tinggi. Penelitian ini bertujuan
untuk mendeskripsikan dan menganalisisfaktor risiko usia, jenis kelamin, kolesterol total,
kadar trigliserida, hipertensi, dan diabetes melitus dengankejadian penyakit jantung koroner,
serta untuk mengetahui faktor risiko yang paling berhubungan dengan kejadian penyakit
jantung koroner. Manfaat dari penelitian ini adalah diharapkan dapat memberikan informasi
dan menambah wawasan ilmu pengetahuan, untuk masyarakat atau peneliti selanjutnya tentang
faktor risiko kejadian Penyakit Jantung Koroner, serta dapat dijadikan sebagai acuan
dilakukannya tindakan pencegahan terjadinya Penyakit Jantung Koro
BAB III
PENUTUP

Dari penulisan tersebut, kami dapat mengambil kesimpulan bahwa:


1. Kardiovaskuler terdidri dari 2 kata yaitu jantung dan pembuluh darah dan 3 komponen yaitu
salah satunya adalah hemoglobin dalam darah yang juga berperan dalam sistem sirkulasi.
2. Fungsi jantung adalah memompa darah kaya oksigen di dalam system arteri dan menampung
di oksigen dari system vena dan seterusnya ke paru untuk reoksigenasi fungsi arteri, kapiler ,
vena.
B. Saran
Dari pemaparan di atas, kami memberikan saran agar dalam ilmu Kesehatan maupun ilmu alam
lainnya penting sekali memhami anatomi sistem kardiovaskuler secara tepat agar terhindar dari
kesalahan baik itu dirumah sakit maupun di alam yang berkaitan dengan perubahan fungsi tubuh
akibat kurrangnya aktifitas positif untuk memberikan Kesehatan terhadap jantung sebagai pusat
kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA
Ganong,W.F. 1999. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Editor : dr. Widjajakusumah. Edisi 17. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Guyton, A.C. and Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Mc.Naught and Callander. 1975. Illustrated Physiology. Third Edition. New York : Churchill
Livingstone.

Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia : dari sel ke system. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

https://dokumen.tips/documents/enzim-jantung-562e66dcab9b6.html

Anda mungkin juga menyukai