Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH NILAI-NILAI AGAMA

SHALAT BERJAMA’AH

DISUSUN OLEH :

NAMA : 1. MUHAMMAD JIKRI ( 2003020015 )


2. KHAIRIL SYUHADA ( 2003020002 )

DOSEN PENGAMPU :
Bagus Ridwan, S.Pd

PENDIDIKAN TEKNIK INFORMATIKA KOMPUTER


STKIP AL MAKSUM
TAHUN AJARAN
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “ Shalat Berjama’ah “ dengan baik. Shalawat serta salam kami
sampaikan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga dan sahabat
beliau, serta orang-orang mukmin yang tetap istiqamah di jalan-Nya.
Makalah ini dirancang agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang shalat
berjama’ah, bagaimana tata cara, pengaturan shaf, dan hukum shalat berjama’ah,
serta shalat jama’ dan qashar berserta tata caranya, yang disajikan dari berbagai
sumber.
Kami sangat berterima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
pembuatan makalah ini. Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidaklah
sempurna. Kami mengharapkan adanya sumbangan pikiran serta masukan yang
sifatnya membangun dari pembaca, sehingga dalam penyusunan makalah yang akan
datang menjadi lebih baik.
Terima kasih

Stabat, 7 Maret 2022

2
DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ............................................................................................................. 1


Kata Pengantar ............................................................................................................ 2
Daftar Isi ...................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................ 4
1.3 Tujuan .................................................................................................................. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Pengertian Shalat Berjama’ah .............................................................................. 6
2.2 Hukum Shalat Berjama’ah ................................................................................... 6
2.3 Syarat-syarat Shalat Berjama’ah .......................................................................... 8
2.4 Syarat-syarat Menjadi Imam ................................................................................ 9
2.5 Barisan Shalat Berjama’ah (Shaf) ........................................................................ 12

BAB III PENUTUP


3.1. Kesimpulan ........................................................................................................... 20
3.2. Saran ..................................................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 21

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1      Latar Belakang


Shalat secara etimologi (bahasa) bermakna do’a. Sedangkan secara
terminologi (istilah), shalat adalah aktivitas ibadah seorang hamba yang
dimulai dari takbir (takbiratul ihram) dan diakhiri dengan salam.
Menurut sayyid sabiq shalat ialah “Ibadat yang tersusun dari beberapa
perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir, disudahi dengan salam,
dan memenuhi beberapa syarat yang ditentukan”.
Dari pendapat diatas dapat dipahami bahwa shalat merupakan bentuk
perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan disudahi dengan
salam dengan ketentuan atau syarat-syarat tertentu.
Islam adalah agama yang menjadi rahmat bagi seluruh alam. Ia banyak
memberikan kemudahan dan keleluasaan (kelonggaran) kepada umatnya yang
sedang berada dalam kesulitan ataupun berada dalam kondisi dan posisi
tertentu yang membuatnya tidak leluasa. Salah satu contohnya adalah, Islam
membolehkan dilakukannya shalat dengan cara jama’ dan qashar bagi orang
yang sedang berada dalam perjalanan (musafir).
Shalat memiliki kedudukan tertinggi diantara ibadah-ibadah lainnya,
bahkan kedudukan tertinggi diantara ibadah-ibadah lainnya. Shalat merupakan
tiang agama, ketika seorang muslim mendirikan shalat berarti ia telah
mendirikan tiang agama. Tetapi ketika seorang muslim meninggalkan shalat
berarti ia telah menghancurkan agama.

1.2 Rumusan masalah


1.2.1 Apa yang dimaksud dengan shalat berjama’ah ?
1.2.2 Bagaimana hukumnya shalat berjama’ah bagi laki-laki dan perempuan ?
1.2.3 Apa saja syarat-syarat dalam shalat berjama’ah ?
1.2.4 Apa saja syarat-syarat menjadi imam ?
1.2.5 Bagaimana aturan pada barisan shalat berjama’ah (shaf) yang benar ?
1.2.6 Apa yang dimaksud dengan shalat jama’ah ?

4
1.2.7 Apa saja syarat-syarat shalat jama’ah ?
1.2.8 Bagaimana tata cara pelaksanaan shalat jama’ah ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk memenuhi tugas mata kuliah Agama Islam.
1.3.2 Agar mahasiswa mengetahui dan memahami pengertian dari shalat
berjama’ah.
1.3.3 Agar mahasiswa memahami hukumnya shalat berjama’ah bagi laki-laki
maupun perempuan.
1.3.4 Agar mahasiswa mengetahui syarat-syarat terjadinya shalat berjama’ah.
1.3.5 Agar mahasiswa mengetahui syarat-syarat menjadi imam.
1.3.6 Agar mahasiswa mengetahui dan memahami aturan barisan shalat
berjama’ah (shaf) yang benar.
1.3.7 Agar mahasiswa mengetahui dan memahami pengertian dari shalat
jama’ah.
1.3.8 Agar mahasiswa mengetahui apa saja syarat-syarat dilakukannya shalat
jama'ah.
1.3.9 Agar mahasiswa mengetahui dan memahami tata cara pelaksanaan shalat
jama’ah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Shalat Berjama’ah


Shalat berjamaah adalah shalat yang dilakukan oleh kaum muslimin
secara bersama-sama, minimal jumlahnya adalah dua orang, yaitu satu imam
dan satu makmum. Imam sebagai pemimpin shalat berada di depan, dan
makmum sebagai orang yang dipimpin harus mengikuti gerakan shalat imam.
Seorang makmum tidak diperbolehkan mendahului gerakan imam.
Shalat berjamaah dapat dilakukan paling sedikit oleh dua orang dan dapat
dilaksanakan di rumah, surau, masjid atau tempat layak lainnya. Tempat yang
paling utama untuk mengerjakan shalat fardhu adalah di masjid, demikian juga

5
shalat berjamaah. Semakin banyak jumlah jama’ahnya semakin utama
dibandingkan dengan shalat berjama’ah yang sedikit pesertanya.
Dalam melaksanakan shalat berjamaah di masjid, seseorang akan
mendapatkan manfaat dan ganjaran yang lebih dibandingkan shalat sendiri
dirumah. Manfaat itu berupa terjalinnya silahturahim antara warga sekitar.
Karena seringnya bertemu dan berkomunikasi ketika berada dimasjid.
Sedangkan ganjaran yang dimaksud disini adalah mendapatkan 27 pahala
lebih baik serta dinaikkan derajatnya satu tingkat lebih tinggi ketika kaki
melangkah untuk menuju ke masjid.

2.2 Hukum Shalat Berjama’ah


Hukum shalat berjamaah adalah sunnat muakad, yaitu sunnah yang sangat
ditekankan / dipentingkan dalam pelaksanaannnya. Bagi laki-laki shalat
berjama’ah di masjid (shalat fardhu) lebih utama daripada di rumah, sedangkan
bagi wanita shalat dirumah lebih utama karena lebih aman bagi mereka. Shalat
berjamaah itu lebih baik daripada shalat sendiri dengan 27 derajat.

Rasulullah SAW bersabda :

Artinya :
Diriwayatkan Ibnu Umar, Rasulullah SAW. bersabda, “ Shalat berjamaah lebih
utama dibandingkan shalat sendirian dengan dua puluh tujuh derajat ”. (H.R.
Bukhari dan Muslim)

Lalu, bagaimana hukumnya jika seorang perempuan shalat dengan laki-


laki yang bukan mahramnya? Islam menegaskan diharamkan bagi laki-laki

6
berdua-duaan dengan perempuan yang bukan mahramnya, sebagaimana yang
dijelaskan dalam hadis Nabi SAW.

Ibnu Abbas RA meriwayatkan, ia mendengar Nabi SAW bersabda,


“Janganlah seorang laki-laki berdua-duaan dengan perempuan kecuali
disertai seorang mahram, dan janganlah seorang perempuan bepergian
kecuali bersama mahramnya.” Lalu, ada seorang laki-laki berdiri  dan
berkata, “Wahai Rasulullah, saya termasuk yang terdaftar pada perang ini dan
itu, sedangkan istriku keluar untuk menunaikan ibadah haji.” Maka, Beliau
bersabda, “Pergilah berhaji bersama istrimu.” (HR Bukhari dan Muslim).

Dalam hadis lain disebutkan, Nabi SAW bersabda, “Janganlah seorang


laki-laki berdua-duaan dengan seorang perempuan melainkan ketiganya
adalah setan.” (HR Tirmizi dan Ahmad).

Oleh karena itu, jika shalatnya seorang perempuan sebagai makmum di


belakang seorang laki-laki yang bukan mahram menjadikan mereka berdua-
duaan (khalwat), hukumnya tidak boleh karena ini menjadi sebab kepada
sesuatu yang haram. Dan, dalam kaidah fikih dijelaskan sesuatu yang
menyebabkan kepada yang haram maka hukumnya adalah haram.

Dalam kitab, Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Imam Nawawi


menyatakan, makruh hukumnya seorang laki-laki shalat dengan seorang
perempuan yang asing  (bukan mahramnya) berdasarkan hadis Nabi saw,
“Janganlah seorang laki-laki berdua-duaan dengan seorang perempuan
melainkan ketiganya adalah setan.”

Lalu, Imam Nawawi menegaskan yang dimaksud dengan makruh di sini


adalah makruh tahrim (yaitu perkara yang diharamkan dalam syariat yang
berakibat dosa bagi yang melakukannya, tapi berdasarkan dalil yang bersifat
zhanni), yaitu jika laki-laki itu menjadi berdua-duaan dengan wanita tersebut.
Imam Nawawi melanjutkan, “Ulama mazhab Syafii mengatakan, jika
seorang laki-laki mengimami istri atau mahramnya dan berdua-duaan

7
dengannya, hukumnya boleh karena ia dibolehkan untuk berdua-duaan
dengannya di luar waktu shalat. Sedangkan, jika ia mengimami wanita asing
dan berdua-duaan dengannya maka itu diharamkan bagi laki-laki dan wanita
tersebut berdasarkan hadis-hadis Nabi SAW tersebut. Maka, jika shalat
berjamaah dengan laki-laki yang bukan mahram di mushala kantor itu
menjadikannya berdua-duaan dengannya, hukumnya adalah haram.
Tetapi, jika di mushala itu ada orang lain, meskipun ia tidak shalat maka
hukumnya menjadi boleh karena penyebab dilarangnya sudah tidak ada, yaitu
berdua-duaan. Wallahu a’lam bish shawwab.

2.3 Syarat-syarat Shalat Berjama’ah


 Shalat berjamaah sah apabila memenuh isyarat sebagai berikut :
1. Ada imam dan makmum
2. Makmum berniat untuk mengikuti imam
3. Shalat dikerjakan dalam satu majelis.
4. Shalat makmum sesuai dengan shalatnya imam.

 Syarat menjadi Imam


1. Seorang laki laki bila makmum laki-laki /perempuan ( boleh imam
perempuan asal makmumnya perempuan semua )
2. Baligh / Berakal sehat
3. Fasih membaca Al Qur’an dan cukup hapalannya
4. Mempunyai ilmu agama yang memadai dan tahu tentang tatacara shalat
berjamaah
5. Lebih tua umurnya

 Syarat Menjadi Makmum


1. Berniat mengikuti imam
2. Mengikuti gerakan imam
3. Tidak boleh mendahului imam
4. Jenis shalat harus sama
5. Dilaksanakan di satu majelis / Tempat / Mesjid

8
2.4 Syarat-syarat Menjadi Imam

Tidak semua orang boleh menjadi imam dalam


shalat. Seseorang baru boleh menjadi imam, jika ia memenuhi syarat-syarat
berikut ini :
a. Islam. Orang kafir tidak diperbolehkan menjadi imam.
b. Berakal. Orang gila tidak diperbolehkan menjadi imam.
c. Suci dari hadats besar dan hadast kecil maupun najis.
d. Orang yang ahli baca Al-Qur’an, jika makmumnya juga ahli baca.
Nabi Muhammad SAW bersabda : “Jika ada 3 (tiga) orang, maka
hendaklah memilih salah seorang diantara mereka menjadi imam dan
yang paling berhak diantara mereka ialah yang paling bagus bacaannya”.
(HR. Muslim)
e. Orang lelaki yang adil memahami. Seorang wanita tidak diperbolehkan
menjadi imam bagi kaum laki-laki dalam shalat. Tetapi jika ia menjadi
imam bagi sesama kaum wanita, maka hukumnya boleh. Sedangkan
seorang lelaki, maka ia boleh menjadi imam bagi sesama orang laki-laki
maupun kaum perempuan.
f. Imam tersebut bukan orang yang sedang shalat bermakmum kepada orang
lain.

Urut-urutan orang yang paling afdhal menjadi imam :


a. Orang yang paling banyak hafalannya terhadap kitab Allah (Al-Qur’an).
b. Orang yang paling memahami terhadap agama Allah (ajaran Islam).
c. Orang yang paling kuat dan tinggi ketakwaannya kepada Allah, atau
orang yang paling shaleh di antara para jama’ah shalat.
d. Orang yang paling tua umurnya.

9
Syarat utama menjadi imam shalat seperti disebutkan dalam kitab Fiqh
Al-Islami Wa karya Syaikh Wahbah Al Zuhaili antara lain, “Islam, berakal,
balighm laki-laki, suci dari hadats, bagus bacaan dan rukunnya, bukan
makmum, sehat dan belum tua serta lidahnya fasih dapat mengucapkan lafal
Arab dengan tepat dan jelas”.

Ini semua berdasarkan pada beberapa hadits di bawah ini:


1) Hadits Abu Sa’id al Khudri :
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Apabila mereka tiga
orang, maka hendaklah seorang dari mereka menjadi imam shalat mereka,
dan yang paling berhak menjadi imam adalah yang paling baik bacaan al
Qur`annya” [HR Muslim 672]
2) Hadits Abu Mas’ud al Anshari, ia menyatakan :
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada kami:
“Hendaknya yang menjadi imam shalat suatu kaum adalah yang paling
hafal al Qur`an dan paling baik bacaannya. Apabila dalam bacaan mereka
sama, maka yang berhak menjadi imam adalah yang paling dahulu
hijrahnya. Apabila mereka sama dalam hijrah, maka yang berhak menjadi
imam adalah yang paling tua. Janganlah kalian menjadi imam atas
seseorang pada keluarga dan kekuasaannya, dan jangan juga menduduki
permadani di rumahnya, kecuali ia mengizinkanmu atau dengan izinnya”
[HR Muslim dalam Shahih-nya, kitab al Masaajid wa Mawadhi’ Shalat,
Bab Man Ahaqqu bil Imamah, no. 1709]

Namun demikian, hal ini tidak termasuk syarat sahnya shalat berjamaah,
karena seseorang diperbolehkan menjadi imam bagi orang yang lebih berhak
menjadi imam darinya, sebagaimana kisah Nabi. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah shalat di belakang Abu Bakar sebagaimana dijelaskan dalam
hadits ‘Aisyah, ia berkata :
“Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sakit di akhir hayatnya, lalu
datanglah waktu shalat dan Bilal telah beradzan, maka beliau berkata:
“Perintahkan Abu Bakar agar mengimami shalat,” lalu ada yang berkata kepada
beliau : “Sungguh Abu Bakr seorang yang lembut hati. Apabila menggantikan

10
kedudukanmu, ia tidak dapat mengimami orang banyak”. Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam mengulangi lagi (perintahnya) dan merekapun mengulangi
(pernyataan tersebut), lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengulanginya
yang ketiga dan berkata: “Kalian ini seperti wanita-wanita dalam kisah Yusuf.
Perintahkan Abu Bakar agar mengimami orang shalat,” lalu Abu Bakar
berangkat dan mengimami shalat. Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
merasakan sakitnya agak ringan, lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
keluar dengan bersandar pada dua orang, seakan-akan aku melihat kakinya
gontai (tidak mantap dalam melangkah) karena rasa sakit. Lalu Abu Bakar
ingin mundur, maka beliau memberikan isyarat untuk tetap di tempatnya,
kemudian mendatanginya dan duduk di sebelah Abu Bakar” [HR al Bukhari,
kitab al Adzan, hadits 2641]

Hadits ini, secara jelas menunjukkan bolehnya seseorang mengimami


orang yang lebih berhak menjadi imam darinya. Wallahu a’lam.

2.5 Barisan Shalat Berjama’ah (Shaf)

11
12
13
Ketika wanita berjama’ah bersama lelaki, posisi shaf wanita yang paling
belakang lebih afdhal dibandingkan posisi shaf di depannya. Dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,

‫آخ ُرهَا َو َشرُّ هَا َأ َّولُهَا‬ ِ ُ‫صف‬


ِ ‫وف النِ َسا ِء‬ ِ ‫ال َأ ِّولُهَا َو َشرُّ هَا‬
ُ ‫آخ ُرهَا َوخَ ْي ُر‬ ِ ‫رج‬ ِ ُ‫صف‬
َ ِ‫وف ال‬ ُ ‫خَ ْي ُر‬

“Sebaik-baik shaf laki-laki adalah yang pertama dan seburuk-buruknya adalah


yang terakhir. Sebaik-baik shaf wanita adalah yang terakhir dan seburuk-
buruknya adalah yang pertama.” (HR. Muslim no.440).

Oleh karena itu, dalam menyusun shaf wanita ketika berjama’ah bersama
laki-laki dimulai dari belakang, bukan dari depan.

Di antara hal yang berkaitan dengan shalat yang harus diperhatikan


dengan serius dan tidak boleh diremehkan adalah permasalahan lurus dan
rapatnya shaf (barisan dalam shalat). Karena ancamannya pun tidak
sembarangan, yakni ancaman bagi yang tidak meluruskan shaf. An-Nu’man bin

14
Basyir, beliau berkata, aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda (artinya) :

“Benar-benar kalian luruskan shaf-shaf kalian atau (kalau tidak), maka


sungguh Allah akan memalingkan antar wajah-wajah kalian (menjadikan
wajah-wajah kalian berselisih).”(HR. Al-Bukhari no.717 dan Muslim 436).

Dalam satu riwayat milik Al-Imam Muslim disebutkan, “Bahwasanya


Rasulullah biasa meluruskan shaf-shaf kami seakan-akan beliau sedang
meluruskan anak panah sehingga apabila beliau melihat bahwasanya kami telah
memahami hal itu, yakni wajibnya meluruskan shaf (maka beliaupun memulai
shalatnya, pent). Kemudian pada suatu hari beliau keluar, lalu berdiri sampai
hampir-hampir beliau bertakbir untuk shalat, tiba-tiba beliau melihat seseorang
yang menonjol sedikit dadanya, maka beliaupun bersabda,

“Wahai hamba-hamba Allah, benar-benar kalian luruskan shaf-shaf kalian


atau (kalau tidak) maka Allah sungguh akan memalingkan antar wajah-
wajah kalian.”

Di dalam hadits di atas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat


menekankan agar meluruskan shaf di dalam shalat dengan sabdanya, “Benar-
benar kalian luruskan shaf-shaf kalian atau (kalau tidak), maka sungguh Allah
akan palingkan antar wajah-wajah kalian.”
Dengan alasan inilah, maka yang dimaksud dengan sabda beliau, “atau
sungguh Allah akan palingkan antar wajah-wajah kalian”, yakni cara pandang
kalian, yang hal ini terjadi dengan berselisihnya hati. Bagaimanapun juga, di
dalam hadits ini terdapat dalil akan wajibnya meluruskan shaf, dan bahwasanya
wajib atas para makmum untuk meluruskan shaf-shaf mereka, dan kalau
mereka tidak meluruskan shafnya, maka sungguh mereka telah mempersiapkan
diri-diri mereka untuk mendapatkan siksaan dari Allah subhanahu wa ta’ala,
wal’iyaadzu billaah.

15
BAB III
PENUTUP

3.1      Kesimpulan
Dari penjelasan diatas kita dapat menyimpulkan, bahwa shalat berjamaah
adalah shalat yang dilakukan oleh kaum muslimin secara bersama-sama,
minimal jumlahnya adalah dua orang, yaitu satu imam dan satu makmum. Bagi
laki-laki shalat berjama’ah di masjid (shalat fardhu) lebih utama daripada di
rumah, sedangkan bagi wanita shalat dirumah lebih utama karena lebih aman
bagi mereka.
Syarat utama menjadi imam shalat seperti disebutkan dalam kitab Fiqh
Al-Islami Wa karya Syaikh Wahbah Al Zuhaili antara lain, “Islam, berakal,
balighm laki-laki, suci dari hadats, bagus bacaan dan rukunnya, bukan
makmum, sehat dan belum tua serta lidahnya fasih dapat mengucapkan lafal
Arab dengan tepat dan jelas”.

3.2      Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi
pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau
referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.

16
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman sudi memberikan
kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah
ini. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para
pembaca yang budiman pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA

El-sutha, Saiful Hadi. 2012. Buku Panduan Sholat Lengkap. Jakarta : WahyuMedia.

Sulaiman, Muhammad. 2013. Tata cara Shalat Lengkap Wajib & Sunnah.
Yogyakarta : Buku Pintar.

https://almanhaj.or.id/2612-memahami-posisi-imam-dan-mamum-dalam-shalat-
berjamaah.html

https://muslimah.or.id/7559-bagaimana-shaf-wanita-dalam-shalat.html

https://rohissmpn14depok.wordpress.com/kbm-pai/shalat-berjamaah-dan-munfarid/

http://rukun-islam.com/syarat-menjadi-imam-shalat/

http://cercahceria.com/tata-cara-shalat-jamak-qashar-jamak-qashar-lengkap/

https://cahayawahyu.wordpress.com/religion/hukum-shalat-berjamaah-di-masjid-
bagi-wanita-dari-berbagai-pendapat/

17

Anda mungkin juga menyukai