Gendon Barus
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
email: bardon.usd@gmail.com
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi keterlaksanaan pendidikan karakter terintegrasi
di SMP dan mengukur capaian hasilnya. Pelaksanaan pendidikan karakter terintegrasi pada lima kota
di Indonesia belum menunjukkan hasil yang menggembirakan. Selain berhenti hanya pada tataran
kognitif, muatan nilai-nilai karakter yang diintegrasikan ke berbagai mata pelajaran sifatnya hanya
“tempelan”, sekadar ditulis di Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, tanpa eksplisitasi kongkret dalam
pelaksanaan. Sebagian besar guru mata pelajaran yang dititipi muatan pendidikan karakter secara ter-
integrasi mengalami keterbatasan kemampuan mendeskripsikan, mengaktualisasikan, dan membumi-
kan pelaksanaan misi itu. Pada sisi lain, kehadiran dan peran konselor yang secara khusus dibekali un-
tuk peran transmitter pendidikan “hati” (pendidikan karakter) tidak dilibatkan sama sekali, sebagai-
mana tampak pada sebagian besar SMP di Indonesia tidak menyediakan jam layanan bimbingan klasi-
kal. Gagasan penelitian ini diharapkan menginspirasi kerangka kerja ditemukannya model alternatif
pendidikan karakter yang berorientasi pada terbangunnya kemitraan-kolaboratif profesional antara
konselor/Guru BK dengan guru mata pelajaran dalam implementasi pendidikan karakter di sekolah.
Abstract: This study was aimed to evaluate the implementation of the character education in Junior
High School and to measure the result. The implementation of integrated character education in Junior
High School in several cities in Indonesia has not shown satisfactory result. It was only at the cognitive
level. The contents of character values integrated into a variety of subjects were just like "patches".
They are only written in a lesson plan, without realization in the implementation. Most of the subject
teachers who are entrusted with the content of character education integrated into the learning process,
had limited ability to describe, actualize, and implement the mission. On the other hand, the counsellor
who was specifically equipped with the transmitter role of character education was not involved at all.
This could be seen in most junior high schools in Indonesia which did not provide a classical guidance
service schedule. This study is expected to inspire the finding of an alternative of the character educa-
tion model oriented to professional collaborative partnership between the counsellors and teachers im-
plementing the character education.
222
223
Karakter di Sekolah Menengah Pertama (Di- pelajaran sebagai “pengajar karakter” siswa di
rektorat Pembinaan SMP, Ditjenmandikdas- SMP tanpa melibatkan peran konselor sekolah
men, 2010) layak dipertanyakan. Berhasil, atau saat ini masih harus terpaksa diterima sebagai
gagalkah? Jika berhasil, mengapa semakin ma- realitas (periksa Buku Panduan Pendidikan Ka-
rak perilaku berkarakter buruk pada anak belas- rakter di Sekolah Menengah Pertama, 2010).
an tahun ini? Jika gagal, bagian mana yang in- Melepaskan guru dari peran sebagai agen trans-
efektif dan apa hambatannya? mitter nilai-nilai karakter dalam hal ini memang
Buchori (2007:4) mempertanyakan, apa sesungguhnya tidak disarankan, namun meng-
yang salah dengan pendidikan karakter kita? optimalkan peran-fungsi konselor/guru BK se-
“Pendidikan watak” diformulasikan menjadi pe- bagai mitra kolaboratif profesional dengan guru
lajaran agama, pelajaran kewarganegaraan, atau mata pelajaran dalam menjalankan peran terse-
pelajaran budi pekerti, yang program utamanya but adalah sebuah keharusan. Untuk itu, perlu
ialah pengenalan nilai-nilai secara kognitif se- ditemukan model pelaksanaan pendidikan ka-
mata. Padahal, pendidikan karakter seharusnya rakter di SMP yang lebih efektif dengan mem-
membawa peserta didik ke pengenalan nilai se- fungsikan konselor/guru BK sebagai mitra ker-
cara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, jasama profesional dengan guru mata pelajaran
dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata. melalui layanan bimbingan klasikal kolaboratif
Permasalahannya adalah, pendidikan ka- dengan pendekatan experiential learning seba-
rakter di sekolah, khususnya di SMP di seluruh gaimana digagas dalam penelitian pengembang-
tanah air selama ini baru menyentuh pada ting- an ini.
katan pengenalan norma atau nilai-nilai, dan Penelitian ini bertujuan untuk mengana-
belum pada tingkatan internalisasi dan tindakan lisis secara evaluatif tentang implementasi, ber-
nyata dalam kehidupan sehari-hari (Suyanto, bagai hambatan, dan hasil-hasil pendidikan ka-
2011:8). Perlu dilakukan evaluasi komprehensif rakter terintegrasi pada beberapa SMP di Indo-
tentang hal-hal seperti berikut. (1) Sejauh mana nesia, sebagai preliminary study untuk mengem-
keterlak-sanaan pendidikan karakter terintegrasi bangkan sebuah model pendidikan karakter
di SMP? (2) Hambatan-hambatan apa yang di- yang lebih efektif dengan mengoptimalkan pe-
temukan dalam pelaksanaan pendidikan karak- ran konselor sekolah melalui layanan bimbing-
ter terintegrasi di SMP? (3) Sejauh mana capai- an klasikal kolaboratif dengan pendekatan ex-
an hasil pendidikan karakter yang telah berlang- periential learning. Kajian ini sangat relevan dan
sung dengan sistem terintegrasi di SMP? aktual dilaksanakan dalam koridor optimalisasi
Permasalahan pendidikan karakter yang pelayanan BK di SMP (Permendikbud No. 81A
selama ini ada di SMP perlu segera dikaji: di Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum
mana kelemahannya, apa hambatannya, sebe- 2013), peningkatan profesionalisme guru menu-
rapa jauh hasilnya; dan jika secara empirik di- ju perbaikan mutu pendidikan dasar, school re-
ketahui belum memuaskan, maka perlu dicari form movement, otonomi pendidikan dalam kon-
altenatif-alternatif solusinya, serta perlu dikem- teks otonomi daerah, aktualisasi MPBS, student
bangkan suatu model pelaksanaannya secara centred learning-oriented, kuatnya kebutuhan
lebih operasional dan efektif sehingga mudah untuk revitalisasi nilai-nilai dalam dunia pendi-
diimplementasikan di sekolah. Sekolah-sekolah dikan, tuntutan character education, dan me-
yang selama ini telah berhasil melaksanakan nyongsong implementasi kurikulum 2013 yang
pendidikan karakter dengan baik dapat dijadi- syarat muatan pembentukan sikap dan nilai
kan sebagai the best practices model yang men- menuju pencapaian standar kompetensi peserta
jadi contoh untuk disebarluaskan ke sekolah- didik sesuai amanah standar nasional pendidik-
sekolah lainnya. an dalam upaya membangun manusia Indonesia
Meskipun efektivitasnya masih jauh dari seutuhnya dan peningkatan daya saing bangsa.
hasil yang diharapkan, kebijakan untuk me-
mosisikan dan memfungsikan semua guru mata
(2) berakhlak mulia, dan berkepribadian luhur; ing (pengetahuan tentang moral), moral feeling
(3) berilmu, cakap, kritis, kreatif, dan inovatif; atau perasaan (penguatan emosi) tentang moral,
(4) sehat, mandiri, dan percaya diri; (5) toleran, dan moral action atau perbuatan bermoral.
peka sosial, demokratis, dan bertanggungjawab. Dimensi-dimensi yang termasuk dalam moral
Berdasarkan hal tersebut, jelas bahwa tujuan knowing yang akan mengisi ranah kognitif ada-
pendidikan di setiap jenjang, termasuk SMP lah kesadaran moral (moral awareness), penge-
sangat berkaitan dengan pembentukan karakter tahuan tentang nilai-nilai moral (knowing moral
peserta didik. values), penentuan sudut pandang (perspective
Menyadari pentingnya karakter, dewasa taking), logika moral (moral reasoning), kebe-
ini banyak pihak menuntut peningkatan inten- ranian mengambil sikap (decision making), dan
sitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan ka- pengenalan diri (self knowledge). Moral feeling
rakter pada lembaga pendidikan formal. Tun- merupakan penguatan aspek emosi peserta di-
tutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial dik untuk menjadi manusia berkarakter. Pe-
yang berkembang, yakni meningkatnya kena- nguatan ini berkaitan dengan bentuk-bentuk
kalan remaja dalam masyarakat, seperti perke- sikap yang harus dirasakan oleh peserta didik,
lahian massal, premanisme, tindak kekerasan, yaitu kesadaran akan jati diri (conscience), per-
penipuan, pencurian, seks bebas, dan berbagai caya diri (self esteem), kepekaan terhadap derita
kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan di kota- orang lain (emphaty), cinta kebenaran (loving
kota besar tertentu, gejala tersebut telah sampai the good), pengendalian diri (self control), ke-
pada taraf yang sangat meresahkan. Terdapat rendahan hati (humility). Moral action merupa-
kecenderungan bahwa emotional behavior tam- kan perbuatan atau tindakan moral yang me-
paknya meningkat di semua lapisan masyarakat rupakan hasil (outcome) dari dua komponen
kita (Astuti, 1999:93). Oleh karena itu, lembaga karakter lainnya.
pendidikan formal sebagai wadah resmi pembi- Untuk memahami apa yang mendorong
naan generasi muda diharapkan dapat mening- seseorang dalam perbuatan yang baik (act mo-
katkan peranannya dalam pembentukan kepri- rally) maka harus dilihat tiga aspek lain dari ka-
badian peserta didik melalui peningkatan inten- rakter, yaitu kompetensi (competence), keingin-
sitas dan kualitas pendidikan karakter. an (will), dan kebiasaan (habit). (Direktorat
Pembinaan SMP, 2010:19-20). Tahapan ini se-
Tujuan Pendidikan Karakter di SMP jalan dengan pendapat Lickona (2014:74) yang
Pendidikan karakter bertujuan untuk me- mengemukakan bahwa komponen-komponen
ningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil karakter yang baik terdiri dari tiga bagian yang
pendidikan di sekolah yang mengarah pada pen- saling terkait, yaitu pengetahuan tentang moral
capaian pembentukan karakter dan akhlak mu- (moral knowing), perasaan moral (moral feel-
lia peserta didik secara utuh, terpadu, dan se- ing), dan aksi moral (moral behavior). Dalam
imbang, sesuai standar kompetensi lulusan. kaitan itu, karakter yang baik bermula dari me-
Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta ngetahui kebaikan, mencintai atau mengingin-
didik SMP mampu secara mandiri meningkat- kan kebaikan, dan akhirnya dengan tekad yang
kan dan menggunakan pengetahuan, mengkaji sungguh-sungguh orang berjuang untuk mela-
dan menginternalisasi serta mempersonalisasi kukan kebaikan.
nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga Pelayanan bimbingan dan konseling me-
terwujud dalam perilaku sehari-hari (Suyanto, rupakan bagian integral dari sistem pendidikan
2010:3). nasional. Jika pendidikan karakter mendapatkan
Karakter dikembangkan melalui tahap bobot perhatian serius dalam sistem pendidikan
pengetahuan (knowing), pelaksanaan (acting), nasional, maka orientasi, tujuan, dan pelaksana-
dan kebiasaan (habit). Dengan demikian, diper- an BK juga seharusnya ditempatkan sebagai ba-
lukan tiga komponen karakter yang baik (com- gian dari orientasi, tujuan dan pelaksanaan pen-
ponents of good character), yaitu moral know- didikan karakter tersebut. Program bimbingan
dan konseling di sekolah merupakan bagian inti laku, dan nilai-nilai pada peserta yang dilayani.
pendidikan karakter yang dilaksanakan dengan Kegiatan out-bound dan kegiatan pelatihan pe-
berbagai strategi pelayanan dalam upaya me- ngembangan diri sangat kental berisi kurikulum
ngembangkan potensi peserta didik untuk men- bimbingan karakter. Semua kegiatan tersebut
capai kemandirian, dengan memiliki karakter memuat aspek-aspek dan pelaksanaannya meng-
pribadi-sosial tangguh yang dibutuhkan saat ini ikuti prinsip-prinsip prosedur pelatihan pengem-
dan masa depan. bangan diri.
Pekerjaan bimbingan dan konseling ada- Layanan bimbingan klasikal (classroom
lah pekerjaan berbasis nilai, layanan etis nor- guidance activities) yang dilaksanakan di dalam
matif, dan bukan layanan bebas nilai. Seorang atau di luar kelas pada umumnya dilaksanakan
konselor perlu memahami betul hakekat ma- dalam satu rangkaian kegiatan experiential
nusia dan perkembangan-nya sebagai makhluk learning dengan prosedur: pengantar/instruksi
sadar nilai dan perkembangannya ke arah nor- dinamika kelompok/group process refleksi
matif-etis. Seorang konselor harus memahami pengalamansharing pengalaman perumus-
perkembangan nilai, namun seorang konselor an niat (I statement) untuk berubah/perbaikan
tidak boleh memaksakan nilai yang dianutnya diri. Prosedur ini bertujuan untuk mengembang-
kepada konseli (peserta didik yang dilayani), kan dimensi sosial-psikologis, keterampilan hi-
dan tidak boleh meneladankan diri untuk ditiru dup, klarifikasi nilai, dan perubahan sikap-
konselinya, melainkan memfasilitasi konseli perilaku individu dalam kelompok.
untuk menemukan makna nilai kehidupannya Proses layanan bimbingan klasikal atau
(Sudrajat, 2011:2) bimbingan kelompok memiliki ciri-ciri kekhu-
Strategi pendidikan karakter melalui pe- susan tertentu dalam pendekatan, metoda, dan
layanan bimbingan dan konseling dapat dilaku- strategi penyampaiannya. Dalam layanan bim-
kan melalui: (1) layanan dasar; (2) layanan res- bingan klasikal, pendekatan experiential learn-
ponsif; (3) perencanaan individual; dan (4) du- ing lebih ditekankan, mengingat layanan bim-
kungan sistem. Strategi layanan dasar bimbing- bingan lebih menonjol muatan aspek afeksi
an merupakan pintu masuk bagi penyaluran (nilai, sikap), perilaku, dan nilai-nilai karakter.
pendidikan karakter melalui proses dan aktivi- Pada layanan bimbingan klasikal, peserta ke-
tas bimbingan klasikal untuk membantu peme- giatan diharapkan lebih banyak berproses, aktif,
nuhan kebutuhan semua siswa terhadap pena- reflektif, dan dinamis—group process or group
naman nilai-nilai karakter. Perjumpaan inter- dynamic principles. Dalam layanan bimbingan
aktif di kelas antara konselor/guru BK dengan klasikal bagi siswa SMP penekanan hasil lebih
peserta didik secara rutin/terjadual sangat di- pada aspek perubahan sikap, perilaku mandiri,
butuhkan dalam mana kesempatan itu sangat nilai-nilai karakter, dan keterampilan hidup (life
berguna untuk memberikan layanan preventif skills) yang mendukung pada sukses studi dan
dan pengembangan diri. Kehadiran konselor sukses bergaul (penyesuaian diri).
tidak dapat direduksi hanya sekedar untuk me-
laksanakan layanan konseling bagi peserta didik METODE
bermasalah (Gysbers, 2004; Gysbers dan Hen- Penelitian ini merupakan penelitian pen-
derson, 2000; Sink dan Stroh, 2003; Lapan, dahulun (preliminary study) dari rangkaian
2001; Rowley, 2005), apalagi hanya sekedar se- penelitian pengembangan yang didesain dengan
bagai penjaga tata tertib di sekolah. mengadopsi model research Development and
Diffussion (the R, D, & D Model) yang dikem-
Layanan Bimbingan Klasikal Sebagai Sa- bangkan dengan mengikuti prosedur Educatio-
luran Pendidikan Karakter di SMP nal R & D Cycle (Borg & Gall, 1983). Sebagai
Layanan bimbingan klasikal/kelompok fase investigasi awal, desain penelitian ini
pada hakekatnya memiliki fokus perhatian pada menggunakan pendekatan deskriptif-evaluatif
terjadinya perubahan pengetahuan, sikap, peri- model mixing method. Evaluasi keterlaksanaan
pada sekolah-sekolah negeri tidak dilibatkan rapuh; dan belum tercipta kolaborasi yang baik
secara penuh dalam perencanaan dan imple- antara para guru dan konselor/guru BK dalam
mentasi pendidikan karakter di sekolah. Hal ini implementasi pendidikan karakter.
bermula dari ketaatan membabi buta para mana-
jerial dan staf sekolah negeri terhadap Pedoman Takaran Hasil Pendidikan Karakter
Pendidikan Karakter di SMP yang diperintah- Dengan menerapkan kriteria (PAP): ≥7,0
kan oleh Direktorat Pembinaan SMP (2010) = Baik; 6,0-6,9 = Cukup; 5,0-5,9 = Kurang
sebagai standar minimal ketentuan pelaksanaan baik; < 5,0 = Buruk; pada skala 9, maka ter-
pendidikan karakter di sekolah yang di dalam- gambar capaian hasil pendidikan karakter pada
nya sama sekali tidak menuliskan sepenggal ka- siswa kelas VII (N=327) dan kelas VIII (N=
tapun tentang keterlibatan guru BK atau Kon- 326) pada kelima SMP ditunjukkan pada Tabel
selor dalam pendidikan karakter di sekolah. 2.
Oleh karena itu, tidak mengherankan jika
dalam kasus penelitian ini, pada tiga SMP ne- Tabel 2. Sebaran Subjek Berdasarkan Kate-
geri pelaksanaan pendidikan karakter sangat gori Tingkat Capaian Hasil Pendi-
miskin dalam gagasan dan kering dalam aksi- dikan Karakter
nya. Para guru berkilah bahwa implementasi
Kategori Kelas VII % Kelas VIII %
pendidikan karakter terintegrasi dalam pembe-
lajaran dan sulit dalam penerapannya karena Buruk 3 0,9 10 3,1
panduan yang diberikan pemerintah untuk me- Kurang Baik 83 25,4 142 43,4
ngatur hal itu sangat tidak operasional. Dalam Cukup Baik 185 56,6 150 45,9
hal ini, tidak dapat disangkal sinyalemen Su- Baik 56 17,1 24 7,3
yanto (2011) yang berkomentar bahwa pen- Jumlah 327 100 326 100
didikan karakter di sekolah, khususnya di SMP
di seluruh tanah air selama ini baru menyentuh Dengan menerapkan kriteria penilaian
pada tingkatan pengenalan norma atau nilai- yang sama dengan Tabel 2, tergambar distribusi
nilai, dan belum pada tingkatan internalisasi capaian skor butir pendidikan karakter sebagai-
dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari- mana dapat dilihat pada Tabel 3.
hari. Para gurupun ramai-ramai membenarkan
bahwa nilai karakter yang dicantumkan dalam Tabel 3. Sebaran Capaian Skor Butir Hasil
RPP itu masih berhenti di tataran ceramah dan Pendidikan Karakter
memberi nasihat saja.
Kategori Kelas VII Kelas VIII
Hambatan Pelaksanaan Pendidikan Karak- Buruk 5 5
ter Terintegrasi di SMP Kurang Baik 10 20
Berdasarkan data wawancara, hambatan- Cukup Baik 20 16
hambatan umum yang dialami oleh kelima Baik 15 9
SMP dalam pelaksanaan pendidikan karakter Jumlah 50 50
adalah: (1) Pedoman Pendidikan Karakter dari
Direktorat Pembinaan SMP (2010) tidak opera- Daftar butir pengukuran hasil pendidikan
sional; (2) integrasi nilai karakter melalui pem- karakter yang teridentifikasi capaian skornya
belajaran masih bersifat sekedar tempelan, sulit pada kategori kurang baik dan buruk pada siswa
menerapkannya; (3) tidak tersedia alat dan cara kelas VII dan VIII, misalnya pernyataan-per-
evaluasi untuk mengukur ketercapaian karakter; nyataan yang berbunyi sebagai berikut.
(4) penanaman nilai karakter masih cenderung Saya berbohong disaat terdesak/kepepet.
pada tataran kognitif/diceramahkan; (5) komit- Keteraturan waktu makan setiap hari.
men dan konsistensi para guru dalam menjaga Keteraturan saya berolahraga setiap hari.
gawang karakter tidak selalu sama, cenderung
Saya menyesal jika melanggar tata tertib se- sit, take note, and listen to what the teacher
kolah, tapi jika dalam keadaan terdesak saya says, and there is a little chance for the stu-
melakukan hal itu (melanggar tata tertib). dents to ask.
Mengerjakan tugas piket kelas sesuai dengan Implementasi pendidikan karakter belum
jadwal yang telah ditentukan. menyentuh dimensi penghayatan afektif dan
Mengerjakan tugas sendiri tanpa bantuan masih jauh dari tataran pengamalan nilai secara
orang lain. nyata dalam tindak perilaku hidup terpelajar se-
Membuat suatu hasil karya yang memiliki hari-hari. Konsep dasar yang dipergunakan se-
nilai tinggi. bagai orientasi pendidikan karakter di Indonesia
Dilihat dari hasilnya, implementasi pen- juga tidak jelas ujung pangkalnya. Dari mana
didikan karaketr terintegrasi di SMP, efektivi- berangkatnya dan mau ke mana pendidikan ka-
tasnya belum menggembirakan. Temuan eva- rakter dibawa, landasan filosofisnya tidak mu-
luatif secara empirik menunjukkan bahwa dah ditemukan. Arthur (2014:205) mengamati
36,4% dari 653 siswa SMP di 5 kota yang dite- bahwa gerakan pendidikan karakter ini tidak
liti masih berada pada kategori kurang baik dan memiliki perspektif teoretis dan dasar praktek
beberapa di antaranya buruk dalam capaian skor bersama.
karakternya. Hanya 12,3% dari 653 siswa terse- Penerapan sistem poin yang berasumsi
but yang masuk pada kategori baik dengan ca- bahwa pelanggaran-pelanggaran ‘kejahatan’ sis-
paian skor ≥ 7 pada skala stannine. Apa yang wa harus dihitung, dicatat, dan ditakar sangat
menyebabkan hasil rendah ini? Selain pedoman tidak berakar dan tidak memanusiakan. Meng-
yang tidak operasional dalam implementasi ambil pandangan yang sepenuhnya negatif pada
pendidikan karakter terintegrasi dengan pem- anak dengan menganggap bahwa anak dilahir-
belajaran, para guru berhenti sekedar “menem- kan berdosa dan jahat dan tugas pendidikan un-
pelkan” nilai karakter pada RPP tanpa aksi nya- tuk memperbaiki ini melalui hukuman dan me-
ta, penanaman nilai karakter masih berhenti latih ketaatan merupakan langkah awal keke-
pada tataran pengenalan kognitif dengan cara- liruan dalam penerapan sistem poin. Pendekatan
cara ceramah. ini sering abstrak dan tidak banyak menjelaskan
Agung (2011:393) mensinyalir salah satu pada guru tentang paktek pedagogis pemben-
sebab dari lemahnya proses pembelajaran da- tukan karakter.
lam implementasi pendidikan karakter bersum- Kekurangberhasilan pendidikan karakter
ber dari kekurangmampuan guru dalam mencip- melalui sistem pengajaran langsung (terintegra-
takan proses pembelajaran yang mendukung. si) juga dapat disebabkan karena semakin kuat-
Berdasarkan pengamatan di lapangan ditegas- nya relativisme moral masyarakat. Praktek-
kannya bahwa: praktek mafia peradilan adalah salah satu con-
The current learning process at school does toh gamblang fenomena relativisme moral. Te-
not develop the students’ creativity, particu- levisi dan media massa mempertontonkan de-
larly in the social studies (IPS). Many educa- ngan telanjang bagaimana pengacara membela
tors are still implementing the conventional seorang pembunuh agar dibebaskan dari tuduh-
method in the learning process in class, re-
an kejahatan. Akibatnya, Chapman (2011:13)
sulted in an uninteresting learning process
menegaskan: “Therefore, children are often con-
and dominated by the teacher. The learning
process implemented by most educators today
fused and uncertain about appropriate or inap-
is only aiming to conclude the curriculum ma- propriate behavior in a group setting. Children
terials, more to memorizing than understan- are raised from a young age in very different
ding the concept. This can be seen in the ways. Often, their views of what is right and
learning process in the class which is always wrong are tampered with by the media and
dominated by teachers. In conveying the ma- other negative influences.”
terials, the teacher is usually using the lectur-
ing method, which the students needs only to
Pada sisi lain, penyimpangan remaja dari paian nilai karakter siswa kelas VII lebih baik
‘karakter baik’ harus dilihat dalam konteks latar daripada capaian siswa kelas VIII.
belakang perpecahan keluarga, kekerasan dalam
rumah tangga, kemiskinan, dan gempuran terus- PENUTUP
menerus tayangan kekerasan dan kenikmatan Pelaksanaan pendidikan karakter terinte-
seks di media dan internet. Dalam hal ini, Chap- grasi di SMP di tanah air kita masih menemu-
man (2011:13) menambahkan: “Unfortunately, kan banyak kendala, seperti panduan kurang
some children are never taught right from wrong operasional, nilai karakter dalam RPP sekedar
from their parents. Parents are not disciplining tempelan tanpa kongkritisasi, sistem penilaian
enough, but instead are trying to be their child’s nilai karakter yang belum ditemukan, kurang-
best friend. Many parents do not recognize the nya kesamaan komitmen dan konsistensi para
importance of sound, thoughtful, and deliberate guru dalam menegakkan nilai-nilai karakter,
parenting choices. They are afraid of upsetting dan tidak terjalinnya kolaborasi antara para
their child.” guru mata pelajaran dengan guru BK dalam im-
Sebagai akibat dari hal ini, semakin ba- plementasi pendidikan karakter di sekolah. Ke-
nyak siswa yang berangkat ke sekolah dengan adaan ini membawa dampak pada efektivitas
menunjukkan gejala kecemasan, kelabilan emo- hasil pendidikan karakter yang belum meng-
si, dan perilaku agresif. Mereka tampaknya ti- gembirakan. Beberapa nilai karakter masih bu-
dak memiliki banyak keterampilan sosial dan ruk capaiannya. Oleh sebab itu, kehadiran kon-
mengalami rendah diri. Semua ini memiliki efek selor (guru BK) di SMP yang memiliki kompe-
umum mengurangi secara signifikan kemampu- tensi pendidikan khusus sebagai ahli perancang
an sekolah untuk mengembangkan watak karak- dan pelaksana pendidikan nilai-nilai dan sikap
ter yang positif. (karakter) sudah sewajarnya dilibatkan dan di-
Sementara itu, teridentifikasi 25 dari 50 optimalkan peransertanya sebagai mitra profe-
butir pernyataan nilai karakter (berdasarkan sional bagi para guru mata pelajaran dalam
skala pengukuran hasil pendidikan karakter mendesain dan melaksanakan pendidikan ka-
yang diterapkan dalam penelitian ini) yang ca- rakter terinte-grasi di kelas. Guru BK dalam
paian skornya kurang baik dan 5 butir di anta- masa pendidikan prajabatannya telah dibekali
ranya bahkan dalam kategori buruk. Jiwa kewi- cara-cara, strategi, pendekatan, metode penyam-
rausahaan, kemandirian, rasa ingin tahu, patuh paian, dan teknik-teknik yang spesifik yang pa-
pada peraturan sosial, dan menghargai karya/ dat nuansa psikologis dalam transformasi pen-
prestasi orang lain teridentifikasi sebagai 5 nilai didikan karakter kepada peserta didik tentu me-
karakter yang capaiannya masih buruk. Temuan miliki kompetensi yang unggul dalam memfasi-
ini agaknya dapat melengkapi hasil penelitian litasi keterlaksanaan pendidikan karakter secara
Nurgiyantoro dan Efendi (2013:382) yang me- efektif, efisien, dan optimal.
nemukan nilai-nilai religius, jujur, cinta tanah Dibutuhkan kebijakan yang mendukung
air, peduli lingkungan, tanggung jawab, kreatif, ke arah revitalisasi peran konselor tersebut agar
gemar membaca, disiplin, dan mandiri sebagai para pemegang otoritas sekolah dapat meng-
nilai yang diprioritaskan oleh guru dalam pe- operasionalkan sinergi peran konselor dengan
nentuan nilai pendidikan karakter dalam pem- para guru mata pelajaran dalam implementasi
belajaran sastra di SMP. Agak mencengangkan, pendidikan karakter yang lebih berkualitas.
terdapat nilai karakter tertentu yang belum ber- Implementasi Kurikulum 2013 yang meletakkan
hasil dicapai oleh siswa kelas VIII yang ba- ranah sikap sebagai output yang harus diperkuat
nyaknya hampir dua kali lipat dibandingkan dalam unjuk kerja dunia pendidikan rasanya
pada siswa kelas VII. Artinya, dengan mening- memberi tempat strategis, terhormat, dan lebih
katnya kelas, usia kognitif, dan penalaran moral luas bagi penguatan peran konselor di sekolah.
tidak serta merta semakin meningkat kematang- Dengan demikian, optimalisasi pelaksanaan pen-
an karakter siswa, bahkan dalam kasus ini, ca- didikan karakter di sekolah haruslah menjadi
komitmen utama para konselor di sekolah, khu- Chapman, A.M. 2011. "Implementing Charac-
susnya pada jenjang pendidikan SMP. ter Education into School Curriculum,"
ESSAI: Vol. 9, Article 11. http://dc.cod.-
UCAPAN TERIMA KASIH edu/essai.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Di-
rektur Ditlitabmas, Ditjen Dikti, Depdiknas atas Gysbers, N.C. & Henderson, P. 2000. Develop-
pemberian dana penelitian Stranas tahun 2014 ing and Managing Your School Guidance
yang memungkinkan berlangsungnya tahapan Program (3rd ed.). Alexandria, VA: Ame-
penelitian pengembangan ini. Artikel ini meru- rican Counseling Association.
pakan sepenggal kecil dari rangkaian proses dan
hasil penelitian yang dapat dikomunikasikan Gysbers, N.C. 2004. “Comprehensive Guidan-
melalui jurnal ini. Terima kasih kami sampai- ce and Counseling Programs: The Evolu-
kan kepada Ketua LPPMP UNY dan Dewan tion of Accountability”. Professional
Redaksi Cakrawala Pendidikan yang berkenan School Counseling, 8 (1), 1-14, Oct, 2004.
memberikan ruang berbagi untuk memublikasi-
kan artikel ini kepada khalayak akademis. Se- Lapan, R.T. 2001. “Results-Based Comprehen-
moga bermanfaat. sive Guidance and Counseling Programs:
A Framework for Planning and Evalua-
DAFTAR PUSTAKA tion”. Professional School Counseling, 4
Agung, Leo. 2011. “Character Education Inte- (4), 289-298.
gration in Social Studies Learning”. HIS-
TORIA: International Journal of History Lickona, Thomas. 2014. Pendidikan Karakter,
Education, Vol. XII, No. 2, Dec., 392-403. Panduan Lengkap Mendidik Siswa Men-
jadi Pintar dan Baik. Bandung: Nusa Me-
Ahman. 1998. “Bimbingan Perkembangan: Mo- dia.
del Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Dasar”. Disertasi (Tidak Diterbitkan). Nurgiyantoro, Burhan & Efendi, Anwar. 2013.
Bandung: Program Pascasarjana Institut “Prioritas Penentuan Nilai Pendidikan
Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Karakter dalam Pembelajaran Sastra Re-
maja”. Cakrawala Pendidikan, Jurnal Il-
Arthur, J. dalam Larry P. Nucci & Darcia Nar- miah Pendidikan, Th. XXXII, Nov., hlm.
vaez. 2014. Handbook Pendidikan Moral 382-393.
dan Karakter. Bandung: Nusa Media.
Plomp, T. 1999. Design Methodology and De-
Astuti, Siti I. 1999. Reformasi Pendidikan un- velopmental Research in/on Education
tuk Mengurangi Perilaku Anarki dan Me- and training. Twente University. Nether-
nuju Masyarakat Madani”. Cakrawala lands.
Pendidikan. XVIII (3), Juni, hlm. 93-99.
Raybum, C. 2004. “Assessing Students for Mo-
Borg, W.R. & Gall, M.D. 1983. Educational Re- rality Education: A New Role for School
search: An Introduction. New York & Counselors”. Professional School Coun-
London: Longman. seling, 7 (5), 356-362.
Buchori, Mochtar. 2007. “Character Building Rowley, W.J. 2005. “Comprehensive Guidan-
dan Pendidikan Kita”. http://paramadi- ce and Counseling Programs Use of Gui-
na.Word-press.com/ 2007/03/04/charac- dance Curricula Materials: A Survey of
ter-building-dan-pendidikan-kita/ Diun- National Trends”. Professional School
duh 20 Mei 2012. Counseling, 8 (3), 256-263.
Sink, C.A. & Stroh, H.R. 2003. Raising Achie- Supriyadi, Edy. 2009. “Pengembangan Pendi-
vement Test Scores of Early Elementary dikan Karakter di SMP”. Makalah Diskusi
School Students through Comprehensive Pengembangan Panduan Pendidikan Ka-
School Counseling Programs”. Professio- rakter Direktorat Pembinaan SMP Depdik-
nal School Counseling, 6 (6), 350-357, nas.
Jun, 2003.
Suyanto. 2010. Panduan Pendidikan Karakter
Sudrajat, Akhmad. 2011. “Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama. Jakarta:
dalam Layanan Bimbingan dan Konse- Direktorat Pembinaan SMP, Ditjenman-
ling” dalam http://akhmad sudrajat.word- dikdasmen.
press. com/2011/10/07/ Diunduh Tanggal
15 Okt 2011. Winkel, W.S. & Hastuti, Sri. 2004. Bimbingan
dan Konseling di Institusi Pendidikan. Ja-
karta: Media Abadi.