Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Aceh merupakan sebuah provinsi yang terletak di ujung utara Pulau Sumatera
dan Provinsi paling barat di Indonesia provinsi yang beribukotakan Banda Aceh ini
mempunyai banyak pesonanya baik dari keindahan alamnya, budayanya, adat
istiadatnya maupun sejarah keislamannya. Aceh sendiri mendapat beberapa julukan
yang terkenal diantaranya yaitu Tanah Rencong, Negeri Sultan Iskandar Muda dan
Serambi Mekkah. Selain itu Aceh sangat kental dengan sejarah dan budayanya
banyak sekali sejarah sejarah dan budaya Aceh yang wajib kita lestarikan supaya tetap
terjaga keasriannya seperti benda-benda terdahulu yang mempunyai makna tersendiri
terhadap kehidupan orang Aceh, sejarah yang melandasi Bagaimana kemakmuran
Aceh pada masa Sultan Iskandar Muda dahulu serta bagaimana sejarah ganasnya
tsunami yang menghantam Negeri Aceh dan hal lainnya yang perlu kita jaga dan
lestarikan. Oleh karena itu dibuatlah suatu kegiatan untuk para anak-anak milenial
sekarang yang kadang tidak tahu dan tidak memperdulikan sejarah dan budaya
perjuangan ayat Aceh terdahulu Dalam memperjuangkan Aceh sehingga mereka
dapat mengenal dan melestarikannya. Serta membuka mata mereka untuk turut ikut
serta dalam memperjuangkan Aceh kita dengan cara menjaga dan melestarikannya.

B. Tujuan Karya Wisata

Karyawisata ini bertujuan untuk menambah wawasan pengetahuan serta


memperkenalkan dan mengajak para remaja untuk beraktivitas yg melestarikan
budaya dan sejarah yang ada di Aceh

C. Manfaat

Manfaat yang di dapat adalah :

1. Mengetahui tempat bersejarah di Aceh


2. Mengetahui budaya sejarah Aceh
3. Serta menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tempat-Tempat Yang Di Kunjungi


1. Museum Aceh

Dari study tour ini kami dapat mengetahui bahwa Museum Negeri Aceh
adalah sebuah museum dari suku bangsa asli yang mendiami Tanah Aceh. Rumah
adat ini juga biasa disebut dengan Rumoh Aceh. Rumah adat ini bertipe rumah
panggung yang mempunyai 3 bagian utama dan 1 bagian tambahan. Rumah Krong
Bade memiliki bentuk yang berbeda-beda tetapi ada beberapa hal menjadi ciri khas
dari rumah ini.
Rumah ini memiliki tangga di bagian depan rumah sebagai tempat untuk masuk.
Rumah ini memiliki tangga karena rumah berada dipermukaan tanah sekitar 2,5
sampai 3 meter. Jumlah anak tangga dari rumah ini juga tidak sembarangan yaitu
harus berjumlah ganjil, sekitar 7 sampai 9 anak tangga. Rumah Krong Bade terbuat
dari kayu, sedangkan atapnya terbuat dari rumbia.

Rumah ini berbentuk persegi panjang yang memanjang dari arah Timur ke
Barat, disertai dengan ukiran di bagian-bagiannya dimana ukiran yang satu dengan
yang lainnya berbeda pula. Banyaknya ukiran dari rumah Krong Bade tergantung
kepada pemilik rumah tersebut. Biasanya di dalam rumah tidak terdapat perabotan
seperti kursi dan meja, jika ada yang bertamu maka pemilik rumah akan menyediakan
tikar sebagai tempat duduk. Rumah ini tahan dari banjir dan gempa.

5
Adapun di rumah aceh banyak sekali koleksi-koleksi peninggalan aceh yang
sangat memanjakan mata. Diantara koleksi yang cukup populer adalah sebuah
lonceng yang berusia 1400 tahun. Lonceng ini bernama “ Lonceng Cakra Donya “
yang merupakan hadiah dari kaisar Cina dari dinasti Ming kepada Sultan Pasai pada
abad ke-15 yang dihadiahkan saat perjalanan Muhibah Laksamana Muhammad
Cheng Ho. Lonceng ini dibawa ke Aceh sat Sultan Ali Mughayat Syah dari
kesultanan Aceh menaklukkan pasai pada tahun 1524 M.

Rumoh Aceh di Museum Aceh dianggap sebagai ikon budaya dan sejarah tradisional
masyarakat Aceh saat ini karena memuat hamper semua kerajinan yang dihasilkan
oleh beragam etnis masyarakat Aceh.

Rumoh Aceh terdiri dari tiga bagian, yaitu seuramoe keue (serambi depan), seuramoe
teungoh (serambi tengah), dan seuramoe likot (serambi belakang). Ketiga seuramo itu
mempunyai fungsi masing-masing.

Untuk memasuki Rumoh Aceh, anda harus menaiki tangga menuju serambi depan
yang terbentang sepanjang rumah.

6
Serambi depan berfungsi sebagai ruang untuk menerima tamu, tempat menjalankan
kegiatan agama dan tempat bermusyawarah. Bagian ujung Barat ruangan ditutup
dengan tikar, dan pada upacara- upacara sakral dan khidmat pada bagian tersebut
dihamparkan permadani tempat di mana setiap tamu disediakan tikar untuk duduk
(tika duek) berbentuk persegi empat berhias anyaman indah.

Di ruangan ini, dipajang beberapa lukisan para pahlawan Aceh, seperti Cut Meutia,
Cut Nyak Dhien, Teuku Umar Johan Pahlawan, Tgk Chik di Tiro, Teuku Nyak Arif
dan Sultan Iskandar Muda.

Dari serambi depan, anda bisa memasuki serambi tengah. Ruangan ini terdapat kamar
tidur dan pelaminan. Ruangan ini dianggap paling paling suci dalam rumah tradisional
Aceh, karena disinilah pasangan suami istri tidur dan upacara-upacara dilaksanakan.

Sedangkan serambi belakang berfungsi sebagai ruang keluarga dan ruangan dapur.
Sebagai ruang keluarga, ruang ini merupakan tempat berkumpul anggota keluarga,
mengasuh anak, dan melakukan kegiatan sehari- hari para wanita, seperti jahit-
menjahit, menganyam tikar dan sebagainya.

Ruangan dapur berisi segala perlengkapan dapur, mencakup peralatan masak-


memasak dan bahan makanan. Sudah menjadi kebiasaan, dapur selalu ditempatkan
pada bagian ujung Timur ruangan agar tidak mengganggu kegiatan ibadah salat.Di
bawah Rumoh Aceh ini terdapat beberapa barang peninggalan sejarah, seperti

7
jeungki, Geureubak, Krong pade, Replika Masjid Raya Baiturrahman, Potongan
Pohon Geulumpang dan Meriam peninggalan Belanda.

Jeungki

Jeungki merupakan alat penumbuk tradisional di Aceh yang tidak dapat dipisahkan
dari kehidupan petani. Alat ini berfungsi sebagai penumbuk padi menjadi beras.
Selain itu, juga dapat dipakai untuk menumbuk kopi, sagu, emping beras, tepung,
menumbuk bumbu masakan dan kelapa.

Geureubak

Adalah sejenis alat angkutan tradisional untuk mengangkut barang yang digerakkan
dengan tenaga lembu atau kerbau.

8
Krong pade

Tempat ini terbuat dari anyaman kulit bambu atau buluh. Krong pade ini dapat diisi
hingga 3,5 ton padi kering. Bagian dalam dilapisi dengan tikar daun pandan. Tempat
ini biasanya ditempatkan di bawah rumah atau pada bangunan lain yang khusus dibuat
menyerupai balai di sekitar rumah.

Replika Masjid Raya Baiturrahman

Bagi anda yang ingin melihat bagaimana bentuk Masjid Raya Baiturrahman dari
massa ke masa, anda bisa melihat replikanya di bawah Rumoh Aceh, dari tahun
19873, 1979, 1936 sampai 1957.

Potongan Pohon Geulumpang

Pohon geulumpang (Sterculia foetida) ini dijadikan situs sejarah tempat panglima
perang Belanda, Mayor Jenderal Johan Harmen Rudolf Kohler tewas ditembak
pejuang Aceh pada 14 April 1873 silam. Potongan pohon ini diabadikan di bawah
Rumoh Aceh.

Meriam

Meriam besi ini merupakan barang peninggalan Belanda, yang diperkirakan berasal
dari abad ke-17.

9
Rumoh Aceh dibuka setiap hari pukul 08.30 – 16.00, untuk bisa memasukinya, anda
terlebih dahulu harus membeli tiket yang disediakan di bawah Rumoh Aceh Harga
tiket bervariasi, dari harga 2.000 hingga 10.000.

2. Museum Tsunami

Siapa yang tidak mengetahui bencana alam yang menimpa Aceh tahun 2004 silam?
pastinya semua orang mengetahui hal tersebut. Kejadian yang menelan kurang lebih
170.000 korban jiwa dan kerusakan yang cukup parah tersebut tidak dapat dilupakan
oleh masyarakat Indonesia khususnya bagi masyarakat Aceh. Kesedihan dan
ketakutan yang menjadi momok mengerikan bagi seluruh masyarakat Aceh tersebut
terekam dengan jelas dibenak setiap orang. Banyak yang kehilangan sanak saudara
dan keluarganya pada saat itu. Gempa bumi dengan kekuatan 9,1-9,3 skala richter
tersebut membentuk gelombang tsunami yang cukup besar. Bahkan kejadian tersebut
tidak hanya terjadi di Aceh tapi juga bagian negara Asia Tenggara lainnya seperti
Thailand, India, Malaysia, Myanmar,Sri Lanka, dan lain-lain. Tercatat 280.000
korban yang kehilangan nyawa pada kejadian tersebut.

Untuk mengenang kejadian tersebut maka dibangun lah Museum yang dinamakan
Museum Tsunami. Museum tersebut diresmikan pada tanggan 27 Februari 2009 oleh
presiden Indonesia Bapak Susilo Bambang Yudhoyono. Museum tersebut dirancang
oleh arsitek yang merupakan mantan walikota Bandung yaitu Bapak Ridwan Kamil.
Museum tersebut dibangun diatas luas permukan tanah sebesar 2.500 persegi. Jika
dilihat dari sisi atas gedung terbentuk seperti gelombang yang menggambarkan

10
gelombang tsunami pada saat itu. Sedangkan pada posisi depan bangunan ini terlihat
seperti bentuk kapal yang sangat besar. Museum ini berkonsep rumoh Aceh dan on
escape hill. Bangunan ini dibangun dengan empat lantai dimana bangunan tersebut
memiliki koleksi barang-barang bekas tsunami. untuk memasuki museum tersebut
para pengunjung akan melalui lorong sempit yang gelap dengan suara air pada
dinding sisi kiri dan kanan yang menggambarkan suara gemuruh air pada saat
tsunami. setelah melewati lorong para pengunjung akan memasuki ruangan kaca yang
bernama memorial hill dan ada sumur doa atau yang biasa dikenal dengan the light of
god , dimana tertempel nama-nama korban jiwa yang meninggal ketika tsunami dan
pada bagian atas terdapat tulisan ALLAH. 

Pada lantai dua dapat ditemukan ruangan multimedia, ruangan empat dimensi, pre-
tsunami, while tsunami, dan post-tsunami. Pada lantai tiga terdapat berbagai sovenir
Aceh yang unik dan beragam macam, ruang geoligi, perpustakaan, musholla, dan
lain-lain. Sedangkan pada lantai paling atas tersedia tempat penyelamatan darurat atau
yang dikenal dengan escape building untuk berjaga-jaga jika kejadian tersebut terjadi
maka masyarakat dapat lari kebagian atas gedung. Lantai ini tidak dibuka untuk
umum melainkan dibuka ketika keadaan darurat saja.

Museum ini terletak di tengan kota Banda Aceh tepatnya di jalan Sultan Iskandar
Muda yang terletak dekat dengan Lapangan Blang Padang. 

3. Kuburan Syekh Abdurrauf Assingkili

11
NAMA lengkapnya ‘Abdur- Rauf bin ‘Ali Al Jawi Al Fansuri As Singkili atau sering
kali disebut Abdur Ra’uf As Singkel. Dia lahir pada 1024 Hijriyah atau 1615 Masehi
di Singkil, Aceh.

Ayahnya adalah Syaikh Ali Fansuri yang memiliki hubungan saudara dengan Hamzah
Fansuri, penyair dan ulama sufi ternama Melayu. Sang ayah pun merupakan ulama
ternama Aceh. Dari sang ayah lah, pendidikan agama As Singkel bermula.

As Singkel kemudian belajar ke Barus atau Fansur, sebuah kawasan di Sumatra Utara
yang menjadi pusat pembelajaran Islam bangsa Melayu dan Asia kala itu. Baru
kemudian, pada usia remaja ia menuntut ilmu di Banda Aceh. Beberapa sejarawan
juga menyebut Syekh sempat menjadi murid dari Hamzah Fansuri.

Di usia menginjak dewasa, As Singkel pergi menuntut ilmu ke Timur Tengah. Dari
Doha, kemudian ke Yaman, Jeddah, kemudian menetap lebih lama di Makkah dan
Madinah. Disebut kan, ia berguru pada 19 ulama di berbagai bidang ilmu agama
ditambah lagi 27 ulama yang berhubungan akrab dengannya.

Salah satu gurunya, yakni Ahmad Kusyasyi yang mengajarkan As Singkel


mempelajari ilmu tasawuf. Guru tersebut wafat saat As Singkel masih belajar
padanya. Hingga kemudian, Kusyasyi digantikan muridnya, Mula Ibrahim Kurani.
Dari murid Kusyasyi inilah As Singkel mendapat izin untuk mengajar dan mendirikan
sekolah Islam di Aceh. Setelah 19 tahun belajar di Haramain, ditambah mengantongi
banyak izin dari ulama, As Singkel pun pulang ke Aceh dan mulai mengajar.

Sejak 1661, As Singkel mengajar di Aceh. Muridnya luar biasa banyak jumlahnya,
tak hanya dari Melayu, tapi juga dari seluruh nusantara. Laman Melayu Online
menggambarkan sosok As Singkel sebagai mualim yang menaruh perhatian besar
pada murid-muridnya. Setiap karyanya selalu bertolak dari perhatiannya pada mereka.
Dia sangat perhatian agar para muridnya mendapat pemahaman Islam yang baik,
teguh kesalihan, dan terhindar dari kesalahan.

Tak lama setelah pulang dari Haramain, As-Singkel diangkat sebagai mufti atau qadi
oleh Sultan Aceh kala itu. Ia juga diangkat menjadi ulama besar bergelar Syekh

12
Jamiah Ar Rahman. Ia pun kemudian sibuk mengajar dan menjadi hakim Kesultanan
Aceh. Sekitar 30 tahun, As Singkel bergelut dibidang tersebut, mengajar dan menjadi
hakim.

Selama hidupnya, syekh sangat produktif menghasilkan karya. Salah satu karya
fenomenalnya, yakni di bidang tafsir. Tarjuman Al Mustafid merupakan karya
tafsirnya yang pertama di nusantara. Hingga kini, karya tersebut masih dapat ditemui.
Tafsir tersebut juga tak hanya dicetak dan diterbitkan di nusantara, melainkan juga di
Istanbul Turki; Singapura; Penang, Malaysia; Bombay, India; Afrika Selatan, serta
kawasan Timur Tengah, seperti Kairo dan Makkah.

Selain tafsir, masih banyak karyanya yang terkenal. Sedikitnya, 22 karya dia hasilkan
di bidang fikih, hadis, tauhid, hingga tasawuf. Tak hanya dalam bahasa Melayu, dia
juga menghasilkan karya dalam bahasa Arab. Di antara karyanya, selain tafsir, yakni
Syarh (penjelasan) Hadits Arba’in Imam An-Nawawi. Dia menulisnya atas
permintaan Sultanah Zakiyyatuddin. Kemudian, di bidang fikih, Mir’at al- Thullab fî
Tasyil Mawa’iz al-Badî’rifat al-Ahkam al-Syar’iyyah li Malik al- Wahhab yang
ditulis atas permintaan Sultanah Safiyatuddin. Selain itu, terdapat Mawa’iz Al Badi
yang berisi nasihat tentang akhlak Muslimin.

Kemudian, Daqaiq Al Hurf mengenai pengajaran tasawuf dan teologi serta Kifayat al-
Muhtajin ila Masyrah al- Muwahhidin al-Qailin bi Wahdatil Wujud berisi konsep
wihdatul wujud. Setelah kiprah yang banyak ia torehkan untuk perkembangan Is lam
di nusantara, As Singkel meng hembuskan napas terakhir di usia 73 tahun. Dia
meninggal di Kuala Aceh pada 110 Hijriyah atau 1693 Masehi.

4. Pantai Taman Unsyiah

Selanjutnya kami mengunjungi pesona laut yg indah yaitu pantai taman


unsyiah untuk melepas kelelahan kami seharian mengikuti sejarah aceh dan
menikmati senja di pinggir pantai.

13
B. Peningglan Sejarah / Kebudayaan Aceh

1. Dalam Bidang Pemerintahan/Tokoh


Pada 1520 Aceh berhasil memasukkan Kerajaan Daya ke dalam kekuasaan
Aceh Darussalam. Tahun 1524, Pedir dan Samudera Pasai ditaklukkan. 

Kesultanan Aceh Darussalam di bawah Sultan Ali Mughayat Syah menyerang kapal
Portugis di bawah komandan Simao de Souza Galvao di Bandar Aceh. 

Pada 1529 Kesultanan Aceh mengadakan persiapan untuk menyerang orang Portugis
di Malaka, tetapi tidak jadi karena Sultan Ali Mughayat Syah wafat pada 1530 dan
dimakamkan di Kandang XII, Banda Aceh. Di antara penggantinya yang terkenal
adalah Sultan Alauddin Riayat Syah al-Qahhar (1538-1571). 

Usaha-usahanya adalah mengembangkan kekuatan angkatan perang, perdagangan,


dan mengadakan hubungan internasional dengan kerajaan Islam di Timur Tengah,
seperti Turki, Abessinia (Ethiopia), dan Mesir. 

Pada 1563 ia mengirimkan utusannya ke Konstantinopel untuk meminta bantuan


dalam usaha melawan kekuasaan Portugis.

Dua tahun kemudian datang bantuan dari Turki berupa teknisi-teknisi, dan dengan
kekuatan tentaranya Sultan Alauddin Riayat Syah at-Qahhar menyerang dan
menaklukkan banyak kerajaan, seperti Batak, Aru, dan Barus. 

Untuk menjaga keutuhan Kesultanan Aceh, Sultan Alauddin Riayat Syah al-Qahhar
menempatkan suami saudara perempuannya di Barus dengan gelar Sultan Barus, dua
orang putra sultan diangkat menjadi Sultan Aru dan Sultan Pariaman dengan gelar
resminya Sultan Ghari dan Sultan Mughal, dan di daerah-daerah pengaruh Kesultanan
Aceh ditempatkan wakil-wakil dari Aceh.

Kemajuan Kesultanan Aceh Darussalam pada masa pemerintahan Sultan Iskandar


Muda mengundang perhatian para ahli sejarah. 

14
Di bidang politik Sultan Iskandar Muda telah menundukkan daerah-daerah di
sepanjang pesisir timur dan barat. 

Makam Sultan Iskandar Muda (1607-1636) di Aceh


Demikian pula Johor di Semenanjung Malaya telah diserang, dan kemudian rnengakui
kekuasaan Kesultanan Aceh Darussalam. 
Kedudukan Portugis di Malaka terus-menerus mengalami ancaman dan serangan,
meskipun keruntuhan Malaka sebagai pusat perdagangan di Asia Tenggara baru
terjadi sekitar tahun 1641 oleh VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie)
Belanda. Perluasan kekuasaan politik VOC sampai Belanda pada dekade abad ke-20
tetap menjadi ancaman bagi Kesultanan Aceh. 

2. Dalam Bidang Perang


Perang Aceh merupakan salah satu perang terlama yang dihadapi oleh
pemerintah kolonial Hindia Belanda dalam sejarah pendudukannya di Nusantara.
Perang di bumi Serambi Mekah yang berlangsung dari tahun 1873 hingga 1910 ini
terbagi dalam empat fase. Dari fase ke fase yang berjalan cukup lama, muncul tokoh-
tokoh perjuangan dari tanah rencong yang terlibat dalam upaya perlawanan terhadap
penjajah Belanda. Begitu pula dari pihak Belanda, sejumlah nama bergantian dalam
memimpin misi menaklukkan Aceh. Penyebab Perang Aceh Perang Aceh terjadi
karena ambisi Belanda yang ingin menguasai seluruh wilayah Nusantara pada abad
ke-19 Masehi. Butuh waktu lama bagi bangsa asing itu untuk bisa menundukkan
wilayah Aceh. Boedi Harsono dalam Hukum Agraria di Indonesia: Sejarah
Penyusunannya Isi dan Pelaksanaannya (1975), menyebutkan bahwa ambisi Belanda
itu didasari dengan adanya perubahan dunia perekonomian setelah disahkannya
Undang-Undang Agraria. Selain faktor ekonomi, ada pula politis. Mengutip tulisan A.

15
Anwar bertajuk "Strategi Kolonial Belanda dalam Menaklukkan Kerajaan Aceh
Darussalam"dalam jurnal Adabiya (Volume 19, 2017), Kerajaan Aceh dianggap
penghambat utama perluasan kekuasaan Belanda di pesisir timur dan selatan
Sumatera. Baca juga: Sejarah Samudera Pasai: Pendiri, Masa Jaya, & Peninggalan
Sejarah Kesultanan Demak: Kerajaan Islam Pertama di Jawa Kesultanan Aceh:
Sejarah Masa Kejayaan dan Peninggalan Proses dan Fase Perang Aceh Perang Aceh I
(1873-1874) Ibrahim Alfian dalam Perang Kolonial Belanda di Aceh (1977),
menyebutkan bahwa perang diawali pada 26 Maret 1873, ketika geladak kapal
komando Citadel van Antverpen secara resmi memaklumkan perang terhadap
Kerajaan Aceh Darussalam. Saat itu Belanda tidak langsung melakukan penyerangan
karena masih menghimpun pasukan. Melihat yang demikian, pihak Aceh pun
melakukan mobilisasi umum guna menghadapi perang yang sudah di ambang pintu
itu. Akhirnya, pada 6 April 1873 pasukan Belanda yang dipimpin oleh Jenderal
J.H.R.Kohler berlabuh di Pantai Ceureumen, Aceh Barat. Seketika itu, pasukan Aceh
yang dipimpin oleh Panglima Polim dan Sultan Mahmud Syah dengan semangat jihad
fi sabilillah langsung menggempur pasukan Belanda dengan meriam. Keberhasilan
pasukan Aceh dalam mempertahankan wilayahnya mengakibatkan Belanda
kewalahan dan memutuskan untuk menghentikan serangan ini sembari menghimpun
kekuatan maupun strategi baru. Baca juga: Sejarah 11 Februari 1899: Kronik
Gugurnya Teuku Umar Ekspedisi Maut di Gayo: Sejarah Belanda Membantai Rakyat
Aceh Sejarah Pemberontakan DI-TII Kartosoewirjo di Jawa Barat Perang Aceh II
(1874-1880) Ekspedisi Aceh II oleh Belanda dipimpin oleh Jenderal Jan van Swieten.
Pasukan Belanda memang berhasil menguasai istana Kesultanan Aceh Darussalam.
Akan tetapi, itu terjadi karena pasukan Aceh telah meninggalkan kraton dan
bergerilya. Oleh karena itu, sama seperti periode sebelumnya, pasukan Belanda tetap
kewalahan dalam menghadapi pasukan Aceh di perang fase kedua yang dipimpin oleh
Tuanku Muhammad Dawood. Baca juga: Sejarah Peristiwa PKI Madiun 1948: Latar
Belakang & Tujuan Musso Sejarah Runtuhnya Singasari dan Pemberontakan
Jayakatwang Kontroversi Sejarah Pemberontakan Ra Semi di Kerajaan Majapahit
Perang Aceh III (1881-1896) Masih dengan semangat jihad fi sabilillah, para pejuang
Aceh seperti Teuku Umar, Cik Ditiro, Panglima Polim, dan Cut Nyak Dien berhasil
memobilisasi rakyat Aceh untuk melakukan perang gerilya melawan Belanda.
Alhasil, Belanda semakin kewalahan dengan taktik dan semangat perang dari rakyat
Aceh. Pada 1891, Christiaan Snouck Hurgronje yang merupakan ahli bahasa Arab dan
16
Islam yang juga penasihat untuk urusan adat dari pemerintah kolonial datang ke Aceh.
Sebagai orang yang paham tentang Islam, ia mendekati para ulama. Peran Snouck
Hurgronje menjadikan pasukan Belanda lebih terbantu, karena ia menggunakan siasat
menyerang dari dalam yang nantinya membuahkan hasil gemilang. Bertepatan dengan
kedatangan Snouck Hurgronje, rakyat Aceh sedang merasakan duka yang mendalam
karena kematian Teuku Cik Ditiro. Salah satu pemimpin Aceh lainnya, Teuku Umar,
dikabarkan menyerah kepada Belanda. Namun, itu ternyata hanya taktik semata untuk
memperlemah kekuatan lawan. Baca juga: Sejarah Kerajaan Kristen Larantuka &
Kaitannya dengan Majapahit Sejarah Pemberontakan Ranggalawe di Kerajaan
Majapahit Sejarah Runtuhnya Kesultanan Mataram Islam & Daftar Raja-raja Perang
Aceh IV dan Akhir (1896-1910) Ketiadaan Teuku Umar tidak membuat semangat
rakyat Aceh padam menghadapi Belanda. Dipimpin Cut Nyak Dien, istri Teuku
Umar, dengan dibantu oleh pejuang wanita bernama Pocut Baren, rakyat Aceh terus
melakukan perlawanan. Hingga akhirnya, Teuku Umar yang kembali bergabung
dengan pasukan Aceh. Sayangnya, pada 11 Februari 1899, Teuku Umar gugur di
Meulaboh. Perjuangan pun kembali dilanjutkan oleh Cut Nyak Dien bersama Pocut
Baren. Ibrahim Alfian dalam Perang di Jalan Allah: Perang Aceh 1873-1912 (1987)
mengungkapkan, kondisi rakyat Aceh mulai melemah karena kematian dari beberapa
pemimpinnya. Terlebih, strategi merusak dari dalam yang dijalankan Snouck
Hurgronje juga berjalan dengan mulus dan semakin memperlemah pasukan dan rakyat
Aceh. Tahun 1905, Cut Nyak Dien berhasil ditangkap dan kemudian wafat pada 1910.
Kematian Cut Nyak Dien pun menjadi penanda berakhirnya Perang Aceh. Baca juga:
Hari-Hari Terakhir Perlawanan Cut Nyak Dhien Inilah Srikandi Aceh Penerus Cut
Nyak Dhien: Pocut Baren Ketika Serambi Mekkah Diperintah Para Sultanah Tokoh-
tokoh Perang Aceh Tokoh Aceh: Panglima Polim, Sultan Mahmud Syah, Tuanku
Muhammad Dawood, Teuku Umar, Teuku Cik Ditiro, Cut Nyak Dien, Pocut Baren
Tokoh Belanda: J.H.R Kohler, Jan van Swieten, Snouck Hurgronje

17
3. Dalam Bidang Sehari-hari

1. Masjid Raya Baiturrahman

Peninggalan Kerajaan Aceh yang pertama serta yang paling terkenal yaitu Masjid
Raya Baiturrahman. Masjid yang dibangun Sultan Iskandar Muda pada sekitar tahun
1612 Masehi ini terletak di pusat Kota Banda Aceh. Ketika agresi militer Belanda II,
masjid ini pernah dibakar. Tetapi pada selang 4 tahun setelahnya, Belanda
membangunnya kembali untuk meredam amarah rakyat Aceh yang akan berperang
merebut syahid. Ketika bencana Tsunami menimpa Aceh pada 2004 lalu, masjid
peninggalan sejarah Islam di Indonesia satu ini jadi pelindung untuk sebagian
masyarakat Aceh. gambar via: Fimadani

Peninggalan Kerajaan Aceh yang pertama serta yang paling terkenal yaitu Masjid
Raya Baiturrahman. Masjid yang dibangun Sultan Iskandar Muda pada sekitar tahun
1612 Masehi ini terletak di pusat Kota Banda Aceh. Ketika agresi militer Belanda II,
masjid ini pernah dibakar. Tetapi pada selang 4 tahun setelahnya, Belanda
membangunnya kembali untuk meredam amarah rakyat Aceh yang akan berperang

18
merebut syahid. Ketika bencana Tsunami menimpa Aceh pada 2004 lalu, masjid
peninggalan sejarah Islam di Indonesia satu ini jadi pelindung untuk sebagian
masyarakat Aceh. Kekokohan bangunannya tidak dapat digentarkan oleh sapuan
ombak laut yang saat itu meluluhlantahkan kota Banda Aceh.

2. Taman Sari Gunongan

Taman Sari Gunongan yaitu salah satu peninggalan Kerajaan Aceh, setelah keraton
(dalam) tak dapat terselamatkan karena pasukan Belanda yang menyerbu Aceh.
Taman ini dibangun pada saat pemerintahan Sultan Iskandar Muda yang memerintah
tahun 1607-1636. Sultan Iskandar Muda berhasil menaklukkan Kerajaan Pahang serta
Kerajaan Johor di Semenanjung Malaka. gambar via: Pujiono

Taman Sari Gunongan yaitu salah satu peninggalan Kerajaan Aceh, setelah keraton
(dalam) tak dapat terselamatkan karena pasukan Belanda yang menyerbu Aceh.
Taman ini dibangun pada saat pemerintahan Sultan Iskandar Muda yang memerintah
tahun 1607-1636. Sultan Iskandar Muda berhasil menaklukkan Kerajaan Pahang serta
Kerajaan Johor di Semenanjung Malaka.

Sultan Iskandar Muda jatuh cinta pada Putri Boyongan dari Pahang karena
akhlakhnya yang sangat mempesona serta cantik parasnya, sampai pada akhirnya
menjadikannya sebagai permaisuri. Karena cintanya yang sangat besar, Sultan

19
Iskandar Muda bersedia untuk memenuhi keinginan Putri Boyongan untuk
membangun sebuah taman sari yang indah yang dilengkapi dengan Gunongan.

3. Masjid Tua Indrapuri

Masjid Indrapuri adalah bangunan tua berbentuk segi empat sama sisi. Mempunyai
bentuk yang khas seperti candi, karena di masa lalu bangunan ini bekas benteng
sekaligus candi Kerajaan Hindu yang lebih dulu menguasai Aceh. Pada tahun 1300
Masehi, diperkirakan pengaruh Islam di Aceh mulai menyebar dan perlahan-lahan
penduduknya telah mengenal Islam. Pada akhirnya bangunan yang awalnya candi ini
berubah fungsi menjadi masjid. Bangunan bekas candi ini dirubah jadi masjid pada
masa Sultan Iskandar Muda yang berkuasa dari tahun 1607-1637 Masehi. gambar via:
TripTrus

Masjid Indrapuri adalah bangunan tua berbentuk segi empat sama sisi. Mempunyai
bentuk yang khas seperti candi, karena di masa lalu bangunan ini bekas benteng
sekaligus candi Kerajaan Hindu yang lebih dulu menguasai Aceh.

Pada tahun 1300 Masehi, diperkirakan pengaruh Islam di Aceh mulai menyebar dan
perlahan-lahan penduduknya telah mengenal Islam. Pada akhirnya bangunan yang

20
awalnya candi ini berubah fungsi menjadi masjid. Bangunan bekas candi ini dirubah
jadi masjid pada masa Sultan Iskandar Muda yang berkuasa dari tahun 1607-1637
Masehi.

4. Benteng Indra Patra

Setelah Kerajaan Hindu, muncul Kerajaan Islam yang pada masa jayanya dipimpin
oleh Sultan Iskandar Muda. Pada masa ini, benteng masih dipakai sebagai tempat
pertahanan melawan penjajah Portugis. Sultan Iskandar Muda memberi tugas pada
Laksamana Malahayati, ia merupakan seorang laksamana perempuan pertama di
dunia yang memimpin pasukan di wilayah pertahanan ini. gambar via: KSMTour.com

Setelah Kerajaan Hindu, muncul Kerajaan Islam yang pada masa jayanya dipimpin
oleh Sultan Iskandar Muda. Pada masa ini, benteng masih dipakai sebagai tempat
pertahanan melawan penjajah Portugis. Sultan Iskandar Muda memberi tugas pada
Laksamana Malahayati, ia merupakan seorang laksamana perempuan pertama di
dunia yang memimpin pasukan di wilayah pertahanan ini.

Benteng ini merupakan benteng yang dibangun oleh Kerajaan Lamuri, yaitu sebuah
Kerajaan Hindu pertama di Aceh. Walau pada akhirnya Islam mendominasi di Aceh,

21
tetapi sultan serta ratu yang memimpin Aceh tak pernah berniat sekalipun
menghancurkan jejak peninggalan nenek moyangnya.

5. Pinto Khop

Pinto Khop berada di Kelurahan Sukaramai, Kecamatan Baiturahman, Kota Banda


Aceh. Tempat ini adalah sejarah Aceh jaman dulu yang dibangun pada saat
pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Selain itu, tempat ini juga adalah pintu
penghubung antara istana serta taman putroe phang. Pinto khop ini merupakan pintu
gerbang yang berbentuk kubah. Pinto khop ini juga adalah tempat beristirahat putri
pahang jika telah selesai berenang, posisinya tak jauh dari gunongan. gambar via:
Kekunaan

Pinto Khop berada di Kelurahan Sukaramai, Kecamatan Baiturahman, Kota Banda


Aceh. Tempat ini adalah sejarah Aceh jaman dulu yang dibangun pada saat

22
pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Selain itu, tempat ini juga adalah pintu
penghubung antara istana serta taman putroe phang.

Pinto khop ini merupakan pintu gerbang yang berbentuk kubah. Pinto khop ini juga
adalah tempat beristirahat putri pahang jika telah selesai berenang, posisinya tak jauh
dari gunongan. Nah, disanalah dayang-dayang membersihkan rambut permaisuri.
Selain itu, di sana juga ada sebuah kolam yang dipakai permaisuri untuk mandi
bunga.

6. Meriam Kesultanan di Kerajaan Aceh

Pada masa Sultan Selim II dari Turki Utsmani, dikirimkan beberapa pembuat senjata
serta teknisi dari Turki ke Aceh. Lalu Aceh menyerap kemampuan ini serta dapat
memproduksi meriam sendiri dari kuningan. Perlu anda ketahui, meriam ini
digunakan untuk mempertahankan Aceh dari serangan penjajah. gambar via:
kisahasalusul.blogspot.com

Pada masa Sultan Selim II dari Turki Utsmani, dikirimkan beberapa pembuat senjata
serta teknisi dari Turki ke Aceh. Lalu Aceh menyerap kemampuan ini serta dapat
memproduksi meriam sendiri dari kuningan. Perlu anda ketahui, meriam ini
digunakan untuk mempertahankan Aceh dari serangan penjajah.

7. Hikayat Prang Sabi (Karya Sastra di Kerajaan Aceh)

23
Hikayat Prang Sabi merupakan suatu karya sastra dalam sastra Aceh yang berupa
hikayat. Adapun isi dari hikayat ini yaitu membicarakan mengenai jihad. Karya sastra
ini ditulis oleh para ulama yang berisi ajakan, nasehat, serta seruan untuk terjun ke
medan jihad untuk menegakkan agama Allah dari serangan kaum kafir. Bisa jadi,
mungkin saja hikayat inilah yang menghidupkan semangat juang rakyat Aceh dahulu
untuk mengusir penjajah. gambar via: peradabandunia.com

Hikayat Prang Sabi merupakan suatu karya sastra dalam sastra Aceh yang berupa
hikayat. Adapun isi dari hikayat ini yaitu membicarakan mengenai jihad. Karya sastra
ini ditulis oleh para ulama yang berisi ajakan, nasehat, serta seruan untuk terjun ke
medan jihad untuk menegakkan agama Allah dari serangan kaum kafir. Bisa jadi,
mungkin saja hikayat inilah yang menghidupkan semangat juang rakyat Aceh dahulu
untuk mengusir penjajah.

8. Makam Sultan Iskandar Muda

24
Peninggalan Kerajaan Aceh yang selanjutnya yaitu Makam dari Raja Kerajaan Aceh
yang paling terkenal, Sultan Iskandar Muda. Makam yang terdapat di Kelurahan
Peuniti, Kec. Baiturrahman, Kota Banda Aceh ini sangat kental dengan nuansa Islami.
Ukiran serta pahatan kaligrafi pada batu nisannya sangat indah serta menjadi salah
satu bukti sejarah masuknya Islam ke Indonesia.

Peninggalan Kerajaan Aceh yang selanjutnya yaitu Makam dari Raja Kerajaan Aceh
yang paling terkenal, Sultan Iskandar Muda. Makam yang terdapat di Kelurahan
Peuniti, Kec. Baiturrahman, Kota Banda Aceh ini sangat kental dengan nuansa Islami.
Ukiran serta pahatan kaligrafi pada batu nisannya sangat indah serta menjadi salah
satu bukti sejarah masuknya Islam ke Indonesia.

9. Uang Emas Kerajaan Aceh

25
Aceh ada di jalur perdagangan serta pelayaran yang sangat strategis. Berbagai
komoditas yang datang dari penjuru Asia berkumpul di sana pada saat itu. Hal
semacam ini membuat kerajaan Aceh tertarik untuk membuat mata uangnya sendiri.
Uang logam yang terbuat dari 70% emas murni inilalu dicetak lengkap dengan nama-
nama raja yang memerintah Aceh. Koin ini masih sering ditemukan serta menjadi
harta karun yang sangat diburu oleh beberapa orang. gambar via: Kaskus

Aceh ada di jalur perdagangan serta pelayaran yang sangat strategis. Berbagai
komoditas yang datang dari penjuru Asia berkumpul di sana pada saat itu. Hal
semacam ini membuat kerajaan Aceh tertarik untuk membuat mata uangnya sendiri.
Uang logam yang terbuat dari 70% emas murni inilalu dicetak lengkap dengan nama-
nama raja yang memerintah Aceh. Koin ini masih sering ditemukan serta menjadi
harta karun yang sangat diburu oleh beberapa orang. Koin ini dapat juga dianggap
sebagai salah satu peninggalan Kerajaan Aceh yang pernah berjaya pada masanya.

BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

26
Kesimpulan yang dapat kamu ambil dari study tour ini adalah Aceh dengan
berbagai pesona sejarah dan budayanya tidak dapat dipisahkan dari Aceh sebagai
bukti banyaknya peninggalan kerajaan Aceh yang masih terjaga sampai saat ini. Serta
mengatakan kepada kita bahwa Aceh itu sendiri sangat kaya baik dalam hal
wisatanya, sejarahnya, budayanya maupun adat istiadatnya yang masih dijunjung
tinggi sampai sekarang

2. Saran

Kami berharap dari study tour ini dapat mengembangkan kemampuan kami
dalam memperdalam ilmu pengetahuannya dan menjadikan kami sebagai pelajar yang
intelektual serta membuat kami menjadi pelajar yang terus mengikuti zaman tanpa
membuang sejarah dan budaya yang telah mendarah daging dalam kehidupan kami
sebagai penerus bangsa.

Saran kami kedepannya teruslah membuat program study tour ini untuk
mengembangkan adik-adik lainnya serta memperbanyak kunjungan terhadap wisata di
Aceh yang bertemakan sejarah dan budaya di Aceh.

27

Anda mungkin juga menyukai