Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengembangan pariwisata di Indonesia pada dasarnya menggunakan konsep


pariwisata budaya (cultural tourism) seperti telah ditetapkan dalam Undang-Undang No.9
Tahun 1990. Hal ini dilakukan tentunya dengan pertimbangan bahwa Indonesia memiliki
potensi seni dan budaya beraneka ragam yang tersebar pada tiap Daerah Tujuan Wisata
(DTW) di Indonesia. Jadi, pariwisata yang kita kembangkan adalah pariwisata budaya.
Dalam hal ini, seni budaya yang beraneka ragam di beberapa DTW itu dijadikan sebagai
daya tarik utama untuk menarik wisatawan datang ke Negara kita.

Atas dasar itu, kiranya wajar apabila setiap langkah dalam pengembangan
pariwisata diharapkan selalu memperhatikan terpeliharanya seni dan budaya bangsa yang
dijadikan aset Pariwisata Indonesia. Dengan demikian, perlu ada tanggung jawab moral
bagi mereka yang mengambil kebijakan di lapangan untuk selalu menggunakan potensi
seni dan budaya yang dimiliki untuk bermacam-macam kegiatan, mulai dari bentuk
bangunan (architecture), cindera mata (souvenirs), bahan-bahan promosi (promotion
materials), makanan dan minuman (food and beverages), terutama dalam penyajiannya.

Tujuan utama dari semua itu, tidak lain adalah untuk menciptakan image dan
lebih penting lagi dengan cara itu Pariwisata Indonesia akan memiliki ciri yang khas atau
identitasnya sendiri berbeda dengan apa yang dimiliki oleh Negara-negara lain. Dalam
konteks ini, dapat dikatakan bahwa pariwisata sebagai suatu industri lebih bersifat padat
karya (labor intensive) dan sekaligus berfungsi sebagai katalisator dalam pembangunan
(agent of development) dan mempercepat proses pemerataan pendapatan masyarakat (re-
distribution of income)..

B. Rumusan Masalah
1. Reog Ponorogo Jawa Timur
2. Tari Wayang Topeng
3. Tari Gandrung

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. KESENIAN TARI JAWA TIMUR


1. Reog Ponorogo

a. Pengertian reog

Reog adalah salah satu kesenian budaya yang berasal dari Jawa Timur bagian
barat-laut dan Ponorogo dianggap sebagai kota asal Reog yang sebenarnya. Gerbang kota
Ponorogo dihiasi oleh sosok warok dan gemblak, dua sosok yang ikut tampil pada saat
reog dipertunjukkan. Reog adalah salah satu budaya daerah di Indonesia yang masih
sangat kental dengan hal-hal yang berbau mistik dan ilmu kebatinan yang kuat.

b. Sejarah Reog

Pada dasarnya ada lima versi cerita populer yang berkembang di masyarakat
tentang asal-usul Reog dan Warok (Departmen Pendidikan dan Kebudayaan, 1978-1979,
Reog di Jawa Timur, Jakarta). Namun salah satu cerita yang paling terkenal adalah cerita
tentang pemberontakan Ki Ageng Kutu, seorang abdi kerajaan pada masa Bhre
Kertabhumi, Raja Majapahit terakhir yang berkuasa pada abad ke-15. Ki Ageng Kutu
murka akan pengaruh kuat dari pihak istri raja Majapahit yang berasal dari Tiongkok,
selain itu juga murka kepada rajanya dalam pemerintahan yang korup, ia pun melihat
bahwa kekuasaan Kerajaan Majapahit akan berakhir. Ia lalu meninggalkan sang raja dan
mendirikan perguruan di mana ia mengajar seni bela diri kepada anak-anak muda, ilmu

2
kekebalan diri, dan ilmu kesempurnaan dengan harapan bahwa anak-anak muda ini akan
menjadi bibit dari kebangkitan kerajaan Majapahit kembali. Sadar bahwa pasukannya
terlalu kecil untuk melawan pasukan kerajaan maka pesan politis Ki Ageng Kutu
disampaikan melalui pertunjukan seni Reog, yang merupakan "sindiran" kepada Raja
Kertabhumi dan kerajaannya. Pagelaran Reog menjadi cara Ki Ageng Kutu membangun
perlawanan masyarakat lokal menggunakan kepopuleran Reog. Dalam pertunjukan Reog
ditampilkan topeng berbentuk kepala singa yang dikenal sebagai "Singa barong", raja
hutan, yang menjadi simbol untuk Kertabhumi, dan diatasnya ditancapkan bulu-bulu
merak hingga menyerupai kipas raksasa yang menyimbolkan pengaruh kuat para rekan
Cinanya yang mengatur dari atas segala gerak-geriknya. Jatilan, yang diperankan oleh
kelompok penari gemblak yang menunggangi kuda-kudaan menjadi simbol kekuatan
pasukan Kerajaan Majapahit yang menjadi perbandingan kontras dengan kekuatan warok,
yang berada dibalik topeng badut merah yang menjadi simbol untuk Ki Ageng Kutu,
sendirian dan menopang berat topeng singabarong yang mencapai lebih dari 50 kg hanya
dengan menggunakan giginya. Kepopuleran Reog Ki Ageng Kutu akhirnya menyebabkan
Bhre Kertabhumi mengambil tindakan dan menyerang perguruannya, pemberontakan
oleh warok dengan cepat diatasi, dan perguruan dilarang untuk melanjutkan pengajaran
akan warok. Namun muridmurid Ki Ageng kutu tetap melanjutkannya secara diam-diam.
Walaupun begitu, kesenian Reognya sendiri masih diperbolehkan untuk dipentaskan
karena sudah menjadi pertunjukan populer di antara masyarakat, namun jalan ceritanya
memiliki alur baru di mana ditambahkan karakter-karakter dari cerita rakyat Ponorogo
yaitu Kelono Sewandono, Dewi Songgolangit, dan Sri Genthayu. Versi resmi alur cerita
Reog Ponorogo kini adalah cerita tentang Raja Ponorogo yang berniat melamar putri
Kediri, Dewi Ragil Kuning, namun di tengah perjalanan ia dicegat oleh Raja Singabarong
dari Kediri. Pasukan Raja Singabarong terdiri dari merak dan singa, sedangkan dari pihak
Kerajaan Ponorogo Raja Kelono dan Wakilnya Bujang Anom, dikawal oleh warok (pria
berpakaian hitam-hitam dalam tariannya), dan warok ini memiliki ilmu hitam mematikan.
Seluruh tariannya merupakan tarian perang antara KerajaanKediri dan Kerajaan
Ponorogo, dan mengadu ilmu hitam antara keduanya, para penari dalam keadaan
"kerasukan" saat mementaskan tariannya.

c. Pementasan Reog

3
Reog modern biasanya dipentaskan dalam beberapa peristiwa seperti pernikahan,
khitanan dan hari-hari besar Nasional. Seni Reog Ponorogo terdiri dari beberapa
rangkaian 2 sampai 3 tarian pembukaan. Tarian pertama biasanyadibawakan oleh 6-8 pria
gagah berani dengan pakaian serba hitam, dengan mukadipoles warna merah. Para penari
ini menggambarkan sosok singa yang pemberani. Berikutnya adalah tarian yang
dibawakan oleh 6-8 gadis yang menaikikuda. Berikutnya adalah tarian yang dibawakan
oleh 6-8 gadis yang menaiki kuda:

 Tarian pembuka

Pada reog tradisional, penari ini biasanya diperankan oleh penari lakilakiyang
berpakaian wanita.Tarian ini dinamakan tari jaran kepangatau jathilan,yang harus
dibedakan dengan seni tari lain yaitu tarikuda lumping.Tarian pembukaan lainnya jika
ada biasanya berupa tarian oleh anak kecil yangmembawakan adegan lucu yang disebut
Bujang Ganong atau Ganongan.

 Tari inti

Setelah tarian pembukaan selesai, baru ditampilkan adegan inti yangisinya


bergantung kondisi dimana seni reog ditampilkan. Jika berhubungandengan pernikahan
maka yang ditampilkan adalah adegan percintaan. Untuk hajatan khitanan atau sunatan,
biasanya cerita pendekar.Adegan dalam seni reog biasanya tidak mengikuti skenario yang
tersusunrapi. Disini selalu ada interaksi antara pemain dan dalang (biasanya
pemimpinrombongan) dan kadang-kadang dengan penonton. Terkadang seorang
pemainyang sedang pentas dapat digantikan oleh pemain lain bila pemain tersebut
kelelahan.

 Tarian penutup

Adegan terakhir adalahsinga barong,dimana pelaku memakai topeng berbentuk


kepala singa dengan mahkota yang terbuat dari bulu burungmerak dan mempertontonkan
keperkasaan pembarong dalam mengangkat dadak merak seberat sekitar 50 kilogram
dengan kekuatan gigitan gigi sepanjang pertunjukan berlangsung. Berat topeng ini bisa
mencapai 50-60 kg. Topengyang berat ini dibawa oleh penarinya dengan gigi.
Kemampuan untuk membawakan topeng ini selain diperoleh dengan latihan yang berat,
jugadipercaya diproleh dengan latihan spiritual seperti puasa dan dantapa.Instrumen

4
pengiringnya, kempul, ketuk, kenong, genggam, ketipung, angklung danterutama
salompret, menyuarakan nada slendro dan pelog yang memunculkanatmosfir mistis, unik,
eksotis serta membangkitkan semangat. Satu groupReog biasanya terdiri dari seorang
Warok Tua, sejumlah warok muda, pembarong dan penari Bujang Ganong dan Prabu
Kelono Suwandono. Jumlahkelompok reog berkisar antara 20 hingga 30-an orang, peran
utama berada pada tangan warok dan pembarongnya.

d. Tokoh Dalam Pementasan Reog


 Jathilan

Jathil adalah prajurit berkuda dan merupakan salah satu tokoh dalam seni Reog.
Jathilan merupakan tarian yang menggambarkan ketangkasan prajurit berkuda yang
sedang berlatih di atas kuda.

 Warok

"Warok" yang berasal dari kata wewarah adalah orang yang mempunyai tekad
suci, memberikan tuntunan dan perlindungan tanpa pamrih. Warok adalah wong kang
sugih wewarah (orang yang kaya akan wewarah). Artinya, seseorang menjadi warok
karena mampu memberi petunjuk atau pengajaran kepada orang lain tentang hidup yang
baik.

 Barongan

Barongan (Dadak merak) merupakan peralatan tari yang paling dominan dalam
kesenian Reog Ponorogo. Bagian-bagiannya antara lain; Kepala Harimau (caplokan),
terbuat dari kerangka kayu, bambu, rotan ditutup dengan kulit Harimau Gembong.

 Klono Sewandono

Klono Sewandono atau Raja Kelono adalah seorang raja sakti mandraguna yang
memiliki pusaka andalan berupa Cemeti yang sangat ampuh dengan sebutan Kyai Pecut
Samandiman kemana saja pergi sang Raja yang tampan dan masih muda ini selalu
membawa pusaka tersebut.

 Bujang Ganong

5
Bujang Ganong (Ganongan) atau Patih Pujangga Anom adalah salah satu tokoh
yang enerjik, kocak sekaligus mempunyai keahlian dalam seni bela diri sehingga disetiap
penampilannya senantiasa di tunggu - tunggu oleh penonton khususnya anak-anak.

2. Tarian Wayang Topeng

Tari Topeng atau Wayang Topeng merupakan dramatari yang menceritakan


tentang roman Panji. Roman atau Cerita Panji merupakan karya sastra klasik yang cukup
dikenal luas oleh masyarakat Jawa, Indonesia, bahkan Asia Tenggara, disamping cerita
Ramayana dan Mahabarata. Sebagai karya sastra klasik, cerita ini ditransformasikan ke
dalam berbagai karya baru seni dan budaya (Manuaba dkk, 2013:53). Secara historis,
Cerita Panji muncul pada tengah pertama abad ke-13, pada masa kerajaan Singosari,
namun Winarno & Widyatmoko (1998:241) menyebutkan bahwa seni topeng
diperkirakan sudah muncul sejak zaman kerajaan Kediri pada abad ke-12, dan
berkembang mulai zaman keemasan kerajaan Majapahit. Relief Candi Penataran yang
dibangun pada tahun 1369 yang menggambarkan adegan Panji Kartala oleh Panakawan
Prasanta setidaknya dapat menjadi bukti bahwa Cerita Panji sudah populer di Jawa Timur
pada abad ke-14 (Sumaryono, 2011:18).

Menurut Hariyono (1988:130), pertunjukan wayang topeng Malangan awalnya


berkembang di desa Kedungmonggo dan desa Polowijen (Kecamatan Blimbing, Malang,
Jawa Timur), disebut dengan topeng Jabung, yang kemudian dikenal sebagai kesenian
topeng Malang. Namun Pigeaud (dalam Supriyanto & Adi Pramono, 1997, Hidajat,
2005:270) mengungkapkan bahwa pada akhir abad ke-19 tercatat adanya wayang topeng
yang dipertunjukkan di pendopo kabupaten Malang, yaitu waktu pemerintahan A.A.

6
Surya Adiningrat (1898-1934). Ia juga mencatat terdapat perkumpulan wayang topeng di
bagian Malang Selatan pada tahun 1930-an, seperti di Sanggreng, Jenggala, Wijiamba,
dan Turen.

Wayang topeng Malangan ini mementaskan cerita Panji seperti Sayembara Sada
Lanang, Walang Sumirang, Rabine Panji, Laire Nogo Taun, dan Jenggala Mbangun
Candi, dimana tokoh-tokoh utama yang sering muncul antara lain, Panji Asmarabangun,
Dewi Sekartaji, Raden Gunungsari, Klana Sewandana, dan Bapang Jayasentika. Pigeaud
juga melanjutkan, bahwa pada tahun 1956 atau 1957, wayang topeng Malangan juga
sering dipertunjukkan di pendopo kabupaten, karena pada saat itu bupati Malang, R.
Djapan sangat berminat pada kesenian lokal.

Oleh para ahli kebudayaan (dalam Hariyono, 1988:130), topeng Malangan ini
dihubungkan dengan bentuk drama tari bertopeng pada abad ke-12 yang dikenal dengan
nama raket, atapukan, atau wayang wang. Karimun, salah seorang ahli waris dari R.
Sungging Mubengkoro, yang masih keturunan dari Sunan Brawijaya VII (Raja Majapahit
terakhir, 1498-1518) memimpin kelompok topeng Asmorobangun atau Sanggar
Asmorobangun yang didirikan sejak tahun 1931 di desa Kedungmonggo, dan mulai
dikenal masyarakat luas sebagai pengukir topeng sejak tahun 1970-an. Saat ini mbah
Karimoen sudah wafat dan digantikan oleh putranya yang bernama Tri Handoyo, menjadi
punggawa Sanggar Asmorobangun.

Onghokham (1972:115-119) mengungkapkan bahwa topeng Malangan disebut


sebagai “Malangan” karena memang memiliki ciri khas yang berbeda dengan topeng
yang berasal dari Jawa Tengah atau Bali. Topeng yang dikenakan oleh penari/pemain
wayang topeng Malangan, ditahan di kepala penari dengan seutas tali yang tersambung
pada topeng, bukan menggunakan sepotong kulit yang digigit di mulut. Berbeda dengan
gaya “halus” dari Jawa Tengah, topeng Malang terbuat dari kayu yang tebal dan berat,
dibentuk dengan bagian dagu lebih persegi, tulang pipi yang cukup menonjol (tinggi),
dan kaya akan ukiran. Mahkota yang terletak di kepala bagian depan juga penuh dengan
ukiran yang cukup kompleks (isen-isen). Kumis dari figur yang tergolong “figur gagah”,
kurang lebih terdapat 21 figur, selalu diukir, sedangkan pada topeng Jawa Tengah hanya
di-cat saja, atau terbuat dari rambut asli atau palsu. Topeng Malang kebanyakan mulutnya
selalu lebih tertutup daripada Jawa Tengah yang lebih terbuka. Tidak hanya pada topeng
sebagai properti dalam pertunjukan wayang topeng Malangan, namun pada kostum juga
7
cukup banyak memiliki perbedaan dengan daerah lain di Indonesia, begitu juga dengan
struktur pertunjukan wayang, dan juga tarinya, namun perbedaan tersebut akan dijelaskan
kemudian karena penelitian ini memang terfokus pada topengnya saja, sebagai aspek
rupa/kriya dalam pertunjukan seni tradisi wayang topeng Malangan.

3. Tari Gandrung

a. Asal-Usul Tari Gandrung

Kesenian tradisional khas Banyuwangi diantaranya: Gandrung Banyuwangi,


Seblang, Janger, Rengganis, Hadrah, Kunthulan, Patrol, Mocopatan, Pacul Goang,
Jaranan Butho, Barong, Kebo-Keboan, Angklung Caruk dan Gedhogan.

Sebelum tahun 2003 sebagai maskot Kota adalah Menak Jinggo. Dalam
perekembangannya sejak pariwisata berkembang di Banyuwangi, mulai tahun 2003 yang
menjadi makot Kota adalah penari Gandrung. Yang menjadi masalah adalah bagaimana
Tari gandrung menjadi obyek wisata andalan Banyuwangi?

Kata Gandrung diartikan sebagai terpesona. Dimaksudkan adalah terpesonanya


masyarakat Bambangan yang agraris kepada Dewi Sri yaitu Dewi Padi yang membawa
kesejahteraan bagi masyarakat. Ungkapan rasa syukur masyarakat setiap habis panen
mewujudkan suatu bentuk kegembiraan dan hiburan (Sumitro Hadi, wawancara 4
Oktober 2007).

Jejak seni tradisional yang semula gandrung ditarikan oleh penari laki-laki
kemudian dalam perkembangannya ditarikan oleh Semi seorang penari perempuan. Oleh
dinas pariwisata daerah, tari Gandrung dijadikan daya tarik wisatawan disamping

8
keindahan alam, peninggalan sejarah dan purbakala. Sebagai obyek wisata, atraksi tari
Gandrung diperlukan pembenahan dan penggarapan kusus agar menarik. Tari gandrung
dikemas untuk kepentingan pariwisata. Menurut Sodarsono ciri kemasan wisata adalah
tiruan dari aselinya, dikemas secara padat dan ringkas, meninggalkan nilai sakral, dan
murah harganya bagi kantong wisatawan (Soedarsono, 1999:89). Tari gandrung dalam
perkembangannya selalu dinamis menyesuaikan kebutuhan, ada-kalanya sesuai pesanan
dan sering juga mengikuti aliran musik pengiringnya. Tari gandrung kemudian menjadi
sajian untuk menghibur para tamu sehigga menjadi tari hiburan dan pergaulan.

Untuk menjadi penari gandrung profesional Pemda Banyuwangi melalui dinas


Pariwisata mengharuskan penari gandrung mengikuti pelatihan selama se-bulan yang
dilatih gandrung-gandrung senior. Pelatihan dilaksanakan mulai tahun 2003 dan 2004.
Masing-masing periode diikuti 30 dan 33 penari gandrung. Dalam pelatihan diajarkan
lagu-lagu tradisional, misalnya lagu Padha Nonton, Seblangseblang, dan kreasi baru.
Pada saat pelatihan, juga ditambah materi pelajaran bahwa dalam Tari gandrung
pembabakannya harus jelas, ada jejer, ada paju (tarian berpasangan laki-perempuan), dan
ada Seblang-seblang. Gandrung produkasi dinas Pariwisata bersifat mendidik dan
bermotif ekonomi. Gandrung untuk kepentingan wisata berbeda dengan gandrung pasar.
Gandrung pasar aturanya tidak ketat, pajunya lebih dominan.

b. Gerak pokok tari Gandrung

Gerak pokok tari gandrung dapat didiskripsikan sebagai berikut:

 Titik tumpu, pada umumnya tarian Banyuwangi, bertitik tumpu pada berat badan
terletak pada tapak kaki bagian depan (jinjid).
 Tubuh bagian dada di dorong kedepan seperti pada tari Bali.
 Gerak tubuh ke depan yang di sebut dengan ngangkruk dan
 Gerak persendian; terbagi dalam gerak leher, misalnya: (a) Deleg Duwur, yaitu
gerakan kepala dan leher yang digerakkan hanya leher bagian atas saja, gerak kepala
ke kiri dan ke kanan, (b) Deleg nduwur dinggel, yaitu sama dengan atas hanya saja
disertai dengan tolehan, (c) Deleg manthuk, yakni gerakan kepala mengangguk, (d)
Deleg layangan, yaitu gerakan deleg duwur yang di sertai dengan ayunan tubuh, (e)
Deleg gulu, yaitu gerakan kepala ke kiri dan ke kanan. Di samping, itu masih ada
lagi gerak persendian bahu. Gerakan ini dalam tari gandrung terdiri dari: (1) Jingket,

9
gerakan bahu yang di gerakan ke atas kebawah atau ke samping.(2) Egol pantat yang
lombo dan kerep, yakni gerakan pantat ke kanan ke kiri mengikuti iringan musik
gendang. (3) Sikap dan gerak jari, gerakan ini ada 3 (tiga) macam diantarannya jejeb,
cengkah dan ngeber.

Permainan sampur, merupakan komunikasi antara pria dan wanita. Dalam hal ini
ada beberapa macam antara lain (1) Nantang, yaitu sampur di lempar ke arah penari pada
gong pertama dan seterusnya, (2) Ngiplas atau nolak kanan dan kiri satu persatu, (3)
Ngumbul, yaitu membuang ujung sampur ke atas kedalam atau keluar, (4) Ngebyar,
yaitu kedua ujung sampur di kibaskan arah ke dalam atau ke luar, (5) Ngiwir, yaitu ujung
sampur di jipit dan di getarkan, dan (6) Nimpah, yaitu ujung sampur disampirkan ke
lengan kanan atau kiri pada gerakan sagah atau ngalang. Sikap dan gerakan kaki,
gerakan ini antara lain , (1) Laku nyiji, 2. Laku ngloro, (3) Langkah genjot, (4) Langkah
triol atau kerep.

c. Tata Urut Pertunjukan Gandrung Pariwisata Banyuwangi


1) Jejer

Seperti penuturan Mudaiyah murid gandrung Temu, model jejer gandrung


berbeda-beda, ada yang memakai tari ngremo, ada juga yang tidak. Semua tergantung
dari kemampuan masing-masing grup gandrung sendiri, terutama penggending dan
peng-gendangnya. Perbedaan setiap group adalah wajar, yang penting tidak sampai
menghilangkan keutuhan dan keindahan tari gandrung. Inti utamanya dalam jejer adalah
memberikan ucapan selamat datang kepada para penonton yang datang, tamu undangan,
penyelenggara dan semua pelaksana tarian. Dalam jejer penari gandrung melantunkan
sebuah lagu terlebih dahulu untuk menghormati yang mempunyai hajad jika dilaksnakan
pada saat hajatan, menghomrati tamu undangan, penonton dan seluruh pelaksana
kegiatan. Bersama usainya jejer, beberapa penari gandrung mendekati beberapa meja
tamu penonton.

2) Repenan (Ngrepen) dan Paju

Saat dimulainya paju, seorang atau beberapa orang gandrung biasanya


menghampiri Mamiek Suharti, Tari Gandrung Sebagai Obyek Wisata Andalan
Banyuwangi 27 meja-meja yang dikitari tamu secara berurutan. Para penari telah terbiasa
dengan etika penyajian sehingga tidak menimbulkan kecemburuan antar meja (antar
10
kalangan) yang berujung konflik antar tamu. Dimulai dari meja tamu pertama, kedua, dan
seterusnya. Jika waktu paju masih tersisa, gandrung akan memulai lagi dari meja pertama.
Saat gandrung duduk dalam satu meja, para tamu dipersilahkan memesan gending yang
diinginkan. Setelah menyanyikan beberapa gending, para tamu yang berada di satu meja
diajak untuk menari bersama. Menurut aturan empat orang pertama yang berhak mendapat
sampur, biasanya tokoh masyarkat, pejabat atau tamu terpandang, setelah selesai baru
bergiliran. Gandrung menari sangat erotis, menggoyang-goyangkan pantat, bahu,
sekaligus dada seiring dengan tepak kendang, sambil terus mengumbar senyum, seakan-
akan, sang gandrung menantang para pemaju terus menari.

d. Tata Rias dan Tata Busana

Wajah-wajah gandrung berubah setelah menggunakan tatarias dan tata busana


mereka tampak cantik dan memukau. Tata rias tari Gandrung Banyuwangi menggunakan
model tata rias cantik yaitu tata rias untuk mempercantik diri. Tata busana penari
gandrung terdiri atas bagian atas kepala ditutup dengan Omprok atau sejenis Mahkota
berwarna kuning keemas emasan, yang menutupi rambut, di kanan kiri omprok terdapat
hiasan ular berkepala Gatotkaca. Hiasan Leher terdiri atas Kalung ulus,Kalung yang
menggunakan Bros, Sampur merah disampirkan pada tengkuk dan dibiarkan terurai
lepas di depan dada. Kalung susun dan Upavita Hiasan Dada berupa Oto merupakan
kemben yang digunakan untuk menutup dada berasal dari sampur dililitkan didadanya,
Ilat-ilatan, Mekak boro sebagai pengikat pinggul. Kain panjang yang sering digunakan
adalah kain dengan motif gajah oling dengan berbagai macam warna. Pada lengan
tangan dan adaklanya kaki menggunakan gelang warna kuning emas. Perubahan tata rias
dan tata busana banyak sekali terjadi pada setiap kali pertunjukan berlangsung.
Perubahan tata rias dan tata busana di pengaruhi oleh adanya beberapa faktor penting
diantaranya faktor bahan rias maupun busananya. Perlu bahan juga dipengaruhi oleh
faktor perkembangan kondisi dan kemajuan ilmu pengetahuan serta teknologi sangat
besar sekali pengaruhnya.

e. Music gandrung
 Gamelan dan biola
 Kluncing
 Kendhang
 Kethuk
11
 Kethuk estr
 Kethuk jaler
 Kempul
 Saron bali dan angklung

12
PENUTUP

Kesimpulan

Reog Ponorogo adalah kesenian asli milik Indonesia, khususnya Ponorogo, Jawa
Timur. Kesenian yang satu ini memang sedikit berbau mistik. Tidak jarang juga dalam sebuah
pertunjukan reog ada pemain kesenian reog yang kesurupan. Namun, ada pawang yang telah
bertugas menangani jika ada pemain yang kesurupan. Kesenian ini terdiri dari lima tokoh
utama, yaitu Prabu Kelono Sewandono, bujang ganong, jathilan, warok, dan barongan,

Tari gandrung telah dikemas secara padat, ringkas, meninggalkan nilai sakral dan
dapat mudah dijangkau oleh para wisata. Unsur negatip dari tarian gandrung telah dapat
dihilangkan sehingga menimbulkan citra yang lebih baik. Sebagai sebuah pertunjukan tari,
gandrung merupakan salah satu daya tarik bagi para wisata untuk mengunjungi Banyuwangi.

Tari Topeng atau Wayang Topeng merupakan dramatari yang menceritakan tentang
roman Panji. Roman atau Cerita Panji merupakan karya sastra klasik yang cukup dikenal luas
oleh masyarakat Jawa, Indonesia, bahkan Asia Tenggara, disamping cerita Ramayana dan
Mahabarata

Saran

mari kita lestarikan budaya dan kesenian di daerah kita masing-masing sesuai, agar
perekonomian di indonesia ini bisa semakin maju. dengan adanya budaya tradisonal yang
selalu di jaga dan dirawat akan mampu mendobrak sektor pariwisata semakin maju.

DAFTAR PUSTAKA
13
Soedarsono. 1999. Seni Pertunjukan dan Pariwisaata. Rangkuman Esai tentang Seni
Pertunjukan Indonesia dan Pariwisata.Yogyakarta: BP ISI Yogyakarta.

Munardi, A.M. 1954. Transvesi dam Seni Pertunjukan. Flores: Penari Soegeng Toekio 1984,
Memilih Simpai dari Paradoksal Seni, Sain dan Teknologi. Surakarta : STSI. Supanggah, R.
1991. “Musik Gandrung Banyuwangi Laporan Survey”

Ahimsa Putra, Dedy Shri, dkk. 2000. “Ketika orang Jawa Nyeni”. Galang Press, Yogyakarta.
Andiani, Nyoman Dini. (2007). Pengelolaan Wisata Konvensi. Jakarta. Graha Ilmu. Ardika, I
Wayan. (2007), Pusaka Budaya & Pariwisata. Jogjakarta. Pustaka Larasan

14

Anda mungkin juga menyukai