Anda di halaman 1dari 16

Catatan Hukum Pidana UAS

Tindak Pidana

 Tindak pidana = strafbaar feit (bahasa belanda)


 Istilah-Istilah :
1. Tindak Pidana, contoh : tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, tindak pidana perdagangan orang,
tindak pidana ekonomi.
2. Peristiwa Pidana, contoh : disebutkan oleh Mr. R. Tresna dalam bukunya Azas-asas hukum pidana, prof. A.
Zainal Abidin dalalm bukunya
3. Delik, contoh dalam buku utrecht, Prof. Moeljatno “delik-delik percobaan dan delik-delik pernyataan”
4. Pelanggaran Pidana, di dalam buku Tirta Amijaya “Pokok-pokok hukum pidana”
5. Perbuatan yang boleh dihukum, dalam buku eka, buku sudharto, buku adami, dalam buku M. Karni
“ringkasan hukum pidana”
6. Perbuatan yang dapat dihukum, misalnya UU darurat (12 tahun 51 tentang senjata api dan bahan peledak)
7. Perbuatan pidana, dalam buku moeljatno “azas-azas hukum pidana”
 Pengertian
- Di dalam KUHP, tidak ada pengertian tindak pidana.
- Menurut Moelyatno dalam buku Adami, Perbuatan Pidana merupakan suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu
aturan hukum larangan mana disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barangsiapa
melanggar larangan tersebut.
- Pendapat Moeljatno sebenarnya membedakan secara tegas antara dapat dipidananya perbuatan dengan dapat
dipidananya orang. Karena dipisahnya maka pendapat moelyatno ini dianggap sebagai pandangan yang
dualistis/dualisme yang memisahkan antara perbuatan dan orang yang melakukan.
- Pandangan dualistis ini ternyata ada beberapa ahli yang mengikutinya, antara lain W.P.J.Pompe, H.B.Voss
- Menurut Pompe, tindak pidana adalah suatu tindakan yang menurut suatu rumusan undang-undang telah
dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum.
- Menurut H.B.Voss, Straafbarfeit adalah suatu kelakuan manusia yang diancam pidana oleh Undang-Undang.
- Perbuatan pidana criminal act, actusreus, criminal responsibility, criminal liability.
- Menurut ajaran dualistis ini, pertanggungjawabn pidana terpisah dengan tindak pidana. Pertanggung jawabn
pidana berkaitan dengan da
- Dalam konsep KUHP yang baru, pengertian tindak pidana tidak termasuk dalam pertanggungjawaban pidana.
- Selain pandangan dualistis, ada aliran monistis/monisme yang merupakan kebalikan dualistis.
- Aliran monisme ini tidak memisahkan antara perbuatan dengan unsur-unsur yang berkaitan dengan
pertanggungjawaban pidana.
- Aliran ini diikuti oleh P.A.F.Lamintang
- Menurutnya, Strafbaar feit adalagh sebagai suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan
sengaja atau tidak dengan sengaja oleh seseorang yag dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan oleh
Undang-Undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.
- Menurut Wirjono Prodjodikoro, tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukum
pidana.
- Adanya perbedaan pandangan monistis dan dualistis bukan hal yang sangat prinsipil
- Menurut Sudharto, di dalam menentukan unsur-unsur dapat dipidananya orang harus dilihat semua syarat/unsur
dari suatu tindak pidana.
- Dalam konsep KUHP yang baru, sudah merumuskan apa itu tindak pidana, tindak pidana adalah perbuatan
melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan undang-undang dinyatakan sebagai tindakan yang
dilarang dan diancam pidana.
- Setiap tindak pidana selalu dipandang melawan hukum kecuali ada alasan pembenar
 Cara Merumuskan Tindak Pidana
- Dalam buku Eka, Adami (112), Sudharto (53)
- Tindak pidana ada 3 bagian : rumusan delik, kualifikasi, dan sanksi.
- Jonker merumuskan tindak pidana dengan 3 cara :
1. Dengan cara menerangkan/menguraikan tindak pidana (dengan diuraikan dapat diketahui unsur tindak
pidana) (pasal 279 tentang perkawinan migami, pasal 281, 286, 422)
2. Dengan cara menerangkan/menguraikan unsur-unsur yang memberikan kualifikasi dari tindak pidana
(dinaggap cara yang paling sempurna) (pasal 362 tentang pencurian, 263 tentang pemalsuan
3. Dengan cara menyebut kualifikasinya tanpa menguraikan unsur-unsur tindak pidana (jarang digunakan)
(pasal 351 tentang penganiayaan)
- Jan Remmelink menyatakan ada 3 cara :
1. Pembuat Undang-Undang merumuskan unsur-unsur konstitutif dengan sekedar menyebutkan penamaan
yuridis. (Pasal 184 tentang perkelahian)
2. Undang-Undang menyebutkan secara terperinci unsur-unsur tindak pidana tanpa penamaan yuridis bagi
keseluruhannya. (cara yang paling sering digunakan, contoh pasall 209 KUHP tentang penyuapan, pasal
134, pasal 379 A penipuan)
3. Undang-Undang merinci unsur-unsur konstitutif dari tindak pidana dan menambahkan kualifikasi yuridis,
contoh pasal 362, 372, 338.
 Penempatan Norma Dan Sanksi
- Ada 3 cara dalam menempatkan norma dan sanksi :
1. Menempatkan norma dan sanksi sekaligus dalam 1 pasal, contoh dalam KUHP pasal 362 tentang
pencurian
2. Penempatan terpisah antara norma dan sanksi (normanya di dalam 1 pasal, sanksiny di pasal yang lain),
contoh UU PKDRT (kekerasan fisik diatur dalam pasal 6, sanksinya di pasal 44)
3. Sanksi sudah dicantumkan terlebih dahulu sedangkan normanya belum ditentukan (ketentuan hukum
pidana yang blanko), contoh dalam pasal 122 sub 2 KUHP. Normanya baru ada jika ada perang dan dibuat
dengan menghubungkannya kepada pasal tersebut.
 Pembagian /Jenis-Jenis Tindak Pidana
- KUHP saat ini hanya membagi 3 buku (ketentuan umum, kejahatan, pelanggaran)
- KUHP mengenal 2 bentuk tindak pidana (kejahatan dan pelanggaran)
- Dalam konsep KUHP yang baru tidak dikenal lagi pembagian buku 2 dan 3, tapi lebih dilihat kepada berat
ringannya ancamana pidana baik penjara ataupun denda
- Dalam KUHP perbedaan antara buku 2 dan 3, kejahatan diesbut recht delichten, pelanggaran disebut wet delicten
- Apa perbedaan antara kejahatan dan pelanggaran :
1. Kejahatan diatur buku 2, pelanggaran buku 3
2. Sanksi pidana untuk kejahatan lebih berat dari pelanggaran (kejahatan hampir tidak ditemukan hukuman
kurungan)
3. Ada pengaturan tentang percobaan melakukan kejahatan, yang melakukan percobaan kejahatan itu
dipidana, sedangkan yang melakukan percobaan pelanggaran tidak dipidana (pasal 54)
4. Orang yang membantu dalam kejahatan bisa dipidana, tetapi dalam membantu pelanggaran tidak bisa
dipidana
5. Ada asas personaliteit; asas ini berlaku bagi WNI yang melakukan kejahatan bukan pelanggaran di luar
Indonesia yang menurut hukum pidana naegara asing adalah merupakan perbuatan yang diancam pidana
6. Ada salah satu syarat untuk pengaduan; syarat itu berlaku bagi kejahatan saja, tidak pelanggaran
7. Tentang daluarsa untuk menuntut atau menjalankan pidana; jangka waktunya pada pelanggaran relatif
lebih pendek; pada kejaahatan lebih panjang/lama (pasal 78-148)
8. Hak menuntut itu hapus jika telah dibayarnya secara sukarela denda hanya berlaku pada pelanggaran saja
(contoh dalam hal pelanggaran lalu lintas, dikenakan denda tilang, jika tidak dibayar maka akan dituntut).
9. Tindak pidana penadahan (pasal 480); objek penadahan harus diperoleh dari kejahatan saja
- Jenis-Jenis Tindak Pidana :
1. Dari cara merumuskan tindak pidananya, dibagi atas 2 :
a. Tindak pidana formil (formil delicten)
 Merupakan tindak pidana yang dirumuskan adalah tindakan/perbuatan tertentu
 Dalam perumusan pasalnya lebih difokuskan pada perbuatannya, bukan pada akibat
 Contoh pasal 362 tentang pencurian; asal terpeuuhi suatu perbuatan mengambil barang
milik orang lain sebagian atau sepenuhnya, sudah melanggar hukum
 Pasal 247 tentang sumpah palsu, pasal 160 tentang penghasutan
b. Tindak pidana materil (materil delicten)
 Merupakan tindak pidana yang dirumuskan adalah akibat yang ditimbulkan dari suatu
perbuatan, yang dilarang adalah akibatnya
 Contoh pasal 338 tentang pembunuhan (hilangnya nyawa orang lain; tidak dilihat
menghilangkan dengan cara apa), pasal 187 tentang pembakaran
2. Yang didasarkan pada kesalahan, ada 2 bentuk:
a. Tindak Pidana Dolus (Sengaja)
 Merupakan perbuatan yanhg dilarang dan diaqncam dengan pidana yang dilakukan dengan
sengaja
 Dalam KUHP banyak rumusan yang menggunakan "barangsiapa dengan sengaja"; "dengan
maksud"; "patut diketahui"
b. Tindak Pidana Culva (Kelalaian)
 Merupakan perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana karena kealpaan
 Contoh 359 KUHP
3. Yang dirumuskan dari cara melakukan tindak pidana, ada 3 :
a. Tindak Pidana Komisi
 Merupakan tindakan aktif; perbuatan yang untuk mewujudkan disyaratkan adanya gerakan
dari anggota tubuh orang yang berbuat
 Contoh Pasal 362, 338, 284
b. Tindak Pidana Omisi (Tindakan Pasif)
 Merupakan delik yang tidak melakukan suatu perintah yang diharuskan oleh UU
 Contoh pasal 224 tentang keharusan menjadi saksi; pasal 164; UU narkotika; pasal 531
c. Tindak Pidana Campuran Omisi Dan Komisi (Delik Komisi Per Omisi Comissa)
 Merupakan delik yang berupa pelanggaran suatu perbuatan yang dilarang akan tetapi dapat
dilakukan dengan cara tidak berbuat
 Contoh pasal 194; pasal 306
4. Yang didasarkan pada subjeknya, ada 3 :
a. Tindak Pidana Umum (Delik Komuna)
 Merupakan delik yag subjeknya ditujukan pada semua orang
 Ditemukan dalam hampir semua pasal kuhp "barangsiapa"
b. Tindak Pidana Yang Dilakukan Oleh Orang-Orang Yang Mempunyai Kualitas Tertentu (Provia)
 Ditujukan pada subjek hukum tertentu
 Pasal 341 ditujukan kepada seorang ibu; dalam kuhp militer ditujukan kepada militer
5. Yang dirumuskan berdasarkan sumbernya
a. Delik Umum
 KUHP sebagai induk hukum pidana
b. Delik Khusus
 Berbagai tindak pidana yang diatur diluar KUHP, contoh UU Tipikor, UU TPPO, UU
TPPU,dll.
 UU lalu lintas
6. Yang dirumuskan berdasarkan ada tidaknya pengaduan dalam hal penuntutan
a. Tindak Pidana Biasa (Gewone Delicten)
 Tindak pidana yang untuk dilakukannnya penuntutan itu tidak disyaratkan adanya
pengaduan
 contoh
b. Tindak Pidana Aduan (Klacht Delicten)
 Untuk bisa dituntutnya seseorang, ada syarat yang harus ada (ada pengaduan oleh pihak
yang mengajukan pengaduan)
 Dibagi lagi menjadi 2 :tindak pidana absolut (pasal 310, 284)tindak pidana relatif (
7. Didasarkan Pada Berat Ringannya Pidana Yang Diancamkan
a. Tindak Pidana Bentuk Pokok/Sederhana (Pasal 338, 262
b. Delik Yang Diperberat/Dikualifisir (Pasal 340
c. Delik Yang Diperingan (Pasal 341
8. Didasarkan Pada Ada Tidaknya Kelanjutan
a. Delik Yang Berdiri Sendiri
 Tindak pidana yang terdiri dari 1 perbuatan tertentu
 Pasal 362
b. Delik Yang Berlanjut
 Tindak pidana yang dirumuskan dan berlangsung lama
 Pasal 363, 329, 334
9. Yang Disusun Berdasarkan Kebiasaan Dari Pelaku
a. Delik tunggal
 Delik yang selesai dengan 1 perbuatan
b. Delik gabungan
 Delik ini menyangkut suatu kejahatan yang karena kebiasaan/ karena suatu pekerjaan
 Contoh penadahan (480-481), pasal 512 dan 512a berkaitan dengan praktek dokter tanpa
izin
10. Yang Didasrkan Pada Kepentingan Hukum Yang Dilindungi
 Contoh Pasal 338 Bab 19 Tentang Kejahatan Terhadap Jiwa Orang, Bab 20 Tentang
Penganiayaan
 Unsur-Unsur tindak pidana/delik
- Dalam buku adami, ada 2 hal yang bisa dilihat : sudut pandang teoritis dan sudut pandang undang-undang.
- Teoritis : unsur-unsur yang didasarkan pada pendapat ahli hukum; masing-masing memberikan pendapat
mengenai apa unsur-unsur tindak pidana
- Undang-Undang yang menjadi unsur tindak pidana adalah dari pasal undang-undang.
- Secara teori, terdapat 2 pendapat:
1. Moeljatno, unsur dari tindak pidana adalah perbuatan, yang dilarang, ancaman pidana bagi yang
melanggar.
2. Van Hamel, unsur dari tindak pidana adalah perbuatan manusia yang dirumuskan dalam UU, melawan
hukum, dilakukan dengan kesalahan, patut dipidana
- Menurut UU, unsur dari tindak pidana ada 8 unsur :
1. Unsur Tingkah Laku
2. Unsur Melawan Hukum
3. Unsur Kesalahan
4. Unsur Akibat Konstitutif
5. Unsur Keadaan Yang Menyertai
6. Unsur Syarat Tambahan Untuk Dapatnya Dituntut Pidana
7. Unsur Syarat Tambahan Untuk Memperberat Pidana
8. Unsur Syarat Tambahan Untuk Dapatnya Dipidana
- Secara umum, unsur ada 2 : objektif dan subjektif
1. Unsur objektif adalah unsur yang dilihat diluar dari si pelaku
2. Unsur subjektif adalah unsur yang ada di dalam diri pelaku (unsur kesalahan & melawan hukum,
kemampuan bertanggung jawab)
- Adami dalam bukunya menyatakan unsur tindak pidana :
1. Unsur Tingkah Laku/Perbuatan
 Lebih kepada adanya suatu perbuatan baik perbuatan itu perbuatan yang dilakukan/aktif maupun
perbuatan yang pasif
 Dalam KUHP ada diatur perbuatan abstrak (338, 406), konkrit
2. Unsur Melawan Hukum
 Melawam hukum dalam pidana (wetderechtlijk) dan perdata (omrechtmatig) berbeda
 Melawan hukum dalam pidana = suatu sifat tercela dari suatu perbuatan yang sifat tercelanya dapat
bersumber dari uu, dari masyarakat
 Dalam buku sudharto, sifat melawan hukum ada 2 formil (berasal dari uu) dan materil (bersumber dari
masyarakat)
 Contoh dalam pasal 504, 505
 Dalam praktek, melawan hukum harus dimasukkan dalam surat dakwaan untuk bisa hakim
menjatuhkan pidana dan harus dibuktikan dalam persidangan.
- Bagaimana melawan hukum dirumuskan dalam KUHP?
 ada beberapa istilah :
 Melawan Hak (Pasal 362, 368, 369, 372, 378, dll.)
 Tanpa Hak/tidak berhak/tanpa wenang (548)
 Tanpa Izin (510, 496)
 Melampaui Kekuasaannya (430)
 Tanpa Memperhatikan Cara Yang Ditentukan Dalam Peraturan (429)
- Dalam suatu rumusan undang-undang ada yang dirumuskan secara tegas, tetapi ada yang tidak dirumuskan secara
jelas. kenapa bisa seperti itu? maka kalau dicantumkan dengan tegas (362 memakai melawan hak) maka
perbuatan itu harus dibuktikan. yang tidak dicantumkan secara jelas, perbuatannya sudah melawan hukum (338)
- Mengenai yang tidak dicantumkan secara jelas, ada beberapa pendapat:
1. Sifat melawan hukum dianggap mempunyai fungsi yang positif, artinya ada delik kalau perbuatan itu bersifat
melawan hukum
2. Sifat melawan hukum diangggap mempunyai fungsi yang negatif, artinya tidak ad unsur sifat melawan hukum
pada suatu pebuatan merupakan pengecualian untuk adanya suatu delik, maka tidak perlu dibuktikan. Contoh
putusan MA no 71 tahun 1970 menganut sifat melawan hukum yang negatif
- Eddy Hieraij dalam bukunya membagi melawan hukum dalam :
1. Pandangan Formil
2. Pandangan Materil
3. Pandangan Tengah
4. Sifat Melawan Hukum Umum, Khusus, Formil, Materil

Kesalahan

 Apa Itu Kesalahan?


- Berkaitan dengan subjektif.
- Dalam buku Adami, kesalahan berkaitan dengan keadaan atau gambaran batin seseorang sebelum atau pada saat
memulai perbuatan, dan unsur kesalahan itu akan dihubungkan anatara perbuatan dan akibat serta perbuatan
melwaan hukum dari seseorang.
- Dalam buku Sudharto, menurut Simon, mengkaitkan antara kesalahan dengan pertanggungjawaban dalam hukum
pidana yang berupa keadaan psikis dari si pembuat dan hubungannnya terhadap perbuatannya yang dalam arti
bahwa berdasrkan keadaan psikis/jiwa perbuatannya dapat dicelakan kepada pembuat (kesalahan mengandung
unsur pencelaan terhadap seseorang yang telah melakukan suatu tindak pidana).
- Dalam hukum pidana ada asas tiada pidana tanpa kesalahan (jeenstrafzonderschuld) kenastraffofneschuld, nula
poena sine culva.
- Kesalahan penting menjadi unsur tindak pidana. Kesalahan sebagai jantung hukum pidana. Tentang kesalahan
dalam UU pokok kekuasaan kehakiman (pasal 6 ayat 2)
- Di dalam buku Sudharto, ada 2 hal yang perlu dicatat mengenai arti kesalahan :
1. Kesalahan dalam arti yang seluas-luasnya; dapat disamakan dengan pengertian pertanggungjwabana dalaml
hukum pidana
2. Dalam arti kesalahan dikaitkan dengan bentuk kesalahan itu sendiri (kesengajaan dan kealpaan)
3. Kesalahan dalam arti sempit adalah kealpaan seperti yang disebutkan dalam poin 2
 Unsur-unsur kesalahan ada 3, yaitu :
1. Adanya kemampuan bertanggungjawab pada si pembuat
2. Adanya hubungan batin antara si pembuat dengan perbuatannya
3. Tidak adanya alasan yang menghapuskan kesalahan/ tidak adanya alasan pemaaf

KESENGAJAAN

 Apa Yang Dimaksud Dengan Kesengajaan ?


- Tidak ada disebutkan dalam KUHP
- Dalam memori van toelichting, kesengajaan adalah sebagai menghendaki dan mengetahui (willens and wetens)
- Sengaja berarti menghendaki dan mengetahui apa yang dilakukan dan akibat yang terjadi
- Sengaja (dolus, objeit)
 Teori-Teori Kesengajaan :
1. Teori Kehendak (wills theorie)
 Diartikan bahwa kesengajaan adalah kehendak untuk mewujudkan unsur-unsur delik dalam rumusan
undang-undang
2. Teori Pengetahuan/teori membayangkan (forsteling theorie)
 Membayangkan akan timbulnya akibat
 Menurut teori pengetahuan, kesengajaan adalah mengenai apa yang ia ketahui tentang perbuatan yang
dilakukan dan beserta akibatnya
 Bentuk/Jenis/Corak Kesengajaan
- Dikenal 3 jenis kesengajaan :
a. Sengaja sebagai suatu maksud (dolus malus)
b. Sengaja sebagai kepastian
c. Kesengajaan sebagai kemungkinan (dolus eventualis)
- Ada kesengajaan yang dapat terjadi karena kekeliruan/salah paham :
1. Kesesatan fakta/fetelijk dualink
bentuk kekeliruan yang dilakukan dengan tidak sengaja yang tertuju pada salah satu unsur perbuatan
pidana, contoh seseorang menggunakan surat untuk suatu keperluan, namun dia tidak tau bahwa isi
surat tersebut tidak benar pasal 263 ayat 2
2. Kesesatan hukum/recht dualink
Merupakan bentuk perbuatan yag perkiraan hal itu tidak dilarang oleh Undang-Undang, dapat tidak
dipertanggungkan secara pidana, kembali kepada pembuktian di pengadilan
3. Error in persona
Kekeliuruan mengenai orang yang hendak menjadi tujuan dari perbuatan pidana, contoh A ingin
membunuh B, dia mengira C adalah B (salah orang)
4. Error in objecto
Kekeliruan mengenai objek yang hendak menjadi tujuan dari perbuatan pidana, contoh A hendak
membunuh Presiden, namun ternyata yang dibunuh adalah B yang bukan presiden, maka A tidak bisa
dipidana makar
 Istilah yang digunakan KUHP dalam merumuskan kesengajaan
- Di KUHP ada beberapa pasal yang mengacu kepada kesalahan dalam bentuk kesalahan :
a. Barangsiapa dengan sengaja e. Bertentang dengan apa yang
b. Dengan sengaja "338" diketahui "311"
c. Sedang ia mengetahui "279" f. Dengan tujuan yang ia ketahui
d. Yang ia ketahui "480" "310"
KELALAIAN (CULVA)/TIDAK SENGAJA

 Merupakan lawan dari kesengajaan


 Dalam memori van toelichting, kelalaian adalah terletak antara sengaja dan secara kebetulan.
 Memori van antwoord, siapa yang melakukan kejahatan dengan sengaja berarti menggunakan salah kemampuannya,
sedangkan siapa karena salahnya (culva) berarti tidak menggunakan kemampuannya yang ia harus
mempergunakannya
 Dalam rumusan KUHP, ada rumusan kelalaian namun "karena salahnya", patut menduga,
 Pro Parte Dolus, Pro Parte Culva = ada 2 bentuk kesalahan dirumuskan dalam 1 pasal (480)
 Bentuk dari kelalaian/kealpaan :
1. Beweste Culva/Kealpaan Yang Disadari/Luxuria
Si pelaku berpikir bahwa akibat tidak akan terjadi karena perbuatannya padahal pandangan itu kemudian keliru
2. Onbeweste Culva/Kealpaan Yang Tidak Disadari/ Neglezentia
Si pelaku sama sekali tidak mempunyai pikiran bahwa akibat yang dilarang mungkin timbul karena
perbuatannya
 Bagaimana menentukan culva pada diri seseorang?
- Ada 4 cara, antara lain :
1. Kealpaan orang tersebut ditentukan secara normatif, tidak secara fisik
2. "orang pada umumnya" berarti tidak boleh orang yang paling cermat, paling hati-hati dan sebagainya
3. "ada kewajiban untuk berbuat lain"
4. Dengan memperhatikan segala keadaan apakah yang seharusnya dilakukan olehnya. UU mewajibkan
orang untuk melakukan/tidak melakukan sesuatu

KEMAMPUAN BERTANGGUNGJAWAB

 Menurut Van Hamel, kemampuan bertanggung jawab adalah suatu keadaan normalitas psikis dan kematangan
(kecerdasan) yang membawa 3 kemampuan :
1. Mampu untuk mengerti nilai dari akibat perbuatannya sendiri
2. Mampu untuk menginsafi/menyadari bahwa perbuatan itu menurut pandangan masyarakat tidak dibolehkan
3. Mampu untuk menentukan kehendaknya
 Di dalam KUHP dalam pasal 44 KUHP yang merumuskan tentang kebalikan dari kemampuan bertanggungjawab.
Ada 2 poin, yaitu :
1. Orang yang mengalami masalah psikis secara permanen (dibawa dari lahir)
2. Sakit yang tidak permanen, artinya orang-orang tertentu yang akan masalah kejiwaannya muncul dan
melakukan tindak pidana
 Kesimpulan pasal 44 :
1. Kemampuan bertanggungjawab dilihat dari sisi pelaku berupa keadaan akal/jiwa yang catat pertumbuhan
2. Harus dilakukan oleh seorang psikiater
3. Ada hubungan sebab-akibat antara keadaan jiwa dengan perbuatan yang dilakukan
4. Penilaian terhadap hubungan sebab-akibat merupakan otoritas hakim yang mengadili perkara
5. Sistem yang dipakai dalam kuhp adalah deskriftif normatif; deskriftif berkaitan dengan keadaan jiwa itu
digambarkan menurut apa adanya oleh psikiater; normatif hakim yang menilai berdasarkan hasil pemeriksaan
tadi menyimpulkan mampu atau tidak mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya
 Dapat dilakukan dengan 3 metode, yaitu :
1. Metode biologis, dilakukan oleh psikiater
2. Metode psikologis, menunjukan keadaan jiwa yang abnormal dengan perbuatannya
3. Metode biologis psikologis, selain memperhatikan keadaan jiwa, juga dilakukan penilaian terhadap jiwanya
 Tidak mampu bertanggungjawab sebagian ada beberapa contoh, antara lain :
1. Orang yang punya kelainan jiwa yang tidak bisa melihat orang lain, karena akan ada dorongan untuk
mengambil barang orang (klepto)
2. Penyakit piromani, artinya orang-orang yang punya kejiwaan suka membakar tanpa suatu alasan
3. Penyakit claustrophobi, artinya yang merasa takut di tempat yang sempit, bisa melakukan hal yang dilarang
karena ketakutannya

ALASAN PENGHAPUS PIDANA

 Alasan-alasan penghapus pidana


- Ada 7 dasar yang menyebabkan tidak dipidananya si pembuat yang diatur dalam KUHP yang bersifat umum:
1. Pasal 44 tentang tak mampu bertanggungjawab
2. Pasal 48 tentang daya paksa/overmacht
3. Pasal 49 ayat 1 tentang pembelaan terpaksa/noodweer
4. Pasal 49 ayat 2 tentang pembelaan terpaksa yang melampaui batas/noodweerexes
5. Pasal 50 tentang menjalankan perintah uu
6. Pasal 51 ayat 1 tentang melaksanakan perintah jabatan yang sah
7. Pasal 51 ayat 2 tentang melaksanakan perintah jabatan yang tidak sah dengan itikad baik
- Dari 7 dasar yang diatur dalam kuhp ini, dapat dikelompokan dalam 2 kelompok :
1. alasan penghapus pidana sebagai alasan pemaaf (44, 49 ayat 2, 51 ayat 2);
2. kelompok alasan pembenar disebut sebagai alasan penghapus sifat melawan hukum (vaid justicatif)
- Pasal 48 : barangsiapa melakukan perbuatan karena terpaksa oleh sesuatu kekuasaan yang tak dapat dihindarkan
tidak boleh dihukum.
 Daya paksa adalah setiap kekuatan/dorongan/paksaan yang tidak dapat dilawan. Daya paksa bisa terjadi
karena tekanan psikis dan fisik.
 Menurut Jonkers, Daya paksa dibagi 3, antara lain :
1. Absolut (vistabsoluta) : Karna alam, seperti suatu bencana, seseorang tidak bisa hadir dalam
pengadilan. Org yg dihipnotis
2. Relatif (viscompulsiva) : ada tidaknya pilihan / alternative dalam melakukan suatu perbuatan.
Contoh : adanya tekanan sedemikian kuat, sehingga dia harus mengambil sikap tertentu yg
melanggar hukum, dan dia melakukan pilihan dan harus memilih melakukan atau tidak.
3. Keadaan darurat (noodstoestand): suatu keadaan dimana suatu kepentingan hukum terancam
bahaya yang untuk menghindari ancaman bahaya tersebut ia terpaksa melakukan suatu perbuatan
yang pada kenyataannya melanggar kepentingan hukum yang lain
 Di dalam doktrin, keadaan darurat ada 3 macam/kemungkinan :
1. Pertentangan antara 2 kepentingan hukum (rechtlang)
 Konflik antara 2 kepentingan hukum, dan tidak dapat dipenuhi dua-duanya dan harus
mengorbankan salah satunya.
 Contoh : ketika terjadi suatu kecelakan di laut dan karamnya sebuah kapal, dan ada dua
orang yang menyelamatkan diri dengan bertahan pada satu papan yg hanya bisa untuk satu
orang, sehingga akan 1 orang yang akan dikorbankan.
 Ada 2 kepentingan hukum, menyelamatkan nyawa sendiri, dan menyelamatkan nyawa
orang lain
2. Pertentangan antara kewajiban hukum (rechtplicht) dengan kepentingan hukum
 Terjadi jika sesorang yang hendak melaksanakan kewajiban tetapi harus mengakkan
kepentingan hukumnya sendiri.
 Contoh : ahli forensic harus hadir untuk memberikan keterangan ahli , tapi disisi lain dia
juga mendapat kecelakaan, satu sisi untuk hadir dalam hukumnya dan mengobati dirinya
karena kecalakaan, dan dia tidak dapat dipidana
3. Pertentangan antara 2 kewajiban hukum; dalam suatu keadaan, seseorang diwajibkan untuk
melaksanakan 2 kewajiban dalam waktu yang bersamaan
 Dimana dalam suatu keadaan seseorang itu mewajibkan melaksanakan 2 kewajiban
sekaligus dalam satu waktu bersamaan
 Contoh : seorang dokter pada waktu yang sama harus melakukan tugas seperti operasi, tapi
dalam waktu yg sama dia tidak bisa hadir dalam memberikan keterangan ahli.
- Pasal 49 ayat 1 : barang siapa melakukan perbuatan, yang terpaksa dilakukannya untuk mempertahankan dirinya
atau diri orang lain
 Dalam pasal ini, pembelaan terpaksa ada beberapa syarat:
1. Ada serangan seketika/tiba-tiba
2. Serangan itu bersifat melawan hukum
3. Pembelaan merupakan suatu keharusan
4. Cara pembelaan adalah patut/wajar
 Dalam pasal ini tidak hanya membela diri sendiri, melainkan orang lain juga
- Pasal 49 ayat 2
 Dalam pasal ini, pembelaan ada beberapa syarat :
1. Adanya serangan (fisik/psikis)
2. Serangan bersifat melawan hukum
3. Ditujukan kepada 3 kepentingan hukum
 Perbedaan : Dalam pasal 49 ayat 1 harus ada perbuatan yang seimbang dengan bahaya dari serangan,
tetapi dalam ayat 2 perbuatan yang menjadi pilihan sudah melebihi dari apa yang diperlukan dalam hal
pembelaan; contoh seseorang menyerang lawannya dengan pecahan botol yang sebenarnya dapat dengan
kayu, tetapi karena ada goncangan jiwa yang hebat, dia melakukannya dengan menembak.
- Pasal 50 : seseorang tidak bisa dipidana jika melaksanakan hal sesuai dengan perintah UU
 Contoh : ada larangan, berkaitan dengan kemerdekaan seseorang. Seorang penyidik menahan tersangka,
ini dibenarkan karena UU memberikan perintah jika sudah adanya bukti dan bisa ditahan. Itu beda dengan
penyekapan itu akan dikenakan sanksi
- Pasal 51 ayat 1 : melaksanakan perintah jabatan yang diberikan penguasa yang berwenang tidak bisa dipidana
 Contoh : penyidik yang menangkap orang berdasarkan perintah atasan. Sehingga harus adanya pembedaan
antara yang memberikan perintah dengan yang diberi perintah.
- Pasal 51 ayat 2 : melaksanakan perintah jabatan yang tidak benar dan yang melaksanakannya memiliki itikad baik.
Itikad baik itu mengira bahwa perintah itu adalah sah (melaksanakan karena itikad baik). Syarat objektif masih
dalam lingkup pekerjaan (ini tidak bisa dipidana). Harus ada unsur sikap batin bahwa dia mengira hal itu
dilakukan karena itikad baik / atau mengira bahwa perintah itu adalah yang baik.
- Yang diatur dalam KUHP yang merupakan dasar peniadaan khusus, ditemukan dalam pasal 163 ayat 2, pasal 166
jo pasal 164 dan 165, pasal 221 ayat 2, dan pasal 310 ayat 3. contoh pasal 221, tidak dipidana bagi orang-orang
 Alasan Penghapus Pidana Diluar KUHP
1. Izin, concent of the victim (persetujuan korban), contoh : pemadam kebakaran yang masuk ke rumah
seseorang.
2. Errorfaksi, sesat yang dapat dimaafkan (avas afwejikheid van ale skul) : pertanggungjawaban pidana yang
berkaitan dengan kesengajaan, contoh dalam kasus water and milk ares
3. Error juris, kesesatan hukum (recht dualink) suatu bentuk perbuatan yang menurut perkiraannnya tidak
dilarang UU
4. Tidak ada sifat melawan hukum materil
5. Hak jabatan, disebut dengan berkaitan dengan profesi
6. Mewakili urusan orang lain (zajkwarneming) seseorang yang secara sukarela tanpa perintah orang yang
diwakilinya
 Ada alasan penghapus pidana putatif, merupakan perbuatan yang orang mengira telah malakuakn perbuatan karena
daya paksa, darurat, perintah uu, tetapi sebenarnya tidak demikian (overmacht putatif) controh a dan b ditodong c, a
ingin membela si b sehingga a menendang c sampai jatuh, ternyata c hanya bercanda dan merupakan kawan si b,
maka a akan dibebaskan

PIDANA

 Apa itu pidana?


- Secara umum, pidana merupakan suatu penderitaan yang diberikan oleh negara kepada seseorang yang telah
melakukan suatu tindak pidana.
- Menurut Sudharto, pidana adalah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan
yang memenuhi syarat-syarat tertentu.
 Stelsel pidana merupakan bagian dari penintensir yang berisi tentang jenis pidana, batas-batas penjatuhan pidana,
cara penjatuhan pidana, bagaimana cara menjalankannnya, bagaimana pengurangannya, penambahannya,
pengecualian penjatuhan pidana.
 Pidana/Hukuman diatur dalam KUHP pasal 10 KUHP.
 Ada 2 hukuman : pokok dan tambahan.
 Hukuman pokok dirumuskan dengan berdasarkan pada berat ringannya hukuman
1. Hukuman mati
2. Hukuman penjara
3. Hukuman kurungan
4. Hukuman denda.
 Dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 1946 ada hukuman tutupan
 Hukuman tambahan ada 3 :
1. Pencabutan hak-hak tertentu
2. Perampasan barang yang tertentu
3. Pengumuman keputusan hakim
 Pidana pokok
- Bahwa penjatuhan salah satu pidana pokok bersifat imperatif (harus/wajib) sedangkan penjatuhan pidana
tambahan bersifat fakultatif (boleh iya boleh tidak).
- Penjatuhan jenis pidana pokok tidak harus dengan demikian menjatuhkan jenis pidana tambahan/berdiri sendiri,
tetapi menjatuhkan jenis pidana tambahan tidak boleh tanpa dengan menhjatuhkan jenis pidana pokok.
- Di dalam KUHP berkaitan dengan sanksi pidana, tidak mengenal yang namanya komulasi pidana pokok.
- Kalau pidana pokok sudah dijatuhkan dan sudah inkracht, maka harus ada suatu tindakan dari putusan itu
(eksekusi).
- Dalam konsep KUHP yang baru, ada beberapa jenis pidana pokok yang berbeda dengan pasal 10, seperti pidana
pokok (pidana penjara, pidana tutupan, pidana pengawasan, pidana denda, pidana kerja sosial), pidana mati,
pidana tambahan
- Dalam UU no 1 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak, merumuskan ada pidana dan tindakan. Pidana
pokok merupakan pidana peringatan, pidana dengan syarat (pembinaan diluar lembaga, pelayanan masyarakat,
pengawasan), pelatihan kerja, pembinaan dalam lembaga, penjara. Pidana tambahan merupakan perampasan
keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana
 Hukuman Mati
- Merupakan bentuk pidana hilangnya kemerdekaan untuk hidup.
- Hukuman mati masih diterapkan dalam kejahatan-kejahatan yang mengancam keamanan negara (pasal104, 101
ayat 2, 124 ayat 3), kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan dengan cara tertentu (pasal 340, 140 ayat 3),
kejahatan terhadap harta benda dengan faktor pemberat hukuman, misalnya pencurian dengan kekerasan
- Hukuman mati masih mendapat pro dan kontra
- Tata cara pelaksanaan pidana mati diatur dalam UU no 2/PNPS/1964 dari pasal 2-16 mengatur bagaimana
mekanisme pidana mati di Indonesia
- Dalam konsep KUHP baru juga diatur mengenai hukuman mati
 Hukuman Penjara
- Sistem mengenai penjara : sistem sel, sistem auburn (silent system), anglis system (ire system, progresif system)
- Mengenai batas waktu, dalam KUHP dibagi 2, yaitu :
1. Algemene straf minima yaitu batas minimum yang umum/pidana yang terendah (1 hari)
2. Algemene straf maxima yaitu batas pidana tertinggi (hukuman maksimal 15 tahun, hukuman mati dan
hukuman seumur hidup)
- Pidana penjara secara umum dalam KUHP masih menggunakan straf maxima.
- Pengaturan tentang pidana penjara dapat dilihat di pasal 12 yang berkaitan dengan batas-batas umum ayat 3 ayat
4. Di dlam pasal 13 dan 14 berkaitan dengan apa kegiatan / pekerjaan yg diberikan kepada si tepidana. Napi
menjadi warga binaan. PP no 31 tahun 99 tentang pembinaan warga binaan pemasyarakatan, PP no 32 syarat dan
tata cara pelasanan pembinaan. Dalam pasal 13-14 berkaitan dengan apa kegiatan/pekerjaan yang diberikan
kepada si terpidana.
 Hukuman Kurungan
- Hampir sama dengan hukuman penjara, tetapi ada perbedaan antara hukuman kurungan dan penjara
- Di dalam KUHP selalu diatur hukuman kurungan, tapi di luar KUHP hampir tidak ditemui hukuman kurungan
- Beda Hukuman Penjara dan Kurungan :
a. Hukuman penjara biasanya diancamkan kepada kejahatan yang berat, seperti terorisme, perdagangan
orang. Tetapi hukuman kurungan biasanya diancamkan kepada kejahatan yang tidak berat seperti
pelanggaran, selain itu juga diancamkan secara alternatif dengan pidana penjara
b. Pada pidana penjara, straf maxima adalah 15 tahun dan bisa diperberat menjadi 20 tahun di dalam KUHP.
Dalam pidana kurungan, lamanya pidana adalah 1 tahun dan bisa 1 tahun 4 bulan. (Pasal 18 ayat 2).
c. Pelaksanaan pidana penjara dapat dilakukan di semua tempat.
d. Lama kerja orang yang dijatuhi pidana penjara adalah 9 jam, lama kerja orang yang dijatuhi hukuman
kurungan adalah
e. Pidana denda hanya bisa diganti dengan pidana kurungan (Paling lama 6 bulan), bukan pidana penjara.
(pidana kurungan pengganti pidana denda). (Pasal 30 ayat 2 dan 3 KUHP)
f. Terpidana yang dijatuhi pidana penjara tidak memiliki hak “pistole” (Hak bagi napi untuk meringankan
nasibnya dalam menjalani pidana). Tetapi bagi yang menjalani hukuman kurungan memiliki hak “pistole”.
(Pasal 23 KUHP).
 Hukuman Denda
- Ada kewajiban bagi terpidana untuk membayar sejumlah uang karena telah melakukan suatu perbuatan pidana.
- Jenis pidana ini berkaitan dengan harta seseorang. Pidana denda dibayarkan kepada negara.
- Kelebihan:
a. Tidak menimbulkan stigma
b. Tidak putus hubungan dengan keluarga dan masyarakat
c. Tidak hilang pekerjaan
d. Lebih mudah membayarnya daripada penjara
- Kelemahan :
a. Dapat dibayarkan pihak ketiga
b. Menguntungkan pihak yang ber-uang
c. Terjadi kesulitan dalam pelaksanaan pembayaran denda
 Hukuman Tutupan
- Dijatuhkan kepada pelaku kejahatan yang diancam dengan pidana penjara, tetapi kejahatan itu dilakukan karena
didorong oleh maksud yang patut dihormati. (Pasal 2 ayat 1 UU no 20 tahun 1946)
- Pidana tutupan lebih kepada mereka-mereka yang melakukan pemberontakan terhadap kebijakan pemerintah.
 Pencabutan Hak Tertentu
- Diatur dalam pasal 35 ayat 1 KUHP
 Perampasan Barang Tertentu
- Barang yang dirampas merupakan barang yang digunakan dalam melakukan kejahatan, atau barang yang
merupakan hasil dari kejahatan.
 Pengumuman Keputusan Hakim
- Diatur dalam pasal 43 KUHP.
- Untuk tindak pidana tertentu misalnya dalam Pasal 128 ayat 3, 377, 361, 395

PIDANA BERSYARAT

 Diatur dalam pasal 14 A-F KUHP


 Dikenal juga dengan hukuman percobaan
 Dalam pasal 14B diatur jangka waktu masa percobaan. 3 tahun paling tinggi untuk semua jenis kejahatan dan
pelanggaran tertentu. Dan 2 tahun tertinggi untuk pelanggaran-pelanggaran lainnya.

PEMBEBASAN BERSYARAT

 Diatur dalam pasal 15 ayat 1 KUHP


 Jika seseorang yang sudah dijatuhi hukuman penjara dan sudah menjalani 2/3 dari masa pidananya atau paling sedikit
9 bulan, maka dengan alasan tertentu si terpidana dapat dikenakan pembebasan bersyarat.
 Di sisi lain, pembebasan bersyarat mengurangi beban negara.

Dasar-Dasar Pemberatan Pidana Dan Peringanan Pidana

 Dasar pemberatan pidana ada 2, yaitu Umum dan Khusus


 Dasar pemberatan pidana umum :
1. Karena jabatan (Pasal 52 KUHP)
2. Karena menggunakan sarana bendera kebangsaan (Pasal 52a KUHP)
3. Karena pengulangan/residiv (pasal 486, 487, 488)
 Dasar pemberatan pidana khusus :
1. 216 ayat 3, 489 ayat 2, 495 ayat 2, 501 ayat 2, 512 ayat 3
2. Pencurian 362 diperberat dalam pasal 363, pasal 356
 Dasar peringanan pidana ada 2, yaitu Umum dan Khusus
 Pasal 53 KUHP tentang percobaan,
 Berkaitan dengan penyertaan, kalau orang yang membantu melakukan kejahatan (Pasal 57 ayat 1) hukumannya
dikurangi 1/3 dari hukuman pokok
 Dasar peringanan pidana khusus : contoh pasal 362-364, 338-341

Alasan Penghapus Penuntutan Dan Alasan Penghapus Menjalani Pidana

 Hal-Hal Yang Menyebabkan gugurnya hak menuntut pidana diatur dalam KUHP :
1. Pasal 76 KUHP berkaitan dengan Asas Ne Bis In Idem (seseorang tidak boleh dituntut untuk kedua kalinya
mengenai kasus yang sama)
2. Pasal 77 KUHP berkaitan dengan meninggalnya terdakwa
3. Pasal 78-81 KUHP tentang daluarsa (verjaring)/lewat waktu
4. Pasal 82 KUHP berkaitan dengan penyelesaian di luar persidangan
 Hal-Hal Yang Menyebabkan gugurnya hak menuntut pidana diatur di luar KUHP:
1. Abolisi
2. Amnesti
 Hal-Hal Yang Menyebabkan gugurnya hak menjalani pidana diatur dalam KUHP :
1. Pasal 83 berkaitan dengan meninggalnya si terpidana
2. Pasal 84-85 KUHP tentang daluarsa
 Hal-Hal Yang Menyebabkan gugurnya hak menjalani pidana diluar KUHP :
1. Grasi (UU no 2 tahun 2002)

Anda mungkin juga menyukai