Disusun Oleh:
C.0105.15.057
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Anak usia balita merupakan golongan usia yang paling rawan
terhadap penyakit, hal ini berkaitan dengan fungsi protektif atau
immunitas anak, salah satu penyakit yang sering diderita oleh anak adalah
gangguan pernafasan atau infeksi pernafasan (Wong, 2008).
ISPA merupakan masalah kesehatan yang penting karena penyakit
penyebab pertama kematian di Negara berkembang. Setiap tahun ada dua
juta kematian yang disebabkan oleh ISPA. WHO memperkirakan insiden
ISPA di Negara berkembang 0,29% (151 juta jiwa). ISPA menempati
urutan pertama penyakit yang diderita oleh bayi dan balita di indonesia.
Prevalensi ISPA di Indoneisa adalah 25,5% dengan morbiditas pneumonia
pada bayi 2,2% dan balita 3% sedangkan mortalitas pada bayi 23,8% dan
balita 15,5% (Markamah et al. 2012 dalam Marni 2014)
Menurut WHO (World Health Organization) memperkirakan
insiden ISPA di negara berkembang dengan angka kematian balita diatas
40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% pertahun pada usia balita.
ISPA selalu menempati urutan pertama penyebab kematian pada
kelompok bayi dan balita. Berdasarkan pervalensi ISPA tahun 2016 di
indonesia telah mencapai 25% dengan rentang kejadian yaitu sekitar
17,5% - 41,4% dengan 16 provinsi diantaranya mempunyai pervalensi di
atas angka nasional. Selain itu ISPA juga sering berada pada daftar 10
penyakit terbanyak di rumah sakit. Survei mortalitas yang dilakukan oleh
subdit ISPA tahun 2016 menempatkan ISPA sebagai penyebab kematian
bayi terbesar di indonesia dengan presentase 32,10% dari seluruh kematian
balita.
Di Indonesia, ISPA menduduki peringkat pertama sebagai penyakit
yang paling banyak diderita masyarakat, khususnya anak-anak. Tercatat,
rata-rata balita di Indonesia mengalami sakit batuk pilek setidaknya tiga
hingga enam kali per tahunnya. Dari data WHO didapatkan bahwa angka
kejadian pneumonia pada balita di Indonesia cukup tinggi, yakni 10-20%
per tahun.
Berdasarkan hasil Riskesdas 2013 insiden Jawa Barat tahun 2013
adalah 1,9 % (Nasional 1,8%) dan prevalensi pneumonia 4,9 % (Nasional
4,5%). Pada tahun 2016 menggunakan target sasaran sebesar 4,62% dari
jumlah balita sehingga angka pneumonia ditemukan sebesar 90,7% dengan
range antara 14,4%.
Pada tahun 2014 penyakit ISPA menempati urutan teratas pola
penyakit rawat jalan di puskesmas untuk golongan umur 1 – 4 tahun yaitu
sebesar 9.325 kasus (31.66%) di kota Cimahi. Hal tersebut menunjukan
bahwa penyakit-penyakit infeksi juga masih menjadi penyebab terjadinya
angka kesakitan pada golongan tersebut.
Kasus infeksi saluran pernafasan akut berdasarkan data dari Dinas
Kesehatan Kota Cimahi, pada tahun 2016 menunjukan jumlah pasien
infeksi saluran pernafasan akut berjumlah 76,902 kasus di kota Cimahi
Selatan (Dalam Skripsi Andi Rustandi)
Pada anak balita, gejala infeksi pernapasan bawah biasanya lebih
parah dibandingkan dengan penyakit pernapasan atas dan dapat mencakup
gejala gangguan respiratori yaitu batuk, disertai produksi secret berlebih,
sesak napas, retraksi dada, takipnea, dan lainlain. Hal ini membutuhkan
perhatian khusus oleh pemerintahan guna menurunkan angka kematian
anak. Kesiapan pemerintah dan instansi terkait seperti tenaga kesehatan
baik ditingkat pusat, provinsi ataupun kota dan kabupaten sangat berperan
penting dalam meminimalkan angka kejadian ISPA. Seperti kesiapan
pihak tenaga kesehatan terhadap pelayanan kesehatan, kesiapan petugas
kesehatan dalam meningkatkan pengetahuan masyarakat terhadap
pneumonia, status gizi, lingkungan yang baik, cakupan imunisasi, asi
ekslusif dan meningkatkan upaya manajemen tatalaksana pneumonia
bagaimana perilaku masyarakat dalam pencarian pengobatan. Pada
akhirnya diharapkan upaya pengendalian penyakit ISPA dapat
dilaksanakan dengan optimal sehingga angka kematian ini dapat
diturunkan (Kemenkes RI, 2010).
B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Apa ada pengaruh
fisioterapi dada terhadap bersihan jalan nafas pada anak usia 1 – 5 tahun
pada penyakit ISPA di Puskesmas Cimahi?”
C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Diketahuinya pengaruh fisioterapi dada terhadap bersihan jalan nafas
pada anak usia 1 – 5 tahun pada penyakit ISPA di Puskesmas Cimahi
Selatan.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahui gambaran karakteristik pasien ISPA di Puskesmas
Cimahi.
b. Diketahui gambaran bersihan jalan nafas sebelum dan sesudah
pelaksanaan pemberian fisoterapi dada.
c. Diketahui gambaran pengaruh fisioterapi dada terhadap bersihan
jalan nafas pada anak usia 1 – 5 tahun pada penyakit ISPA di
Puskesmas Cimahi selatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP BALITA
1. Definisi balita
Balita adalah anak dengan usia dibawah 5 tahun dengan
karakteristik pertumbuhan yakni pertumbuhan cepat pada usia 0-1 tahun
dimana umur 5 bulan BB naik 2x BB lahir dan 3x BB lahir pada umur 1
tahun dan menjadi 4x pada umur 2 tahun. Pertumbuhan mulai lambat pada
masa pra sekolah kenaikan BB kurang lebih 2 kg/ tahun, kemudian
pertumbuhan konstan mulai berakhir. (Soetjiningsih, 2001 dalam scribd)
Menurut Sutomo. B. dan Anggraeni. DY, (2010), Balita adalah
istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3-5
tahun). Saat usia batita, anak masih tergantung penuh kepada orang tua
untuk melakukan kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan makan.
Perkembangan berbicara dan berjalan sudah bertambah baik. Namun
kemampuan lain masih terbatas.
Masa balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh
kembang manusia. Perkembangan dan pertumbuhan di masa itu menjadi
penentu keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak di periode
selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini merupakan masa yang
berlangsung cepat dan tidak akan pernah terulang, karena itu sering
disebut golden age atau masa keemasan.
2. Karakteristik balita
Menurut karakteristik, balita terbagi dalam dua kategori yaitu anak
usia 1 – 3 tahun (batita) dan anak usia prasekolah (Uripi, 2004). Anak usia
1-3 tahun merupakan konsumen pasif, artinya anak menerima makanan
dari apa yang disediakan ibunya. Laju pertumbuhan masa batita lebih
besar dari masa usia pra-sekolah sehingga diperlukan jumlah makanan
yang relatif besar. Namun perut yang masih lebih kecil menyebabkan
jumlah makanan yang mampu diterimanya dalam sekali makan lebih kecil
dari anak yang usianya lebih besar. Oleh karena itu, pola makan yang
diberikan adalah porsi kecil dengan frekuensi sering Pada usia pra-sekolah
anak menjadi konsumen aktif. Mereka sudah dapat memilih makanan
yang disukainya. Pada usia ini anak mulai bergaul dengan lingkungannya
atau bersekolah playgroup sehingga anak mengalami beberapa perubahan
dalam perilaku. Pada masa ini anak akan mencapai fase gemar memprotes
sehingga mereka akan mengatakan “tidak” terhadap setiap ajakan. Pada
masa ini berat badan anak cenderung mengalami penurunan, akibat dari
aktivitas yang mulai banyak dan pemilihan maupun penolakan terhadap
makanan. Diperkirakan pula bahwa anak perempuan relative lebih banyak
mengalami gangguan status gizi bila dibandingkan dengan anak laki-laki
(BPS, 1999).
3. Tumbuh Kembang Balita
Secara umum tumbuh kembang setiap anak berbeda-beda, namun
prosesnya senantiasa melalui tiga pola yang sama, yakni:
a. Pertumbuhan dimulai dari tubuh bagian atas menuju bagian bawah
(sefalokaudal). Pertumbuhannya dimulai dari kepala hingga ke ujung
kaki, anak akan berusaha menegakkan tubuhnya, lalu dilanjutkan
belajar menggunakan kakinya.
b. Perkembangan dimulai dari batang tubuh ke arah luar. Contohnya
adalah anak akan lebih dulu menguasai penggunaan telapak tangan
untuk menggenggam, sebelum ia mampu meraih benda dengan
jemarinya.
c. Setelah dua pola di atas dikuasai, barulah anak belajar
mengeksplorasi keterampilan-keterampilan lain. Seperti melempar,
menendang, berlari dan lain-lain.
Pertumbuhan pada bayi dan balita merupakan gejala kuantitatif.
Pada konteks ini, berlangsung perubahan ukuran dan jumlah sel, serta
jaringan intraseluler pada tubuh anak. Dengan kata lain, berlangsung
proses multiplikasi organ tubuh anak, disertai penambahan ukuran-
ukuran tubuhnya. Hal ini ditandai oleh:
a. Meningkatnya berat badan dan tinggi badan.
b. Bertambahnya ukuran lingkar kepala.
c. Muncul dan bertambahnya gigi dan geraham.
d. Menguatnya tulang dan membesarnya otot-otot.
e. Bertambahnya organ-organ tubuh lainnya, seperti rambut, kuku, dan
sebagainya.
4. Konsep Maturasi sistem
Sebagian besar sistem fisiologis relatif matur pada akhir masa
toodler. Volume saluran pernafasan dan pertumbuhan struktur yang
bersangkutan terus bertambah selama masa kanak-kanak awal. Struktur
internal telinga dan tenggorokan terus memendek dan melurus, dan
jaringan lomfoid tonsil dan adenoid terus bertambah besar. Akibatnya,
sering terjadi otitis media, tonsillitis, dan infeksi saluran nafas atas.
Kecepatan respirasi dan jantung melambat, dan tekanan darah meningkat.
2. Etiologi
a. Etiologi ISPA
Etiologi ISPA adalah bakteri, virus dan riketsia. Infeksi bakteri
sering merupakan penyakit ISPA yang disebabkan oleh virus, terutama
bila ada epidemik dan pandemik. Hingga kini dikenal lebih dari 100
jenis virus penyebab ISPA, infeksi virus memberikan gambaran yang
hampir sama (Alsagaff, 2010)
ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) dapat disebabkan oleh :
(Marni, 2014)
1) Bakteri : Escherichia Coli, Streptococcus Pneumonia, Chlamidya
Trachomatis, Clamidia Pneumonia, Mycoplasma pneumonia, dan
beberapa bakteri lain.
2) Virus : Mikrovirus, Adenovirus, Koronavirus, Pikomavirus, Virus
Influenza, Virus Parainfluenza, Rhinovirus, SRespiratorik Syncytal
virus, danbeberapa virus lain.
3. Manifestasi Klinis
Umumnya penyakit ISPA ditandai dengan keluhan dan gejala yang
ringan, namun seiring berjalannya waktu, keluhan dan gejala yang ringan
tersebut bisa menjadi berat kalau tidak segera diatasi. Oleh sebab itu, jika
anak/bayi sudah menunjukan gejala sakit ISPA, maka harus segera diobati
agar tidak menjadi berat yang bisa menyebabkan gagal napas atau bahkan
kematian. Gejala yang ringan biasanya diawali dengan demam, batuk,
hidung tersumbat dan sakit tengggorokan.
Menurut Rasmaliah (2004) dalam Marni (2014) bahwa tanda
bahaya bisa dilihat berdasarkan tand-tanda klinis dan hasil pemeriksaan
laboratorium. Secara klinis pada pemeriksaan respirasi akan terdapat tanda
gejala sebagai berikut: takikpnea, napas tidakteratur (apnea), retraksi
dinding thoraks, napas cuping hidung, sianosis, suara napas lemah atau
hulang, grunting expiratoir dan wheezing. Sedangakan pada sistem
kardiovaskulerakan menunjukan gejala takikardi, bradikardi, hypertensi,
hypotensi dan cardiacarrest. Sedangkan hasil pemeriksaan laboratorium
adalah jika ditemukan hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis metabolik
maupun asidosis respiratorik.
4. Patofisiologi
ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) terjadi dapat karena
masuknya virus, bakteri atau riketsia dan jamur kedalam saluran
pernapasan atas, kemudian virus bereplika (membelah) pada sel epitel
kolumner bersilia (hidung, sinus, faring) menyebabkan radang pada tempat
tersebut. Peradangan itu merangsang pelepasan mediator histamin dalam
sekresi hidung sehingga permeabilitas vaskuler naik dan akibatnya terjadi
edema pada mukosa dan hidung menjadi tersumbat akibat akumulasi
mukus, dari kejadian itu menimbulkan masalah bersihan jalan nafas tidak
efektif. Perubanhan yang terjadi adalah edema pada mukosa, infiltrat sel
mononuler yang menyertai, kemudian fungsional silia mengakibatkan
pembersihan mukus terganggu. Pada infeksi berat sampai sedang epitel
mengelupas ada produksi mukus yang banyak sekali, mula-mula encer,
kemudian mengental dan biasanya purulen. Selain itu ada juga keterlibatan
anatomis saluran pernapasan atas, masuk oklusi dan kelainan rongga sinus.
5. Pencegahan ISPA
Menurut (Yusri, 2011) pencegahan ISPA sangat erat kaitannya
dengan sistem kekebalan tubuh yang dimiliki oleh seseorang. Seseorang
dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah akan sangat rentan terhadap
serangan sehingga pengobatan ISPA biasanya difokuskan kepada mereka
yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang rendah. ISPA atau Infeksi
Saluran Pernapasan Akut sangat rentan kepada anak-anak, itulah mengapa
kasus ISPA sebagai penyakit dengan prevalensi sangat tinggi di dunia juga
menunjukan angka kematian anak yang sangat tinggi dibandingkan
penyakit lainya.
Pencegahan ISPA yang dilakukan adalah upaya yang dimaksudkan
agar seseorang terutama anak-anak dapat terhindar baik itu infeksinya,
maupun melawan dengan sistem kekebalan tubuh, karena vektor penyakit
ISPA telah sangat meluas didunia, sehingga perlu kewaspadaan diri untuk
menghadapi serangan infeksi, bukan hanya dalam hal pengobatan ISPA.
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit
ISPA pada anak antara lain:
a. Mengusahakan agar anak memperoleh gizi yang baik, diantaranya
dengan cara memberikan makanan kepada anak yang mengandung
cukup gizi.
b. Memberikan imunisasi yang lengka[p keapda anak agar daya tahan
tubuh terhadap penyakit baik.
c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan agar tetap bersih.
d. Mencegah anak berhubungan dengan klien ISPA. Salah satunya adalah
memakai pelindung penutup hidung dan mulut ketika kontak langsung
dengan anggota keluarga atau orang yang sedang menderita penyakit
ISPA (Adhisty, 2013)
6. Penularan ISPA
Menurut (Alsagaff, 2010) menyebutkan dikenal 3 cara penyebaran
infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) yaitu:
a. Melalui aerosol yang lembut, terutama oleh karena batuk
b. Melalui aerosol yang lebih kasar, terjadi pada waktu batuk dan bersin-
bersin
c. Melalui kontak langsung/tidak langsung dari benda yang telah
dicemari jasad renik (hand to hand transmission)
Pasien ISPA
Bersihan Teori
Jalan Nafas Henderson
Tanda gejala ISPA:
takikpnea, napas tidak
teratur, retraksi dinding
thoraks, napas cuping Diberikan
hidung, grunting fisioterapi
expiratoir dan wheezing. dada
14 Komponen
salah satunya :
Penatalaksanaan kebersihan jalan
1. Bernafas secara
napas menurut Somantri (2009),
normal
antara lain:
1. Humidifikasi, misalnya
nebulizer
2. Fisioterapi dada (NANDA,
NIC NOC. 2015)
3. Obat bronkodilator
4. Inhalasi mekanik
5. Latihan napas dalam
6. Batuk efektif
Daftar Pusataka
_____._____www.depkes.go.id/resources/download/profil/
PROFIL_KES_PROVINSI_2016/12_Jabar_2016.pdf. Diakses
tanggal 12 september 2018 pukul 21.00
Riduwan (2018).
Rustandi, Andi (2017) Hubungan Masa Kerja dan Pemakaian Alat Pelindung Diri
Dengan Kejdian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pada
Karyawan Perusahaan di Klinik Kasih Bunda 2017. STIKes Budi
Luhur Cimahi