Anda di halaman 1dari 16

Nama : Stevani Feronica Purba

NIM : 2153036

LAPORAN PENDAHULUAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN DAN


PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PERDARAHAN POST PARTUM

A. Definisi
Perdarahan pasca persalinan adalah kehilangan darah melebihi 500 ml yang terjadi
setelah bayi lahir, perdarahan primer terjadi dalam 24 jam pertama, sedangkan perdarahan
sekunder terjadi setelah itu (Mansjoer,2002 ). Hemoragic pasca partum adalah kehilangan
darah melebihi dari 500 ml selama dan atau setelah kelahiran dapat terjadi dalam 24 jam
pertama setelah kelahiran, atau lambat sampai 28 hari pasca partum (akhir dari puerperium)
(Doenges, 2001).

Perdarahan postpartum ada kalanya merupakan perdarahan yang hebat dan


menakutkan sehingga dalam waktu singkat wanita jatuh ke dalam syok, ataupun merupakan
perdarahan yang menetes perlahan-lahan tetapi terus menerus dan ini juga berbahaya karena
akhirnya jumlah perdarahan menjadi banyak yang mengakibatkan wanita menjadi lemas dan
juga jatuh dalam syok (Mochtar, 1995). Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari
500cc yang terjadi setelah bayi lahir pervaginam atau lebih dari 1000 ml setelah persalinan
abdominal (Nugroho,2012)

Gambar :

1
B. Etiologi
Penyebab terjadinya perdarahan postpartum antara lain :
1. Atonia uteri
Atonia uteri merupakan kegagalan miometrium untuk berkontraksi setelah
persalinan sehingga uterus dalam keadaan relaksasi penuh, melebar, lembek dan tidak
mampu menjalankan fungsi oklusi pembuluh darah. Akibat dari atonia uteri ini adalah
terjadinya perdarahan. Perdarahan pada atonia uteri ini berasal dari pembuluh darah
yang terbuka pada bekas menempelnya plasenta yang lepas sebagian atau lepas
keseluruhan (Faisal, 2008).

Miometrium terdiri dari tiga lapisan dan lapisan tengah merupakan bagian yang
terpenting dalam hal kontraksi untuk menghentikan perdarahan pasca persalinan.
Miometrum lapisan tengah tersusun sebagai anyaman dan ditembus oeh pembuluh
darah. Masing-masing serabut mempunyai dua buah lengkungan sehingga tiap- tiap
dua buah serabut kira-kira berbentuk angka delapan. Setelah partus, dengan adanya
susunan otot seperti tersebut diatas, jika otot berkontraksi akan menjepit pembuluh
darah. Ketidakmampuan miometrium untuk berkontraksi ini akan menyebabkan
terjadinya pendarahan pasca persalinan (Faisal, 2008).
Atonia uteri dapat terjadi sebagai akibat :
a. Partus lama
b. Pembesaran uterus yang berlebihan pada waktu hamil, seperti pada hamil
kembar, hidramnion atau janin besar

2
c. Multiparitas
d. Anestesi yang dalam
e. Anestesi lumbal
2. Luka jalan lahir
Luka jalan lahir dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan pasca
persalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh
robekan serviks atau vagina (Saifuddin, 2002).
3. Retensio plasenta
Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir setengah jam
setelah janin lahir. Hal tersebut disebabkan (Wiknjosastro, 2005) :
a. Plasenta belum lepas dari dinding uterus
b. Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan.
Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan, tapi bila
sebagian plasenta sudah lepas akan terjadi perdarahan dan ini merupakan indikasi
untuk segera mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus
disebabkan :
a. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta
adhesiva)
b. Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis
menembus desidua sampai miometrium (plasenta akreta)
c. Plasenta merekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis
menembus sampai di bawah peritoneum (plasenta perkreta).
Plasenta sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh
tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III,
sehingga terjadi lingkaran kontriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi
keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta).
4. Gangguan pembekuan darah (Nugroho,2012).

C. Patofisiologi
Perdarahan obstetri sering disebabkan oleh kegagalan uterus untuk berkontraksi secara
memadai setelah pelahiran. Pada banyak kasus, perdarahan postpartum dapat diperkirakan jauh
sebelum pelahiran. Contoh-contoh ketika trauma dapat menyebabkan perdarahan postpartum
anatara lain pelahiran janin besar, pelahiran dengan forseps tengah, rotasi forseps, setiap
manipulasi intrauterus, dan mungkin persalinan pervaginam setelah seksio sesarea (VBAC) atau
insisi uterus lainnya. Atonia uteri yang menyebabkan perdarahan dapat diperkirakan apabila
3
digunakan zat-zat anestetik berhalogen dalam konsentrasi tinggi yang menyebabkan relaksasi
uterus (Gilstrap dkk, 1987).
Uterus yang mengalami overdistensi besar kemungkinan besar mengalami hipotonia
setelah persalinan. Dengan demikian, wanita dengan janin besar, janin multipel, atau
hidramnion rentan terhadap perdarahan akibat atonia uteri. Kehilangan darah pada persalinan
kembar, sebagai contoh, rata-rata hampir 1000 ml dan mungkin jauh lebih banyak (pritchard,
1965). Wanita yang persalinannya ditandai dengan his yang terlalu kuat atau tidak efektif juga
dengan kemuungkinan mengalami perdarahan berlebihan akibat atonia uteri setelah melahirkan.
Demikian juga, persalinan yang dipicu atau dipacu dengan oksitosin lebih rentan mengalami
atonia uteri dan perdarahan postpartum. Wanita dengan paritas tinggi mungkin berisiko besar
mengalami atonia uteri. Fucs dkk. (1985) melaporkan hasil akhir pada hampir 5800 wanita para
7 atau lebih. Mereka melaporkan bahwa insiden perdarahan postpartum sebesar 2,7 persen pada
para wanita ini meningkat empat kali lipat dibandingkan dengan populasi obstetri umum.
Babinszki dkk. (1999) melaporkan insiden perdarahan postpartum sebesar 0,3 persen pada
wanita dengan paritas rendah, tetapi 1,9 persen pada mereka dengan para 4 atau lebih.
Risiko lain adalah wanita yang bersangkutan perbah mengalami perdarahan postpartum.
Akhirnya, kesalahan penatalaksanaan persalinan kala tiga berupa upaya untuk mempercepat
pelahiran plasenta selain dari pada mengeluarkannya secara manual. Pemijatan dan penekanan
secara terus menerus terhadap uterus yang sudah berkontraksi dapat mengganggu mekanisme
fisiologis pelepasan plasenta sehingga pemisahan plasenta tidak sempurna dan pengeluaran
darah  meningkat.

D. Manifestasi Klinis
Seorang wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah sebanyak 10% dari volume
total tanpa mengalami gejala-gejala klinik, gejala-gejala baru tampak pada kehilangan darah
sebanyak 20%. Gejala klinik berupa perdarahan pervaginam yang terus- menerus setelah bayi
lahir. Kehilangan banyak darah tersebut menimbulkan tanda- tanda syok yaitu penderita
pucat, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitas dingin, dan lain-lain
(Wiknjosastro, 2005).

E. Kriteria Diagnosa
Kriteria diagnosa perdarahan postpartum, yaitu (Vicky, 2006)
1. Pemeriksaan fisik : pucat, dapat disertai tanda-tanda syok, tekanan darah rendah,
denyut nadi cepat, kecil, ekstremitas dingin serta tampak
darah keluar melalui vagina terus-menerus.
4
2. Pemeriksaan obstetri : uterus membesar bila ada atonia uteri. Bila kontraksi
uterus baik, perdarahan mungkin karena luka jalan lahir.
3. Pemeriksaan ginekologi : dilakukan dalam keadaan baik atau telah diperbaiki,
dapat diketahui kontraksi uterus, luka jalan lahir dan retensi
sisa plasenta.

F. Penatalaksanaan
1) Penanganan perdarahan postpartum (Mansjoer, 2002)
1. Pada retensio plasenta, bila plasenta belum lahir dalam 30 menit, lahirkan
plasenta dengan plasenta manual dan lakukan histerektomi. Bila hanya sisa
plasenta, lakukan pengeluaran plasenta dengan digital/ kuretase, sementara
infuse oksitosin diteruskan.
2. Pada trauma jalan lahir, segera lakukan reparasi, perlukaan jalan lahir sebagai
penyebab perdarahan apabila uterus sudah berkontraksi dengan baik tapi
perdarahan terus berlanjut. Lakukan eksplorasi jalan lahir untuk mencari
perlukaan jalan lahir dengan penerangan yang cukup. Lakukan reparasi
penjahitan setelah diketahui sumber perdarahan, pastikan penjahitan dimulai
diatas puncak luka dan berakhir dibawah dasar luka. Lakukan evaluasi
perdarahan setelah penjahitan selesai.
3. Pada atonia uteri, lakukan masase uterus dan penyuntikan 0,2 mg ergometrin intavena
atau prostaglandin parenteral. Jika tidak berhasil, lakukan kompresi bimanual pada
uterus dengan cara memasukkan tangan kiri kedalam vagina dan dalam posisi
mengepal diletakkan di forniks anterior, tangan kanan diletakkan di dinding perut
memegang fundus uteri. Bila tetap gagal, dapat dipasang tampon uterovaginal,
dengan cara mengisi kavum uteri dengan kasa sampai padat selama 24 jam, atau
dipasang kateter folley. Bila tindakan tersebut tidak dapat menghentikan perdarahan
juga, terapi definitive yang diberikan adalah histerektomi atau ligasi arteri uterine.
4. Bila disebabkan gangguan pembekuan darah, berikan transfuse plasma segar.
2) Urutan Penatalaksanaan Hemoragic Postpartum
1. Melahirkan plasenta bila masih in situ
- Bila plasenta benar-benar lengket, biasanya tidak ada perdarahan
- Bila pelepasan sebagian, mungkin plasenta sulit diangkat lengkap dan
perdarahan sulit ditanggulangi.

5
2. Menggosok Kontraksi
- Menggosok fundus dengan gerakan melingkar kuat. Uterus harus teraba
keras, tidak lunak
- Kaji ulang secara teratur, gosok ulang bila uterus mulai relaks dibawah jari
3. Berikan Oksitoksik IV
- Berikan obat oksitoksik
- Peringatkan ibu sebelumnya bahwa ia akan merasa sakit dan muntah
- Berikan cepat pada awalnya, kemudian perlahan ketika uterus berespon
4. Kateterisasi
- Penting bila kandung kemih teraba atau terlihat
- Pada fase ini, kebanyakan perdarahan tertanggulangi dan berespon
terhadap oksitoksik. Bila tidak, diberikan bantuan lanjutan dari tim
obsetrik dan anestetik
5. Kaji Ulang
- Mengkaji ulang perdarahan
6. Perdarahan masih berjalan atau ganti kehilangan darah
- Diberikan sesuai beratnya kehilangan darah
7. Bila perdarahan masih berjalan dan berat
- Dirumah sakit, pemindahan ibu ke kamar operasi untuk pengangkatan
manual plasenta dan kompresi bimanual.

G. Klasifikasi
Klasifikasi klinis perdarahan postpartum yaitu (Manuaba, 2003) :
1. Perdarahan Postpartum Primer yaitu perdarahan pasca persalinan yang terjadi
dalam 24 jam pertama kelahiran. Penyebab utama perdarahan postpartum primer
adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan
inversio uteri. Terbanyak dalam 2 jam pertama.
2. Perdarahan Postpartum Sekunder yaitu perdarahan pascapersalinan yang terjadi
setelah 24 jam pertama kelahiran. Perdarahan postpartum sekunder disebabkan
oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal.

6
H. Pencegahan
Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin, namun sudah dimulai
sejak wanita hamil dengan antenatal care yang baik. Pengawasan antenatal memberikan
manfaat dengan ditemukannya berbagai kelainan secara dini, sehingga dapat diperhitungkan
dan dipersiapkan langkah-langkah dalam pertolongan persalinannya. Kunjungan pelayanan
antenatal bagi ibu hamil paling sedikit 4 kali kunjungan dengan distribusi sekali pada
trimester I, sekali trimester II, dan dua kali pada trimester III. Anemia dalam kehamilan harus
diobati karena perdarahan dalam batas-batas normal dapat membahayakan penderita yang
sudah anemia. Kadar fibrinogen perlu diperiksa pada perdarahan yang banyak, kematian
janin dalam uterus dan solusio plasenta. Apabila sebelumnya penderita sudah mengalami
perdarahan postpartum, persalinan harus berlangsung di rumah sakit. Di rumah sakit
diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar Hb, golongan darah dan bila mungkin tersedia
donor darah. Sambil mengawasi persalinan, dipersiapkan keperluan untuk infus dan obat-
obatan penguat rahim (uterus tonikum). Setelah ketuban pecah kepala janin mulai membuka
vulva, infus dipasang dan sewaktu bayi lahir diberikan ampul methergin atau kombinasi 5
satuan sintosinon (sintometrin intravena) (Mochtar, 1995).
Dalam kala III uterus jangan dipijat dan didorong ke bawah sebelum plasenta lepas
dari dindingnya. Penggunaan oksitosin sangat penting untuk mencegah perdarahan
postpartum. Sepuluh satuan oksitosin diberikan intramuskulus segera setelah anak lahir untuk
mempercepat pelepasan plasenta. Sesudah plasenta lahir hendaknya diberikan 0,2 mg
ergometrin intramuskulus. Kadang-kadang pemberian ergometrin, setelah bahu depan bayi
lahir dengan tekanan pada fundus uteri plasenta dapat dikeluarkan dengan segera tanpa
banyak perdarahan. Namun salah satu kerugian dari pemberian ergometrin setelah bahu
depan bayi lahir adalah kemungkinan terjadinya jepitan (trapping) terhadap bayi kedua pada
persalinan gemelli yang tidak diketahui sebelumnya (Wiknjosastro, 2005).

I. Komplikasi
Komplikasi perdarahan postpartum primer yang paling berat yaitu syok. Bila terjadi
syok yang berat dan pasien selamat, dapat terjadi komplikasi lanjutan yaitu anemia dan
infeksi dalam masa nifas. Infeksi dalam keadaan anemia bisa berlangsung berat sampai
sepsis. Pada perdarahan yang disertai oleh pembekuan intravaskuler merata dapat terjadi
kegagalan fungsi organ-organ seperti gagal ginjal mendadak (Chalik, 2000).

7
J. Prognosis
Angka kematian ibu mencapai 7,9 % dan angka kematian ibu mencapai 1,8-4,5% dari
kasus yang ada. (Wiknjosastro, 2005)

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
1. Identitas klien
Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical
record dll.
2. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan dahulu riwayat penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal
kronik, hemofilia, riwayat pre eklampsia, trauma jalan lahir, kegagalan kompresi
pembuluh darah dll,
a. Alasan dan keluhan pertama masuk Rumah Sakit
Apa yang dirasakan saat itu ditujukan untuk mengenali tanda atau gajala yng
berkaitan dengan perdarahan post portum misalnya antonio uteri, retensio
plasenta robekan jalan lahir, vagina, perineum, adanya sisa selaput plsenta dan
biasanya ibu Nampak perdarahan banyak > 500 CC
b. Riwayat kesehatan sekarang
Dikaji untuk mengetahui apakah seorang ibu menderita penyakit yang bisa
menyebabkan perdarahan post portum seperti aspek fisiologis dan
psikososialnya. Keluhan yang dirasakan saat ini yaitu: kehilangan darah dalam
jumlah banyak (>500ml), Nadi lemah, pucat, lokea berwarna merah, haus,
pusing, gelisah, letih, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, dan mual.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Dikaji untuk mengrtahui apakah seorang ibu perah menderita penyakit yang
lain yang menyertai dan bisa memperburuk keadaan atau mempersulit
penyambuhan. Seperti penyakit diabetus mellitus dan jantung
d. Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga pasien ada yang
mempunyai riwayat yang sama. Adanya riwayat keluarga yang pernah atau
sedang menderita hipertensi, penyakit jantung, dan pre eklampsia, penyakit
keturunan hemopilia dan penyakit menular.

8
e. Riwayat obstetric
1. Riwayat menstruasi meliputi: Menarche, lamanya siklus, banyaknya,
baunya , keluhan waktu haid, HPHT
2. Riwayat perkawinan meliputi : Usia kawin, kawin yang keberapa, Usia
mulai hamil.
3. Riwayat hamil, persalinan dan nifas yang lalu.
4. Riwayat Kehamilan sekarang
f. Pemeriksaan fisik (Dongoes, 2001).
 Pemeriksaan tanda-tanda vital
1. Suhu badan, biasanya meningkat sampai 38C dianggap normal.
2. Nadi, akan meningkat cepat karena nyer
3. Tekanan darah biasanya stabil, memperingan hipovolemia
4. Pernafasan juga menjadi tidak normal.
 Pemeriksaan fisik lainnya : (Nugroho, 2012)
Pucat, dapat disertai tanda-tanda syok, tekanan darah rendah, denyut nadi
cepat, kecil, ekstremitas dingin serta tampak darah keluar dari vagina
terus-menerus.
g. Pemeriksaan Khusus (Dongoes, 2001)
1. Nyeri/ketidaknyamanan
2. Sistem vaskuler
3. Sistem Reproduksi
4. Traktus urinarius
5. Traktur gastro intestinal
6. Integritas Ego
h. Pemeriksaan obstetric (Nugroho, 2012)
Mungkin kontraksi usus lembek, uterus membesar bila ada atonia urine. Bila
kontraksi uterus baik, perdarahan mungkin karena luka jalan lahir.
i. Pemeriksaan ginekologi (Nugroho, 2012)
Dilakukan dalam keadaan baik atau telah diperbaiki, dapat diketahui kontraksi
uterus, luka jalan lahir dan retensi sisa plasenta.
j. Pemeriksaan radiologi (Nugroho, 2012)
Onset perdarahan postpartum biasanya sangat cepat. Dengan diagnosis dan
penanganan yang tepat, resolusi biasa terjadi sebelum pemeriksaan
laboratorium atau radiologis dapat dilakukan.

9
k. Pemeriksaan Diagnostik (Nugroho, 2012)
1. Golongan darah : Menentukan Rh, golongan ABO dan pencocokan silang
2. Jumlah darah lengkap
3. Kultur uterus dan vaginal : Mengesampingkan infeksi pasca partum
4. Urinalisis : Memastikan kerusakan kandung kemih
5. Profil koagulasi : Peningkatan degeradasi kadar produk fibrin/ produk
spilit fibrin (SDP/FSP)
6. Sonografi : Menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan.

2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


1. Risiko syok
2. Risiko jatuh
3. Keletihan

3. Perencanaan Asuhan Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional


1. Risiko Syok Setelah dilakukan asuhan NIC Label : Shock NIC Label :
keperawatan terhadap pasien Prevention Shock Prevention
diharapkan kondisi pasien 1. Monitor intake dan 1. Untuk
kembali stabil output pasien. memantau intake
dengan kriteria hasil : NOC 2. Monitor suhu dan dan output
Label : Vital Signs respirasi pasien. pasien
1. Suhu tubuh pasien 3. Monitor ketakutan, 2. Memantau suhu
berada dalam rentang kecemasan, dan tubuh dan
normal (36,5- 37,5OC) perubahan dalam pernafasan
(skala 5) status mental pasien
2. Respiratori rate pasien 4. Posisikan pasien 3. Memantau
berada dalam rentang pada posisi supinasi tingkat
normal (dewasa : 16-20 dengan kaki elevasi kecemasan dan
kali/ menit) (skala 5) 5. Pertahankan jalan perubahan status
3. Tekanan darah sistol napas. mental pasien.
pasien berada dalam 6. Berikan cairan IV 4. Untuk
rentang normal dan/atau oral kenyamanan
(dewasa : 100-120 posisi klien
mmHg) (skala 5)
4. Tekanan darah

10
diastol pasien dalam 5. Menjamin
rentang normal ventilasi
(dewasa: <85 adekuat
mmHg) (skala 5) 6. Memenuhi
5. Tekanan nadi pasien kebutuhan
berada dalan rentang cairan klien
normal (dewasa : 60- NIC Label :
100 x/menit) (skala 5) Bleeding
NIC Label : Bleeding Reduction
NOC Label : Fluid Reduction 1. Memantau
Balance 1. Memantau ketat keadaan
1. Turgor kulit elastis untuk perdarahan volume darah
(skala 5) pasien pasien
2. Intake dan output 2. Memantau jumlah 2. Untuk
pasien seimbang dan hakikat memantau
(skala5) kehilangan darah perubahan
3. Membran mucus pasien. tekanan darah
pasien lembab (skala 5) 3. Memonitor status pasien
cairan, termasuk 3. Untuk
NOC Label : Circulation intake dan output mengetahui
Status pasien. cairan yang
1. Tekanan vena sentral masuk dan
pasien berada dalam keluar.
rentang normal (skala
5)
2. Saturasi oksigen pasien
berada dalam rentang
normal (skala 5).

4. Evaluasi yang diharapkan


1. Risiko Syok
S :-
O :
 Suhu tubuh pasien berada dalam rentang normal (36,5-37,5OC)
 Respiratori rate pasien berada dalam rentang normal
 Tekanan darah diastol pasien dalam rentang normal (dewasa :
<85 mmHg)
 Tekanan nadi pasien berada dalan rentang normal (dewasa : 60-
100 x/menit)
 Turgor kulit elastis
 Intake dan output pasien seimbang
 Membran mucus pasien lembab
 Tekanan vena sentral pasien berada dalam rentang normal
 Saturasi oksigen pasien berada dalam rentang normal (skala 5)

11
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNAI
PRAKTEK KEPERAWATAN MATERNITAS PROFESI NERS
RUMAH SAKIT ADVENT BANDUNG
FORMAT PENDIDIKAN KESEHATAN

TOPIK TUJUAN TUJUAN MATERI KEGIATAN MEDIA/ALAT REFERENSI EVALUASI


INSTRUKSIONAL INSTRUKSIONAL PEMBELAJARAN BANTU
UMUM KHUSUS
Perdaraha Setelah mengikuti Setelah mengikut 1. Pengertian Ceramah dan Tanya Leaflet www.academia.ed
n Post penyuluhan diharap penyuluhan: perdarahan post jawab u
Partum ibu dapat lebih a. Ibu dapat menyebutkan partum:
mengerti dan pengetian Perdarahan Perdarahan post partum Hamilton, Persisi
memahami tentang Postpartum. adalah hilangnya darah Mery.
Perdarahan b. Ibu dapat menyebutkan lebih dari 500ml dalam 1995. Dasar-Dasar
Postpartum. penyebab 24 jam pertama setelah Keperawatan
PerdarahanmPostpartum lahirnya bayi. Maternitas. Jakarta:
. 2. Penyebab EGC
c. Ibu dapat menyebutkan Perdarahan Post
Partum: Salman Skp dkk. 1993.
Tanda dan gejala
Asuhan Keperawatan
Perdarahan Postpartum. a) Kontraksi uterus
melemah. Pada Ibu Hamil Dalam
d. Ibu dapat menyebutkan Kontek Keluarga.
komplikasi Perdarahan b) Tissue: sisa Depkes RI
Postpartum. plasenta, plasenta
e. Ibu dapat menyebutkan akreta, retensio sisa
Varney, Helen. 2001.
Penanganan Perdarahan plasenta.
Buku Saku Bidan.
Postpartum c) Trauma : perlukaan Jakarta: EGC
jalan lahir, vagina
hematoma, rupture
uterus.
d) Thrombin: kelainan
pembekuan darah
3. Tanda dan gejala
perdarahan post
partum:
Gejala klinis yang
mungkin terjadi adalah
kehilangan darah
dalam jumlah banyak
(500ml), nadi lemah,
pusing, haus, pucat,
lochea warna merah,
gelisah, letih,
tekanandarah rendah,
ekstremitas dingin,
dapat pula terjadi syok
hemoragik.
4. Komplikasi
perdarahan post
partum:
a) Anemia yang dapat
memperlemah
kondisi klien,
menurunkan daya
tahan tubuh dan
menjadi faktor
predisposisi
terjadinya infeksi
nifas.
b) Kematian akibat
kehilangan darah
yang tidak dapat
ditangani.
5. Penanganan
perdarahan post
partum:
Penatalaksanaan
Perdarahan Post
Partum
a) Penatalaksanaan
Medis
1. Terapi Medis yang
dapat
digunakana :Methe
rgine 0,2mg peroral
setiap 4 jam
sebanyak 6 kali.
2. Dukung dengan
analgesik bila
terjadi kram.
3. Pitocin 10-20 unit
dalam 1000 cc
cairan IV.
4. Methergine 0,2 mg
IM bila tidak ada
riwayat hipertensi.
5. Prostin supositoria
pervagina, uterus
atau rectum.
6. Bila perdarahan
terus berlanjut beri
Hernabate 1 ampul
per IM setiap 5
menit sebanyak
tiga kali.
7. Berikan dosis
pertama 10 menit
setelah pemberian
Prostin.
b) Penatalaksanaan
Keperawatana:
1) Tekan segmen
uterus bagian
bawah dan
keluarkan bekuan
darah.
2) Periksa konsistensi
uterus bila terjadi
atonia, pijat uterus.
3) Bila tidak ada
respon, lakukan
kompresi bimanual.
4) Lanjutkan
kompresi bimanual
dan pantau syok
serta tanda TTV.
5) Bila terjadi tanda-
tanda syok berikan
infuse RL dengan
cepat.
6) Baringkan pasien
dengan kaki sedikit
dinaikkan.
7) Berikan oksigen
melalui masker.
8) Jaga pasien agar
tetap hangat, beri
selimut.
9) Pantau tanda-tanda
vital.
DAFTAR PUSTAKA

Chalik TMH. (2000). Hemoragi Utama Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : Widya Medika, 1997.

Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap III LC, Wenstrom KD. Uterine
Leiomvomas. (2005). In : William Obstetrics 22nd edition. Mc Graw-Hill.
NewYork.
Dongoes, Marilynn E. (2001). Rencana Asuhan Keperawatan. EGC : Jakarta. Faisal.
(2008). Pendarahan Pasca Persalinan. Diakses : 12 Maret 2014, dari :
http://www.scribd.com/doc/8649214/ PENDARAHAN-PASCA-PERSALINAN.
Mansjoer, A. (2002). Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius : Jakarta.
Manuaba. (2003). Kepanitraan Klinik Obsetri & Ginekologi. Jakarta : EGC.
Mochtar, R. (1995). Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi, Obstetri patologi. Jakarta : EGC
Nugroho, T. (2012). Obstetri dan Ginekologi. Yogyakarta : Nuha Medika.
Saifuddin, AB. (2002). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Sheris, J. (2002). Out Look : Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir, Edisi Khusus. PATH.
Seattle.
Vicky. (2006). Asuhan Kebidanan Persalinan & Kelahiran. Jakarta : EGC
Winkjosastro H, Hanada. (2005). Perdarahan Pasca persalinan. Diakses : 12 Maret 2014
dari : http://www.geocities.com/Yosemite/Rapids/1744/cklobpt12.html [update : 1
Februari 2005].

16

Anda mungkin juga menyukai