Dosen Pengampu :
Muhammad, M.A
Disusun Oleh :
Awfa Fatwa P.S (111920003)
Mudah-mudahan makalah sederhana yang telah berhasil saya susun ini bisa
dengan mudah dipahami oleh siapapun yang membacanya. Sebelumnya saya
meminta maaf bilamana terdapat kesalahan kata atau kalimat yang kurang
berkenan. Serta tak lupa saya juga berharap adanya masukan serta kritikan yang
membangun dari Anda demi terciptanya makalah yang lebih baik lagi.
1
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
PEMBAHASAN
Ar-rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam atas pinjaman
yang diterimanya atau dapat juga kita sebut sebagai gadai. Objek barang yang di
tahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian pihak yang menahan
memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian
piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam
jaminan hutang atau gadai. Pemilik barang gadai disebut rahin dan orang yang
mengutangkan yaitu orang yang mengambil barang tersebut serta menahannya
disebut murtahin.2
Para ulama fiqh mengemukakan bahwa akad ar-rahn dibolehkan dalam islam
berdasarkan al-Qur‟an dan sunnah Rasul. Dalam surat al-Baqarah ayat 283 Allah
berfirman :
1
Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam, (Jakarta : Yayasan Adikarya IKAPI,2007), Cet. Ke-3, hal
76
2
https://www.kompasiana.com/adikurniasandy8065/5afd1cebdd0fa85d2c51be52/mengenal-
akad-ar-rahn-pengertian-dasar-hukum-rukun-dan-syarat
4
“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang
kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan
yang dipegang (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai
sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya
(hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah
kamu (para saksi) Menyembunyikan persaksian. dan Barangsiapa yang
menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya;
dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. Barang tanggungan (borg)
itu diadakan bila satu sama lain tidak percaya mempercayai.” (QS. Al-Baqarah :
283)
Hadist
“Dari Aisyah, sesungguhnya Nabi saw membeli makanan secara tidak tunai dari
seorang Yahudi dengan menggadaikan baju besinya”. (HR. Bukhari)
Ijma
5
Para ulama telah menyepakati bahwa al-qardh boleh dilakukan. Kesepakatan
ulama ini didasari tabiat manusia yang tidak bisa hidup tanpa pertolongan dan
bantuan saudaranya. Berdasarkan fatwa Dewan Syari‟ah Nasional No.
25/DSNMUI/III/2002, tanggal 26 Juni 2002 dinyatakan bahwa, pinjaman dengan
menggadaikan barang sebagai jaminan hutang dalam bentuk rahn dibolehkan.
Jumhur ulama berpendapat bahwa rahn disyariatkan pada waktu tidak bepergian
maupun pada waktu bepergian.3
3
Muhammad Sholekul Hadi, Pegadaian Syariah, (Jakarta: Selemba Diniyah, 2003), Cet.I, hal 52.
4
Maman Surahman, Panji Adam. Jurnal. Penerapan Prinsip Syariah Pada Akad Rahn Di Lembaga
Pegadaian Syariah. hal 140.
5
Surepno. Jurnal. Studi Implementasi Akad Rahn (Gadai Syariah) Pada Lembaga Keuangan
Syariah. hal 180.
6
2.5. Perbedaan Al-Rahn dan Al Qard
Perbedaan antara al-rahn dan al-qard yaitu pada saat orang melakukan akad
Rahn ia harus mempunyai sesuatu yang dapat digadaikan, sehingga ia mendapatkan
pinjaman dari sesuatu yang ia gadaikan. Dan juga barang yang digadaikan tersebut
sekaligus menjadi jaminan apabila tidak dapat melunasi hutangnya. 6
Syarat yang harus dipenuhi oleh „aqid dalam gadai yaitu rahin dan murtahin
adalah ahliyah (kecakapan). Kecakapan menurut Hanafiah adalah kecakapan
untuk melakukan jual beli. Sahnya gadai, pelaku disyaratkan harus berakal dan
mumayyiz.
2. Syarat Shighat
Menurut Hanafiah, shighat gadai tidak boleh digantungkan dengan syarat, dan
tidak disandarkan kepada masa yang akan datang. Hal ini karena akad gadai
menyerupai akad jual beli, dilihat dari aspek pelunasan utang. Apabila akad gadai
digantungkan dengan syarat atau disandarkan kepada masa yang akan datang,
maka akad akan fasid seperti halnya jual beli. Syafi‟iyah berpendapat bahwa
syarat gadai sama dengan syarat jual beli, karena gadai merupakan akad maliyah.7
3. Syarat Marhun
Menurut ahli fiqh adalah harus dapat di jual dan nilainya seimbang dengan
besarnya utang, agunan harus bernilai dan dapat di manfaatkan menurut ketentuan
hukum islam, agunan harus jelas dan dapat di tunjukkan, agunan milik sah debitor,
agunan tidak terkait dengan pihak lain, agunan harus merupakan harta yang utuh
6
Andy Triyawan. Jurnal. Konsep Qard dan Rahn Menurut Fiqhalmadzhabib. hal 65.
7
Muhammad Sholekul Hadi, Pegadaian Syariah, (Jakarta: Selemba Diniyah, 2003), Cet.I, hal 52.
7
dan agunan dapat diserahterimakan kepada pihak lain, baik materi maupun
manfaatnya.
syarat dalam hal ini adalah wajib dikembalikan oleh debitor kepada kreditor, utang
itu dapat di lunasi dengan agunan tersebut, dan utang itu harus jelas dan tertentu
(spesifik).8
8
Dadan Muttaqien, Aspek Legal Lembaga Keuangan Syari’ah, cet 1, Yogyakarta: Safira Insani
Press, 2009 hal 109
8
modern yaitu azaz rasionalitas, efisiensi dan efektivitas yang diselaraskan dengan
nilai Islam.9
9
Faridatun Sa'adah. Jurnal. Strategi Pemasaran Produk Gadai Syariah Dalam Upaya Menarik
Minat Nasabah Pada Pegadaian Syariah
9
4) Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan kekurangannya
menjadi kewajiban rahin10
Tujuan adanya praktik gadai emas syariah atau rahn emas adalah untuk
memberikan pinjaman atau pembiayaan dengan cara yang benar dan halal sehingga
menghindarkan masyarakat dari meminjam dana ke lintah darat, pegadaian gelap
atau pinjaman yang tidak wajar lainnya. 11
10
DSN MUI. Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, Jakarta. PT. Interamasa, 2002
11
Arrum Mahmudahningtyas. Jurnal. Analisis Kesyariahan Transaksi Rahn Emas (Studi Pada
Pegadaian Syariah Cabang Landungsari Malang).2015.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ar-rahn secara syara’ adalah menjaminkan utang dengan sesuatu yang bisa
menjadi pembayar utang utang tersebut, atau nilainya bisa membayar utang tersebut.
Artinya, menjadikan sesuatu yang bernilai uang sebagai jaminan terhadap hutang.
Ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh ulama fikih, ulama mazhab maliki
mendifinisikan rahn sebagai harta yang oleh pemiliknya dijadikan jaminan utang
yang bersifat mengikat.
Akad rahn bertujuan agar pemberi pinjaman lebih mempercayai pihak yang
berutang. Pemeliharaan dan penyimpanan barang gadaian pada hakekatnya adalah
kewajiban pihak yang menggadaikan (rahin). Namun dapat juga dilakukan oleh
pihak yang menerima barang gadai (murtahin) dan biayannya harus ditanggung
rahin. Perbedaan rahn syariah dan konvensional yaitu gadai syariah dilakukan
secara suka rela tanpa mecari keuntungan, seadangakn gadai konvensional
dilakukan dengan prinsip tolong- menolong tetapi juga menarik keuntungan. Dan
persamaan rahn dengan gadai yaitu adanya agunan (barang jaminan) sebagai
jaminan utang.
11
DAFTAR PUSTAKA
https://www.kompasiana.com/adikurniasandy8065/5afd1cebdd0fa85d2c51be52/m
engenal-akad-ar-rahn-pengertian-dasar-hukum-rukun-dan-syarat
Maman Surahman, Panji Adam. Jurnal. Penerapan Prinsip Syariah Pada Akad
Rahn Di Lembaga Pegadaian Syariah.
Surepno. Jurnal. Studi Implementasi Akad Rahn (Gadai Syariah) Pada Lembaga
Keuangan Syariah.
DSN MUI. Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, Jakarta. PT. Interamasa,
2002
12