Anda di halaman 1dari 11

PANDUAN

LAYANAN HIV-AIDS

PUSKESMAS TAMAN
TAHUN 2018
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini:


Nama : dr. RACHMAD SUDARTO
NIP : 19680110 200801 1 009
Jabatan : Plt. Kepala Puskesmas Taman

Mengesahkan panduan layanan HIV AIDS

Sidoarjo, 01 Desember 2018


Plt. KEPALA PUSKESMAS TAMAN

dr. RACHMAD SUDARTO


NIP.19680110 200801 1 009

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT, atas segala rahmat yang telah di karuniakan
kepada kita sehingga kita dapat menyelesaikan Buku Panduan layanan HIV-AIDS di
Puskesmas Taman. Buku ini merupakan acuan dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan
pada pasien yang akan menjalani tes HIV, konseling HIV, dan pengobatan HIV-AIDS
di Puskesmas Taman.
Buku pedoman ini diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan di Klinik
VCT. Penyusun menyampaikan terima kasih atas bantuan semua pihak dalam
menyelesaikan Buku paduan layanan HIV-AIDS. Kami sangat menyadari banyak
terdapat kekurangan dalam buku ini.
Kekurangan ini secara berkesinambungan terus diperbaiki sesuai dengan
tuntunan dalam Pengembangan Puskesmas Taman.

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

PENGESAHAN ...................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... iii
BAB I DEFINISI....................................................................................................... 1
BAB II RUANG LINGKUP....................................................................................... 2
BAB III TATA LAKSANA......................................................................................... 3
BAB IV DOKUMENTASI......................................................................................... 4

iii
BAB I

DEFINISI

Tes HIV sebagai satu-satunya “pintu masuk” untuk akses layanan pencegahan,
pengobatan, perawatan dan dukun gan harus terus ditingkatkan baik jumlah maupun kualitasnya.
Perluasan jangkauan layanan TKHIV akan menimbulkan normalisasi HIV di masyarakat. Tes
HIV akan menjadi seperti tes untuk penyakit lainnya. Peningkatan cakupan tes HIV dilakukan
dengan menawarkan tes HIV kepada ibu hamil, pasien IMS, pasien TB dan Hepatitis B atau C
dan pasangan ODHA, serta melakukan tes ulang HIV 6 bulan sekali pada populasi kunci
(pengguna napza suntik, pekerja seks, laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki serta
pasangan seksualnya dan waria).

Peningkatan cakupan tes dilanjutkan dengan penyediaan akses pada layanan selanjutnya
yang dibutuhkan, dimana salah satunya adalah terapi ARV. Terapi ARV selain berfungsi
sebagai pengobatan, juga berfungsi sebagai pencegahan (treatment as prevention).

Konseling dan Tes HIV telah mulai dilaksanakan di Indonesia sejak tahun
2004, yaitu dengan pendekatan konseling dan tes HIV atas inisiatif klien atau yang dikenal
dengan Konseling dan Tes HIV Sukarela (KTS). Hingga saat ini pendekatan tersebut masih
dilakukan bagi klien yang ingin mengetahui status HIV nya. Sejak tahun 2010 mulai
dikembangankan Konseling dan Tes HIV dengan pendekatan Konseling dan Tes HIV atas
Inisiatif Pemberi Layanan Kesehatan (TIPK). Kedua pendekatan konseling dan tes HIV ini
bertujuan untuk mencapai universal akses, dengan menghilangkan stigma dan diskriminasi,
serta mengurangi missed opportunities pencegahan penularan infeksi HIV.

1
BAB II

RUANG LINGKUP

1. Voluntary Counseling and Testing (VCT)


VCT merupakan salah satu strategi kesehatan masyarakat dan sebagai pintu masuk ke
seluruh layanan kesehatan HIV-AIDS berkelanjutan. Pelayanan VCT berkualitas bukan
hanya membuat orang mempunyai akses terhadap pelayanan namun juga efektif dalam
pencegahan terhadap HIV. Layanan VCT dapat digunakan untuk mengubah perilaku
berisiko dan memberikan informasi tentang pencegahan HIV-AIDS.

2. Care, Support and Treatment (CST)


Layanan perawatan yang tersedia meliputi konseling dan tes HIV untuk tujuan skrining
dan diagnostik. Terapi antiretroviral (ARV) merupakan komitmen jangka panjang dan
kepatuhan terapi adalah hal yang paling penting dalam menekan replikasi HIV dan
menghindari terjadinya resistensi. Pasien dianjurkan untuk melakukan konseling ARV.
Konseling ini yang terpenting adalah faktor adheren atau kepatuhan untuk minum obat. Isi
dari konseling ini tentang minum obat tepat waktu, tepat dosis dan tepat penggunaan obat.
Pasien diajarkan membuat pengingat untuk minum obat misalnya alarm di telepon seluler.
Pasien yang terbuka kepada keluarga tentang statusnya, maka keluarga yang menjadi
Pendamping Minum Obat (PMO) untuk mendukung kepatuhan minum obat.

3. Infeksi Oportunistik (IO) & Infeksi Menular Seksual (IMS)


Pelayanan IO dan IMS dilakukan oleh spesialis ataupun dokter umum. Pasien yang
membutuhkan terapi ARV akan dirujuk ke fasilitas kesehatan yang ditunjuk oleh
Kementerian Kesehatan RI untuk pelayanan ARV. Pasien selain mendapatkan pengobatan
juga akan mendapatkan dukungan gizi, pelayanan laboratorium dan radiologi.
Pemilihan obat untuk IMS harus sesuai dengan pedoman penatalaksanaan IMS yang
diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan RI tentang kriteria yang digunakan dalam
pemilihan obat untuk IMS yaitu angka kesembuhan yang tinggi, harga murah, toksisitas
dan toleransi yang masih dapat diterima, diberikan dosis tunggal, cara pemberian peroral
dan tidak merupakan kontra indikasi pada ibu hamil atau ibu menyusui.

4. Prevention of M other to Child H I V Tr ansmission (PMTCT)


Pelayanan PMTCT merupakan salah satu pelayanan tersedia untuk klien yang berusia
produktif, mempunyai istri atau suami. Pelayanan PMTCT menjadi fokus dari Klinik
Kebidanan dan Kandungan dan Klinik Anak.

2
BAB III
TATA LAKSANA

A. KONSELING PRETESTING
1. Penerimaan Klien
a. Informasikan kepada klien tentang pelayanan tanpa nama, sehingga nama tidak
ditanyakan
b. Pastikan klien tepat waktu dan tidak menunggu
c. Buat catatan rekam medic klien dan pastikan setiap klien mempunyai kodenya sendiri
d. Kartu periksa konseling dan testing dengan nomo r kode dan ditulis oleh konselor.

Tanggung jawab klien dalam konselor:


1) Bersama konselor mendiskusikan hal-hal terkait tentang HIV AIDS, perilaku
beresiko, testing HIV dan pertimbangan yang terkait dengan hasil negative atau
positif
2) Sesudah melaksanakan konseling lanjutan diharapkan dapat melindungi diri dan
keluarganya dari penyebaran infeksi
3) Untuk klien yang dengan HIV positif memberitahu pasangan atau keluarganya
akan status dirinya dan rencana kehidupan lebih lanjut

2. Konseling Pre-Testing
a. Periksa ulang nomor kode dalam formulir
b. Perkenalan dan arahan
c. Menciptakan kepercayaan klien pada konselor, sehingga terjalin hubungan baik dan
terbina saling memahami
d. Alasan kunjungan
e. Penilaian resiko agar klien mengetahui factor resikodan menyiapkan diri untuk pretest
f. Memberikan pengetahuan akan implikasi terinfeksi atau tidak terinfeksi
g. Konselor membuat keseimbangan antara pemberian informasi, penilaian resiko dan
merespon kebutuhan emosi klien
h. Konselor VCT membuat penilaian system dukungan
i. Klien memberikan persetujuan tertulis sebelum tes HIV dilakukan.

B. I NFORMED CONSENT
1. Semua Klien sebelum menjalani tes HIV harus Memberikan Persetujuan Tertulis
Aspek penting dalam persetujuan tertulis adalah:
a. Klien diberi penjelasan tentang resiko dan dampak sebagai akibat tindakan dan klien
menyetujuinya
b. Klien mempunyai kemampuan mengerti/memahami dan menyatakan persetujuannya
c. Klien tidak dalam terpaksa memberikan persetujuannya
d. Untuk klien yang tidak mampu mengambil keputusan karena keterbatasan dalam
memahami, maka konselor berlaku jujur dan obyektif dalam menyampaikan informasi

2. Informed Consent pada Anak


Bahwa anak memiliki keterbatasan kemampuan berfikir dan menimbang ketika
dihadapkan dengan HIV-AIDS. Jika mungkin anak didorong untuk menyertakan orang
tua
atau wali, namun apabila anak tidak menghendaki, maka layanan VCT disesuaikan
dengan
kemampuan anak untuk menerima dan memproses serta memahami informasi hasil
testing
HIV AIDS. Dalam melakukan testing HIV pada anak dibutuhkan persetujuan orang tua/
wali.

3
3. Batasan Umur untuk Persetujuan
Anak berumur dibawah 17 tahun dana tau belum menikah orang tua/ wali yang
menandatangani informed consent, jika tidak mempunyai orang tua/ wali maka kepala
institusi, kepala puskesmas, kepala rumah sakit, kepala klinik atau siapa yang
bertanggungjawab atas diri anak harus menandatangani informed consent . Jika anak
dibawah umur 17 tahun memerlukan testing HIV maka orangtua atau wali harus
mendampingi secara penuh.

4. Persetujuan Orang Tua untuk Anak


Orang tua dapat memberikan persetujuan konseling dan testing HIV-AIDS untuk
anaknya. Namun sebelum meminta persetujuan, konselor melakukan penilaian akan situasi
anak, apakah melakukan tes HIV lebih baik atau tidak. Jika orang tua bersikeras ingin
mengetahui status anak, maka konselor melakukan konseling dahulu dan apakan orang tua
akan menempatkan pengetahuan atan status HIV anak untuk kebaikan atau merugikan
anak. Jika konselor ragu maka bimbinglah anak untuk didampingi tenaga ahli. Anak
senantiasa diberitahu betapa penting hadir nya seseorang yang bermakna dalam
kehidupannua untuk mengetahui kesehatan dirinya.

C. TESTING HIV DALAM VCT


Prinsip testing HIV adalah terjaga kerahasiaannya. Testing dimaksudkan untuk
menegakkan diagnosis. Penggunaan testing cepat (rapid testing ) memungkinkan klien
mendapatkan hasil testing pada hari yang sama.
Tujuan testing adalah:
1. Menegakkan diagnosis
2. Pengamanan darah donor (skrining)
3. Surveilans
4. Penelitian
Petugas laboratorium harus menjaga mutu dan konfidensialitas, menghindari terjadinya
kesalahan baik teknis (technical error ), manusia (human error ) dan administratif
(administrative error ).

Bagi pengambil sampel darah harus memperhatikan hal-hal berikut:


1. Sebelum testing dilakukan harus didahului dengan konseling dan informed consent
2. Hasil testing diverifikasi oleh dokter patologi klinik
3. Hasil diberikan dalam amplop tertutup
4. Dalam laporan pemeriksaan ditulis kode register
5. Jangan member tanda menyolok terhadap hasil positif atau negatif
6. Meski sampel berasal dari sarana kesehatan yang berbeda tetap dipastikan telah
7. Mendapat konseling dan menandatangani informed consent

D. KONSELING PASCA TESTING


Kunci utama dalam menyampaikan hasil testing:
1. Periksa ulang seluruh hasil klien dalam rekam med is. Lakukan sebelum bertemu klien
2. Sampaikan kepada klien secara tatap muka
3. Berhati-hati memanggil klien dari ruang tunggu
4. Seorang konselor tidak diperkenankan menyampaikan hasil tes dengan cara verbal
5. maupun nonverbal di ruang tunggu
6. Hasil test harus tertulis

Tahapan penatalaksanaan konseling pasca testing


1. Penerimaan klien
a. Memanggil klien dengan kode register
b. Pastikan klien hadir tepat waktu dan usahakan tidak menunggu
c. Ingat akan semua kunci utama dalam penyampaian hasil testing
2. Pedoman penyampaian hasil negatif
a. Periksa kemungkinan terpapar dalam periode jendela

4
b. Gali lebih lanjut berbagai hambatan untuk seks yang aman
c. Kembali periksa reaksi emosi yang ada
d. Buat rencana tindak lanjut
3. Pedoman penyampaian hasil positif
a. Perhatikan komunikasi nonverbal saat klien memasuki ruang konseling
b. Pastikan klien siap menerima hasil
c. Tekankan kerahasiaan
d. Lakukan penyampaian secara jelas dan langsung
e. Sediakan waktu cukup untuk menyerap informasi tentang hasil
f. Periksa apa yang diketahui klien tentang hasil
g. Dengan tenang bicarakan apa arti hasil pemeriksaan
h. Ventilasikan emosi klien

4. Konfidensialitas
Penjelasan secara rinci pada saat konseling pretes dan persetujuan dituliskan dan
dicantumkan dalam catatan medic. Berbagi konfidensialitas adalah rahasia diperluas
kepada orang lain, terlebih dahulu dibicarakan kepada klien. Orang lain yang dimaksud
adalah anggota keluarga, orang yang dicintai, orang yang merawat, teman yang dipercaya
atau rujukan pelayanan lainnya ke pelayanan medic dan keselamatan klien. Selain itu juga
disampaikan jika dibutuhkan untuk kepentingan hukum.

5. VCT dan etik pemberitahuan kepada pasangan


Dalam konteks HIV-AIDS, WHO mendorong pengungkapan status HIV AIDS.
Pengungkapan bersifat sukarela, menghargai otonomi dan martabat individu yang
terinfeksi, pertahankan kerahasiaan sejauh mungkin menuju kepada hasil yang lebih
menguntungkan individu, pasangan seksual dan keluarga, membawa keterbukaan lebih
besar kepada masyarakat tentang HIV-AIDS dan memenuhi etik sehingga memaksimalkan
hubungan baik antara mereka yang terinfeksi dan tidak.

6. Isu-isu gender
Gender adalah sama pentingnya dengan memusatkan perhatian terhadap penggunaan
kondom, dengan konsistensi tetap bertahan menggunakan kondom merupakan bentuk
perubahan perilaku.

E. PELAYANAN DUKUNGAN BERKELANJUTAN


1. Konseling Lanjutan
Salah satu layanan yang ditawarkankepada klien adalah konseling lanjutan sebagai
bagian layanan VCT apapun hasil testing yang diterima klien. Namun karena persepsi klien
berbeda-beda terhadap hasil testing maka konseling lanjutan ini sebagai pilihan jika
dibutuhkan klien untuk menyesuaikan diri dengan status HIV.

2. Kelompok Dukungan VCT


Layanan ini dapat ditempat layanan klinik VCT dan di masyarakat. Konselor atau
kelompok ODHA akan membantu klien baik dengan hasil positif maupun negatif untuk
bergabung dalam kelompok ini. Kelompok ini dapat diikuti oleh pasangan dan keluarga.

3. Pelayanan Penanganan Manajemen Kasus


Tahapan dalam manajemen kasus, adalah identifikasi, penilaian kebutuhan
pengembangan rencana tidak individu, rujukan sesuai kebutuhan dan tepat serta koordinasi
tindak lanjut.

4. Perawatan dan Dukungan


Setelah diagnosis ditegakkan dengan HIV positif maka klien dirujuk dengan
pertimbangan akan kebutuhan rawatan dan dukungan. Kesempatan ini digunakan klien dan
klinisi untuk menyusun rencana dan jadwal pertemuan konseling selanjutnya dimana
membutuhkan tindakan medic lebih lanjut, seperti terapi profilaksis dan akses ke ART.

5
5. Layanan Psikiatrik
Banyak pengguna zat psikoaktif saat menerima hasil positif testing HIV, meskipun
sudah dipersiapkan terlebih dahulu, klien dapat mengalami goncangan yang berat, seperti
depresi, panik, kecemasan yang hebat, agresif bahkan bunuh diri. Bila terjadi hal demikian
maka perlu dirujuk ke fasilitas layanan psikiatrik.

6. Konseling Kepatuhan Berobat


Dibutuhkan waktu untuk memberikan edukasi dan persiapan guna meningkatkan
kepatuha sebelum dimulai terapi ARV. Sekali dimulai harus dilakukan monitoring terus
menerus yang dinilai oleh dokter, jumlah obat dan divalidasi dengan daftar pertanyaan
kepada pasien. Konseling ini membantu klien mencari jalan keluar dari kesulitan yang
mungkin timbul dari pemberian terapi dan mempengaruhi kepatuhan.

7. Rujukan
Pelayanan VCT bekerja dengan membangun hubungan antara masyarakat dan rujukan
yang sesuai dengan kebutuhannya serta memastikan rujukan dari masyarakat ke pusat VCT.
Sistem rujukan dan alur:
a. Rujukan klien dalam lingkungan sarana kesehatan.
Jika dokter mencurigai seseorang menderita HIV, maka dokter merekomendasikan
klien dirujuk ke konselor yang ada di rumah sakit.
b. Rujukan antar sarana kesehatan
c. Rujukan klien dari sarana kesehatan ke sarana kesehatan lainnya
Rujukan ini dilakukan secara timbale balik dan berulang sesuai dengan kebutuhan klien.
d. Rujukan klien dari sarana kesehatan lainnya ke sarana kesehatan rujukan.
Dari sarana kesehatan lainnya kesarana kesehatan dapat berupa rujukan medis klien,
rujukan spesimen, rujukan tindakan medis lanjut atau

6
BAB IV
DOKUMENTASI

Dalam kegiatan layanan vct ini,tindak lanjut dari kagiatan ini didokumentasikan
dalam :
1. Laporan bulanan vct,pitc dan ims

Anda mungkin juga menyukai