Anda di halaman 1dari 25
REFERAT PRIAPISMUS {| ‘ Oleh: CINDI ANGGRAENI 21360057 Preceptor: dr. Muhammad Ridhaniar Rahman, Sp. U KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI RSUD JENDERAL AHMAD YANI KOTA METRO 2021 KATA PENGANTAR Paji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proses penyusunan referat ini dengan judul “Priapismus”. Penyelesaian Referat ini banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, oleh Karena itu pada kesempatan ini penulis meayampaikan rasa terima Kasih yang tulus kepada dr. Muhammad Ridhaniar Rahman, Sp.U selaku pembimbing, yang telah banyak memberikan ilmu, petunjuk, nasehat dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan referat ini. Penulis menyadari bahwa referat ini tentu tidak terlepas dari kekurangan karena keterbatasan waktu, tenaga dan pengetahuan penulis. Maka sangat diperlukan kritik dan saran yang membangun, Semoga referat ini dapat memberikan manfaat bagi yang membacanya. Metro, Desember 2021 Penulis DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL. i KATA PENGANTAR.. DAFTAR ISL. BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Priapismus.. 3 2.2 Anatomi Fisiologi 3 2.3 Patofisiologi.. 5 2.4 Etiologi 1 2.5 Klasifikasi 1 2.6 Prosedur Diagnosti 8 2.7 Terapi 12 2.8 Komplikas 19 2.9 Prognosis 19 BAB III KESIMPULAN 3.1 Kesimpulan 20 DAETAR PUSTAKA ii BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Priapismus merupakan ereksi penis yang berlangsung selama 4 jam atau lebih lama dan tidak terkait dengan aktifitas seksual (sudarmanta dan haryuni, 2016). Meskipun, tidak semua tipe priapismus memerlukan intervensi segera, priapismus tipe iskemik termasuk kegawatdaruratan bidang urologi karena jika tidak segera ditangani akan menimbulkan kecacatan permanen berupa disfungsi ereksi (Montague et al, 2003). Schingga tujuan dari terapi adalah untuk mengembalikan kelenturan penis tanpa rasa sakit, untuk mencegah kerusakan pada corpora cavernosa, Melalui pendekatan tatalaksana, priapismus dikelompokkan menjadi priapismus iskemik dan priapismus non-iskemik. Priapismus iskemik adalah tipe priapismus yang tersering ditemukan dimana 95% dari semua kasus priapismus adalah priapismus iskemik. Penyebab priapismus iskemik bervariasi, diperkirakan bahwa pada sekitar dua pertiga pasien, penyebabnya adalah penggunaan obat intrakavemosa untuk mengobati disfungsi ereksi. Penyakit sel sabit juga menyumbang sejumlah besar kasus priapismus dewasa, dengan tingkat dilaporkan antara 40% dan 80%, Mayoritas kasus priapisme sel sabit terlihat pada orang Afrika-Amerika, dan penyakit ini hampir selalu menyerang pria, Orang yang lebih muda-cenderung menderita priapismus Karena penyakit sel sabit dan populasi yang lebih tua karena obat-obatan, Insiden keseluruhan priapismus diperkirakan 0,73 kasus per 100.000 pria per tahun (Silberman et al., 2021). Di Amerika Serikat, priapismus tipe iskemik, yang merupakan kegawatdaruratan urologi kasusnya mencapai 5,3 per 100.000 laki-laki setiap tahun (Kusumajaya, 2018). Data epidemiologis pada priapismus non-iskemik terjadi pada kasus kecil Penyebab paling sering priapismus non-iskemik adalah trauma tumpul perineum atau penis. Kasus sesekali dikaitkan dengan keganasan metastatik ke penis, dengan cedera tulang belakang akut dan kadang-kadang setelah injeksi atau aspirasi intrakavemnosa karena arteri atau cabang kavernosa yang terkoyak, Dalam keadaan ini, ini dapat mempersulit priapismus aliran rendah. Meskipun penyakit sel sabit biasanya berhubungan dengan priapismus iskemik, beberapa kasus priapismus non-iskemik telah dilaporkan (Hatzimouratidis et al., 2016). BABII TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Priapismus Priapismus adalah kondisi patologis berupa pemanjangan waktu ercksi di luar atau tanpa stimulasi seksual, Ereksi dengan durasi selama 4 jam menurut, konsensus dikatakan sebagai ereksi yang memanjang, Pada priapismus, yang, terkena hanya korpus kavernosa, tidak melibatkan korpus spongiosum dan glans penis (Kusumajaya, 2018). 2.2 Anatomi Fisiologi A. Anatomi Penis terdiri atas 3 buah korpora berbentuk silindris, yaitu 2 buah korpora kavernosa yang saling berpasangan dan sebuah korpus spongiosum yang berada di sebelah ventralnya, Korpora kavernosa dibungkus oleh jaringan fibroclastik tunika albuginea schingga merupakan satu Kesatuan, sedangkan di sebelah proksimal terpisah menjadi dua sebagai krura penis (Gambar 1), Setiap krus penis dibungkus oleh otot ishio-kavemnosus yang kemudian menempel pada rami osis ischii Korpus spongiosum membungkus uretra mulai dari diafragma urogenitalis dan di sebelah proksimal dilapisi oleh otot bulbo-kavernosus. Korpus spongiosum ini berakhir pada sebelah distal sebagai glans penis. Ketiga korpora itu dibungkus olch fasia Buck dan lebih superfisial lagi oleh fasia Colles atau fasia Dartos yang merupakan kelanjutan dari fasia Scarpa. Di dalam setiap korpus yang terbungkus oleh tunika albuginea terdapat jaringan erektil yaitu berupa jaringan kavernus (berongga) seperti spon. Jaringan ini terdiri atas sinusoid atau rongga lakuna yang dilapisi oleh endotelium dan otot polos kavernosus. Rongga lakuna ini dapat menampung darah yang cukup banyak sehingga menyebabkan ereksi batang penis (Purnomo, 2003). Gambar 1. Anatomi Penis, B. Fisiologi ereksi Ered penis merupakan Kondisi yang melibatkan complex neurovascular yaitu Central Nervous System (CNS), peripheral nervous system, arteri penile, dan trabecula smooth muscle. Korpus penis merupakan jaringan yang kaya vaskularisasi, mengandung endothelial- lined sinusoidal spaces yang didukung oleh otot polos, kolagen, saraf, nutritive arterioles dan kapiler. Fungsi ereksi normal merupakan kombinasi dari sistem saraf dan sistem vaskuler. Ereksi memerlukan relaksasi dari trabecula smooth muscle yang menyebabkan peningkatan compliance (pemenuhan) sinusoids dan dinding arteri sebagaimana dilatasi arterioles dan arteri. Sebagai akibat dari arterial engorgement yang terjadi melalui ilatasi otot polos, terjadi tiga tahap yang menyebabkan ereksi penuh, Pelebaran sinusoids menyebabkan masuknya darah secara pasif yang menyebabkan kompresi subtunical venous plexuses yang terletak di dalam jaringan trabekula antara tunica albuginea dan peripheral sinusoids. Penekanan tersebut menyebabkan turunnya venous outflow. Relaksasi otot polos selama ereksi tergantung pada efluks Ca2+. Relaksasi sel otot polos dimediasi terutama oleh nitric oxide yang mengaktifkan enzim guanylate cyclase. Cytoplasmic enzyme tersebut meningkatkan terbentuknya second messenger yaita CGMP. Meningkatnya GMP menaikkan efluks ion Ca2+ dari sel otot polos kavernosa. Kondisi tersebut menginduksi relaksasi otot, memfasilitasi aliran darah ke dalam corpora kavernosa, dengan demikian membantu untuk terjadinya ereksi penis. Proses penile detumescence dimediasi oleh efferent sympathetic pathways, mengikuti fase tumescence. Adrenergic sympathetic nerves melepaskan norepineftin yang bekerja pada adrenoreseptor di otot polos penis. Menurunnya arterial inflow mengurangi lacunar space volume dan meningkatkan corporeal venous outflow (Sudarmanta dan Haryuni, 2016) 2.3 Patofisiologi Mekanisme pasti priapismus belum sepenuhnya diketahui, akan tetapi diduga merupakan hasil dari kombinasi yang komplek meliputi faktor psikologis, neuroendokrin, dan jaringan vaskuler. Inervasi parasimpatis penis berasal dari medulla spinalis segmen sakral (S2-S4) melalui nervi erigentes. Pada saat penis flaksid, aktivitas simpatik meningkatkan tonus otot intrinsik pada arteriole sehingga menurunkan aliran darah ke korpus kavernosus. Pada saat yang sama, venula yang menerima aliran drainase dari korpus kavernosus selalu terbuka. Pada saat akan timbul ereksi (tumesense), impuls parasimpatis melebarkan arteriol sehingga alirang darah yang menuju korpus kavernosus meningkat, Secara bersamaan terjadi penutupan aliran vena. Bila siklus berbalik, maka penis menjadi lemas kembali (detumesense). Mekanisme ereksi penis adalah fenomena yang sangat kompleks. Dalam keadaan flacid, arteriol yang sebagian ditutup, sedangkan venula dan saluran arteriovenosa tetap terbuka, memberikan drainase tanpa hambatan dari arteri inflow. Setiap rangsangan refleksogenik atau psikogenk akan menghasilkan stimulasi arus keluar parasimpatis sakral, menyebabkan relaksasi dari artriol dan penutupan scbagian dari venula dan shunt arteriovenosa dengan pembengkakan berikutnya dari orpora menyebabkan ereksi. Efek dari sistem saraf simpatik dan parasimpatik padanorgan seksual pria adalah saling melengkapi. Aktivasi reseptor adrenergik alpha-1 menghasilkan ejakulasi sementara aktivasi jenis reseptor kolinergik M3 menghasilkan ereksi. Biasanya ereksi reda setelah penyempitan arteriolar simpatik dimediasi dengan pengurangan inflow dan peningkatan drainase vena. Priapismus merupakan akibat dari kegagalan mekanisme detumesensi, antara lain: blokade drainase venula, pelepasan neurotransmitter yang berlebihan, paralisis mekanisme detumeseni intrinsik, relaksasi otot polos intrekavernosa yang memanjang. Darah yang terus terkumpul pada anyaman kevernosa menyebabkan ereksi memanjang. Bila kondisi menetap lebih dari 6 jam menyebabkan rasa nyeri (Marista, A. 2020). 2.4 Btiologi Etiologi priapismus secara luas dapat dikategorikan sebagai aliran rendah (iskemik) dan aliran tinggi (non-iskemik). Aliran mengacu pada aliran arteri. Penyebab priapismus iskemik sangat banyak dan mencakup berbagai hemoglobinopati, seperti penyakit sel sabit dan talasemia, serta setiap keadaan hiperkoagulasi. Obat vasoaktif, termasuk obat disfungsi ereksi (inhibitor phosphodiesterase tipe lima dan suntikan intracavernous), telah disalahkan untuk peningkatan insiden gangguan ini dan diperkirakan menyebabkan setidaknya 25% dari semua kasus. Selain itu, antidepresan (trazodone) dan obat-obatan terlarang, termasuk kokain, juga dapat menyebabkan priapismus. Penyebab yang kurang umum termasuk proses neoplastik (leukemia, melanoma, kanker prostat, kanker ginjal, dan terutama kanker kandung kemih), gangguan neurologis, penyakit Fabry, dialisis, emboli lemak, sindrom cauda equina, amiloidosis, dan infeksi yang menghasilkan keadaan hiperkoagulasi. Priapismus non-iskemik kurang umum dan biasanya akibat trauma atau cedera langsung, Priapisme juga dapat terjadi akibat cedera iatrogenik selama intervensi bedah, malformasi arteri kongenital, atau kanker. Pada beberapa, tidak ada penyebab atau penjelasan yang mendasari dapat ditemukan untuk gangguan tersebut (Silberman ef al., 2021). 2.5 Klasifikasi Priapismus Secara hemodinamik priapismus dibagi menjadi 2 yaitu low flow (veno-oklusi) atau priapismus iskemik dan high flow (tipe arterial) atau priapismus non iskemik. Priapismus jenis iskemik ditandai iskemik atau anoksia pada otot polos kavernosa. Iskemik semakin berat setelah 3-4 jam. Ereksi dirasa sangat sakit. Setelah 12 jam terjadi edema interstisial dan kerusakan endothelium sinusoid, nekrosis dapat terjadi setelah 24-48 jam. Lebih dari 48 jam akan terjadi pembekuan darah dalam kaverne dan terjadi destruksi endotel sehingga jaringan trabekel kehilangan daya clastisitas. Detumesensi sapat terjadi setelah 2-4 minggu, jaringan fibrosa menggantikan tot polos yang nekrosis sehingga kehilangan kemampuan mempertahankan ereksi maksimal. Priapismus jenis non iskemik biasanya terjadi setelah trauma perineum atau operasi rekonstruksi arteri pada disfungsi ereksi. Anamnesis mengenai onset dan nyeri serta ukuran ketegangan penis menentukan Klasifikasi priapismus (tabel 1) (Setiawan ef al., 2015). Paneer skemk prapismus (ow ow) ‘Non ikem priapism (High fo) Onset ‘Pada seat tidur ‘Setelah trauma Nyeri ‘Mula-mala ringan meajadi sangat nyeri —Ringan sampai sedang_ Keegmgan pris Smptiegng Tike Darah kavernosa Darah Hitam ‘Merah PO 80 mig 60 mmlHg, Pemeriksaan radiologi terpili adalah ultrasonografi (USG) korpus kavernosa atau USG Colour Doppler (CDU), pada priapismus iskemik tidak ditemukan adanya aliran darah. USG Colour Doppler (CDU) mendeteksi adanya pulsasi arteri kavemnosa schingga dapat berguna untuk mencari fistula arteri dan pseudoaneurisma yang sering terdapat pada kasus trauma (Kusumajaya, 2018). Pada priapismus non-iskemik, USG akan menunjukkan aliran turbulen pada fistula, yang membantu melokalisasi lokasi trauma karena pasien dengan priapismus non-iskemik memiliki kecepatan darah normal hingga tinggi di arteri kavernosa. Namun, karena sifatnya cr yang invasif, terapi ini harus dicadangkan untuk priapismus non- iskemik, ketika embolisasi sedang dipertimbangkan. USG Colour Doppler (CDU) pada penis dan perineum direkomendasikan dan dapat membedakan iskemik dari priapismus arteri sebagai altematif atau tambahan untuk analisis gas darah. Pemindaian penis harus dilakukan sebelum aspirasi darah korporal pada _priapismus _iskemik (Hatzimouratidis e¢ al., 2016). Pada sebagian besar kasus, anamnesis, pemeriksaan fisik, AGD Kavernosa, darvataa CDU sudah cukup untuk membedakan jenis priapismus dan memilih penatalaksanaan, Pemeriksaan toksikologi urin dan plasma dapat dilakukan jika dicurigai penggunaan obat psikoaktif (Kusumajaya, 2018). Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) genitalia. Peran MRI dalam evaluasi diagnostik priapismus masih kontroversial. Mungkin berguna dalam kasus priapismus iskemik untuk menilai kelangsungan hidup corpora cavernosa dan adanya fibrosis penis. Pada priapismus non-iskemik, perannya terbatas karena pembuluh darah penis kecil dan fistula arteriovenosa tidak dapat dengan mudah ditunjukkan, Dalam sebuah penelitian prospektif pada 38 pasien dengan priapismus iskemik, sensitivitas MRI dalam memprediksi otot polos yang tidak dapat hidup adalah 100%, sebagaimana dikonfirmasi oleh biopsi korporal. Dalam penelitian ini, semua pasien dengan otot polos yang layak pada MRI mempertahankan fungsi ereksi pada tindak lanjut Klinis (Hatzimouratidis et al., 2016). 2 2.7 Terapi 2.7.1 Priapismus iskemik Priapismus Iskemik akut adalah keadaan darurat medis. Intervensi mendesak adalah wajib. Terapi harus mengikuti pendekatan bertahap dan melanjutkan ke tahap berikutnya jika perawatannya gagal (gambar 3) . Tujuan dari pengobatan apapun adalah untuk mengembalikan kelenturan penis, tanpa rasa sakit, untuk mencegah kerusakan pada corpora cavernosa (Hatzimouratidis ef al., 2016). ‘Langkah awal pengukuran konservatif ‘© Melakukan anesteslokal pada pais ‘© Pasang wing needle berukuran 16-186. ‘© Lakukan aspirasipada korpus kaverosom hingga darah menjadi berwarna trang Trigasi kavernosum ‘© Lakukan rizasi dengan laratan Normal Sali 0.9%, “Terap! Intrakavernosum ‘© Lakukan injehst intrakavernosum dengan agonisadrenoreseptr. ‘© Obatpitihan pertama untuk terapiagonisadrenoreseptoradalah phenylephrine 200meg dapat dinjest stip $-10 menithingza detumesen teracapai(Gosis ‘makina Img dalam 1 jam) sams terjai lebih dari 36 jam. Gambar 2. Langkah-langkah tatalaksana priapismus A. Perawatan lini pertama Perawatan lini pertama pada priapismus iskemik dengan durasi > 4 jam sangat dianjurkan sebelum perawatan bedah apapun. Sebaliknya, pengobatan lini pertama yang dimulai lebih dari 72 jam sambil menghilangkan priapismus memiliki sedikit manfaat yang terdokumentasi dalam hal pelestarian potensi jangka panjang. Secara historis, beberapa pengobatan lini pertama telah dijelaskan 23 termasuk olahraga, ejakulasi, kompres es, mandi air dingin, dan enema air dingin. Namun, kurang adanya bukti manfaat untuk tindakan tersebut (Hatzimouratidis e¢ al., 2016). Terapi pengobatan lini pertama non-farmako meliputi: Latihan melompat-lompat dengan harapan terjadi diversi alira darah dari kavernosa ke otot gluteus, kompres air es pada penis, dan enema larutan garam fisiologis dingin dapat merangsang aktivitas simpatik schingga ‘memperbaiki aliran darah kavernosa (Setiawan et al., 2015). 1. Anastesi penis/analgesia sistemik Hal ini dimungkinkan untuk melakukan aspirasi darah dan injeksi intracavernous dari agen simpatomimetik tanpa anestesi apapun. Namun, anestesi mungkin diperlukan ketika ada nyeri penis yang parah, Meskipun diketahui bahwa anestesi mungkin tidak mengurangi nyeri iskemik, anestesi kulit akan berguna untuk terapi selanjutnya (Hatzimouratidis et al, 2016). Pemberian hidrasi dan anestesi regional dapat membantu beberapa kasus. Jika tindakan dan usaha diatas tidak berhasil, perlu dilakukan aspirasi dan irigasi intrakavernosa (Setiawan e al., 2015). 2. Aspirasi + irigasi dengan larutan garam 0,9% Intervensi pertama untuk episode priapismus yang berlangsung > 4 jam terdiri dari aspirasi_ korporal untuk mengalirkan darah yang berada di badan korporal, schingga memungkinkan untuk meringankan kondisi seperti sindrom 14 Kompartemen pada penis. Aspirasi darah dapat dilakukan dengan akses intrakorporeal baik melalui kelenjar atau melalui akses jarum perkutan pada aspek lateral batang penis proksimal, menggunakan angiokateter 16G atau 18G atau jarum kupu-kupu, Jarum harus menembus kulit, jaringan subkutan dan tunika albuginea untuk mengalirkan corpus cavernosum. Beberapa Klinisi menggunakan dua angiokateter atau jarum kupu-kupu pada saat yang sama untuk ‘mempercepat drainase, serta mengespirasi dan mengirigasi secara bersamaan dengan larutan garam. Aspirasi harus dilanjutkan sampai darah merah segar, teroksigenasi, disedot. Pendekatan ini memiliki peluang hingga 30% untuk mengatasi priapismus. Tidak ada data yang cukup untuk menentukan apakah aspirasi diikuti oleh irigasi intracorporeal saline lebih efektif daripada aspirasi saja. . Aspirasi + irigasi dengan larutan garam 0,9% dan dikombinasikan dengan injeksi_intracavernous agen farmakologis Kombinasi ini saat ini dianggap sebagai standar perawatan dalam pengobatan priapismus iskemik. Agen farmakologis termasuk obat simpatomimetik atau agonis alfa-adrenergik. Pilihan untuk agen simpatomimetik intracavernous termasuk fenilefrin, tileftin, efedrin, epinefrin, norepineftin dan metaraminol dengan tingkat resolusi_ hingga 80% 15 (Hatzimouratidis et al., 2016). Setiawan et al (2015) mengatakan aspirasi dilakukan menggunakan jarum scalp vein no 21, darah intrakaverosa diaspirasi sebanyak 10-20 mi, instilasi 10-20 yg epineftin atau 100- 200 yg fenilefrin yang dilarutkan dalam 1 ml garam fisiologis setiap 5 menit hingga detumesensi. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel obat yang digunakan priapismus iskemik (tabel 2). Tingkat kesembuhan tehnik ini mendekati 100% jika dilakukan < 24 jam. Instilasi streptokinase digunakan pada priapismus yang berlangsung 14 hari dan gagal di terapi instilasi a ~adrenergik1. Jika medikamentosa tidak bethasil, perlu dipertimbangkan tindakan shunting keluar dari corpora kavernosa. Hal ini mencegah simdroma kompartemen yang menekan arteri kaverosa dan menyebabkan iskemik. Dry [Dosage/instructions for use Phenylephrine -Intracavemous injection of200 ug every 3-5 minutes. - Maximum dosage 1 mg within 1 hou, +The ower doses are recommended in cikren and patents wih severe cardiovascular disease Eiephrine -Inacaverosl injection ata concentration of 2.5 mgin 1-2 ml normal sain, Methylene Bue -nracavemous injection of 50-100 mg leftfor 5 minus. tis then aspirated and the penis compressed for an atonal minutes. Aenaline -niacavemous injection of 2 mL of 1100000 adrenaline solution up ove times ‘over a 20-rinut period. Tbuialne Ora administration ofS mg for protonged erections lasing more than 25 hous, afer intracavemosa injection of vasoactive agents. Tabel 2. Tabel obat pada terapi piapismus iskemik 16 B. Perawatan Lini Kedua Intervensi lini kedua biasanya mengacu pada intervensi bedah dalam bentuk operasi pirau penis dan hanya boleh dipertimbangkan ketika pilihan manajemen konservatif gagal. Tidak ada bukti yang merinci jumlah waktu yang diperbolehkan untuk pengobatan lini pertama sebelum beralih ke operasi. Rekomendasi Konsensus menyarankan periode setidaknya satu jam terapi lini pertama sebelum pindah ke operasi. Sejumlah indikator klinis menunjukkan kegagalan pengobatan lini pertama termasuk kekakuan tubuh yang, berkelanjutan, asidosis kavemnosal dan anoksia, tidak adanya aliran arteri kavernosal oleh USG dupleks wama penis, dan peningkatan tekanan intrakorporal dengan pemantauan tekanan (Hatzimouratidis et al., 2016). 1, Tatalaksana operasi Pilihan tatalaksana operasi adalah irigasi, shunt, dan protese penis. Shunting pada durasi priapismus lebih dari 24 jam, injeksi intrakavernosa jarang bethasil. Shunting surgikal harus dilakukan dengan tujuan membuat hubungan atau fistula antara glans dan korpus kavernosa, sehingga darah yang miskin oksigen keluar dari korpus kavemosa. Beberapa metode shunting antara lain perkutan distal (korpoglanular), open distal, ‘open proksimal (korpospongiosal), anastomosis vena superfisial atau dalam, Shunting berguna pada priapismus dengan onset di bawah 48 jam, setelah itu kurang bermanfaat karena fibrosis v7 korpora tetap akan terjadi. Implantasi protese penis digunakan terutama pada priapismus dengan durasi lebih dari 36 jam dengan risiko disfungsi ereksi komplit. Selain itu, implantasi protese penis juga dapat memperbaiki kualitas hubungan seksual pada deformitas penis (Setiawan et al., 2015). 2.7.2. Priapismus Non-iskemik Terapi priapismus non-iskemik bukanlah keadaan darurat karena penis tidak iskemik. Oleh karena itu, manajemen definitif dapat dipertimbangkan dan harus didiskusikan dengan pasien schingga mereka memahami risiko dan komplikasi pengobatan. Terapi deprivasi androgen (suntikan leuprolide, bicalutamide dan ketoconazole) telah dilaporkan dalam serangkaian kasus untuk memungkinkan penutupan fistula yang mengurangi ereksi spontan dan terkait tidur. Namun, disfungsi seksual akibat perawatan ini harus diperhatikan, Aspirasi darah tidak membantu untuk pengobatan priapismus arteri dan penggunaan antagonis alfa-adrenergik tidak dianjurkan karena potensi efek samping yang parah, misalnya transfer obat ke dalam sirkulasi sistemik (Hatzimouratidis e¢ al., 2016). Pada 2/3 kasus priapismus non-iskemik, kondisi akan kembali normal secara spontan. Penanganan pertama kompresi es pada perineum sering berhasil. Pengobatan selanjutnya yang dapat menjadi pilihan adalah angioembolisasi, dikombinasi dengan arteriografi penis atau ligasi arteri (Setiawan er al., 2015). 18 Angioembolisasi dapat dilakukan baik menggunakan bekuan autologus, busa gel atau spons, atau zat yang lebih permanen, seperti gulungan atau lem akrilik. Tingkat keberhasilan hingga 89% telah dilaporkan dalam studi non-acak yang relatif kecil. Tidak ada data yang kuat untuk menunjukkan manfaat relatif dari zat yang berbeda. Setidaknya secara teoritis, penggunaan bekuan autologus memiliki beberapa daya tarik. Ini untuk sementara menutup fistula, tetapi ketika bekuan dilisiskan, kerusakan arteri biasanya telah teratasi dan aliran darah penis dapat kembali normal. Penggunaan alat permanen, seperti kumparan, akan menyumbat arteri secara permanen dan dapat menyebabkan efek buruk pada fungsi seksual spontan, Komplikasi potensial lainnya termasuk gangren penis, iskemia gluteal, Setelah embolisasi perkutan, tindak lanjut diperlukan dalam satu hingga dua minggu. Penilaian dengan pemeriksaan klinis dan USG dupleks warna dapat menentukan apakah embolisasi telah berhasil. Jika ada keraguan, arteriogram ulang diperlukan. Tingkat kekambuhan 7-27% setelah pengobatan tunggal embolisasi telah dilaporkan, Dalam beberapa kasus, embolisasi berulang diperlukan. Fungsi seksual setelah embolisasi dapat terpengaruh secara merugikan meskipun ada pemulihan potensi penuh pada sekitar 80% pria, Embolisasi pada anak-anak, meskipun dilaporkan berhasil, secara teknis menantang dan memerlukan perawatan di departemen radiologi vaskular spesialis, anak. Ligasi selektif dari fistula melalui pendekatan transcorporeal di 19 bawah bimbingan dupleks waa US dimungkinkan. Pembedahan secara teknis menantang dan dapat menimbulkan risiko yang signifikan, terutama DE kerena ligasi arteri kavemosa yang tidak disengaja, bukan fistula, Ini jarang dilakukan dan hanya boleh dipertimbangkan bila ada kontraindikasi untuk embolisasi_selektif (Hatzimouratidis et af., 2016). 28 Komplikasi Komplikasi ireversibel terutama pada priapismus iskemik seperti fibrosis korporal dan disfungsi ereksi permanen dapat terjadi jika penanganan emergensi terlambat, Penanganan setelah 48-72 jam dapat mengurangi nyeri dan ereksi, namun tidak mencegah komplikasi ireversibel. Morbidites psikologis, emosional, dan fisik dapat memperburuk kondisi pasien berupa penurunan hasrat seksual, malu, dan kurang percaya diri (Kusumajaya, 2018). 2.9 Prognosis Prognosis priapismus sendiri tergantung pada jenisnya, prognosis priapismus tipe non iskemik lebih baik daripada jenis iskemik karena jika ditangani dengan baik, ereksi dapat Kembali normal. Sedangkan jenis iskemik, jika tidak ditangani akan terjadi nekrosis jaringan dan kehilangan kemampuan mempertahankan ereksi maksimal (Setiawan et al., 2015). BAB IIL KESIMPULAN 3.1 Kesimpulan Priapismus adalah Kondisi patologis berupa pemanjangan waktu ereksi di Juar atau tanpa stimulasi seksual. Melalui pendekatan tatalaksana, priapismus dikelompokkan menjadi priapismus iskemik dan priapismus non-iskemik. Meskipun, tidak semua tipe priapismus memerlukan i jervensi_ segera, priapismus tipe iskemik termasuk kegawatdaruratan bidang urologi karena jika tidak segera ditangani akan menimbulkan kecacatan permanen berupa disfungsi ereksi. Tujuan dari pengobatan apapun adalah untuk mengembalikan kelenturan penis, tanpa rasa sakit, untuk mencegah kerusakan pada corpora cavernosa. Terapi harus mengikuti pendekatan bertzhap dan melanjutkan ke tahap berikutnya jika perawatannya gagal. Perawatan lini pertama pada priapismus iskemik dengan durasi > 4 jam sangat dianjurkan sebelum perawatan bedah apapun. Terapi pengobatan lini pertama non-farmako ‘meliputi latihan melompat-lompat dengan harapan terjadi diversi alira darah dari kavernosa ke otot gluteus, kompres air es pada penis dan enema larutan garam fisiologis dingin yang dapat merangsang aktivitas simpatik schingga ‘memperbaiki aliran darah kavernosa, Prognosis priapismus sendiri tergantung pada jenisnya, prognosis priapismus tipe non iskemik lebih baik daripada jenis iskemik karena jika ditangani dengan baik, ereksi dapat Kembali normal. Sedangkan jenis 20 21 iskemik, jika tidak ditangani akan terjadi nekrosis jaringan dan kehilangan kemampuan mempertahankan ereksi maksimal DAFTAR PUSTAKA Haryuni, 1. dan Sudarmanta. 2016. Gambaran Priapism Pada USG Doppler. Jurnal Radiologi Indonesia \(4): 256-259. Montague, DK., J. Jarow., G.A.Broderick, R.R. Dmochowski., J.P.W. Heaton., TF. Lue., A. Nehra, dan ID. Sharlip. 2003. American Urological Association Guideline on the Management of Priapism. The Journal Of Urology 170: 1318-1324. Hatzimouratidis, K., F. Giuliano, I. Moncada, A. Muneer, A. Salonia, dan P. Verze. 2016. EAU Guidelines on Erectile Dysfunction, Premature Ejaculation, Penile Curvature and Priapism. European Association of Urology 2016. Kusumajaya, C. 2018, Diagnosis dan Tatalaksana Priapismus. CDK 45: 18-21 Purnomo, B.B. 2003. Dasar-Dasar Urologi. Edisi 2. CV Sagung Seto. Jakarta. Setiawan, M.R, A. Rohmani., ILD. Kurniati., K. Ratnaningrum dan R. Basuki. 2017. Buku Ajar Imu Bedah. Unimus Press. Semarang. Marista, A. 2020. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Bidan Urologi. Wellness and Healthy Magazine 2(1): 171-176.

Anda mungkin juga menyukai