Anda di halaman 1dari 2

1.

Definisi Beban Dibayar Di Muka

Menurut Wild dan Kwok (2011: 118), beban dibayar di muka adalah pos-pos yang
pada awalnya dicatat sebagai harta tetapi diharapkan menjadi beban dikemudian hari setelah
melampaui kegiatan normal perusahaan. Beban dibayar di muka biasanya dikelompokkan ke
dalam aset lancar. Beban dibayar di muka ini dapat berupa beban dibayar di muka atas
asuransi, sewa, dan pajak.

Untuk akuntansi komersial, pencatatan beban dibayar di muka dapat dilakukan dengan dua
pendekatan yaitu pendekatan harta dan pendekatan beban.

2. Sewa Atas Tanah dan/atau Bangunan

Penghasilan yang diterima /diperoleh orang pribadi atau badan dari persewaan tanah
dan/atau bangunan berupa tanah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung
perkantoran, rumah kantor, toko, gudang, dan industri dikenakan PPh final yaitu PPh Pasal 4
ayat (2) dengan tariff 10% dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan (PP 5
Tahun 2002 jo. KMK-120/KMK.03/2002 jo. KEP-227/PJ/2002).

Persewaan tanah dan/atau bangunan akan dipotong oleh penyewa pada saat
pembayaran atau pembebanan biaya, dan pihak penyewa tersebut yang akan membayar atau
menyetor PPh pasal 4 ayat (2) tersebut ke Kas Negara dengan menggunakan Surat Setoran
Pajak (SSP) paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dan melaporkan ke Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) dengan menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh final Pasal 4 ayat
(2) paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.

Apabila tidak dipotong oleh penyewa maka pihak yang menyewakan tanah dan/atau
bangunan tersebut wajib menyetor sendiri PPh Pasal 4 ayat 2 tersebut ke Kas Negara dengan
menggunakan SSP tanggal 15 bulan berikutnya dan melaporkannya ke KPP dengan
menggunakan SPT masa PPh final Pasal 4 ayat 2 tanggal 20 bulan berikutnya sesuai dengan
PMK-184/PMK.03/2007 jo. PMK-80/PMK.03/2010.

3. Sewa Kendaraan Dan Aset Tetap Lainnya

Mulai tahun 2009 sesuai dengan UU PPh Nomor 36 tahun 2008 Pasal 23 ayat (1)
huruf c angka 1, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali
sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai PPh
pasal 4 ayat 2 dikenakan PPh 23 sebesar 2% dari jumlah bruto. Berdasarkan UU PPh Nomor
36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat (1a), besarnya pungutan dibedakan antara WP yang ber-NPWP
dengan WP yang tidak ber-NPWP. Tarif WP yang tidak memiliki NPWP lebih tinggi 100%
daripada tarif yang diterapkan terhadap WP yang dapat menunjukkan NPWP.

Sebelum tahun 2009 (PER-70/PJ./2007) sewa dan penghasilan lain sehubungan


dengan penggunaan harta dikenakan PPh 23 sebesar 15% dari perkiraan penghasilan neto.
Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta tersebut dibagi atas:

1. Sewa atas Kendaraan Angkutan Darat


Dalam PER-70/PJ./2007 Tanggal 9 April 2007 tentang jenis jasa lain dan perkiraan
penghasilan neto sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat 1 huruf c angka 1 UU
PPh mengatur mengenai penghasilan sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta khusus kendaraan angkutan darat dipotong PPh 23 sebesar
perkiraan penghasilan netonya adalah 10% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN.
Jadi, tarif efektifnya adalah sebesar 1,5% (15% x 10%) x jumlah bruto tidak termasuk
PPN.
2. Sewa atas Aset Tetap Lainnya

Sesuai PER-70/PJ./2007 tanggal 9 april 2007 tentang jenis jasa lain dan perkiraan
penghasilan neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat 1 huruf c UU PPh, atas
penghasilan sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, selain
kendaraan angkutan darat, untuk jangka waktu tertentu berdasarkan kontrak atau perjanjian
tertulis ataupun tidak tertulis, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
persewaan tanah dan/atau bangunan yang telah dikenakan PPh yang bersifat final, maka akan
dipotong PPh 23 sebesar 15% dari perkiraan penghasilan neto oleh pihak yang wajib
membayar. Dan besarnya perkiraan penghasilan netonya adalah 30%. Jadi, tarif efektifnya
adalah sebesar 4,5% (15% x 30%) x jumlah bruto tidak termasuk PPN.

Anda mungkin juga menyukai