Anda di halaman 1dari 78

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Data World Health Organization (WHO) tahun 2014
menunjukkan bahwa terdapat 400 juta penduduk di dunia mengalami
Cholelithiasis dan mencapai 700 juta penduduk pada tahun 2016.
Cholelithiasis atau batu empedu terbentuk akibat ketidak seimbangan
kandungan kimia dalam cairan empedu yang menyebabkan
pengendapan satu atau lebih komponen empedu. Cholelithiasis
merupakan masalah kesehatan umum dan sering terjadi di seluruh
dunia, walaupun memiliki prevalensi yang berbeda beda di setiap
daerah (Arif Kurniawan , Yunie Armiyati, 2017).
Gaya hidup adalah pola hidup setiap orang di seluruh dunia
yang diekspresikan dalam bentuk aktivitas, minat, dan opininya.
Secara umum gaya hidup dapat diartikan sebagai suatu gaya hidup
yang dikenali dengan cara bagaimana seseorang menghabiskan
waktunya (aktivitas), apa yang penting bagi orang untuk menjadikan
pertimbangan pada lingkungan (minat), dan apa yang orang selalu
pikirkan tentang dirinya sendiri dan dunia di sekitarnya (opini), serta
faktor-faktor tertentu yang mempengaruhi gaya hidup sehat
diantaranya adalah makanan dan olahraga. Gaya hidup dapat
disimpulkan sebagai pola hidup setiap orang yang dinyatakan dalam
kegiatan, minat, dan pendapatnya dalam membelanjakan uangnya dan
bagaimana mengalokasikan waktunya untuk kehidupan sehari-
harinya.
Saat ini dengan semakin meningkatnya tuntutan pekerjaan dan
kebutuhan hidup setiap orang, membuat masyarakat Indonesia
melakukan gaya hidup yang tidak sehat. Mereka banyak
mengkonsumsi makanan yang cepat saji (yang tinggi kalori dan tinggi
lemak), waktu untuk melakukan latihan fisik yang sangat terbatas,
serta kemajuan teknologi yang membuat gaya hidup masyarakat yang
santai karena dapat melakukan pekerjaan dengan lebih mudah
sehingga kurang aktifitas fisik dan adanya stress akibat dari pekerjaan
serta permasalahan hidup yang mereka alami menjadi permasalahan
yang sulit mereka hindari. Semua kondisi tersebut dapat
meningkatkan resiko terjadinya penyakit kolelitiasis dan jumlah
penderita kolelitiasis meningkat karena perubahan gaya hidup, seperti
misalnya banyaknya makanan cepat saji yang dapat menyebabkan
kegemukan dan kegemukan merupakan faktor terjadinya batu empedu
karena ketika makan, kandung empedu akan berkontraksi dan
mengeluarkan cairan empedu ke di dalam usus halus dan cairan
empedu tersebut berguna untuk menyerap lemak dan beberapa
vitamin diantaranya vitamin A, D, E, K (Tjokroprawiro, 2015).
Berdasarkan beberapa banyaknya faktor yang dapat memicu atau
menyebabkan terjadinya cholelitiasis adalah gaya hidup masyarakat
yang semakin meningkat terutama masyarakat dengan ekonomi
menengah keatas lebih suka mengkonsumsi makanan cepat saji
dengan tinggi kolesterol sehingga kolesterol darah berlebihan dan
mengendap dalam kandung empedu dan menjadi kantung empedu
dan dengan kurangnya pengetahuan dan kesadaran tentang akibat dari
salah konsumsi makanan sangat berbahaya untuk kesehatan mereka
(Haryono, 2013).
Banyaknya faktor yang mempengaruhi terjadinya cholelitiasis
adalah faktor keluarga, tingginya kadar estrogen, insulin, dan
kolesterol, penggunaan pil KB, infeksi, obesitas, gangguan
pencernaan, penyakit arteri koroner, kehamilan, tingginya kandungan
lemak dan rendah serat, merokok, peminum alkohol, penurunan berat
badan dalam waktu yang singkat, dan kurang olahraga (Djumhana,
2017).
Cholelitiasis saat ini menjadi masalah kesehatan masyarakat
karena frekuensi kejadiannya tinggi yang menyebabkan beban
finansial maupun beban sosial bagi masyarakat. Sudah merupakan
masalah kesehatan yang penting di negara barat, Angka kejadian
lebih dari 20% populasi dan insiden meningkat dengan bertambahnya
usia. Cholelitiasis sangat banyak ditemukan pada populasi umum dan
laporan menunjukkan bahwa dari 11.840 yang dilakukan otopsi
ditemukan 13,1% adalah pria dan 33,7% adalah wanita yang
menderita batu empedu. Di negara barat penderita kolelitiasis banyak
ditemukan pada usia 30 tahun, tetapi rata-rata usia tersering adalah
40–50 tahun dan meningkat saat usia 60 tahun seiring bertambahnya
usia, dari 20 juta orang di negara barat 20% perempuan dan 8%
Perempuan menderita kolelitiasis dengan usia lebih dari 40 tahun
(Cahyono, 2015).
Cholelitiasis merupakan kondisi yang paling banyak ditemukan,
kondisi ini menyebabkan 90% penyakit empedu, dan merupakan
penyebab nomor lima perawatan di rumah sakit pada usia muda.
Choleltiaisis biasanya timbul pada orang dewasa, antara usia 20-50
tahun dan sekitar 20% dialami oleh pasien yang berumur diatas 40
tahun. Wanita berusia muda memiliki resiko 2-6 kali lebih besar
mengalami cholelitiasis. Kolelitiasis mengalami peningkatan seiring
meningkatnya usia seseorang. Sedangkan kejadian kolelitiasis di
negara Asia 3%-15% lebih rendah dibandingkan negara barat. Di
Indonesia, cholelitiasis kurang mendapat perhatian karena sering
sekali asimtomatik sehingga sulit dideteksi atau sering terjadi
kesalahan diagnosis. Penelitian di Indonesia pada Rumah Sakit
Columbia Asia Medan sepanjang tahun 2011 didapatkan 82 kasus
cholelitiasis (Ginting, 2012).
Di Indonesia, cholelitiasis baru mendapat perhatian setelah di
klinis, publikasi penelitian tentang kolelitiasis masih terbatas.
Berdasarkan studi kolesistografi oral didapatkan laporan angka
insidensi kolelitiasis terjadi pada wanita sebesar 76% dan pada
Perempuan 36% dengan usia lebih dari 40 tahun. Sebagian besar
pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan, Risiko
penyandang batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi
relatif kecil. Walaupun demikian, sekali batu empedu mulai
menimbulkan serangan nyeri kolik yang spesifik maka resiko untuk
mengalami masalah dan penyulit akan terus meningkat (Cahyono,
2015)
Cholelitiasis adalah 90% batu kolesterol dengan komposisi
kolesterol lebih dari 50%, atau bentuk campuran 20-50% berunsurkan
kolesterol dan predisposisi dari batu kolesterol adalah orang dengan
usia yang lebih dari 40 tahun, wanita, obesitas, kehamilan, serta
penurunan berat badan yang terlalu cepat (Cahyono, 2015).
Cholelitiasis merupakan endapan satu atau lebih komponen
diantaranya empedu kolesterol, bilirubin, garam, empedu, kalsium,
protein, asam lemak, dan fosfolipid. Batu empedu biasanya terbentuk
dalam kantung empedu terdiri dari unsur-unsur padat yang
membentuk cairan empedu, batu empedu memiliki ukuran, bentuk
dan komposisi yang sangat bervariasi. Batu empedu yang tidak lazim
dijumpai pada anak-anak dan dewasa muda tetapi insiden semakin
sering pada individu yang memiliki usia lebih diatas 40 tahun. setelah
itu insiden kolelitiasis atau batu empedu semakin meningkat hingga
sampai pada suatu tingkat yang diperkirakan bahwa pada usia 75
tahun satu dari 3 orang akan memiliki penyakit batu empedu, etiologi
secara pastinya belum diketahui akan tetapi ada faktor predisposisi
yang penting diantaranya gangguan metabolisme, yang menyebabkan
terjadinya perubahan komposisi empedu, adanya statis empedu, dan
infeksi atau radang pada empedu. Perubahan yang terjadi pada
komposisi empedu sangat mungkin menjadi faktor terpenting dalam
terjadinya pembentukan batu empedu karena hati penderita
kolelitiasis kolesterol mengekskresi empedu yang sangat jenuh
dengan kolesterol.
Kolesterol yang berlebihan tersebut mengendap di dalam
kandung empedu (dengan cara yang belum diketahui secara pasti)
untuk membentuk batu empedu, gangguan kontraksi kandung
empedu, atau mungkin keduanya dapat menyebabkan statis empedu
dalam kandung empedu. Faktor hormon (hormon kolesistokinin dan
sekretin) dapat dikaitkan dengan keterlambatan pengosongan
kandung empedu, infeksi bakteri atau radang empedu dapat menjadi
penyebab terbentuknya batu empedu. Mukus dapat meningkatkan
viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri dapat berperan sebagai
pusat pengendapan. Infeksi lebih timbul akibat dari terbentuknya
batu, dibanding penyebab terbentuknya cholelitiasis (Haryono, 2013)
Solusi masalah pada pasien dengan Kolelitiasis adalah
perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan dapat memberikan
informasi tentang bagaimana tanda gejala, cara pencegahan, cara
pengobatan dan penanganan pasien dengan Kolelitiasis sehingga
keluarga juga dapat berperan aktif dalam pemeliharaan kesehatan
baik individu itu sendiri maupun orang lain disekitarnya. Sehubungan
dengan hal tersebut maka peneliti tertarik melakukan penelitian untuk
melihat dan mengetahui sejauh mana “Asuhan Keperawatan Klien
Dengan Kolelitiasis”
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Pasien Cholelitiasis
1.3 Tujuan penulisan
a. tujuan umum
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran
tentang Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Cholelithiasis
b. tujuan khusus

a) Mampu Melakukan pengkajian pada pasien dengan


Cholelithiasis di Rumah Sakit doloksanggul
b) Mampu Menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien dengan
Cholelithiasis di Rumah Sakit doloksanggul
c) Mampu Menyusun perencanaan tindakan keperawatan yang
sesuai dengan masalah keperawatan pada pasien Cholelithiasis di
Rumah Sakit Doloksanggul.
d) Mampu Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan
perencanaan tindakan keperawatan pada pasien Cholelithiasis di
Rumah Sakit doloksanggul.
e) Mampu Mengevaluasi dari pelaksanaan tindakan keperawatan
yang telah dilakukan pada pasien Cholelithiasis di Rumah Sakit
doloksanggul
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Teoritis Medis


2.1.1 Pengertian Kolelitiasis
Cholelitiasis atau koledokolitiasis merupakan adanya batu di kandung
empedu, atau saluran kandung empedu yang pada umumnya komposisi
utamanya adalah kolesterol (Nuratif & Kusuma 2015).
Cholelitiasis adalah 90% batu kolesterol dengan komposisi kolesterol lebih
dari 50%, atau bentuk campuran 20-50% berunsurkan kolesterol dan
predisposisi dari batu kolesterol adalah orang dengan usia yang lebih dari 40
tahun, wanita, obesitas, kehamilan, serta penurunan berat badan yang terlalu
cepat. (Cahyono, 2014).
Cholelitiasis adalah terdapatnya batu di dalam kandung empedu yang
penyebab secara pasti belum diketahui sampai saat ini, akan tetapi beberapa
faktor predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan
metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu dan infeksi yang
terjadi pada kandung empedu serta kolesterol yang berlebihan yang mengendap
di dalam kandung empedu tetapi mekanismenya belum diketahui secara pasti,
faktor hormonal selama proses kehamilan, dapat dikaitkan dengan lambatnya
pengosongan kandung empedu dan merupakan salah satu penyebab insiden
kolelitiasis yang tinggi, serta terjadinya infeksi atau radang empedu memberikan
peran dalam pembentukan batu empedu. (Rendi, 2012)
Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam
kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya.
Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam
kandung empedu (Wibowo, 2010).
2.1.2 Anatomi Fisiologis Kandung Empedu
Kandung empedu bentuknya seperti kantong, organ berongga yang
panjangnya sekitar 10 cm, terletak dalam suatu fossa yang menegaskan batas
anatomi antara lobus hati kanan dan kiri. Kandung empedu merupakan kantong
berongga berbentuk bulat lonjong seperti buah advokat tepat di bawah lobus
kanan hati. Kandung empedu mempunyai fundus, korpus, dan kolom. Fundus
bentuknya bulat, ujung buntu dari kandung empedu yang sedikit memanjang di
atas tepi hati. Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu. Kolum
adalah bagian yang sempit dari kandung empedu yang terletak antara korpus dan
daerah duktus sistikus.
Empedu yang disekresi secara terus-menerus oleh hati masuk ke saluran
empedu yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk
dua saluran lebih besar yang keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus
hepatikus kanan dan kiri yang segera bersatu membentuk duktus hepatikus
komunis. Duktus hepatikus bergabung dengan duktus sistikus membentuk
duktus koledokus (Syaifuddin, 2011).
a. Anatomi Kandung Empedu
1) Struktur empedu
Kandung empedu adalah kantong yang berbentuk buah pir yang
terletak pada permukaan visceral. Kandung empedu diliputi oleh
peritoneum kecuali bagian yang melekat pada hepar, terletak pada
permukaan bawah hati diantara lobus dekstra dan lobus quadratus hati.
2) Empedu terdiri dari:
a) Fundus Vesika felea: berbentuk bulat, biasanya menonjol di bawah tepi
inferior hati, berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi
rawan ujung kosta IX kanan.
b) Korpus vesika felea: bersentuhan dengan permukaan visceral hati
mengarah ke atas ke belakang dan ke kiri.
c) Kolum vesika felea: berlanjut dengan duktus sistikus yang berjalan
dengan omentum minus bersatu dengan sisi kanan duktus hepatikus
komunis membentuk duktus koledokus
3) Cairan Empedu
Cairan empedu merupakan cairan yang kental berwarna kuning keemasan
(kuning kehijauan) yang dihasilkan terus menerus oleh sel hepar lebih
kurang 500-1000 ml sehari. Empedu merupakan zat esensial yang
diperlukan dalam pencernaan dan penyerapan lemak.
4) Unsur-Unsur Cairan Empedu
a) Garam – garam empedu: disintesis oleh hepar dari kolesterol, suatu
alcohol steroid yang banyak dihasilkan hati. Garam empedu berfungsi
membantu pencernaan lemak,mengemulsi lemak dengan kelenjar lipase
dari pankreas.
b) Sirkulasi enterohepatik: garam empedu (pigmen empedu) direabsorbsi
dari usus halus ke dalam vena porta, dialirkan kembali ke hepar untuk
digunakan ulang.
c) Pigmen-pigmen empedu: merupakan hasil utama dari pemecahan
hemoglobin. Sel hepar mengangkut hemoglobin dari plasma dan
mensekresikan ke dalam empedu. Pigmen empedu tidak mempunyai
fungsi dalam proses pencernaan.
d) Bakteri dalam usus halus: mengubah bilirubin menjadi urobilin,
merupakan salah satu zat yang direabsorbsi dari usus, diubah menjadi
sterkobilin yang disekresi ke dalam feses sehingga menyebabkan feses
berwarna kuning.
5) Saluran Empedu
Saluran empedu berkumpul menjadi duktus hepatikus kemudian
bersatu dengan duktus sistikus, karena akan tersimpan dalam kandung
empedu. Empedu mengalami pengentalan 5-10 kali, dikeluarkan dari
kandung empedu oleh aksi kolesistektomi, suatu hormon yang dihasilkan
dalam membran mukosa dari bagian atas usus halus tempat masuknya
lemak. Kolesistokinin menyebabkan kontraksi otot kandung empedu. Pada
waktu bersamaan terjadi relaksasi sehingga empedu mengalir ke dalam
duktus sistikus dan duktus koledokus(Syaifuddin, 2011).
b. Fisiologi Empedu
Empedu adalah produk hati, merupakan cairan yang mengandung mucus,
mempunyai warna kuning kehijauan dan mempunyai reaksi basa. Komposisi
empedu adalah garam-garam empedu, pigmen empedu, kolesterol, lesitin,
lemak dan garam organic. Pigmen empedu terdiri dari bilirubin dan
biliverdin. Pada saat terjadinya kerusakan butiran-butiran darah merah terurai
menjadi globulin dan bilirubin, sebagai pigmen yang tidak mempunyai unsur
besi lagi.
Pembentukan bilirubin terjadi dalam sistem retikuloendotel di dalam
sumsum tulang, limpa dan hati. Bilirubin yang telah dibebaskan ke dalam
peredaran darah disebut hemobilirubin sedangkan bilirubin yang terdapat
dalam empedu disebut kole bilirubin. Garam empedu dibentuk dalam hati,
terdiri dari natrium glikolat dan natrium taurokolat. Garam empedu ini akan
menyebabkan kolesterol di dalam empedu dalam keadaan larutan.
Garam-garam empedu tersebut mempunyai sifat hirotropik. Garam
empedu meningkatkan kerja enzim-enzim yang berasal dari pankreas yaitu
amilase tripsin dan lipase. Garam empedu meningkatkan penyerapan
meningkatkan penyerapan baik lemak netral maupun asam lemak. Empedu
dihasilkan oleh hati dan disimpan dalam kandung empedu sebelum disekresi
ke dalam usus.
Pada waktu terjadi pencernaan, otot lingkar kandung empedu dalam
keadaan relaksasi. Bersamaan dengan itu tekanan dalam kantong empedu
akan meningkat dan terjadi kontraksi pada kandung empedu sehingga cairan
empedu mengalir dan masuk ke dalam duodenum. Rangsangan terhadap saraf
simpatis mengakibatkan terjadinya kontraksi pada kandung empedu(Suratun,
2010).
2.1.3 Klasifikasi
Secara umum batu kandung empedu dibedakan menjadi tiga bentuk
utama, yaitu batu kolesterol, batu kalsium bilirubinat (pigmen), dan batu
saluran empedu (Naga, 2012).
a. Batu kolesterol
Batu kolesterol mengandung 70% Kristal kolesterol, sedangkan sisanya
adalah kalsium karbonat dan kalsium bilirubinat. Bentuknya bervariasi dan
hampir selalu terbentuk di dalam kandung empedu. Permukaannya licin
atau multifaser, bulat dan berduri. Proses pembentukan batu ini melalui
empat tahap, yaitu penjenuhan empedu oleh kolesterol, pembentukan
nidus atau sarang, kristalisasi, dan pertumbuhan batu.
b. Batu Bilirubinat atau Batu Lumpur ( Batu Pigmen)
Batu ini mengandung 25% kolesterol. Batu yang tidak banyak variasi ini
sering ditemukan dalam bentuk tidak teratur, kecil-kecil, berjumlah
banyak, dan warnanya bervariasi antara coklat, kemerahan, sampai hitam.
Batu ini berbentuk seperti lumpur atau tanah yang rapuh 16 dan juga
sering ditemukan dalam ukuran besar, karena terjadi penyatuan dari batu-
batu kecil.
c. Batu Saluran Empedu
Masih berupa dugaan bahwa kelainan anatomi atau pengisian divertikula
oleh makanan akan menyebabkan obstruksi intermiten duktus koledokus
dan bendungan ini memudahkan timbulnya infeksi dan pembentukan.
2.1.4 Etiologi
Penyebab pasti dari kolelitiasis dan koledokolitiasis atau batu empedu
belum diketahui. Satu teori menyatakan bahwa kolesterol dapat
menyebabkan supersaturasi empedu di kandung empedu. Setelah beberapa
lama, empedu yang telah mengalami supersaturasi menjadi mengkristal
dan mulai membentuk batu. Tipe lain batu empedu adalah batu pigmen,
Batu pigmen tersusun oleh kalsium bilirubin, yang terjadi ketika bilirubin
bebas berkombinasi dengan kalsium (Nurarif & Kusuma 2015).
Penyebab yang jelas belum diketahui tetapi beberapa faktor etiologi
dapat diidentifikasi, antara lain :
a. Faktor metabolik
Cairan empedu mengandung air, HCO3, pigmen empedu, garam
empedu, dan kolesterol. Kandungan kolesterol yang tinggi dalam
cairan empedu memungkinkan terbentuknya batu. Tidak dijumpai
korelasi antara kolesterol darah dan kolesterol empedu.
b. Statis Bilier
Stagnasi cairan empedu menyebabkan air ditarik ke kapiler, sehingga
garam empedu menjadi lebih banyak yang akan mengubah kelarutan
kolesterol.
c. Peradangan
Oleh karena proses peradangan, kandungan cairan empedu menjadi
berubah, sehingga keasaman cairan empedu bertambah dan daya larut
kolesterol menjadi menurun (Diyono & Mulyanti, 2013).
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko. Namun,
semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar
kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Sebuah penelitian menyebutkan
faktor risiko batu empedu mencakup 5F, yaitu :
a. Fat (obesitas),
b. Forty (umur),
c. Female (jenis kelamin),
d. Fertile (estrogen), dan
e. Fair (etnik).

2.1.5 Manifestasi Klinis


Secara umum, tanda dan gejala kolelitiasis dapat diuraikan sebagai
berikut:
a. Sebagian besar bersifat asimtomatik (tidak ada gejala apapun).
b. Nyeri tekan pada abdomen kuadran kanan atas atau midepigastrik samar
yang menjalar ke punggung atau region bahu kanan.
c. Sebagian penderita, rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten.
d. Mual, muntah serta demam.
e. Ikterus
Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan
menimbulkan gejala yang khas, yaitu : getah empedu yang tidak lagi
dibawa kedalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan
empedu ini membuat kulit dan membrane mukosa berwarna kuning.
Keadaan ini sering disertai dengan gejala gatal – gatal pada kulit.
a. Perubahan warna urine dan feses.
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine berwarna
sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan
tampak kelabu, dan biasanya pekat yang disebut “Clay-colored”.
b. Defisiensi vitamin
Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu absorbsi vitamin
A,D,E,K yang larut lemak. Karena itu pasien dapat memperlihatkan
gejala.
c. Terjadi regurgitasi gas : sering flatus dan sendawa.
(Nurarif & Kusuma 2015).
2.1.6 Patofisiologi
Ada dua tipe utama batu empedu yaitu batu yang terutama tersusun dari
pigmen dan tersusun dari kolesterol. Batu pigmen, akan terbentuk bila
pigmen yang terkonjugasi dalam empedu mengalami presipitasi atau
pengendapan, sehingga terjadi batu. Resiko terbentuknya batu semacam ini
semakin besar pada pasien sirosis, hemolysis dan infeksi percabangan
bilier. Batu ini tidak dapat dilarutkan dan hanya dikeluarkan dengan jalan
operasi. Batu kolesterol, merupakan unsur normal pembentuk empedu
bersifat tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam empedu
dan lesitin (fosfolipid) dalam empedu. Pada pasien yang cenderung
menderita batu empedu akan terjadi penurunan sintesis asam empedu dan
peningkatan sintesis kolesterol dalam hati, mengakibatkan supersaturasi
getah empedu oleh kolesterol dan keluar dari getah empedu mengendap
membentuk batu. Getah empedu yang jenuh oleh kolesterol merupakan
predisposisi untuk timbulnya batu empedu yang berperan sebagai iritan
yang menyebabkan peradangan dalam kandung empedu (Nanda, 2020).
Wanita yang menderita batu kolesterol dan penyakit kandung empedu 4
kali lebih banyak daripada Perempuan. Biasanya terjadi pada wanita
berusia > 40 tahun, multipara, obesitas. Penderita batu empedu meningkat
pada pengguna kontrasepsi pil, estrogen dan klofibrat yang diketahui
meningkatkan saturasi kolesterol bilier. Insiden pembentukan batu
meningkat bersamaan dengan penambahan umur, karena bertambahnya
sekresi kolesterol oleh hati dan menurunnya sintesis asam empedu juga
meningkat akibat malabsorbsi garam empedu pada pasien dengan penyakit
gastrointestinal, pernah operasi reseksi usus, dan DM. (Ferreira Junior et
al., 2019).
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Nurarif & Kusuma (2015) pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan pada klien dengan Kolelitiasis adalah sebagai berikut :
a. Pemeriksaan laboratorium (darah lengkap).
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak
menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila
terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi
sindrom mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum
akibat penekanan duktus koledokus oleh batu. Kadar bilirubin serum
yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus
koledokus.
b. Pemeriksaan radiologi.
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas
karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat
radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan
empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada
peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau
hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan
lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam
usus besar, di fleksura hepatika.
c. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitivitas yang
tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran
empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat
dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau
edema yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu
yang terdapat pada duktus koledokus distal kadang sulit dideteksi
karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum
maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang gangren lebih
jelas daripada dengan palpasi biasa.
d. Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik
karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu
radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu.
Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah,
kadar bilirubin serum diatas 2 mg/dl, obstruksi pilorus, dan hepatitis
karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai
hati. Pemeriksaan kolesistografi oral lebih bermakna pada penilaian
fungsi kandung empedu.
e. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
Lebih untuk mendeteksi batu pada saluran empedu
f. Foto polos abdomen.
Menyatakan gambaran radiologi (klasifikasi) batu empedu, klasifikasi
dinding atau pembesaran kandung empedu.
2.1.8 Penatalaksanaan
Pencegahan Cholelithiasis dapat dimulai dari masyarakat yang
sehat yang memiliki faktor risiko untuk terkena Cholelithiasis sebagai
upaya untuk mencegah peningkatan kasus Cholelithiasis pada
masyarakat dengan cara tindakan promotif dan preventif. Tindakan
promotif yang dapat dilakukan adalah dengan cara mengajak masyarakat
untuk hidup sehat, menjaga pola makan, dan perilaku atau gaya hidup
yang sehat. Sedangkan tindakan preventif yang dapat dilakukan adalah
dengan meminimalisir faktor risiko penyebab Cholelithiasis, seperti
menurunkan makanan yang berlemak dan berkolesterol, meningkatkan
makan sayur dan buah, olahraga teratur dan perbanyak minum air putih.
Pada pasien yang sudah didiagnosa mengalami Cholelithiasis dapat
dilakukan tindakan dengan cara bedah maupun non-bedah. Penanganan
secara bedah adalah dengan cara kolesistektomi. Sedangkan penanganan
secara non-bedah adalah dengan cara melarutkan batu empedu
menggunakan MTBE, ERCP, dan ESWL (Bruno, 2019).
Kolesistektomi merupakan prosedur pembedahan yang dilakukan
pada sebagian besar kasus Cholelithiasis. Jenis kolesistektomi
laparoskopik adalah teknik pembedahan invasif minimal di dalam
rongga abdomen dengan menggunakan pneumoperitoneum sistem
endocamera dan instrumen khusus melalui layar monitor tanpa melihat
dan menyentuh langsung kandung empedunya. Keuntungan dari
kolesistektomi laparoskopik adalah meminimalkan rasa nyeri,
mempercepat proses pemulihan, masa rawat yang pendek dan
meminimalkan luka parut (Paasch, Salak, Mairinger, & Theissig, 2020).
Penanganan Cholelithiasis non-bedah dengan cara melarutkan
batu empedu yaitu suatu metode melarutkan batu empedu dengan
menginfuskan suatu bahan pelarut (mono oktanion atau metil tersier
butil eter) ke dalam kandung empedu. Pelarut tersebut dapat dipanaskan
melalui jalur berikut ini: melalui selang atau kateter yang dipasang
perkutan langsung ke dalam kandung empedu; melalui selang atau drain
yang dimasukkan melalui saluran T-Tube untuk melarutkan batu yang
belum dikeluarkan pada saat pembedahan; melalui endoskopi ERCP atau
kateter bilier transnasal. Pengangkatan non-bedah digunakan untuk
mengeluarkan batu yang belum terangkat pada saat kolesistektomi atau
yang terjepit dalam duktus koledokus (Baloyi et al., 2020).
Endoskopi Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
terapeutik dengan melakukan sfingterotomi endoskopik untuk
mengeluarkan batu saluran empedu tanpa operasi, pertama kali
dilakukan tahun 1974. Batu di dalam saluran empedu dikeluarkan
dengan basket kawat atau balon-ekstraksi melalui muara yang sudah
besar tersebut menuju lumen duodenum sehingga batu dapat keluar
bersama tinja atau dikeluarkan melalui mulut bersama skopnya.
Extracorporeal Shock- Wave Lithotripsy (ESWL) merupakan prosedur
non-invasif yang menggunakan gelombang kejut berulang (repeated
shock waves) yang diarahkan kepada batu empedu di dalam kandung
empedu atau duktus koledokus dengan maksud untuk memecah batu
tersebut menjadi sebuah fragmen. Gelombang kejut dihasilkan dalam
media cairan oleh percikan listrik, yaitu piezoelektrik, atau oleh muatan
elektromagnetik (Bini, Chan, Rivera, & Tuda, 2020).
Setelah penanganan bedah maupun non-bedah dilakukan, maka
selanjutnya dilakukan perawatan paliatif yang fungsinya untuk
mencegah komplikasi penyakit yang lain, mencegah atau mengurangi
rasa nyeri dan keluhan lain, serta meningkatkan kualitas hidup pasien.
Perawatan tersebut bisa dilakukan dengan salah satu cara yaitu
memperhatikan asupan makanan dengan intake rendah lemak dan
kolesterol (Bini et al., 2020).
2.1.9 Komplikasi
Penyakit komplikasi akibat kolelitiasis, menurut Tanto, et.all (2014) :
a. Kolesistitis Akut
Kolesistitis akut terkait dengan batu empedu terjadi pada 90- 95% kasus
yang ditandai dengan kolik bilier akibat obstruksi duktus sistikus. Apabila
obstruksi berkanjut, kandung empedu mengalami distensi, inflamasi dan
edema. Gejala yang dirasakan adalah nyeri kuadran kanan atas yang lebih
lama daripada episode sebelumnya, demam, mual dan muntah.
b. Kolesistitis Kronik
Inflamasi dengan episode kolik bilier atau nyeri dari obstruksi duktus
sitikus berulang mengacu pada kolesistitis kronis. Gejala utama berupa
nyeri (kolik bilier) yang konstan dan berlangsung sekitar 1-5 jam, mual,
muntah, dan kembung.
c. Koledokolitiasis
Batu pada saluran empedu atau common bile ductus (CBD), dapat
asimtomatis dengan obstruksi transien dan pemeriksaan laboratorium yang
normal. Gejala yang dapat muncul adalah kolik bilier, ikterus, tinja
dempul, dan urin berwarna gelap seperti teh.
d. Peritonitis
Peritonitis adalah inflamasi pada lapisan perut sebelah dalam yang
dikenal sebagai peritoneum. Komplikasi ini terjadi akibat pecahnya
kantung empedu yang mengalami peradangan parah. Tersumbatnya
saluran ini menjadi rentan terserang bakteri penyebab infeksi. Komplikasi
ini umumnya dapat ditangani dengan antibiotik dan prosedur
kolangiopankreatografi retrograd endoskopik (ERCP). Gejala pada infeksi
ini adalah sakit di perut bagian atas yang menjalar ke tulang belikat, sakit
kuning, demam tinggi, dan linglung.
e. Kolangitis
Kolangitis merupakan komplikasi dari batu saluran empedu. Kolangitis
akut adalah infeksi bakteri asenden disertai dengan obstruksi duktus bilier.
Gejala yang ditemukan adalah demam, nyeri epigastrium atau nyeri
kuadran kanan atas, dan ikterik yang disebut trias charcot.
f. Abses Kantong Empedu
Nanah terkadang dapat muncul dalam kantong empedu akibat infeksi
yang parah. Jika ini terjadi, penanganan dengan antibiotik saja tidak cukup
dan nanah akan perlu disedot.
g. Pankreatitis Akut
Pankreatitis akut juga merupakan salah satu komplikasi yang dapat
terjadi jika batu empedu keluar dan menyumbat saluran pankreas.
Peradangan pancreas ini akan menyebabkan sakit yang hebat pada bagian
tengah perut. Rasa sakit ini akan bertambah parah dan menjalar ke
punggung, terutama setelah makan.
h. Kanker Kantong Empedu
Penderita batu empedu memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena
kanker kantong empedu. Walau demikian, kemungkinan terjadinya sangat
jarang, bahkan bagi orang yang berisiko karena faktor keturunan
sekalipun. Operasi pengangkatan kantong empedu akan dianjurkan untuk
mencegah kanker. Terutama jika anda mempunyai tingkat kalsium yang
tinggi didalam kantong empedu. Gejala kanker ini hampir sama dengan
penyakit batu empedu yang meliputi sakit perut, demam tinggi, serta sakit
kuning (Muttaqin & Sari 2013).
2.2 Tinjauan Teoritis Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
a. Identitas Pasien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, alamat, tempat tinggal,
tempat tanggal lahir, pekerjaan dan pendidikan. Kolelitiasis biasanya
ditemukan pada 20 -50 tahun dan lebih sering terjadi anak perempuan
pada dibanding anak laki – laki (Cahyono, 2015).
b. Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien
saat pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri
abdomen pada kuadran kanan atas, dan mual muntah.
c. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode
PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu fokus utama keluhan klien,
quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri dirasakan oleh klien,
regional (R) yaitu nyeri menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi
yang bagaimana yang dapat mengurangi nyeri atau klien merasa
nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri
tersebut.
2. Riwayat Kesehatan Dahulu
kaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah
memiliki riwayat penyakit sebelumnya.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga (Genogram)
Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita
penyakit kolelitiasis. Penyakit kolelitiasis tidak menurun, karena
penyakit ini menyerang sekelompok manusia yang memiliki pola
makan dan gaya hidup yang tidak sehat. Tapi orang dengan riwayat
keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibanding dengan
tanpa riwayat keluarga
d. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
a. Penampilan Umum
Mengkaji tentang berat badan dan tinggi badan pasien.
b. Kesadaran
Kesadaran mencakup tentang kualitas dan kuantitas keadaan
pasien.
c. Tanda-tanda Vital
Mengkaji mengenai tekanan darah, suhu, nadi dan respirasi.
2. Sistem Endokrin
Mengkaji tentang keadaan abdomen dan kantung
empedu. Biasanya Pada penyakit ini kantung empedu dapat
terlihat dan teraba oleh tangan karena terjadi pembengkakan
pada kandung empedu.
e. Pola Aktivitas
1. Nutrisi
Dikaji tentang porsi makan, nafsu makan
2. Aktivitas
Dikaji tentang aktivitas sehari-hari, kesulitan melakukan aktivitas
dan anjuran bedrest
3. Aspek Psikologis
Kaji tentang emosi, pengetahuan terhadap penyakit dan suasana hati
4. Aspek Penunjang
a. Hasil pemeriksaan Laboratorium (bilirubin, amilase serum
meningkat)
b. Obat-obatan satu terapi dengan anjuran dokter
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
NANDA menyatakan bahwa diagnosa keperawatan adalah keputusan
klinik tentang respon individu, keluarga, dan masyarakat tentang masalah
kesehatan, sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai
tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat (Yeni &
Ukur, 2019).
Ada lima tipe diagnosa, yaitu aktual, resiko, kemungkinan, sehat dan
sindrom. Diagnosa keperawatan aktual menyajikan keadaan yang secara
klinis telah divalidasi melalui batasan karakteristik mayor yang dapat
diidentifikasi. Diagnosa keperawatan risiko menjelaskan masalah kesehatan
yang nyata akan terjadi jika tidak dilakukan intervensi. Masalah dapat
timbul pada seseorang atau kelompok yang rentan dan ditunjang dengan
faktor risiko yang memberikan kontribusi pada peningkatan kerentanan.
Menurut NANDA, diagnosa keperawatan risiko adalah keputusan klinis
tentang individu, keluarga, atau komunitas yang sangat rentan untuk
mengalami masalah dibanding individu atau kelompok lain pada situasi
yang sama atau hampir sama. Diagnosa keperawatan kemungkinan
menjelaskan bahwa perlu adanya data tambahan untuk memastikan masalah
keperawatan kemungkinan. Pada keadaan ini masalah dan faktor pendukung
belum ada tetapi sudah ada faktor yang dapat menimbulkan masalah.
Diagnosa keperawatan Wellness (Sejahtera) atau sehat adalah keputusan
klinik tentang keadaan individu, keluarga, dan atau masyarakat dalam
transisi dari tingkat sejahtera tertentu ke tingkat sejahtera yang lebih tinggi
yang menunjukkan terjadinya peningkatan fungsi kesehatan menjadi fungsi
yang positif. Diagnosa keperawatan sindrom adalah diagnosa yang terdiri
dari kelompok diagnosa aktual dan risiko tinggi yang diperkirakan akan
muncul karena suatu kejadian atau situasi tertentu (Yeni & Ukur, 2019).
Diagnosa Keperawatan yang biasa muncul pada klien Cholelithiasis dan
mengalami pembedahan adalah :
Masalah keperawatan pada Pre operatif :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (inflamasi)
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
c. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
d. kekurangan nutrisi berhubungan dengan ketidakseimbangan mencerna
makanan
e. ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan asites
f. Resiko syok (Hipovolemik) berhubungan dengan kekurangan volume
cairan
Masalah Keperawatan Post Operatif :
g. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif
h. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri Resiko infeksi
dibuktikan dengan efek prosedur invasif
Berikut adalah uraian dari diagnosa yang timbul bagi pasien ,dengan
menggunakan standar Diagnosis Keperawatan Indonesia ( PPNI,2017) :
A. Nyeri akut D.0077
1. Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan aktual atau fungsional ,dengan onset mendadak atau lambat
dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3
bulan .
2. Penyebab
agen pencedera fisiologis ( misalnya inflamasi ,iskemia neoplasma )
3. Batasan Karakteristik
a. Data mayor
Data mayor dapat menunjang munculnya diagnosa nyeri akut antara
lain:
a) Subjektif : 1. Mengeluh Nyeri
b) Objektif :
1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur
b. Data Minor
Data minor yang dapat menunjang munculnya diagnosa
nyeri akut antara lain:
a) Subjektif : -
b) Objektif :
1) Tekanan darah meningkat
2) Pola nafas berubah
3) Nafsu makan berubah
4) Proses berfikir terganggu
5) Menarik diri
6) Berfokus pada diri sendiri
7) Diaforesis
4. Kondisi Klinis Terkait
a) Infeksi
B. Gangguan mobilitas fisik D .0054
1. Definisi
keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih extremitas secara
mandiri .
2. Penyebab
Nyeri
3. Batasan Karakteristik
a. Data mayor
Data mayor yang menunjang munculnya diagnosa gangguan
mobilitas fisik antara lain :
a) Subjektif : 1. mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas
b) Objective : 1. kekuatan otot menurun
b. Data Minor
Data minor yang dapat menunjang munculnya diagnosa gangguan
mobilitas fisik antara lain :
a. Subjektif :
1. Nyeri saat bergerak
2. Enggan melakukan pergerakan
3. Merasa cemas saat bergerak
b. Objective :
1. Sendi kaku
2. Gerakan tidak terkoordinasi
3. Fisik Lemah
4. Batasan Karakteristik
a. Proses Infeksi
C. Hipertermi D.0130
1. Definisi
Suhu tubuh meningkat diatas rentang normal tubuh
2. Penyebab
Proses penyakit ( misalnya infeksi ,kanker )
3. Batasan karakteristik
a. Data mayor
Data mayor yang dapat menunjang munculnya diagnosa
hipertermi antara lain:
a. Subjektif : -
b. Objective : 1. Suhu tubuh diatas normal
b. Data minor
Data minor yang dapat menunjang munculnya diagnosa
hipertermi antara lain:
a. Subjective:-
b. Objective : 1. Kulit merah
2. Takikardi
3. Kulit terasa hangat
4. Kondisi klinis terkait
a. proses infeksi
D. kekurangan nutrisi D.0019
1. Definisi
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme
2. Penyebab
ketidakmampuan mencerna makanan
3. Batasan karakteristik
a. Data mayor
Data mayor yang menunjang munculnya diagnosa defisit
nutrisi antara lain:
a. Subjective : -
b. Objective : 1. Berat badan menurun minimal 10 %
dibawah rentang ideal
b. Data minor
Data minor yang menunjang munculnya diagnosa defisit
nutrisi antara lain :
a. Subjektif : 1. Kram atau nyeri abdomen
2. Nafsu makan menurun
b. Objective : 1. Bising usus hiperaktif
2. Otot menelan lemah
4. kondisi klinis terkait :
a. Infeksi

E. gangguan ketidakseimbangan cairan D.0036


1. Definisi
Beresiko mengalami penurunan peningkatan atau percepatan
perpindahan cairan dari intravaskuler ,interstisial ,atau intraseluler
2. Faktor resiko
a. Asites
3. Kondisi Klinis terkait
a. perdarahan
F. Resiko syok ( hipovolemik ) D0039
1. Definisi
Berisiko mengalami ketidakcukupan aliran darah ke jaringan
tubuh ,yang dapat mengakibatkan disfungsi seluler yang
mengancam jiwa
2. Faktor resiko
kekurangan volume cairan
1. Kondisi klinis terkait
pendarahan
G. Resiko infeksi D0142
1. Definisi
Berisiko mengalami peningkatan terserang organisme patogen
2. Faktor resiko
Efek prosedur invasif
3. Kondisi klinis terkait
Tindakan invasive
2.2.3 Intervensi Keperawatan
Perencanaan adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam
proses keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan tindakan.
Keperawatan dalam usaha membantu, meringankan, memecahkan
masalah atau untuk memenuhi kebutuhan klien. Proses perencanaan
keperawatan meliputi penetapan tujuan perawatan, penetapan kriteria
hasil, pemilihan intervensi yang tepat, dan rasionalisasi dari intervensi
dan mendokumentasikan rencana perawatan (Lestari et al., 2019).
Intervensi Keperawatan yang biasa muncul pada klien Cholelithiasis dan mengalami
pembedahan adalah:

DIAGNOSA NOC NIC

i. Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan asuhan 1. Identifikasi


agen pencedera fisiologis keperawatan selama …. Pasien lokasi,karakteris
mengatakan nyeri hilang
(inflamasi) tik,durasi,
berkurang atau menurun dengan
kriteria hasil: frekuensi,
1. Keluhan nyeri menurun kualitas,
2. Meringis menurun
intensitas nyeri
3. Sikap protektif menurun
4. Gelisah menurun 2. Identifikasi
5. Kesulitan tidur menurun skala nyeri
6. Menarik diri menurun
3. Identifikasi
7. Berfokus pada diri sendiri
menurun respons nyeri
8. Diaforesis menurun non verbal
9. Perasaan depresi (tertekan) 4. Identifikasi
menurun
10. perasaan takut faktor yang
mengalami cedera memperberat
berulang menurun dan
11. Anoreksia menurun
memperingan
12. Perineum terasa tertekan
13. Uterus teraba membulat nyeri
menurun 5. Identifikasi
14. Ketegangan otot menurun
pengetahuan
15. Pupil dilatasi menurun
16. Muntah menurun dan keyakinan
17. Mual menurun tentang nyeri
18. Frekuensi nadi membaik 6. Identifikasi
19. Pola nafas membaik
pengaruh
20. Tekanan darah membaik
21. Proses berpikir membaik budaya terhadap
22. Fungsi berkemih membaik respon nyeri
23. Perilaku membaik
7. Identifikasi
pengaruh nyeri
pada kualitas
hidup
8. Monitor
keberhasila
n terapi
komplemen
ter yang
sudah
diberikan
9. Monitor
efek
samping
penggunaan
analgetik
Terapeutik :

10. Berikan
teknik
non
farmakol
ogis
untuk
mengura
ngi rasa
nyeri
11. kontrol
lingkung
an yang
memper
berat
rasa
nyeri
12. fasilitasi
istirahat
dan tidur
13. pertimba
ngkan
jenis dan
sumber
nyeri
dalam
pemiliha
n strategi
meredak
an nyeri
Edukasi :
14. pemahaman
nyeri
15. teknik
mengurangi
nyeri

Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan Observasi :


berhubungan dengan nyeri asuhan keperawatan selama …. a. Identifikasi
Pasien menyatakan adanya nyeri

mobilitas fisik meningkat dengan atau keluhan

kriteria hasil: fisik lainnya


b. Identifikasi
a. Pergerakan extremitas
toleransi fisik
meningkat
melakukan
b. Kekuatan otot meningkat
ambulasi
c. Rentang gerak meningkat
d. Nyeri menurun c. Monitor
e. Kecemasan menurun frekuensi
f. Kaku sendi menurun jantung dan
g. Gerakan Tak terkoordinasi tekanan darah
menurun sebelum
h. Gerakan terbatas menurun memulai
i. Kelemahan fisik menurun ambulasi
d. Monitor

kondisiumum

selama
melakukan
ambulasi
Terapeutik :
a. Fasilitasi
aktivitas
ambulasi
dengan alat
bantu
b. Fasilitasi
melakukan
mobilisasi
fisik
c. Libatkan
keluarga
untuk
membantu
pasien dalam
meningkatka
n ambulasi
Edukasi :
a. Jelaskan
tujuan dan
prosedur
ambulasi
b. Anjurkan
melakukan
ambulasi dini
c. Ajarkan
ambulasi
sederhana
yang harus
dilakukan

Hipertermi berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan asuhan Observasi :


proses penyakit
keperawatan selama …. Pasien a. Identifikasi
menyatakan suhu tubuh pasien penyebab
membaik dengan kriteria hasil: hipertermi
a. Suhu tubuh membaik b. Monitor suhu
b. Suhu kulit membaik tubuh
c. Kadar glukosa darah c. Monitor
membaik kadar
d. Pengisian kapiler membaik elektrolit
e. Ventilasi membaik d. Monitor
f. Tekanan darah membaik haluan urine
e. Monitor

komplikasi
akibat
hipertermia

Terapeutik :
a. Sediakan
lingkungan
yang dingin
b. Basahi dan
kipasin
permukaan
tubuh
c. Berikan
cairan oral
d. Ganti linen
setiap hari
atau lebih
sering jika
terjadi
hyperhidrosis
e. Hindari
pemberian
antipiretik
dan aspirin
f. Berikan
oksigen
Edukasi :
a. Anjurkan
tirah baring
Kolaborasi :

a. Kolaborasi
pemberian
cairan dan
elektrolit
intravena

kekurangan nutrisi berhubungan Setelah dilakukan tindakan asuhan Observasi :


dengan ketidakmampuan
keperawatan selama … status a. Identifikasi
mencerna makanan
nutrisi pasien membaik dengan status nutrisi
kriteria hasil: b. Identifikasi
b. Intake nutrisi tercukupi alergi dan
c. Asupan makanan dan cairan intoleransi
tercukupi makanan
d. Asupan nutrisi terpenuhi c. Identifikasi
e. Pasien mengalami makanan
peningkatan Berat Badan disukai
f. Penurunan frekuensi d. Identifikasi
terjadinya mual, muntah kebutuhan
kalori dan
jenis nutrient
e. Identifikasi
perlunya
penggunaan
selang
nasogastric
f. Monitor
asupan
makanan
g. Monitor berat
badan
h. Monitor hasil
pemeriksaan

Kolaborasi

9. Konsultasi dengan
ahli gizi untuk
menetapkan
kebutuhan kalori
harian

ketidak seimbangan cairan Setelah dilakukan tindakan asuhan Observasi :


berhubungan dengan hilangnya
keperawatan selama …. Pasien 1. Monitor status
cairan aktif
mengatakan keseimbangan cairan hidrasi (mis.
meningkat dengan kriteria hasil: Frekuensi nadi,
1. Asupan cairan meningkat kekuatan nadi,
2. Keluaran urin meningkat akral, pengisian
3. Kelembaban membran kapiler,
Mukosa kelembaban
4. Asupan makanan meningkat
5. Edema menurun mukosa, turgor
6. Dehidrasi menurun kulit, tekanan
7. Asites menurun darah)
8. Konfusi menurun 2. Monitor berat
9. Tekanan darah membaik badan harian
10. Denyut nadi radial membaik 3. Monitor berat
11. Tekanan arteri rata-rata badan
membaik sebelum dan
12. Mata cekung membaik sesudah
13. Turgor kulit membaik dialysis
14. Berat badan membaik 4. Monitor
hasil
pemeriksan
laboratorium
5. Monitor status
hemodinamik
Terapeutik :
6. Catat intake
dan output
lalu hitung
balance
cairan 24
jam
7. Berikan
asupan
cairan ,
sesuai
kebutuhan
8. Berikan
cairan
intravena ,
jika
diperlukan
Kolaborasi :

9. Kolaborasi
pemberian
diuretic, jika
diperlukan

Resiko syok (Hipovolemik) Setelah dilakukan tindakan asuhan Observasi :


a. Monitor
berhubungan dengan kekurangan keperawatan selama …. Pasien
status
volume cairan mengatakan sudah tidak
kardiopulmo
mengalami syok dengan kriteria nal
hasil: b. Monitor
a. Kekuatan nadi meningkat status
b. Output urine meningkat
oksigenasi
c. Tingkat kesadaran meningkat
c. Monitor
d. Saturasi oksigen meningkat
status cairan
e. Akral dingin menurun
d. Monitor
f. Pucat menurun
tingkat
g. Haus menurun
kesadaran
h. Tekanan darah sistolik
dan respon
membaik
pupil
i. Tekanan darah diastolic
e. Periksa
membaik
riwayat alergi
j. Tekanan nadi membaik
Terapeutik :
k. Frekuensi nafas membaik
a. Berikan
oksigen
untuk
mempertaha
nkan
saturasi
oksigen
b. Persiapan
intubasi dan
ventilasi
mekanis,
jika perlu
c. Pasang jalur
IV, jika
perlu
d. Pasang
kateter urine
untuk
menilai
produksi
urine, jika
perlu
e. Lakukan
skin test
untuk
mencegah
reaksi alergi

Edukasi :

a. Jelaskan
penyebab
atau faktor
risiko syok
b. Jelaskan
tanda dan
gejala awal
syok
c. Anjurkan
melapor jika
menemukan
atau
merasakan
tanda dan
gejala syok
d. Anjurkan
memperban
yak asupan
cairan oral

Kolaborasi :

a. Kolaborasi
pemberian
IV, jika
perlu
b. Kolaborasi
pemberian
transfusi
darah, jika
perlu
c. Kolaborasi
pemberian
anti
inflamasi,
jika perlu

Resiko infeksi berhubungan Setelah dilakukan tindakan asuhan Observasi :


dengan efek prosedur invasive keperawatan selama … pasien a. Monitor
tidak mengalami infeksi dengan
tanda dan
kriteria hasil:
gejala infeksi
a. Demam menurun local dan
b. Kemerahan menurun
c. Nyeri menurun sistemik
d. Bengkak menurun Terapeutik
e. Vesikel menurun
f. Cairan berbau busuk a. Batasi jumlah
menurun pengunjung
g. letargi
h. Kebersihan tangan b. Berikan
meningkat perawatan
i. Kebersihan badan meningkat
kulit pada
j. Kadar sel darah putih
membaik area edema
k. Kultur area luka membaik c. Cuci tangan
l. Kadar sel darah putih
membaik sebelum dan
sesudah
kontak
dengan
pasien dan
lingkungan
pasien
d. Pertahankan
teknik aseptic
pada pasien
beresiko
tinggi
Edukasi :
a. Jelaskan
tanda dan
gejala infeksi
b. Ajarkan cara
mencuci
tangan
dengan benar
c. Ajarkan etika
batuk
d. Jarkan cara
memeriksa
kondisi luka
atau luka
operasi
e. Anjurkan
meningkatka
n asupan
nutrisi
f. Anjurkan
meningkatka
n asupan
cairan
Kolaborasi :
a. Kolaborasi
pemberian
imunisasi,
jika perlu
2.2.4 Implementasi
Implementasi atau pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan
untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah
rencana tindakan disusun dan diajukan pada rencana strategi untuk
membantu mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh sebab itu, rencana
tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi masalah kesehatan. Tujuan dari implementasi adalah
membantu dalam mencapai tujuan yang telah di tetapkan, yang mencakup
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan
memfasilitasi koping (Harahap, 2019).
2.2.5 Evaluasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang
sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang
telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan
melibatkan klien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuan
evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan
yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan (Setiadi,
2012).
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 PENGKAJIAN
1. Biodata
A. Identitas klien
Nama :Ny. S
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 58 Tahun
Status kawin :Kawin
Agama :Kristen Protestan
Pendidikan :SMA
Pekerjaan :Petani
Alamat :Lintong
Tanggal masuk rumah sakit :27 Januari 2022 jam: 08.30 wib
Tanggal pengkajian :28 Januari 2022 jam : 13.40 wib
No.RM : 090713
Diagnosa medis :Cholelithiasis
B. Penanggung jawab
Nama :Tn. M
Hubungan Dengan Klien :Suami
Pekerjaan :Petani
Alamat :Lintong
C. Keluhan utama
Pasien mengeluh nyeri pada perut kanan bagian atas tepat pada ulu hati,
nyeri yang dirasakan hilang timbul dan seperti tertusuk tusuk, skala nyeri
6/10.
D. Riwayat kesehatan sekarang
(pasien mengatakan merasakan nyeri seperti ditusuk tusuk di sekitar ulu hati
dan dibagian perut kanan atas sejak 3 hari yang lalu (tgl 25 Januari 2022),
pasien juga mengalami mual dan kadang muntah, pasien sudah
mengkonsumsi obat yang dibeli dari apotik, nyeri yang dirasakan kadang
hilang timbul, namun sejak tadi malam, pasien mengatakan nyeri yang
dirasakan semakin hebat, skala nyeri 6/10, pasien mengatakan tidak tahan lagi
sehingga pasien datang ke rumah sakit untuk mendapatkan pengobatan
selanjutnya)
1. Provocative/ palliative
a. Apa penyebabnya
Penyebab dari penyakit Cholelithiasis ini belum pasti,banyak
faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit ini seperti dari
faktor
b. Hal hal yang memperbaiki keadaan
menghindari apa yang menjadi penyebab dari penyakit yang
diderita dengan menerapkan pola makan rendah lemak agar beban
kerja kantong empedu berkurang Pemberian cairan melalui infus
untuk menghindari dehidrasi Penggunaan obat-obatan, seperti
obat anti nyeri untuk meredakan rasa sakit atau obat antibiotik
untuk mengatasi infeksi
2. Quantity/ quality
a. Bagaimana dirasakan
Pasien mengatakan nyeri seperti ditusuk tusuk di bagian perut atas
bagian kanan dan menyebar ke bagian dada dan punggung
b. Bagaimana dilihat
Pasien tampak meringis kesakitan dengan nyeri yang dirasakan
dan memegang bagian abdomennya
3. Region
a. Dimana lokasinya
nyeri yang dirasakan pada perut kanan bagian atas tepat pada ulu
hati
b. Apakah menyebar
ya, pasien mengatakan jika terjadi nyeri ulu hati maka pasien juga
merasakan nyeri/panas pada bagian punggung,leher dan esophagus
terasa panas
4. Severity (mengganggu aktivitas)
ya, pasien mengatakan saat nyeri pasien tidak dapat melakukan aktivitas ,
tidur juga kadang jadi terganggu
5. Time (kapan mulai timbul)
klien mengatakan nyeri terasa bila sedikit digerakkan, atau saat miring , dan
klien mengatakan nyeri hilang timbul.
E. Riwayat kesehatan masa lalu
1. Penyakit yang pernah dialami
pasien pernah mengalami penyakit GERD
2. Pengobatan atau tindakan yang dilakukan
pasien mengatakan pernah mendapatkan perawatan di rumah sakit karena
mempunyai penyakit GERD 2 tahun yang lalu dan dalam 2 bulan yang
lalu pasien mengatakan di rawat di rumah sakit dengan diagnosa GERD.
3. Pernah dirawat/ di operasi
Pasien pernah dirawat di Rumah Sakit sebelumnya sekitar 2 bulan yang
lalu, dan tidak pernah operasi
4. Lamanya dirawat
pasien dirawat selama 1 minggu
5. Alergi
pasien tidak memiliki alergi
6. Imunisasi
pasien mengatakan tidak mengetahui dengan pasti apakah imunisasinya
lengkap atau tidak, pasien belum menerima vaksin Cov-19 sehubungan
dengan penyakit yang dideritanya
F. Riwayat keluarga
GENOGRAM

Keterangan :
: Perempuan yang sudah meninggal

: Perempuan yang sudah meninggal

: Perempuan

: Perempuan

: Pasien perempuan
G. Riwayat keadaan psikososial
1. bahasa yang digunakan
pasien menggunakan bahasa yang digunakan pasien bahasa Batak Toba ,
pasien juga mengerti menggunakan bahasa Indonesia
2. persepsi klien tentang penyakitnya
pasien mengatakan tidak mengetahui tentang penyakit yang dideritanya,
pasien mengatakan merasa khawatir tentang penyakitnya karena udah
pernah melakukan pengobatan namun masih kambuh. pasien sering
menanyakan tentang penyakitnya
3. konsep diri
a. body image
pasien menggambarkan dirinya bahwa dia seorang yang sakit dan
bermasalah di bagian perutnya dan membutuhkan pengobatan agar cepat
sembuh
b. ideal diri
pasien beranggapan harus menjadi seorang ibu yang sehat untuk tidak
merepotkan anaknya/ keluarga.
c. harga diri
pasien mengatakan bahwa harga diri pasien masih baik
d. peran diri
pasien mengatakan bahwa sekarang dia adalah pasien yang dirawat di
rumah sakit
e. personal identity
pasien seorang ibu rumah tangga yang memiliki 5 orang anak
4. keadaan emosi
pasien mengatakan sering memikirkan tentang penyakit yang dideritanya.
penderita tampak gelisah dan mengatakan sering terbangun di malam hari.
5. perhatian terhadap orang lain / lawan bicara
baik , pasien memperhatikan petugas saat berkomunikasi
6. hubungan dengan keluarga
baik , pasien didampingi oleh suaminya
7. hubungan dengan orang lain
baik, pasien menyapa teman satu ruangan rawat inapnya
8. kegemaran pasien mempunyai kegemaran dalam menjahit
pasien mengatakan suka menjahit
9. daya adaptasi
pasien mengatakan sulit beradaptasi di tempat yang baru, pasien mengatakan
ini berpengaruh dengan masalah tidurnya
10. mekanisme pertahanan diri
dalam pengambilan keputusan pasien dibantu keluarga saat mengalami
masalah.
H. Pemeriksaaan fisik
1. Keadaaan umum
Keadaan umum pasien lemah
2. Kesadaran
kesadaran pasien compos mentis, GCS (15), Eye: 4, Verbal: 5,
Motorik:6.
3. Tanda tanda vital
a. TD :90/60 MmHg
b. HR :112x/i
c. RR :22x/i
d. T :36,8 derajat celcius
e. TB :155 cm
f. BB : sebelum sakit 52 kg
setelah sakit 49 kg
4. Pemeriksaan head to toe
a. Kepala dan rambut
Simetris, rambut berwarna hitam, kulit kepala bersih, bentuk
kepala simetris, benjolan (-), lesi (-)
b. Mata
Cekung, penglihatan baik, sklera ikterik, konjungtiva merah muda,
palpebral tidak edema, pupil isokor, reflek cahaya kanan/kiri: -/-,
c. Hidung
Simetris, penciuman baik, mukosa hidung bersih, cuping hidung
(-).
d. Telinga
Simetris, pendengaran baik, benjolan (-), lesi (-), tidak ada
penumpukan serumen
e. Mulut dan faring
Mukosa mulut kering, gigi bersih, tidak ada lesi di bibir, lidah
putih, pengecapan pahit dan manis baik, pembesaran tiroid (-),
tidak ada kaku kuduk dan nyeri tekan, dapat digerakkan, pasien
tampak mual
f. Leher
a. posisi trakea : simetris
b. tiroid : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
d. kelenjar limfe : tidak ada pembesaran kelenjar limfe
f. denyut nadi : nadi karotis teraba
g. Pemeriksaan integumen
Kulit : bersih
Kehangatan : hangat
Warna : ikterik
Turgor : tidak baik (tidak elastis)
Capillary refill : >3 detik
Kelembaban : kering
Kelainan pada kulit : kulit kering
h. pemeriksaan payudara dan ketiak
a. ukuran dan bentuk payudara: simetris
b. warna : payudara putih dan areola kecoklatan
c. kelainan : tidak ada kelainan
d. aksila dan klavikula: tidak ada kelainan
i. pemeriksaan thoraks dan dada
1) Inspeksi : tidak ada lesi dan jejas, tidak terdapat penggunaan
otot-otot bantu pernafasan,
2) Palpasi:tidak ada nyeri tekan
3) Perkusi: sonor seluruh lapang paru, kuadran 1 bunyi pekak
karena ada hati, kuadran 2,3,4 bunyi timpani
4) Auskultasi: irama jantung reguler, : tidak ada bunyi jantung
tambahan
b. pernafasan paru
1. palpasi getaran suara: tidak ditemukan taktil fremitus
2. perkusi: pengembangan paru kanan dan kiri simetris
3. auskultasi: reguler/ teratur tidak terdengar wheezing/ ronchi.
c. pemeriksaan jantung
1. inspeksi: ictus cordis, pulsasi pada dinding toraks
2. palpasi: pada dinding toraks tidak teraba
3. Perkusi:
d. auskultasi
1. bunyi jantung I: bunyi lup
2. Bunyi jantung II : dub
3. Bunyi jantung tambahan : tidak ditemukan bunyi tambahan
4. Murmur: murmur tidak ditemukan
5. frekuensi: HR: 112X/i dan teraba lemah
j. pemeriksaan abdomen
1.) Inspeksi: perut datar,
2.) Palpasi: terdapat nyeri tekan di bagian perut bagian atas dengan
skala 7/10
3.) Perkusi: bunyi timpani
4.) Auskultasi: bising usus 8x/menit
k. pemeriksaan genetalia
Tidak dilakukan pemeriksaan
l. pemeriksaan neurologi
Tidak dilakukan pemeriksaan
I. Pola kebiasaan sehari hari
a. pola tidur
1. sebelum sakit
- lama tidur malam : 8 jam
- lama tidur siang : 2 jam
2. sesudah sakit
pasien mengatakan tidur sekitar jam 22.30
- lama tidur malam : 4-5 jam
- lama tidur siang : pasien mengatakan jarang tidur siang hari
- keluhan : sering terbangun karena nyeri yang dialami

b. pola eliminasi
BAB
- Pola BAB : tidak normal
- Karakter feses : keras
- Riwayat perdarahan : Tidak ada
- BAB terakhir : 25 januari 2022 (3 hari yang
lalu)
- Diare : tidak ada
- Penggunaan laksatif : tidak ada
- Pola BAK : tidak normal, pasien menggunakan
pampers dan diganti setelah terasa penuh, pasien
mengatakan saat ini pasien kadang mengganti 2x saja
pempresnya dalam sehari.
- Karakter Urine :warna kuning kecoklatan
- Nyeri/kesulitan BAK :tidak ada kesulitan
BAK
- Riwayat penyakit ginjal : tidak ada
- Riwayat penyakit kandung kemih : tidak ada
- Penggunan diuretic :tidak menggunakan
- Upaya mengatasi masalah : tidak ada masalah
c. Pola makan
Sebelum sakit
Frekuensi makan/hari : makan 3 kali sehari
Nafsu/ Selera makan : nafsu atau selera makan
menurun
Alergi : tidak ada alergi terhadap
makanan
Mual dan Muntah :tidak ada mual dan muntah
Waktu pemberian makanan : Pagi 07. 00 WIB
Siang 12.00 WIB
Malam 19.00 WIB
setelah sakit
status nutris pasien saat ini tidak nafsu makan 3x sehari pasien
hanya memakan makanan nya hanya ¼ porsi dari makanan yang
disediakan di rumah sakit
d. pola minum
Waktu pemberian cairan/minuman : saat ini pasien hanya
menghabiskan sekitar 4 gelas dalam 1 hari, dan mendapat cairan
melalui infus asering dan aminofluid
Masalah makan dan minum : Pasien Mengatakan Sakit
Saat Menelan.
e. Pola personal hygiene
-Sebelum sakit
saat dirumah personal hygiene pasien baik, mandi 2 kali sehari,
keramas 2X seminggu, sikat gigi 2x sehari, ganti pakaian 1x sehari
-setelah sakit
saat dirumah sakit personal hygiene pasien, mandi 1x sehari,sikat
gigi 1x sehari,ganti pakaian 1x sehari dan sebagian dibantu oleh
keluarga
pola kegiatan dan aktivitas
MORSE FALL SCALE
(Pengkajian risiko jatuh pasien dewasa)

NO RISIKO YA TIDAK SKORING

1 Riwayat jatuh yang baru atau dalam 3 bulan terakhir 25 0 25

2 Diagnosis sekunder (≥2 diagnosis 15 0 0


medis)

3 Alat bantu jalan

· Berpegangan pada benda-benda sekitar 30


· Kruk, tongkat, walker 15

· Tidak ada/ kursi roda/ perawat/tirah baring 0 0

4 Pasien terpasang infus 20 0 20

5 Gaya berjalan

· Terganggu/tidak normal (pinjang/diseret) 20

· Lemah (tidak bertenaga) 10

· Normal/bedrest/imobilisasi (tidak dapat 0 0


bergerak sendiri)

6 Status mental

· Orientasi tidak baik/tidak menyadari kondisi 15


dirinya

· Orientasi baik/ menyadari kondisi dirinya 0 0

TOTAL SCORE 45
Keterangan :
§ Tidak berisiko : 0-24
§ Resiko rendah : 25-50
§ Resiko tinggi : ≥51
Keamanan : dipasang pengaman tempat tidur/ bed rest

J. Hasil pemeriksaaan penunjang


Terapi obat

No Therapy Dosis Rute pemberian

1 Asering 20 tetes/ i IV

2 Amino fluid 10 tetes/menit IV

3 anti hemorid 3x1 supositoria

4 omeprazol 40 gr/12 jam IV

5 antasida syrup 3x 2 oral

6 paracetamol drips 3x 1000mg IV


7 inj ceftriaxon 1gr/12 Jam IV

8 sulcralfat tab 3x1 oral

1) Pemeriksaan laboratorium
1. Darah rutin

Parameter Nilai Nilai rujukan

WBC 13,94 3,37-8,38

NEUT 89,6 50-70

LYMPH 5,6 20-40

MONO 4,7 2-8

EO 0,0 5-10

BASO 0,1 0-1

IG 0,6 0,1-0,6

NEUT# 12,50 1,5-7

LYMPH# 0,78 1-3,7

MONO# 0,65 0-0,70

EO# 0,00 0-0,40

BASO# 0,01 0-0,10

IG# 0,08 0-0

RBC 4,36 4,0-5,0

HGB 12,8 12,0-14,0

HCT 32,8 37,0-43,0


MCV 75,2 86-110

MCH 29,4 26,0-38,0

MCHC 39,0 31-37

RDW-SD 33,3 37-54

RDW-CV 12,1 11-16

PLT 293 150-400

PDW 7,3 9-17

MPV 7,9 9-13

P-LCR 9,9 13-43

PCT 0,23 0,17-0,35

2. Kadar gula darah


- glukosa puasa :
- glukosa 2jpp :
3. Elektrolit

Elektrolit Nilai Normal range

Natrium (Na) mEg/L 141,5 135-155

Kalium (K) mEg/ 2,77 3,6-5,5

Klorida (Cl) mEg/L 102,1 96-106

4. Imunologi

· HBs : negatif
· Salmonella
-IgG : positif
-IgM :positif

5. Tiroid
Tiroid Nilai Normal range

T3 0,77 1,25-3,08 nmol/L

0,50 0,8-2,0 Ng/dL

T4 146,93 60-120 nmol/L

11,42 4,6-9,3 Ng/dL

TSH 0,44

2) Pemeriksaan USG
Kantong Empedu :Besar normal,tampak multipel bayangan hiperekhoik dengan
acoustik shadow dengan diameter IK 1,4 CM
Kesan
❖ Multipel cholelithiasis
❖ USG hepar,spleen,pankreas,ginjal kanan \kiri dan vesica urinaria saat ini tampak
kelainan.
3.2 ANALISA DATA
Nama pasien : Tn.P
No. rekam medik : 090713
Ruang rawat : kelas 2

Data Etiologi Masalah


No

DS: Agen pencedera/ inflamasi Nyeri akut


1
- Pasien mengatakan nyeri kandung empedu,
perut kanan atas obstruksi/spasme duktus,
- Nyeri datang tiba tiba iskemia jaringan/nekrosis
seperti tertusuk tusuk
dengan skala nyeri 6 dan
nyeri hilang timbul
- pasien mengatakan sering
terbangun akibat nyeri yang
dirasakan
tidur hanya sekitar 4-5 jam
DO:
- Pasien tampak meringis
- Pasien tampak gelisah
TTV : - TD : 110/70 mmhg
- N : 112 x/menit
- T : 37,8 ‘C
- RR : 20x/menit

Ds:
2 Kehilangan cairan aktif ketidakseimbangan
- Pasien mengatakan
cairan
merasa mual dan ada
muntah
- pasien mengatakan hanya
minum 4 gelas 1 hari
- pampres hanya diganti 2 x
sehari
- pasien mengatakan
pampres hanya diganti 2
x sehari
DO:
- - Terdapat tanda
dehidrasi: mukosa bibir
kering,
- CRT >3 detik
- urin berwarna kuning
kecoklatan
- mata tampak cekung
- kulit tampak kering
TD; 110/70
-HR 112x/i dan teraba
lemah
DS:
3 kurang dari kebutuhan kekurangan nutrisi
·
tubuh berhubungan dengan
pasien mengatakan mual, muntah
selera makan berkurang
- Klien mengatakan
sering muntah muntah, dan
merasa mual
pasien mengatakan BB
sebelum sakit 52 kg
DO:
-Pasien tampak lemah
- BB: 49 kg

-HR 112x/i dan teraba


lemah

DS:
4 Kurang pengetahuan dan ansietas
-Pasien mengatakan tidak
kurangnya informasi
tahu tentang penyakitnya
- pasien mengatakan tidak
tau tindakan dan
pengobatan yang diberikan.
DO:
-pasien tampak cemas
- pasien menanyakan
tentang penyakitnya

3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. nyeri akut berhubungan dengan Agen pencedera/ inflamasi kandung empedu,
obstruksi/spasme duktus, iskemia jaringan/nekrosis
2. ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
3. kekurangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,
muntah
4. Ansietas b/d Kurang pengetahuan dan kurangnya informasi

3.4 INTERVENSI KEPERAWATAN


Nama pasien : Ny. S
No. rekam medik :090713
Ruang rawat : kelas II

No Diagnosa NOC NIC


Nyeri b/d Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau tingkat dan
1
inflamasi kandung keperawatan selama 3x24 jam intensitas nyeri
empedu, klien dapat mengkompensasi 2. pantau skala nyeri
obstruksi/spasme nyeri dan melaporkan nyeri 3. pantau respon nyeri
duktus, iskemia berkurang atau hilang dengan 4. Ajarkan teknik
jaringan/nekrosis kriteria hasil: relaksasi (nafas dalam)
1. Skala nyeri 3-4 5. Beri kompres hangat
2. Gerakan melokalisasi nyeri (hati hati dengan klien
(-) yang mengalami
3. Gerakan bertahan perdarahan)
(defensive) pada daerah 6. Beri posisi yang
nyeri (-) nyaman
4. Klien tenang 7. monitor keberhasilan
5. kesulitan tidur menurun terapi komplementer
6. muntah menurun 8. Kondisikan
7. mual menurun lingkungan yang
8. ttv dalam batas normal tenang di sekitar klien
9. Catat respon terhadap
obat dan kolaborasi
Pemberian analgesic
sesuai program terapi
10. Fasilitasi istirahat
dan tidur
Terapeutik:
11. Berikan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
12. kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri
13. fasilitasi istirahat dan
tidur
14. Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri
15. edukasi tentang
pemahaman nyeri dan
teknik relaksasi nafas
dalam

Setelah dilakukan tindakan Observasi :


2 Ketidak
asuhan keperawatan selama 1. Monitor status
seimbangan
3x24 jam, Pasien hidrasi (mis.Frekuensi
cairan
mengatakan keseimbangan nadi, kekuatan nadi,
berhubungan
cairan meningkat dengan akral, pengisian
dengan
kriteria hasil: kapiler, kelembaban
kehilangan
mukosa, turgor kulit,
cairan aktif 1. Asupan cairan meningkat
tekanan darah)
2. Kelembaban membran
2. Monitor berat badan
Mukosa
harian
3. Asupan makanan
3. Monitor berat badan
meningkat
sebelum dan sesudah
4. Dehidrasi menurun
dialysis
5. Tekanan darah membaik
4. Monitor
6. Denyut nadi radial
hasil
membaik
pemeriksaan
7. Mata cekung membaik
laboratorium
8. Turgor kulit membaik
5. Monitor status
9. Berat badan membaik
hemodinamik
Terapeutik :
a. Catat intake dan
output lalu hitung
balance cairan 24 jam
b. Berikan asupan
cairan , sesuai
kebutuhan
c. Berikan cairan
intravena , jika
diperlukan

Kolaborasi :

a. Kolaborasi pemberian
diuretic, jika
diperlukan
Setelah dilakukan tindakan
3 Kekurangan
asuhan keperawatan status Observasi :
nutrisi
berhubungan nutrisi pasien membaik 1. Identifikasi status nutrisi
dengan mual, dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi alergi dan
muntah
1. Intake nutrisi tercukupi intoleransi makanan
2. Asupan makanan dan 3. Identifikasi makanan
cairan tercukupi disukai
3. Asupan nutrisi terpenuhi 4. Identifikasi kebutuhan
4. Pasien mengalami kalori dan jenis nutrient
peningkatan Berat Badan 5. Identifikasi perlunya
5. Penurunan frekuensi penggunaan selang
terjadinya mual, muntah nasogastric
6. Monitor asupan makanan
7. Monitor berat badan
8. Monitor hasil
pemeriksaan
Kolaborasi
9. Konsultasi dengan ahli gizi
untuk menetapkan
kebutuhan kalori harian
4 Ansietas b/d Setelah dilakukan tindakan 3 x 1. berikan pendidikan
Kurang 30 menit, diharapkan klien kesehatan pada pasien
pengetahuan mengerti dan memahami 2. Kaji tingkat
tentang penyakitnya dengan Kecemasan dan
kriteria: adanya perubahan
1. Secara verbal klien mengerti tanda -tanda vital
akan proses penyakitnya, 3. Beri penjelasan
pengobatan dan penyakitnya
prognosisnya 4. Kaji ulang pada klien
2. Melakukan koreksi terhadap tentang pengetahuan,
prosedur yang Penting dan Proses penyakit,
menjelaskan reaksi dari tindakan pengobatan
tindakan dan Prognosis
3. Menilai perubahan gaya 5. Tingkatkan
hidup dan ikut serta dalam pengetahuan pasien
pengobatan tentang masalah
ungkapan perasaan
nya

3.5 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


Nama pasien : Ny. S
No.rekam medik :090713
Ruang rawat : kelas 2

Tgl Diagnosa jam Implementasi Evaluasi

1. Mengkaji skala nyeri, S :


Sabtu , DX 1 09.00 mempertimbangkan skala ❖ Pasien Mengatakan nyeri
29 nyeri pada abdomen atas bagian
Januari 09.20
2. mengajarkan Pasien kanan, nyeri seperti tertusuk
2022 melakukan teknik nafas tusuk
dalam dari hidung dan
mengeluarkan dari mulut O:
secara perlahan
- P:
3. Melakukan kompres hangat - Q :nyeri perut kanan atas
09.45 di perut atas bagian kanan. - R :nyeri seperti ditusuk
4. mengajarkan pasien posisi tusuk
semi fowler atau posisi yang - S:7
10.00 nyaman - T :Nyeri datang tiba tiba
5. Merapikan tempat tidur - Keadaan pasien
pasien lemah,wajah tampak
6. Melakukan pemeriksaan
meringis skala nyeri 7 (0-
vital sign
7. memfasilitasi istrahat dan 10),
tidur - wajah masih belum
8. melakukan Kolaborasi
rileks,
dengan medis : pemberian
analgesic, injeksi - T : 37,1OC,
paracetamol 1 gr IV - RR : 20x/menit,
9. mengidentifikasi faktor
- TD: 100/80
yang memperberat dan
memperingan nyeri - HR: 98x/i,
10. Memonitor keberhasilan cairan infus asering (20
terapi komplementer yang tetes/menit) + aminofluid.
sudah diberikan
11. mengidentifikasi (10 tetes/ menit)
pengetahuan dan keyakinan A : Masalah belum teratasi.
tentang nyeri P : lanjutkan Intervensi
12. mengedukasi pasien tentang
nyeri

1. Mengkaji output dan input


DX 2 12.00 S:
cairan
- pasien mengatakan masih
2. Memonitor status hidrasi
lemas
12: 20 (mis. Frekuensi nadi,
O:
kekuatan nadi, akral,
- pasien tampak lemas
pengisian kapiler,
- CRT : >3
kelembaban mukosa, turgor
- kulit : kering
kulit, tekanan darah)
- mata: cekung
3. Memonitor hasil
- mukosa bibir masih kering
12:35
pemeriksaan
- TD: 100/80
laboratorium
- HR: 98x/i
4. Memonitor status
hemodinamik -
5. Memberikan asupan - akral hangat
cairan sesuai kebutuhan - Balance cairan :

A: masalah belum teratasi

P: intervensi dilanjutkan
S:
DX 3 12.00
1. Mengidentifikasi status
● Pasien Mengatakan masih
nutrisi
mual dan muntah, wajah
12: 20 2. Mengidentifikasi alergi tampak lemas
dan intoleransi ● pasien mengatakan akan
sudah konsultasi dengan
makanan
ahli gizi
3. Mengidentifikasi
makanan disukai O:
Keadaan pasien lemah, klien
4. Mengidentifikasi terlihat gelisah
12:35
kebutuhan kalori dan -pasien menghabiskan 1/4
jenis nutrient makanan dari yang disajikan
- bising usus pasien 10x/i
5. Mengidentifikasi
A:
perlunya penggunaan
-Masalah belum teratasi
selang nasogastric
P:
6. Memonitor asupan
- intervensi no 2, 3, 4, 5 dan
makanan
9 dihentikan
7. memonitor berat badan
8. Memonitor hasil
pemeriksaan
9. melakukan konsultasi
dengan ahli gizi untuk
menetapkan kebutuhan
kalori harian

DX 4 13.00 1. Memberikan pendidikan S:


kesehatan pada pasien - pasien mengatakan sedikit

2. mengkaji tingkat mengerti tentang

Kecemasan dan adanya penyakitnya.

perubahan tanda -tanda - tapi pasien belum mengerti


vital tentang tindakan yang
13:30
3. memberi penjelasan diberikan kepadanya
penyakitnya O:
4. mengkaji ulang pada - pasien tampak sedikit lebih
klien tentang baik dari sebelumnya
pengetahuan, Proses - pasien tidak menanyakan
penyakit, tindakan ulang tentang apa
pengobatan dan penyakitnya .
Prognosis TTV: TD : 100/80
5. Meningkatkan HR: 98x/i
pengetahuan pasien RR : 20x/i
tentang masalah T : 36,7
ungkapan perasaan nya A: masalah belum teratasi
sepenuhnya
P: Intervensi Dilanjutkan
kamis 04 november 2021

Senin, 31 DX 1 09.00 6. Mengkaji S:


Januari skala nyeri ● Pasien Mengatakan
2022 09.20 7. Melakukan nyeri pada abdomen
teknik atas bagian kanan
nafas sudah berkurang
09.45 dalam dari ● Pasien mengatakan
hidung dan sudah bisa tidur
mengeluark
an dari O:
10.00 mulut
➔ Keadaan pasien
secara
lemah, skala nyeri 5
perlahan
(0-10),
8. Melakukan
➔ wajah sedikit mulai
kompres
rileks,
hangat di
· T : 36,7OC,
perut atas
· RR : 20x/menit,
bagian
· HR : 96x/menit,
kanan.
· TD :125/80 mmHg,,
9. Memberi
infus asering + aminofluid.
posisi semi
(20 tetes/ menit)
fowler,
A:
10. Merapikan
Masalah teratasi
tempat
sebagian.
tidur pasien
P : intervensi no
11. melakukan
3,4, dan 5
pemeriksaa
dihentikan
n vital sign
12. Kolaborasi
medis :
pemberian
analgesic,
injeksi
paracetamo
l 1 gr IV
1. mengkaji output S:
DX 2 12.00 dan input cairan ● pasien mengatakan
2. Memonitor status sudah lebih baik tapi
hidrasi (mis. pasien mengatakan
12: 20 Frekuensi nadi, dia masih lemas
kekuatan nadi, O:
akral, pengisian ➔ pasien tampak sedikit
kapiler, mulai rileks
kelembaban ➔ intake sudah lebih
mukosa, turgor baik
12:35
kulit, tekanan ➔ CRT : <2
darah) ➔ kulit : sedit mulai
3. Memonitor berat membaik
badan harian ➔ mata: baik
4. Memonitor berat ➔ mukosa bibir tidak
badan sebelum dan kering lagi
sesudah dialysis ➔ T : 36,7OC,
5. Memonitor hasil ➔ RR : 20x/menit,
pemeriksaan ➔ HR : 96x/menit,
laboratorium ➔ TD :125/80 mmHg
➔ BB: 49,5 Kg
A: masalah teratasi
sebagian
P: intervensi
no 2 di hentikan
1. Mengidentifikasi status
DX 3 10.30 S:
nutrisi
- Pasien Mengatakan
10.45 2. dihentikan masih mual
3. dihentikan - tapi tidak pernah
11.00
muntah lagi
4. dihentikan
- pasien mengatakan
5. dihentikan - sudah mengurangi
11.30 6. Memonitor asupan makanan berlemak
O:
makanan
- BB 49 kg
7. memonitor berat badan - Keadaan pasien
8. Memonitor hasil masih lemas
pemeriksaan - pasien
menghabiskan
9. dihentikan
1/2 makanan
dari yang
disajikan
- pasien makan
selagi hangat
- pasien
mengatakan
11.45 mengkonsumsi
buah pisang dan
pepaya
A:
Masalah teratasi
sebagian
P: intervensi 2,
3,4,dan 5, di hentikan
DX 4 13.00 1. Mengkaji tingkat S:
kecemasan dan · pasien mengatakan
perubahan tanda- sudah mengerti tentang
tanda vital penyakitnya dan
2. Memberikan mengerti tentang tindakan
13:30 pendidikan kesehatan yang diberikan kepadanya
kepada klien tentang O:
penyakit dan · pasien tampak
pengobatan tentang membaik·
penyakitnya - pasien tidak
3. Menanyakan kembali menanyakan ulang
seberapa jauh klien tentang apa
mengetahui tentang penyakitnya dan
penyakit, pengobatan tentang tindakan yang
penyakitnya diberikan
TTV: TD : 125/80
HR: 96x/i
RR : 20x/i
T : 36,7
A: masalah teratasi
P: intervensi dihentikan
jumat 05 november

Selasa, DX 1 09.00 1) Mengkaji skala nyeri S:


01 2) Melakukan teknik nafas
februari 09.20 dalam dari hidung dan - Pasien Mengatakan nyeri
2022 mengeluarkan pada abdomen atas
3) dihentikan. bagian kanan sudah
4) dihentikan berkurang
09.45
5) dihentikan - klien mengatakan sudah
6) melakukan pemeriksaan vital bisa tidur dengan
sign nyenyak
10.00 7) Kolaborasi medis : pemberian
O:
analgesic, injeksi paracetamol
- Keadaan umum sedang,
1 gr IV
- skala nyeri 4 (0-10),
- wajah tampak rileks,
- T : 36,7OC,
- RR : 20x/menit,
- HR : 80x/menit,
- TD : 120 /80 mmHg,
- infus asering (20
tetes/menit) +
aminofluid. (10 tetes/
menit)
A:
Masalah teratasi.
P:
- Intervensi dihentikan
1. Kaji output dan input cairan S:s:
DX 2 2. Monitor status hidrasi (mis. - pasien mengatakan sudah
Frekuensi nadi, kekuatan lebih baik saat ini
nadi,akral,pengisian - pasien sudah tampak
kapiler,kelembaban mulai segar
mukosa, turgor kulit, tekanan O:
darah) - asupan cairan meningkat
3. Monitor berat badan harian - asupan makanan
4. Monitor berat badan sebelum meningkat
dan sesudah dialysis - dehidrasi menurun
5. Monitor hasil - turgor kulit membaik
pemeriksaan laboratorium - BB: 49,5 kg
6. Monitor status hemodinamik - mukosa lembab
-
A. : masalah teratasi
P : intervensi Dihentikan
1. Memberikan perawatan
DX 3 10.30 Oral S:
2. Berat badan sebelum masuk· Pasien Mengatakan nafsu makan
10.45 sudah meningkat
rumah sakit 52kg, setelah
11.00 masuk 49 kg
3. Mengauskultasi bising usus O:
Pasien -Keadaan pasien lebih baik,
4. Menjelaskan tentang -pasien menghabiskan 1
11.30 pengontrolan dan porsi makanan dari yang
pemberian konsumsi disajikan
karbohidrat, lemak A:
(makanan rendah lemak Masalah teratasi. sebagian
dapat mencegah serangan
P: intervensi dihentikan
11.45 pada klien kolelitiasis dan
kolesistitis), protein,
vitamin, mineral dan cairan
yang adekuat.
5. Menganjurkan mengurangi
makanan berlemak dan
menghasilkan gas
6. Mengkonsultasikan dengan
ahli gizi untuk menetapkan
kebutuhan kalori harian dan
jenis makanan yang sesuai
bagi klien
7. Menganjurkan klien jika
mual, istirahat sebelum
makan
8. Memberikan makanan
lunak rendah lemak dan
menganjurkan makanan
sedikit tapi sering
9. menganjurkan pasien
membatasi minuman
sebelum makan
10. Menyajikan makanan waktu
hangat
BAB IV
PEMBAHASAN

A. PEMBAHASAN
Pada pembahasan kasus ini peneliti akan membahas tentang adanya
kesesuaian maupun kesenjangan antara teori dan hasil asuhan keperawatan pada
pasien yang mengalami cholelitiasis. Berdasarkan dari hasil pengkajian pada
pasien berusia 58 tahun berjenis kelamin Perempuan dengan diagnose
cholelitiasis. Kegiatan yang dilakukan meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi
keperawatan.
1. Pengkajian keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses yang sistematis dalam
pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan klien (Setiadi, 2012). Berdasarkan dari hasil
pengkajian pada pasien dengan diagnosa medis Cholelithiasis Pada kasus ini
pasien memiliki keluhan nyeri pada daerah kanan perut secara tiba-tiba atau
disebut juga kolik bilier
Berdasarkan teori yang ada menurut (Nanda, 2020). nyeri dan kolik bilier,
ikterus, perubahan warna urin dan feses dan defisiensi vitamin. Pada pasien yang
mengalami nyeri dan kolik bilier disebabkan karena adanya obstruksi pada duktus
sistikus yang tersumbat oleh batu empedu sehingga terjadi distensi dan
menimbulkan infeksi merupakan gejala yang akan timbul pada pasien
cholelithiasis.
Menurut peneliti bahwa nyeri yang dirasakan pada pasien merupakan tanda
dan gejala dari cholelithiasis yang terjadi karena adanya obstruksi pada duktus
sistikus yang tersumbat oleh batu empedu dan menimbulkan infeksi sehingga
menimbulkan rasa nyeri.
Pengkajian pada pasien dilakukan pada hari jumat 28 januari 2022 . pasien
berusia 58 tahun, terdapat keluhan utama klien mengatakan nyeri pada perut
bagian kanan atas kurang lebih 3 hari, klien mengatakan nyeri terasa bila sedikit
digerakkan, atau saat miring, klien mengatakan nyeri terasa seperti disayat-sayat,
klien mengatakan sakitnya terasa di ulu hati, klien mengatakan skala nyeri di
rentang 7/10, hilang timbul, dan demam sejak kemarin T: 37,8 ºC. nyeri abdomen
kanan atas dapat menjalar ke punggung serta bahu kanan dan akan merubah
posisinya secara terus menerus untuk mengurangi intensitas nyeri, mual serta
muntah, dan intoleransi terhadap makanan berlemak.
Berdasarkan teori menurut (Nanda, 2020). Ada dua tipe utama batu empedu
yaitu batu yang terutama tersusun dari pigmen dan tersusun dari kolesterol. batu
pigmen, akan terbentuk bila pigmen yang terkonjugasi dalam empedu mengalami
presipitasi atau pengendapan, sehingga terjadi batu. Resiko terbentuknya batu
semacam ini semakin besar pada pasien sirosis, hemolysis dan infeksi percabangan
bilier. Batu ini tidak dapat dilarutkan dan hanya dikeluarkan dengan jalan operasi.
Batu kolesterol, merupakan unsur normal pembentuk empedu bersifat tidak larut
dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam empedu dan lesitin (fosfolipid)
dalam empedu. Pada pasien yang cenderung menderita batu empedu akan terjadi
penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis kolesterol dalam hati,
mengakibatkan supersaturasi getah empedu oleh kolesterol dan keluar dari getah
empedu mengendap membentuk batu. Getah empedu yang jenuh oleh kolesterol
merupakan predisposisi untuk timbulnya batu empedu yang berperan sebagai iritan
yang menyebabkan peradangan dalam kandung empedu.
Pada pasien diagnosa medisnya adalah cholelithiasis. Jadi menurut peneliti
pada pasien memiliki cholelithiasis yang disebabkan oleh pengendapan batu
kolesterol di dalam kandung empedu, faktor ini didukung nya pemeriksaan
penunjang (USG) dengan hasil adanya kolelitiasis pada pasien.
Pada pemeriksaan fisik keadaan umum pasien didapatkan pada pasien yaitu
kesadaran umum lemah, terpasang infus ditangan kanan dengan cairan asering dan
aminofluid.
Menurut (Noor, 2017) keadaan umum yaitu baik atau buruknya yang dicatat
adalah tanda-tanda seperti kesadaran klien (apatis, sopor, koma, composmentis) dan
kesakitan (keadaan penyakit yaitu akut, kronik, ringan, sedang, berat).
Pada pemeriksaan tanda tanda vital didapatkan pada pasien dengan tekanan
darah : 90/60 mmHg, Suhu : 37,8ºC, Nadi : 112x/menit, Respirasi : 22x/menit. Pada
pemeriksaan fisik kenyamanan nyeri pada pasien dilakukan pengkajian nyeri dengan
PQRST dimana didapatkan pada pasien mengatakan nyeri pada perut bagian kanan
atas kurang lebih 3 hari, terasa bila sedikit digerakkan atau saat miring, terasa seperti
di sayat-sayat, sakitnya terasa ulu hati, skala nyeri di rentang 7/10, hilang timbul.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya,
baik berlangsung secara aktual maupun potensial (Tim Pokja SDKI DPP
PPNI, 2017).
1) Nyeri akut
Menurut analisa data pada literature review terdapat masalah
keperawatan pada pasien nyeri akut b/d agen pencedera fisiologis akibat
nyeri di perut daerah kanan , Pada pasien diagnosa dari hasil pengkajian
yaitu klien mengatakan nyeri pada perut bagian kanan atas kurang lebih 3
hari (paliatif), terasa bila sedikit digerakkan, atau saat miring (Q),terasa
seperti di sayat-sayat (region), sakitnya terasa di ulu hati (scale), skala
nyeri di rentang 7/10, hilang timbul (time).
2) ketidakseimbangan cairan b/d dengan Hilangnya cairan aktif
asil pengkajian untuk pasien yaitu klien mengatakan sering muntah-
muntah dan merasa mual, klien tampak lemah muntah 3 kali, klien
mengatakan nyeri pada perut bagian kanan atas kurang lebih 3 hari, terasa
bila sedikit digerakkan, atau saat miring, terasa seperti disayat-sayat,
sakitnya terasa di ulu hati, skala nyeri di rentang 7/10, hilang timbul, dan
demam sejak kemarin T: 37,8ºC. klien tampak lemah, mukosa bibir
kering, terdapat tanda dehidrasi dimana: mukosa bibir kering, turgor kulit
> 3 dan kulit kering.
3) kekurangan nutrisi dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan
muntah.
kekurangan nutrisi dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan
muntah. pada pasien,Hasil pengkajian untuk pasien yaitu klien
mengatakan sering muntah- muntah dan merasa mual, klien tampak lemah
muntah 3 kali, klien mengatakan nyeri pada perut bagian kanan atas
kurang lebih 3 hari, terasa bila sedikit
digerakkan, atau saat miring, terasa seperti disayat-sayat, sakitnya terasa
di ulu hati, skala nyeri di rentang 7/10, hilang timbul, dan demam sejak
kemarin T: 37,8ºC. klien tampak lemah Menurut teori (Kusuma &
Nurarif). Terjadi rasa mual atau muntah dikarenakan proses inflamasi
yang menekan saraf parasimpatis dan terjadinya penurunan peristaltik di
usus yang menyebabkan makanan tertahan di lambung dan menimbulkan
rasa mual dan muntah.
4) ansietas b/d kurangnya pengetahuan dan kurang terpapar
informasi Menurut analisa data pada
kurangnya terpapar informasi pada pasien, Hasil pengkajian untuk
pasien yaitu klien mengatakan tidak tahu tentang penyakitnya dan
pengobatan karena tidak ada yang memberitahu.
Kurang pengetahuan adalah suatu kondisi dimana individu atau
kelompok mengalami kekurangan pengetahuan kognitif atau
keterampilan psikomotor mengenai suatu keadaan dan rencana tindakan
pengobatan (Doenges,2010).
Pada pasien diagnosa dari pengkajian ditemukan tanda dan gejala
mayor yaitu menanyakan masalah yang dihadapi dan data minor yaitu
menjalani pemeriksaan yang tidak tepat. Dari data tersebut tanda atau
gejala yang ditemukan tidak ditemukan 80% - 100% untuk validasi
diagnosa keperawatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam
proses keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan tindakan
keperawatan dalam usaha membantu, meringankan, memecahkan masalah
atau untuk memenuhi kebutuhan pasien (Setiadi, 2012).
Intervensi asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada pasien belum
menggunakan standar intervensi keperawatan indonesia (SIKI) dan standar
luaran keperawatan indonesia (SLKI). adapun tindakan pada standar
intervensi keperawatan indonesia terdiri atas observasi, terapeutik, edukasi,
dan kolaborasi (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018).
Perencanaan asuhan keperawatan yang akan dilakukan pada pasien
dengan masalah keperawatan nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis yaitu
setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan nyeri teratasi
dengan kriteria hasil Klien mampu mengontrol nyeri, Klien menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri berkurang, tanda – tanda vital dalam batas normal, skala
nyeri 0-4, gerakan melokalisasi nyeri(-), gerakan bertahan (defensive) pada
daerah nyeri (-). dan nutrisi dan cairan tidak kurang dari kebutuhan tubuh, dan
cemas yang dialami pasien dapat teratasi dengan pasien dapat mengerti dan
tau tentang apa penyakitnya dan apa tindakan yang dilakukan dalam
pengobatannya.
4. Implementasi Keperawatan
Serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien
dari masalah status kesehatan yang dihadapi status kesehatan yang baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Ukuran implementasi
keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan dukungan,
pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klien-
keluarga, atau tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul di
kemudian hari. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada
kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan
keperawatan, strategi implementasi keperawatan dan kegiatan komunikasi.
Pelaksanaan tindakan keperawatan pada pasien dilakukan pada tanggal 29
Januari 2022 - 01 februari 2022 di ruang rawat inap RSUD Doloksanggul.
5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi, yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan
seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan.
Penilaian proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses
mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi itu
sendiri (Ali, 2009).
Hasil evaluasi yang dilakukan peneliti pada pasien terdapat 4 diagnosa
nyeri akut,ketidakseimbangan cairan, kekurangan nutrisi dan ansietas.
Diagnosa nyeri dengan hasil masalah nyeri teratasi , dengan evaluasi pasien
mengatakan nyeri pada bagian perut kanan atas berkuran dalam skala nyeri 4 .
diagnosa ketidakseimbangan cairan teratasi dengan evaluasi keperawatan
tanda dehidrasi tidak ada, mukosa baik, dan BB Naik,Diagnosa kekurangan
nutrisi teratasi dengan evaluasi klien mengatakan mual dan muntah berkurang,
wajah tampak rileks, diagnosa ansietas dengan hasil masalah teratasi dengan
evaluasi klien Klien mengatakan merasa lebih tenang dari cemasnya, dan
memahami tentang proses penyakit, dan pengobatannya.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian penerapan asuhan keperawatan pada pasien Ny. S


1. Pengkajian
Dapat dilakukan pengkajian secara komprehensif pada pasien , Data
yang didapatkan yaitu identitas klien, riwayat penyakit, data psikososial.
Data tersebut berdasarkan hasil wawancara dengan klien dan keluarga,
observasi, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
2. Diagnosa keperawatan
Dapat ditegakkannya diagnosa keperawatan pada pasien NY. S ,diagnosa
keperawatan yang muncul dari data pengkajian pasien ditegakkan 4
diagnosa keperawatan. Urutan diagnosa keperawatan yaitu, nyeri akut
berhubungan dengan agen pencedera fisiologis,kurangnya cairan dalam
tubuh berhubungan dengan kurangnya cairan aktif, kekurangan nutrisi
berhubungan dengan mual dan muntah., dan ansietas berhubungan
dengan kurangnya terpapar informasi
3. Intervensi keperawatan
Intervensi yang diberikan pada pasien dapat disusun sesuai dengan
diagnosa yang muncul, rencana yang telah disusun disesuaikan dengan
teori yang ada. Perencanaan dibuat sesuai dengan masalah yang
ditemukan berdasarkan hasil dari pengkajian.
4. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana
tindakan yang telah peneliti susun. Implementasi keperawatan yang
dilakukan pada pasien sesuai dengan intervensi yang telah direncanakan
berdasarkan teori yang ada dan sesuai dengan kebutuhan pasien dengan
kolelitiasis.
5. Evaluasi keperawatan
Dapat melakukan evaluasi mengenai kondisi perkembangan klien dari
pelaksanaan tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Hasil evaluasi
keperawatan pada pasien dari 4 diagnosa yang muncul , terdapat 4
diagnosa teratasi.
5.2 SARAN
1. Bagi Peneliti
Dalam upaya memberikan asuhan keperawatan pada pasien Cholelithiasis
yang diberikan dapat tepat, peneliti selanjutnya harus benar-benar menguasai
konsep tentang Cholelithiasis itu sendiri, terutama pada faktor etiologi, anatomi
fisiologi dan patofisiologi tentang Cholelithiasis, selain itu peneliti juga harus
melakukan pengkajian dengan tepat dan komprehensif agar asuhan keperawatan
dapat tercapai sesuai dengan masalah yang ditemukan pada pasien serta tidak ada
masalah yang luput dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien. Dalam
penegakan diagnosis diharapkan peneliti juga harus teliti dalam mengangkat dan
merumuskan diagnosa keperawatan yang ada pada pasien agar masalah
keperawatan yang muncul pada pasien dapat teratasi dan mendapatkan
penanganan secara komprehensif dan menyeluruh, Tidak hanya berfokus kepada
masalah biologis pasien, namun juga terhadap masalah psiko, sosio, spiritual
pasien. Sehingga asuhan keperawatan yang dilakukan dapat terlaksana secara
optimal, dan mendapatkan hasil yang memuaskan bagi pasien dan juga peneliti itu
sendiri. Pada bagian intervensi keperawatan diharapkan peneliti merencanakan
sesuai dengan buku panduan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia)
dan SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia) . Pada bagian Implementasi
diharapkan juga peneliti melakukan tindakan yang sesuai dengan yang
direncanakan agar diagnosis pada pasien dapat teratasi. Dan evaluasi keperawatan
diharapkan peneliti lebih melakukan evaluasi yang lebih lengkap pada pasien
sesuai dengan data yang didapatkan pada pasien.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan,
keterampilan dan pengalaman serta menambah wawasan peneliti sendiri dalam
melakukan penelitian ilmiah khususnya dalam pemberian asuhan keperawatan
pada pasien dengan kolelitiasis. Dalam upaya memberikan asuhan keperawatan
pada pasien dengan kolelitiasis yang diberikan dapat tepat, peneliti selanjutnya
diharapkan harus benar-benar menguasai konsep mengenai cholelitiasis itu
sendiri, selain itu peneliti juga harus melakukan pengkajian dengan tepat agar
asuhan keperawatan dapat tercapai sesuai dengan masalah yang ditemukan pada
pasien. Salah satunya yaitu dengan komunikasi yang efektif dalam melakukan
pengkajian pada pasien.
2. Bagi rumah sakit
Studi yang dilakukan oleh penelitian ini menjadi acuan bagi perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan secara profesional dan komprehensif.
Hasil penelitian ini diharapkan perawat melakukan kerjasama yang baik
antar perawat dalam metode tim, memperhatikan keselamatan Pasien dengan
melaksanakan tindakan keperawatan sesuai standar prosedur operasional
(SPO) dan memberikan asuhan secara profesional dan komprehensif.
3. Bagi perkembangan ilmu keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan agar selalu menambah keluasan ilmu
pengetahuan dalam bidang keperawatan khususnya dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan pada pasien dengan kolelitiasis sebagai acuan literature bagi
peneliti-peneliti selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Harahap.(2016). Hubungan Gaya Hidup Dengan Kejadian Penyakit


Cholelitiasis Di Ruang Rawat Inap Rsi Surakarta. Naskah
Publikasi, 1-18
Haryono,2012. (2013). Karakteristik Pasien Kolelitiasis Di Rsup Dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar.
Fernando Sipayung (2018). Asuhan Keperawatan Tn.R : Kurang
Pengetahuan Dengan Pemberian Edukasi Penanganan Kolelitiasis
Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Advent Bandung
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik (Edisi 1). Jakarta: DPP
PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan (Edisi 1). Jakarta: DPP
PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan
Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan (Edisi 1). Jakarta:
DPP PPNI.
Ratmiani (2019). Asuhan Keperawatan Pada Klien Ny.J Yang
Mengalami Post Op Cholelitiasis Dengan Masalah Keperawatan
Nyeri Di Ruang Perawatan Garuda Rumah Sakit Bhayangkara
Makassar
Tjokroprawiro, 2012. (2015). Analisis Praktik. Juliana Br Sembiring,
FIK UI, 2015
Wibowo. (2010). Journal Of Chemical Information
and Modeling.

Anda mungkin juga menyukai