Anda di halaman 1dari 7

TUGAS MANAJEMEN PELAYANAN KEBIDANAN RUMAH SAKIT

Laporan Individu Disusun untuk Memenuhi Tugas Individu

RENITA DYAH AYUNING TYAS


P07124519028

PRODI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


JURUSAN KEBIDANAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN
YOGYAKARTA
2020
A. KATEGORI PELAYANAN KEBIDANAN
Pengorganisasian manajemen Pelayanan kebidanan RS
Pengelolaan pelayanan kebidanan di RS

B. PERTANYAAN
1. Bagaimana struktur Organisasi Rumah Sakit
2. Bagaimana alur pengaduan ketidakpuasan pasien
C. JAWABAN
1. Dengan memperhatikan uraian di atas jelaslah bahwa ada tiga bahan
yang semestinya sangat penting dengan tugas dan wewenang yang cukup
jelas, yaitu:
a. Pemilik Rumah Sakit/Yayasan/Governing Board.
b. Direksi Rumah Sakit.
c. Staf Kedokteran (medical staff)
Ketiga badan ini, sesuai dengan fungsi dan wewenangnya, saling mengisi
dan mengontrol, sehingga tercapai keseimbangan untuk mengarahkan
tujuan dan hendak dicapai oleh rumah sakit itu. Tetapi, khusus di
Indonesia, ketiga badan ini pada umumnya masih sering terjadi semacam
conflict of interest dari masisng-masing anggota badan tersebut, karena
dari segi personalia sering tidak dapat dipisahkan tugas seorang dokter
yang menjadi direksi rumah sakit yang sekaligus merawat pasien
(Sulastomo, 2000). Tahap sekarang masalah ini memang (dalam batas-
batas tertentu) tidak dapat dihindari, karena peranan yang besar dari para
dokter dalam badan-badan tersebut. Masalah ini dalam tahap pertama
tentunya dapat dikurangi dengan suatu job discription yang sejelas-
jelasnya. Di masa depan, dengan perkembangan rumah sakit yang
semakin kompleks, tentunya dianjurkan adanya pemisahan yang jelas.
Dalam hubungan ini, untuk kemudahan komunikasi, ketiga badan ini
dapat membentuk semacam “Badan Musyawarah” yang merumuskan dan
menampung permasalahan- permasalahan yang ada, sebelum diputus
oleh yayasan/Governing Board/pemilik rumah sakit (Sulastomo, 2000).
Untuk Rumah Sakit Umum Kelas A, susunan organisasinya diatur sesuai
dengan SK Menkes No. 543/VI/1994 adalah sebagai berikut :
1. Direktur
2. Wakil direktur terdiri dari:
Wadir Pelayanan Medik dan Keperawatan
Wadir Penunjang Medik dan Instalasi
Wadir Umum dan Keuangan
Wadir Komite Medik
Tiap-tiap wadir diberikan tanggung jawab dan wewenang
mengatur beberapa bidang/ bagian pelayanan dan keperawatan dan
instalasi. Instalasi RS diberikan tugas untuk menyiapkan fasilitas agar
pelayanan medis dan keperawatan dapat terlakasana dengan baik.
Instalasi RS dipimpin oleh seorang kepala yang diberikan jabatan
nonstruktural. Beberapa jenis instalasi RS yang ada pada RS kelas A
adalah instalasi rawat jalan, rawat darurat, rawat inap, rawat intensif,
bedah sentral, farmasi, patologi anatomi, patologi klinik, gizi,
laboratorium, perpustakaan, pemeliharaan sarana rumah sakit(PSRS),
pemulasaran jenazah, sterilisasi sentral, pengamanan dan ketertiban
lingkungan dan binatu (Munijaya, 2004).
Komite medik (KM) juga diberikan jabatan nonsturktural yang
fungsinya menghimpun anggota yang terdiri dari para kepala staf medik
fungsional (SMF). KM diberikan dua tugas utama yaitu menyusun
standar pelayanan medis dan memberikan pertimbangan kepada direktur
dalam hal :
1. Pembinaan, pengawasan dan penilaian mutu pelayanan mutu
pelayanan medis, hak-hak klinis khusus kepada SMF, program
pelayanan medis, pendidikan dan pelatihan (diklat), serta penelitian
dan pengembangan (litbang)
2. Pembinaan tenaga medis dan bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan etika profesi (Munijaya, 2004).
Semua kepala SMF diangkat oleh Dirjen Yan. Medik Depkes RI
berdasarkan usulan dari direktur RS. Dengan mengkaji struktur orgaisasi
dan tugas-tugas pokok RS, dapat dibayangkan bahwa manajemen sebuah
RS hampir mirip dengan manajemen hotel. Yang berbeda, tujuan mereka
yang berkunjung dan jenis pelayanannya. Masyarakat yang berkunjung
ke RS bertujuan untuk memperoleh pelayanan medis karena kejadian
sakit yang dideritanya, sedangkan mereka yang berkunjung ke hotel
adalah untuk bersenang-senang (Munijaya, 2004).
Pembentukan KM di RS sangat diperlukan untuk membantu tugas-
tugas direktur RS dalam menjaga mutu dan etika pelayanan RS. KM
dibentuk berdasarka SK Dirjen Yan. Medik Depkes RI sesuai dengan
usul Direktur RS. Masa kerja Wadir KM adalah tiga tahun. Dibawah
wadir KM terdapat panitia infeksi nosokomial, panitia rekam medis,
farmasi dan terapi, audit medik, dan etika (Munijaya, 2004).
SMF yang menggantikan UPF (Unit Pelaksanaan Fungsional)
terdiri dari dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis, dan dokter
subspesialis. Mereka mempunyai tugas pokok menegakkan diagnosis,
memberikan pengobatan, pencegahan penyakit, peningkatan dan
pemulihan kesehatan, penyuluhan, pelatihan dan penelitian
pengembangan pelayanan medis. Untuk RS kelas A, jumlah SMF yang
dimiliki minimal 15 buah yaitu (1) Bedah (2) Kesehatan Anak (3)
Kebidanan dan Penyakit Kandungan (4) Penyakit Dalam (5) Penyakit
Saraf (6) Penyakit Kulit dan kelamin (7) THT (8) Gigi dan Mulut (9)
Mata (10) Radiologi (11) Patologi Klinik (12) Patologi Anatomi (13)
Kedoteran Kehakiman (14) Rehabilitasi Medik (15)Anestesi (Munijaya,
2004). Masing-masing Wadir juga dilengkapi sekertariat khusus dan
bidang-bidang yang dibagi lagi menjadi subbagian dan seksi (sesuai
dengan SK Menkes No. 134). Susunan organisasi RSU kelas B hampir
sama dengan kelas A, bedanya hanya terletak pada jumlah dan jenis
masing-mamsing SMF. Untuk RSU kelas B tidak ada subspesialisnya
(Munijaya, 2004).
Susunan organisasi RS kelas C dan D lebih sederhana jika
dibandingkan dengan kelas A dan kelas B. Disini tidak ada wakil
direktur, tetapi dilengkapi dengan staf khusus yang mengurusi
administrasi. Kondisi ini berpengaruh pada jenis pelayanan medis dan
jumlah staf profesional (medis dan paramedic) yang dipekerjakan pada
tiap-tiap RS ini. Secara umum, jenis kebutuhan masyarakat akan
pelayanan kesehatan juga akan ikut menentukan peningkatan kelas
sebuah RS di suatu wilayah, terutama yang berlokasi di ibu kota provinsi
(Munijaya, 2004).

2. Keluhan/Komplain dan Peningkatan Mutu


Rumah sakit sebaiknya mengumpulkan setiap keluhan/komplain
yang masuk bersama dengan respon tertulis yang diberikan, sebagai
bagian dari program penilaian dan peningkatan mutu. Dengan
pengumpulan data tersebut, rumah sakit bisa menemukan tren keluhan
yang sering terjadi dan bisa mengevaluasi keluhan tersebut dengan
menggunakan cara analisis efek atau root-cause analysis (RCA).
Sebagai contoh, rumah sakit dapat mengumpulkan data keluhan dan
komplain dari pasien/keluarganya secara elektronik dan menganalisa tren
keluhan/komplain yang sedang terjadi. Dengan memecah data
berdasarkan keluhan/komplain terhadap dokter yang melakukan
perawatan, dapat diketahui dokter - dokter mana saja yang sering
menerima keluhan/komplain dari pasien/keluarganya. Ketika rumah sakit
dapat mengidentifikasi dokter-dokter yang banyak menerima
keluhan/komplain, maka dokter tersebut diberikan peer counseling untuk
menyelesaikan masalah yang ada. Konseling tersebut dilaksanakan
secara privat dan tidak boleh diketahui oleh staff lainnya. Masalah lain
yang sering menjadi komplain adalah waktu tunggu pasien untuk
bertemu dokter. Dengan adanya bukti keluhan/komplain dari
pasien/keluarga mengenai waktu tunggu tersebut, maka rumah sakit
harus segera mencari cara bagaimana mengurangi waktu tunggu tersebut.
Sebagai kesimpulan, maka langkah-langkah yang dilakukan dalam hal
manajemen komplain yaitu:
a. Mengembangkan dan mengimplementasikan kebijakan-kebijakan
yang baik dan sesuai, prosedur-prosedur yang diperlukan dan proses
untuk mengetahui dan merespon keluhan/komplain pasien.
b. Setiap kebijakan yang dibuat harus disesuaikan dengan regulasi dan
standar yang berlaku mengenai keluhan/complain
c. Lakukan wawancara terhadap pasien dan keluarganya serta staf
untuk mengetahui apakah mereka mengetahui proses penanganan
complain
d. Informasikan kepada pasien mengenai hak mereka pada waktu
admisi termasuk di dalamnya hak mereka untuk mengajukan
komplain. Pasien dan keluarganya juga harus diberitahu bagaimana
cara mengajukan keluhan/komplain dan siapa yang harus mereka
hubungi untuk masalah tersebut.
e. Tentukan batasan waktu yang sesuai untuk menyelesaikan
keluhan/komplain tersebut. Waktu maksimum yang ideal untuk
penyelesaian keluhan/komplain adalah  tujuh hari. Apabila waktu
yang diperlukan melebihi dari target, maka rumah sakit harus
memberitahukan secara tertulis kepada pasien/keluarganya bahwa
keluhan atau komplain yang diajukan masih dalam investigasi dan
mereka akan segera mendapatkan respon final secara tertulis sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan.
f. Pastikan bahwa respon tertulis yang disampaikan menggunakan
bahasa yang jelas dan mudah dimengerti, termasuk didalamnya
informasi mengenai tindakan yang diambil untuk mengatasi
masalah. Perlu diingat untuk menghindari berjanji mengenai anggota
staff yang lain dan beritahu hanya tindakan-tindakan yang akan 
dilakukan.
g. Edukasi semua staff, terutama mereka yang berhubungan langsung
dengan pasien, mengenai proses pengajuan keluhan/komplain, dan
tekankan kepada staff untuk berkomunikasi secara lembut dan
menunjukkan empati terhadap keluhan/komplain mereka.
h. Kumpulkan, telusuri dan lihat tren data mengenai keluhan dan
komplain yang ada sebagai bagian dari program peningkatan mutu.
i. Pertimbangkan untuk mengimplementasikan program pendampingan
pasien bila belum ada di rumah sakit.

D. REFERENSI
Munijaya, A.A. Gde. 2004. Manajemen Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

David, D., Hariyanti, T., & Widayanti Lestari, E. (2014). Hubungan


Keterlambatan Kedatangan Dokter terhadap Kepuasan Pasien di Instalasi
Rawat Jalan. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 28(1), 31–35.
https://doi.org/10.21776/ub.jkb.2014.028.01. 19

Anda mungkin juga menyukai