Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

PERENCANAAN KEBUTUHAN OBAT DAN BMHP DI RUMAH SAKIT TIPE B YANG


MENERIMA PASIEN COVID 19 VAR LAMDA PADA BULAN DESEMBER 2021-
FEBRUARI 2022

Dosen Pengampu : Dr. apt. Siti Fauziah, M.Farm


Kelompok : 28
Kelas : 36 A (pagi)

Disusun Oleh :
Muhammad Dandi 2104026056
Rino Andriano Am 2104026091

PROGRAM PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI DAN SAINS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF.DR.HAMKA
JAKARTA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan
gawat darurat.Instalasi Farmasi adalah unit pelaksana fungsional yang menyelenggarakan
seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit. Penyelenggaraan Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit harus menjamin ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai yang aman, bermutu, bermanfaat, dan terjangkau.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian
di Rumah Sakit menyebutkan bahwa penyelenggara pelayanan kefarmasian di rumah sakit harus
menjamin ketersediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang aman,
bermutu, bermanfaat, dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat termasuk pelayanan farmasi
klinik.
Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengidentifikasi,
mencegah, dan menyelesaikan masalah terkait obat. Tuntutan pasien dan masyarakat akan
peningkatan mutu Pelayanan Kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari paradigma lama
yang berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi paradigma baru yang berorientasi pada
pasien (patient oriented) dengan filosofi Pelayanan Kefarmasian (pharmaceutical care)
(Kemenkes RI 2016).
Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan
suatu siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan, perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian, dan administrasi yang
diperlukan bagi kegiatan Pelayanan Kefarmasian. Efisiensi penggunaan obat dapat dicapai
melalui perencanaan dan pengendalian obat yang baik. Jika pengelolaan tidak efisien akan
berdampak negatif terhadap rumah sakit maupun pasien secara medis maupun
ekonomi(Kemenkes 2019).
Perencanaan adalah suatu kegiatan yang dilakukan dalam rangka menyusun daftar
kebutuhan perbekalan farmasi yang berkaitan dengan suatu pedoman atas dasar konsep kegiatan
yang sistematis dengan urutan yang logis dalam mencapai sasaran atau tujuan yang telah
ditetapkan. Proses perencanaan terdiri dari perkiraan kebutuhan, menetapkan sasaran dan
menentukan strategi, tanggung jawab dan sumber yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan.
Perencanaan dilakukan secara optimal sehingga sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan dapat
digunakan secara efektif dan efisien. Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan obat
dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar perencanaan yang
telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan
epidemiologi dan disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
Tujuan perencanaan adalah untuk menyusun kebutuhan obat yang tepat dan sesuai
kebutuhan untuk mencegah terjadinya kekurangan atau kelebihan persediaan sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan serta meningkatkan penggunaan secara efektif dan efisien (Kemenkes
2016).
B. Tujuan

Tujuannya yaitu menjadi acuan bagi instalasi farmasi rumah sakit dalam merencanakan
kebutuhan obat dan mengendalikan persediaan obat, dan sebagai pedoman bagi pihak
manajemen di rumah sakit dalam pengendalian anggaran dan pemenuhan kebutuhan obat

C. Manfaat
Dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dalam rangka pengadaan perbekalan
farmasi, serta membangun guna meningkatkan kualitas pengelolaan obat terutama dalam hal
perencanaan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Rumah Sakit
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan
gawat darurat. Rumah sakit dapat didirikan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, atau
swasta.

Dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara berjenjang dan fungsi


rujukan, rumah sakit diklasifikasikan berdasarkan kriteria bangunan dan prasarana, kemampuan
pelayanan, sumber daya manusia, dan peralatan. Menurut PERMENKES No. 30 Tahun 2019
tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit Pasal 17, klasifikasi rumah sakit adalah:

1. Rumah Sakit umum Kelas A


2. Rumah Sakit umum Kelas B
3. Rumah Sakit umum Kelas C
4. Rumah Sakit umum Kelas D
a. Rumah Sakit umum Kelas D
b. Rumah Sakit umum Kelas D pratama
Rumah sakit umum kelas A dan B memiliki kemampuan pelayanan medik spesialis.
Rumah sakit umum kelas C dan D memiliki kemampuan pelayanan medik spesialis.

Rumah sakit umum kelas A merupakan rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 5 (lima) penunjang medik
spesialis, 12 (dua belas) spesialis lain selain spesialis dasar, dan 13 (tiga belas) subspesialis.

Rumah sakit umum kelas B merupakan rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 4 (empat) penunjang
medik spesialis, 8 (delapan) spesialis lain selain spesialis dasar, dan 2 (dua) subspesialis dasar.
Dalam peningkatan fasilitas dan kemampuan pelayanan medik, penambahan pelayanan paling
banyak 2 (dua) subspesialis lain selain spesialis dasar, 1 (satu) penunjang medik spesialis, 2
(dua) pelayanan medik subspesialis dasar, dan 4 (empat) penunjang medik spesialis.
Dalam hal di satu wilayah administratif provinsi tidak terdapat Rumah Sakit umum kelas A,
Rumah Sakit umum kelas B dapat menambah pelayanan mediknya paling banyak 3 (tiga)
spesialis lain selain spesialis dasar, 1 (satu) penunjang medik spesialis, dan 9 (sembilan)
pelayanan medik subspesialis berupa pelayanan medik subspesialis dasar dan/atau subspesialis
lain selain subspesialis dasar.

Dalam hal di satu wilayah administratif kabupaten/kota tidak terdapat Rumah Sakit umum
kelas B, Rumah Sakit umum kelas C dapat menambah pelayanan mediknya paling banyak 7
(tujuh) spesialis lain selain spesialis dasar dan 1 (satu) penunjang medik spesialis.

Dalam hal di satu wilayah administratif kabupaten/kota tidak terdapat Rumah Sakit umum
kelas C, Rumah Sakit umum kelas D dapat menambah pelayanan mediknya paling banyak 2
(dua) spesialis dasar dan 1 (satu) penunjang medik spesialis.

Penambahan pelayanan medik harus tetap mempertimbangkan akses terhadap pelayanan


kesehatan kelas rumah sakit diatasnya yang berada antar wilayah administratif. Penambahan
pelayanan medik dengan mempertimbangkan akses terhadap pelayanan kesehatan kelas rumah
sakit diatasnya yang berada antar wilayah administratif dilaksanakan setelah mendapatkan
rekomendasi dari dinas kesehatan daerah provinsi setempat.

Klasifikasi Rumah Sakit khusus:


1. Rumah Sakit khusus kelas A
2. Rumah Sakit khusus kelas B
3. Rumah Sakit khusus kelas C, hanya untuk Rumah Sakit khusus ibu dan anak.
Rumah Sakit khusus kelas A merupakan Rumah Sakit khusus yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik spesialis dan subspesialis sesuai kekhususanya, serta pelayanan
medik spesialis dasar dan spesialis lain yang menunjang kekhususannya secara lengkap.

Rumah Sakit khusus kelas B merupakan Rumah Sakit khusus yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik spesialis dan subspesialis sesuai kekhususanya, serta pelayanan
medik spesialis dasar dan spesialis lain yang menunjang kekhususannya yang terbatas.

Rumah Sakit khusus kelas C merupakan Rumah Sakit khusus yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik spesialis dan subspesialis sesuai kekhususanya, serta pelayanan
medik spesialis dasar dan spesialis lain yang menunjang kekhususannya yang minimal.
Ketentuan dikecualikan untuk Rumah Sakit khusus gigi dan mulut.

B. Instalasi Farmasi Rumah Sakit


1. Pengertian IFRS

Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu unit di rumah sakit tempat
penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan rumah
sakit dan pasien. Pekerjaan kefarmasian yang dimaksud adalah kegiatan yang menyangkut
pembuatan, pengendalian mutu sediaan farmasi, pengelolaan perbekalan farmasi (perencanaan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, distribusi, pencatatan, pelaporan,
pemusnahan/penghapusan), pelayanan resep, pelayanan informasi obat, konseling, farmasi klinik
di ruangan.

IFRS merupakan suatu organisasi pelayanan di rumah sakit yang memberikan


pelayanan produk yaitu sediaan farmasi, perbekalan kesehatan dan gas medis habis pakai serta
pelayanan jasa yaitu farmasi klinik (PIO, Konseling, Meso, Monitoring Terapi Obat, Reaksi
Merugikan Obat) bagi pasien atau keluarga pasien.

IFRS adalah fasilitas pelayanan penunjang medis, di bawah pimpinan seorang


Apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
kompeten secara profesional, yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan
kefarmasian, yang terdiri atas pelayanan paripurna, mencakup perencanaan; pengadaan;
produksi; penyimpanan perbekalan kesehatan/sediaan farmasi; dispensing obat berdasarkan resep
bagi penderita rawat inap dan rawat jalan; pengendalian mutu dan pengendalian distribusi dan
penggunaan seluruh perbekalan kesehatan di rumah sakit; serta pelayanan farmasi klinis
(Kemenkes 2016).

2. Tugas dan Fungsi IFRS


a. Tugas IFRS
Melaksanakan pengelolaan sediaan farmasi dan pengelolaan perbekalan
kesehatan. Sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang dimaksud adalah obat, bahan obat,
gas medis dan alat kesehatan, mulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi dan pelaporan serta
evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan rawat jalan dan rawat inap. IFRS berperan
sangat sentral terhadap pelayanan di rumah sakit terutama pengelolaan dan pengendalian sediaan
farmasi dan pengelolaan perbekalan kesehatan.

b. Fungsi IFRS
IFRS berfungsi sebagai unit pelayanan dan unit produksi. Unit pelayanan yang
dimaksud adalah pelayanan yang bersifat manajemen (nonklinik) adalah pelayanan yang tidak
bersentuhan langsung dengan pasien dan tenaga kesehatan lain. Pelayanan IFRS yang
menyediakan unsur logistik atau perbekalan kesehatan dan aspek administrasi. IFRS yang
berfungsi sebagai pelayanan nonmanajemen (klinik) pelayanan yang bersentuhan langsung
dengan pasien atau kesehatan lainnya. Fungsi ini berorientasi pasien sehingga membutuhkan
pemahaman yang lebih luas tentang aspek yang berkaitan dengan penggunaan obat dan
penyakitnya serta menjunjung tinggi etika dan perilaku sebagai unit yang menjalankan asuhan
kefarmasian yang handal dan profesional.

C. Perencanaan Perbekalan Farmasi


Sesuai Kebijakan Obat Nasional (KONAS) (2006), pembangunan kesehatan di bidang
pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan mempunyai tujuan:

1. Tersedianya perbekalan farmasi dalam jumlah dan jenis yang mencukupi.


2. Pemerataan distribusi serta keterjangkauan obat oleh masyarakat.
3. Terjaminnya khasiat, keamanan dan mutu obat yang beredar serta penggunaannya yang
rasional.
4. Perlindungan bagi masyarakat dari kesalahan dan penyalahgunaan sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan.
5. Kemandirian dalam pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan.

Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan merupakan suatu siklus kegiatan dari
Instalasi Farmasi Rumah Sakit dalam menyediakan obat, bahan obat, alat kesehatan, gas medis,
dimulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, dan pendistribusian.

Perencanaan adalah suatu kegiatan yang dilakukan dalam rangka menyusun kebutuhan
perbekalan farmasi yang berkaitan dengan suatu pedoman atas dasar konsep kegiatan yang
sistematis dengan urutan yang logis dalam mencapai sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan.
Proses perencanaan terdiri dari perkiraan kebutuhan, menetapkan sasaran dan menentukan
strategi, tanggung jawab dan sumber yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Perencanaan
dilakukan secara optimal sehingga sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan dapat digunakan
secara efektif dan efisien.

Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode


yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain
konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi, dan disesuaikan dengan
anggaran yang tersedia. Perencanaan harus mempertimbangankan anggaran yang tersedia,
penetapan prioritas, sisa persediaan, data pemakaian periode yang lalu, waktu tunggu
pemesanan, dan rencana pengembangan.

Tujuan perencanaan adalah untuk menyusun kebutuhan obat yang tepat dan sesuai
kebutuhan untuk mencegah terjadinya kekurangan atau kelebihan persediaan sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan serta meningkatkan penggunaan secara efektif dan efisien. Ada beberapa
hal yang harus diperhatikan untuk dapat mencapai tujuan tersebut, yaitu:

1. Mengenal dengan jelas rencana jangka panjang apakah program dapat mencapai tujuan
dan sasaran.
2. Persyaratan barang meliputi: kualitas barang, fungsi barang, pemakaian satu merk dan
untuk jenis obat narkotika harus mengikuti peraturan yang berlaku.
3. Kecepatan peredaran barang dan jumlah peredaran barang.
4. Pertimbangan anggaran dan prioritas.
Secara keseluruhan, perencanaan adalah suatu kegiatan yang dilakukan dalam rangka
menyusun

Ada dua cara prinsip perencanaan yang digunakan dalam menetapkan kebutuhan yaitu
Berdasarkan data statistik kebutuhan dan penggunaan perbekalan farmasi, dari data statistik
berbagai kasus pasien dengan dasar formularium rumah sakit, kebutuhan disusun menurut data
tersebut; dan data kebutuhan obat disusun berdasarkan data pengelolaan sistem administrasi atau
akuntansi Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Data tersebut kemudian dituangkan dalam rencana
operasional yang digunakan dalam anggaran setelah berkonsultasi dengan panitia Farmasi dan
Terapi.
Berikut ini tahapan dalam proses perencanaan kebutuhan obat di rumah sakit, yaitu:

1. Persiapan
Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum menyusun rencana kebutuhan obat, adalah:
a. Pastikan kembali program dan komoditas apa yang akan disusun perencanaannya.
b. Tetapkan stakeholder yang terlibat dalam proses perencanaan, diantaranya adalah
pemegang kebijakan dan partner pelaksana.
c. Daftar obat harus sesuai Formularium Nasional dan Formularium Rumah Sakit. Daftar
obat dalam formularium yang telah diperbarui secara teratur harus menjadi dasar untuk
perencanaan, karena daftar tersebut mencerminkan obat-obatan yang diperlukan untuk
pola morbiditas terkini.
d. Perencanaan perlu memperhatikan lama waktu yang dibutuhkan, estimasi periode
pengadaan, estimasi safety stock dan memperhitungkan leadtime.
e. Perhatikan ketersediaan anggaran dan rencana pengembangan jika ada.
2. Pengumpulan data
Data yang dibutuhkan antara lain data penggunaan obat pasien periode sebelumnya (data
konsumsi), sisa stok, data morbiditas dan usulan kebutuhan obat dari unit pelayanan.
3. Analisa terhadap usulan kebutuhan meliputi:
a. Spesifikasi item obat
Jika spesifikasi item obat yang diusulkan berbeda dengan data penggunaan sebelumnya,
dilakukan konfirmasi ke pengusul.
b. Kuantitas kebutuhan
Jika kuantitas obat yang diusulkan jauh berbeda dengan penggunaan periode
sebelumnya, harus di konfirmasi ke pengusul.
4. Menyusun dan menghitung rencana kebutuhan obat menggunakan metode yang sesuai.
5. Melakukan evaluasi rencana kebutuhan menggunakan analisis yang sesuai.
6. Revisi rencana kebutuhan obat (jika diperlukan).
7. IFRS menyampaikan draft usulan kebutuhan obat ke manajemen rumah sakit untuk
mendapatkan persetujuan.
Metode yang biasa digunakan dalam perhitungan kebutuhan obat, yaitu:
a) Metode Konsumsi
Secara umum metode konsumsi menggunakan konsumsi sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan individual dalam memproyeksikan kebutuhan yang akan datang berdasarkan
analisa data konsumsi obat tahun sebelumnya. Pendekatan yang dilakukan sebelum
merencanakan dengan metode konsumsi adalah:

(1) Lakukan Evaluasi : Evaluasi rasionalitas pola pengobatan periode lalu;


Evaluasi suplai perbekalan farmasi periode lalu, Evaluasi data stock, distribusi
dan penggunaan perbekalan farmasi periode lalu.
(2) Estimasi jumlah kebutuhan perbekalan farmasi periode mendatang dengan
memperhatikan : perubahan populasi cakupan pelayanan; perubahan
pola morbiditas; perubahan fasilitas pelayanan.
(3) Penerapan perhitungan : penerapan periode konsumsi; perhitungan
penggunaan tiap jenis sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan periode lalu,
lakukan koreksi terhadap kecelakaan dan kehilangan; lakukan koreksi terhadap
stock-out; hitung lead time untuk menentukan safety stock.

Keterangan :
• Stok Kerja adalah kebutuhan obat untuk pelayanan kefarmasian selama satu periode.
• Buffer stock adalah stok pengaman
• Lead time stock adalah lamanya waktu antara pemesanan obat sampai dengan obat diterima.
• Lead stock adalah jumlah obat yang dibutuhkan selama waktu tunggu (lead time).
Contoh perhitungan dengan metode konsumsi :
Selama tahun 2018 (Januari–Desember) pemakaian Natrium Diklofenat 50 mg sebanyak 300.000
tablet. Sisa stok per 31 Desember 2018 adalah 10.000 tablet.
a. Stok Kerja (B) = Pemakaian rata-rata x 12 bulan. Pemakaian rata-rata Natrium Diklofenat
50 mg perbulan selama tahun 2018 adalah 300.000 tab.
Jadi stok kerja = 25.000 tab x 12 bulan = 300.000 tablet.
b. Misalkan buffer stock (C) diperkirakan 20% = 20% x 300.000 tab = 60.000 tablet.
c. Jika pengadaan obat dilakukan melalui E-Purchasing dengan sistem Ecatalouge diketahui
waktu tunggu (lead time) diperkirakan 1(satu) bulan.
Jumlah kebutuhan obat saat lead time = 1 x 25.000 tablet = 25.000 tablet.
Maka Lead time stock (D) adalah 1 bulan x 25.000 tablet = 25.000 tablet.
d. Sehingga jumlah kebutuhan Natrium Diklofenat 50 mg tahun 2019 adalah:
Stok Kerja + Buffer stock + Lead time stok = B + C + D, yaitu:
300.000 tablet + 60.000 tablet + 25.000 tablet = 385.000 tablet.
e. Jika sisa stok (E) adalah 10.000 tablet, maka Rencana Kebutuhan (A) Natrium Diklofenat
50 mg untuk tahun 2019 adalah:
A=(B+C+D)-E = 385.000 tablet – 10.000 tablet = 375.000 tablet.

Jika pernah terjadi kekosongan obat, maka perhitungan pemakaian rata-rata adalah total
pemakaian dibagi jumlah periode pelayanan dimana obat tersedia.

Contoh:
Jika terjadi kekosongan Natrium Diklofenat 50 mg selama 20 hari dalam satu tahun, dan
diketahui pemakaian rata-rata Natrium Diklofenat 50 mg setahun adalah 300.000 tablet, maka:
a. pemakaian rata-rata perhari adalah 300.000 tablet ÷ (365 hari-20 hari) = 870 tablet
b. pemakaian rata-rata Natrium Diklofenat 50 mg perbulan adalah 870 tablet x 30 hari =
26.000 tablet
Jadi kebutuhan riil Natrium Diklofenat 50 mg selama setahun adalah 26.000 tablet x 12 =
312.000 tablet.

Keunggulan metode konsumsi: Data yang dihasilkan akurat, tidak memerlukan data penyakit
dan standar pengobatan, kekurangan dan kelebihan obat kecil. Kelemahan metode konsumsi:
Tidak dapat diandalkan sebagai dasar penggunaan obat dan perbaikan preskripsi, tidak
memberikan gambaran morbiditas.

b) Metode ABC (Analisis (ABC/Always, Better, Contro)/Pareto Analysis)


Untuk menentukan jumlah item obat dari yang akan direncanakan pengadaannya
berdasarkan prioritas. Metode tersebut sangat erat kaitannya dengan biaya dan pemakaian
perbekalan farmasi dalam setahun, sehingga diperlukan tingkatan prioritas dengan asumsi
berapa jumlah pesanan dan kapan dipesan. Analisis ABC mengelompokkan item barang dalam
3 jenis klasifikasi berdasarkan volume tahunan dalam jumlah persediaan uang. Untuk
menentukan nilai dari suatu volume item tertentu, maka analisis ABC dilakukan dengan cara
mengukur permintaan dari setiap butir persediaan dikalikan dengan biaya perunit.

Cara pengelompokkannya adalah:

a. Kelompok A: Persediaan yang jumlah unit uang pertahunnya tinggi (60-90%), tetapi
biasanya volumenya (5-10%)
b. Kelompok B : Persediaan yang jumlah nilai uang pertahunnya sedang (20-30%), tetapi
biasanya volumenya sedang (20-30%)
c. Kelompok C: Persediaan yang jumlah nilai uang pertahunnya rendah (10-20%), tetapi
biasanya volumenya besar (60-70%).

Dengan analisis ABC, jenis-jenis obat ini dapat diidentifikasi, untuk kemudian
dilakukan evaluasi lebih lanjut. Misalnya dengan mengoreksi kembali apakah
penggunaannya memang banyak atau apakah ada alternatif sediaan lain yang lebih efesiensi
biaya (misalnya nama dagang lain, bentuk sediaan lain, dsb). Evaluasi terhadap jenis-jenis
obat yang menyerap biaya terbanyak juga lebih efektif dibandingkan evaluasi terhadap obat
yang relatif memerlukan anggaran sedikit.
Langkah-langkah untuk menentukan Kelompok A, B dan C dalam melakukan analisa
ABC, yaitu:
1. Hitung jumlah dana yang dibutuhkan untuk masing-masing obat dengan cara
mengalikan jumlah obat dengan harga obat.
2. Tentukan peringkat mulai dari yang terbesar dananya sampai yang terkecil.
3. Hitung persentasenya terhadap total dana yang dibutuhkan.

4. Hitung akumulasi persennya.

5. Obat kelompok A termasuk dalam akumulasi 70% (menyerap dana ± 70%)

6. Obat kelompok B termasuk dalam akumulasi >70% s/d 90% (menyerap dana ± 20%)
7. Obat kelompok C termasuk dalam akumulasi >90% s/d 100% (menyerap dana ±
10%).
c) Metode VEN (Vital, Essensial, Non Essensial)
Analisis perencenaan menggunakan semua jenis perbekalan farmasi yang tercantum dalam
daftar yang dikelompokkan ke dalam 3 bagian sebagai berikut:

a) Kelompok Vital adalah kelompok obat yang sangat utama (pokok/vital) antara lain: obat
penyelamat jiwa, obat untuk pelayanan kesehatan pokok, obat untuk mengatasi penyakit
penyebab kematian terbesar, dibutuhkan sangat cepat, tidak dapat digantikan obat lain.
b) Kelompok Essensial, adalah kelompok obat yang bekerja kausal yaitu obat yang bekerja
pada sumber penyebab penyakit, tidak untuk mencegah kematian secara langsung/kecacatan.
c) Kelompok Non Essensial, merupakan obat penunjang yaitu obat yang kerjanya ringan dan
biasa digunakan untuk menimbulkan kenyamanan atau untuk mengatasi keluhan ringan.
Penggolongan obat sistem VEN dapat digunakan : penyesuaian rencana kebutuhan obat
dengan alokasi dana yang tersedia. Dalam penyusunan rencana kebutuhan obat yang masuk
kelompok vital agar diusahakan tidak terjadi kekosongan obat. Untuk menyusun daftar VEN
perlu ditentukan terlebih dahulu kriteria penentuan VEN. Dalam penentuan kriteria perlu
mempertimbangkan kebutuhan masing-masing spesialisasi. Kriteria yang disusun dapat
mencakup berbagai aspek antara lain: Klinis, konsumsi, target kondisi dan biaya.

Langkah-langkah menentukan VEN:

a. Menyusun kriteria menentukan VEN.


b. Menyediakan data pola penyakit.
c. Standar pengobatan.
d. Metode morbiditas (epidemiologi)
Memperkirakan kebutuhan obat berdasarkan jumlah kehadiran pasien, waktu tunggu pasien
(lead time), kejadian penyakit yang umum, dan pola perawatan standar dari penyakit yang ada.
Pendekatan yang dilakukan sebelum merencanakan adalah:

a. Menentukan jumlah penduduk yang akan dilayani.


b. Menentukan jumlah kunjungan berdasarkan frekuensi penyakit.
c. Penyiapan standar pengobatan yang diperlukan.
d. Menghitung perkiraan kebutuhan.
Contoh :

• Obat untuk pelayanan kesehatan pokok (contoh: antidiabetes, analgesik, antikonvulsi)


• Obat untuk mengatasi penyakit penyebab kematian terbesar.

b. Kelompok N (Non Esensial):

Merupakan obat penunjang yaitu obat yang kerjanya ringan dan biasa dipergunakan
untuk menimbulkan kenyamanan atau untuk mengatasi keluhan ringan. Contoh:
suplemen.

Penggolongan obat sistem VEN dapat digunakan untuk:

• Penyesuaian rencana kebutuhan obat dengan alokasi dana yang tersedia. Obat yang
perlu ditambah atau dikurangi dapat didasarkan atas pengelompokan obat menurut
VEN.
• Penyusunan rencana kebutuhan obat yang masuk kelompok V agar selalu tersedia.
Untuk menyusun daftar VEN perlu ditentukan lebih dahulu kriteria penentuan VEN
yang sebaiknya disusun oleh suatu tim. Dalam menentukan kriteria perlu dipertimbangkan
kondisi dan kebutuhan masing-masing wilayah. Kriteria yang disusun dapat mencakup
berbagai aspek antara lain aspek klinis, konsumsi, target kondisi dan biaya.

d) Metode morbiditas (epidemiologi)


Metode morbiditas adalah perhitungan kebutuhan obat berdasarkan pola penyakit.
Metode morbiditas memperkirakan keperluan obat–obat tertentu berdasarkan dari jumlah obat,
dan kejadian penyakit umum, dan mempertimbangkan pola standar pengobatan untuk penyakit
tertentu. Metode ini umumnya dilakukan pada program yang dinaikkan skalanya (scaling up).
Metode ini merupakan metode yang paling rumit dan memakan waktu yang lama. Hal ini
disebabkan karena sulitnyapengumpulan data morbiditas yang valid terhadap rangkaian penyakit
tertentu.
Tetapi metode ini tetap merupakan metode terbaik untuk perencanaan pengadaan atau untuk
perkiraan anggaran untuk sistem suplai fasyankes khusus, atau untuk program baru yang belum
ada riwayat penggunaan obat sebelumnya. Faktor yang perlu diperhatikan adalah perkembangan
pola penyakit dan lead time.
Langkah-langkah dalam perhitungan kebutuhan dengan metode morbiditas:
a. Mengumpulkan data yang diperlukan
Data yang perlu dipersiapkan untuk perhitungan metode morbiditas adalah:
1).Perkiraan jumlah populasi
Komposisi demografi dari populasi yang akan diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin untuk
umur antara:
• 0 s.d. 4 tahun
• 4 s.d. 14 tahun
• 15 s.d. 44 tahun
• >45 tahun
• Atau ditetapkan berdasarkan kelompok dewasa (>12 tahun) dan
anak (1 – 12 tahun)
2). Pola morbiditas penyakit
• Jenis penyakit pertahun untuk seluruh populasi pada kelompok
umur yang ada.
• Frekuensi kejadian masing-masing penyakit pertahun untuk seluruh
populasi pada kelompok umur yang ada.
3). Standar pengobatan
Obat yang masuk dalam rencana kebutuhan harus disesuaikan dengan
standar pengobatan di rumah sakit.
b. Menghitung kebutuhan jumlah obat, dengan cara jumlah kasus dikali jumlah
obat sesuai pedoman pengobatan dasar. Jumlah kebutuhan obat yang akan
datang dihitung dengan mempertimbangkan faktor antara lain pola penyakit,
lead time dan buffer stock.
Contoh perhitungan dengan metode morbiditas:
Penggunaan Sefiksim
a. Sefiksim digunakan untuk pengobatan penyakit bronkitis kronis dengan perhitungan sebagai
berikut:
Anak-anak:
• Standar pengobatan dengan Sefiksim pada anak dengan berat badan > 30 kg adalah 50-100 mg.
oral 2 x sehari. Jumlah episode 100 kasus. Bila berat badan anak diasumsikan adalah 30 kg.
Maka perhitungan kebutuhan sebagai berikut :
• Jumlah kasus : 100 kasus
• Kebutuhan 1 orang anak > 30 kg = (100 mg x 2 kali sehari x 5 hari) 1000
• Dalam 1 botol Sefiksim sirup 100 mg/5 ml kemasan botol 60 ml, mengandung = 100 mg : 5 ml
x 60 ml = 1200 mg Sefiksim.
• Maka jumlah Sefiksim yang diperlukan =30.000 mg :1.200 mg x 1 botol = 0.8 botol ~ 1 botol.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Perencanaan Obat dan BMHP


Bagian perencanaan akan membuat perencanaan kebutuhan perbekalan farmasi di rumah
sakit tipe B yang menerima pasien COVID 19 untuk bulan Desember 2021-Februari 2022, Ahli
epidemiologi memprediksi akan terjadi outbreak Covid 19 var. lamda antara bulan Desember
2021 - Februari 2022, sehingga apoteker diminta merancang kebutuhan obat dan BMHP untuk
masa 3 bulan tersebut. dengan waktu tunggu pengadaan selama 12 hari, metode yang akan
digunakan dalam merancang kebutuhan obat dan BMHP adalah metode konsumsi berdasarkan
penggunaan obat dan BMHP pada periode 3 bulan sebelumnya.

1. Obat yang Dibutuhkan


No JENIS Nama Obat Satuan ED Stok/30 Pengeluara Harga
. Sep n Rata-
2021 rata/Bulan
1. ANTISEPTIK HAND Botol
SANITIZER 57 20 50.000
@500 ML
2. ANTISEPTIK HANDSANITIZ Galon
ER @ 5 LITER 12 50 350.000
3. BMHP Baju APD uk L Pcs
475 500 82.500
4. BMHP Baju APD uk XL Pcs
500 500 90.000
5. BMHP Hand scoon steril Psg Nov-
7,5 25 4.000 4.000 10.900
6. OBAT ORAL Favipiravir 200 Tab Jul-
mg 22 3.278 19.500 18.000
7. OBAT ORAL Vit C 500 mg Tab Jul-
22 7.496 5.000 500

A. Bagaimana menentukan jumlah kebutuhan untuk menghadapi outbreak COVID-


19
Metode konsumsi menggunakan data dari konsumsi periode sebelumnya dengan
penyesuaian yang dibutuhkan

A= (B+C+D) – E
Keterangan :
A = Rencana Kebutuhan
B = Stok Kerja (Pemakaian rata-rata x 12 bulan)
C = Buffer stock
D = Lead Time Stock (Lead time x pemakaian rata-rata)
E = Sisa stok
1. Handsanitizer @500 ML
Sisa stok per 30 September 2021 adalah 57 Botol dengan pemakaian rata-rata per bulan
sebanyak 20 Botol.
a. Stok Kerja (B) = Pemakaian rata-rata x 3 bulan. Pemakaian rata-rata Handsanitizer
@500 ML
b. perbulan adalah 20 Botol.
 Jadi stok kerja = 20 pcs x 3 bulan = 60 Botol
c. Buffer stock (C) diperkirakan 20% = 20% x 60 pcs = 12 Botol.
d. Pengadaan obat dilakukan melalui E-Purchasing dengan sistem E-Catalouge. Waktu
tunggu (lead time) diperkirakan 1(satu) bulan.
 Jumlah kebutuhan obat saat lead time = 1 x 20 Botol = 20 Botol
 Maka Lead time stock (D) adalah 1 bulan x 20 Botol = 20 Botol
e. Sehingga rencana kebutuhan Handsanitizer @500 ML untuk Desember 2021- Februari
2022 adalah:
 A = ( B+C+D ) - E = (60 Botol + 12 Botol + 20 Botol) – 57 Botol = 35 Botol
2. Handsanitizer @5 L
Sisa stok per 30 September 2021 adalah 12 Galon dengan pemakaian rata-rata per
bulan sebanyak 50 Galon.
Stok Kerja (B) = Pemakaian rata-rata x 3 bulan. Pemakaian rata-rata Handsanitizer @5
L perbulan adalah 50 Galon.
 Jadi stok kerja = 50 Btl x 3 bulan = 150 Galon
b. Buffer stock (C) diperkirakan 20% = 20% x 150 Galon = 30 Galon.
c. Pengadaan obat dilakukan melalui E-Purchasing dengan sistem E-Catalouge. Waktu
tunggu (lead time) diperkirakan 1(satu) bulan.
 Jumlah kebutuhan obat saat lead time = 1 x 50 Galon = 50 Galon
 Maka Lead time stock (D) adalah 1 bulan x 50 Galon = 50 Galon
Sehingga rencana kebutuhan Hansanitizer @ 5L untuk Desember 2021- Februari 2022
adalah:
 A = ( B+C+D ) - E = (150 Galon + 30 Galon + 50 Galon) –12 Galon = 218 Galon
3. Baju APD uk L
Sisa stok per 30 September 2021 adalah 475 Pcs dengan pemakaian rata-rata per bulan
sebanyak 500 Pcs.
f. Stok Kerja (B) = Pemakaian rata-rata x 3 bulan. Pemakaian rata-rata Baju APD uk L
perbulan adalah 500 Pcs.
 Jadi stok kerja = 500 pcs x 3 bulan = 1.500 pcs
g. Buffer stock (C) diperkirakan 20% = 20% x 1.500 pcs = 300 pcs.
h. Pengadaan obat dilakukan melalui E-Purchasing dengan sistem E-Catalouge. Waktu
tunggu (lead time) diperkirakan 1(satu) bulan.
 Jumlah kebutuhan obat saat lead time = 1 x 500 pcs = 500 pcs
 Maka Lead time stock (D) adalah 1 bulan x 500 = 500 pcs
i. Sehingga rencana kebutuhan Baju APD Uk L untuk Desember 2021- Februari 2022
adalah:
 A = ( B+C+D ) - E = (1.500 pcs + 300 pcs + 500 pcs) – 475 pcs = 1.825 pcs
4. Baju APD uk XL
Sisa stok per 30 September 2021 adalah 500 pcs dengan pemakaian rata-rata per bulan
sebanyak 500 pcs.
a. Stok Kerja (B) = Pemakaian rata-rata x 3 bulan. Pemakaian rata-rata Baju APD uk XL
perbulan adalah 500 pcs.
 Jadi stok kerja = 500 pcs x 3 bulan = 1.500 pcs
b. Buffer stock (C) diperkirakan 20% = 20% x 1.500 pcs = 300 pcs
c. Pengadaan obat dilakukan melalui E-Purchasing dengan sistem E-Catalouge. Waktu
tunggu (lead time) diperkirakan 1(satu) bulan.
 Jumlah kebutuhan obat saat lead time = 1 x 500 pcs = 500 pcs
 Maka Lead time stock (D) adalah 1 bulan x 500 pcs = 500 pcs
Sehingga rencana kebutuhan Baju APD uk XL untuk Desember 2021- Februari 2022 adalah:
 A = ( B+C+D ) - E = (1.500 pcs + 300 pcs +500 pcs) –500 pcs = 1.800 pcs
5. Hand scoon steril 7,5
Sisa stok per 30 September 2021 adalah 4.000 psg dengan pemakaian rata-rata per
bulan sebanyak 4.000 psg.
b. Stok Kerja (B) = Pemakaian rata-rata x 3 bulan. Pemakaian rata-rata Hand scoon steril
7,5 perbulan adalah 4.000 psg.
 Jadi stok kerja = 4.000 x 3 bulan = 12.000 psg
b. Buffer stock (C) diperkirakan 20% = 20% x 12.000 psg = 2.400 psg
c. Pengadaan obat dilakukan melalui E-Purchasing dengan sistem E-Catalouge. Waktu
tunggu (lead time) diperkirakan 1(satu) bulan.
 Jumlah kebutuhan obat saat lead time = 1 x 4.000 psg = 4.000 psg
 Maka Lead time stock (D) adalah 1 bulan x 4.000 psg = 4.000 psg
Sehingga rencana kebutuhan Handscoon steril 7,5 untuk Desember 2021- Februari 2022
adalah:
 A = ( B+C+D ) - E = (12.000 psg + 2.400 psg + 4.000 psg) – 4.000 psg = 14.400
psg.
6. Fapiviravir 200 mg (Metode Epidemiologi)
Diketahui :
Sisa stok Fapiviravir per September 2021 adalah 3.278 tablet
CT = (CE x T) + SS – Sisa stock
CT = (4.000 x 3) + (4.000 x 6/30) – 3.278
CT = 9.522 tablet
7. Tablet Vit. C 500 mg (Metode Epidemiologi)
Diketahui :
Sisa stok Vit C per September 2021 adalah 7.496 tablet
CT = (CE x T) + SS – Sisa stock
CT = (14000 x 3) + (14.000 x 3/30) – 7.496
CT = 35.904 tablet
No. JENIS Nama Obat Satuan Rencana Keterangan
Kebutuhan
1. ANTISEPTIK HAND Botol 35 botol Membutuhkan
SANITIZER @500 35 botol
ML
2. ANTISEPTIK HANDSANITIZER Galon 218 Galon Membutuhkan 218
@ 5 LITER Galon
3. BMHP Baju APD uk L Pcs 1.825 pcs Membutuhkan
1.825 pcs
4. BMHP Baju APD uk XL Pcs 1.800 pcs Membutuhkan
1.800 pcs
5. BMHP Hand scoon steril Psg 14.400 pcs Membutuhkan
7,5 14.400 psg
6. Obat Oral Fapiviravir Kap 15.722 Kap Membutuhkan
15.722 Kap

7. OBAT ORAL Vit C 500 mg Tab 35.904 Tab Membutuhkan


35.904 Tab

B. Bagaimana monitoring kesesuaian rancangan kebutuhan


1. Pemantauan status pesanan
Pemantauan status pesanan bertujuan untuk :
a. Mempercepat pengiriman sehingga efisiensi dapat ditingkatkan.
b. Mengevaluasi kinerja penyedia
Apoteker memantau status pesanan obat secara berkala. Pemantauan dapat dilakukan
berdasarkan kepada sistem VEN. Pemantauan dan evaluasi pesanan harus dilakukan dengan
memperhatikan :
1) Nama obat
2) Satuan kemasan
3) Jumlah obat diadakan
4) Obat yang sudah diterima
5) Obat yang belum diterima
2. Evaluasi Kesesuaian Perencanaan dengan penerimaan Obat
Kesesuaian perencanaan dengan penerimaan obat, meliputi :
a. Kesesuaian realisasi pengadaan terhadap rencana kebutuhan obat
A = Jumlah rencana pengadaan
B = Jumlah rencana kebutuhan obat
R = Realilisasi pengadaan terhadap perencanaan
Rumus :
A
X 100 %
B

b. Kesesuaian jumlah penerimaan obat terhadap rencana pengadaan


A = Jumlah pesanan
C = Jumlah obat dating
P = Kesesuaian jumlah penerimaan obat terhadap jumlah pesanan
Rumus :
C
P= X 100 %
A

Dikatakan baik jika persentase kesesuaian 100%. Jika persentase rendah perlu
di evaluasi lagi pemilihan distributor dan pembayaran obat.
c. Waktu tunggu antara pemesanan dan kedatangan obat (lead time).
waktu tunggu ini digunakan sebagai bahan untuk mengevaluasi mutu pemasok dan
bahan evaluasi untuk perencanaan berikutnya.
d. Evaluasi obat rusak dan kadaluarsa
Terjadinya obat rusak mencerminkan ketidaktepatan perencanaan, kurang baiknya
sistem distribusi dan kurangnya pengamatan mutu dalam penyimpanan obat serta
perubahan pola penyakit.
Rumus:
Total jenis obat yang rusak
Persentasi obat rusak =
Total jenis obat yang tersedia

Persentase obat rusak tidak boleh lebih 0,1% dari nilai total pembelian obat.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Metode yang digunakan untuk perencanaan perbekalan farmasi yaitu metode
konsumsi.Metode konsumsi menggunakan data dari konsumsi periode sebelumnya dengan
penyesuaian yang dibutuhkan. Perhitungan dengan metode konsumsi didasarkan atas analisa data
konsumsi sediaan farmasi periode sebelumnya ditambah stok penyangga (buffer stock), stok
waktu tunggu (lead time) dan memperhatikan sisa stok. Kelebihan metode konsumsi
dibandingkan yang lainnya yaitu pada metode konsumsi tidak membutuhkan data epidemiologi
maupun standar pengobatan, perhitungannya lebih mudah dan sederhana, dan dapat diandalkan
jika data konsumsi dicatat dengan baik, sehingga pola preskripsi tidak berubah dan kebutuhan
relatif konstan.
DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes RI. 2016. Farmasi Rumah Sakit dan Klinik


Kemenkes RI. 2019. Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit
Kemenkes RI. 2019. Pedoman Penyusunan Rencana Kebutuhan Obat dan Pengendalian
Persediaan Obat di Rumah Sakit
Menkes RI. 2019. Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit
Menkes RI. 2016. Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit
PDPI. 2021. Revisi Protokol Tatalaksana COVID-19

Anda mungkin juga menyukai