Disusun Oleh :
Muhammad Dandi 2104026056
Rino Andriano Am 2104026091
A. Latar Belakang
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan
gawat darurat.Instalasi Farmasi adalah unit pelaksana fungsional yang menyelenggarakan
seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit. Penyelenggaraan Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit harus menjamin ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai yang aman, bermutu, bermanfaat, dan terjangkau.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian
di Rumah Sakit menyebutkan bahwa penyelenggara pelayanan kefarmasian di rumah sakit harus
menjamin ketersediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang aman,
bermutu, bermanfaat, dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat termasuk pelayanan farmasi
klinik.
Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengidentifikasi,
mencegah, dan menyelesaikan masalah terkait obat. Tuntutan pasien dan masyarakat akan
peningkatan mutu Pelayanan Kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari paradigma lama
yang berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi paradigma baru yang berorientasi pada
pasien (patient oriented) dengan filosofi Pelayanan Kefarmasian (pharmaceutical care)
(Kemenkes RI 2016).
Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan
suatu siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan, perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian, dan administrasi yang
diperlukan bagi kegiatan Pelayanan Kefarmasian. Efisiensi penggunaan obat dapat dicapai
melalui perencanaan dan pengendalian obat yang baik. Jika pengelolaan tidak efisien akan
berdampak negatif terhadap rumah sakit maupun pasien secara medis maupun
ekonomi(Kemenkes 2019).
Perencanaan adalah suatu kegiatan yang dilakukan dalam rangka menyusun daftar
kebutuhan perbekalan farmasi yang berkaitan dengan suatu pedoman atas dasar konsep kegiatan
yang sistematis dengan urutan yang logis dalam mencapai sasaran atau tujuan yang telah
ditetapkan. Proses perencanaan terdiri dari perkiraan kebutuhan, menetapkan sasaran dan
menentukan strategi, tanggung jawab dan sumber yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan.
Perencanaan dilakukan secara optimal sehingga sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan dapat
digunakan secara efektif dan efisien. Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan obat
dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar perencanaan yang
telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan
epidemiologi dan disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
Tujuan perencanaan adalah untuk menyusun kebutuhan obat yang tepat dan sesuai
kebutuhan untuk mencegah terjadinya kekurangan atau kelebihan persediaan sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan serta meningkatkan penggunaan secara efektif dan efisien (Kemenkes
2016).
B. Tujuan
Tujuannya yaitu menjadi acuan bagi instalasi farmasi rumah sakit dalam merencanakan
kebutuhan obat dan mengendalikan persediaan obat, dan sebagai pedoman bagi pihak
manajemen di rumah sakit dalam pengendalian anggaran dan pemenuhan kebutuhan obat
C. Manfaat
Dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dalam rangka pengadaan perbekalan
farmasi, serta membangun guna meningkatkan kualitas pengelolaan obat terutama dalam hal
perencanaan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Rumah Sakit
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan
gawat darurat. Rumah sakit dapat didirikan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, atau
swasta.
Rumah sakit umum kelas A merupakan rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 5 (lima) penunjang medik
spesialis, 12 (dua belas) spesialis lain selain spesialis dasar, dan 13 (tiga belas) subspesialis.
Rumah sakit umum kelas B merupakan rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 4 (empat) penunjang
medik spesialis, 8 (delapan) spesialis lain selain spesialis dasar, dan 2 (dua) subspesialis dasar.
Dalam peningkatan fasilitas dan kemampuan pelayanan medik, penambahan pelayanan paling
banyak 2 (dua) subspesialis lain selain spesialis dasar, 1 (satu) penunjang medik spesialis, 2
(dua) pelayanan medik subspesialis dasar, dan 4 (empat) penunjang medik spesialis.
Dalam hal di satu wilayah administratif provinsi tidak terdapat Rumah Sakit umum kelas A,
Rumah Sakit umum kelas B dapat menambah pelayanan mediknya paling banyak 3 (tiga)
spesialis lain selain spesialis dasar, 1 (satu) penunjang medik spesialis, dan 9 (sembilan)
pelayanan medik subspesialis berupa pelayanan medik subspesialis dasar dan/atau subspesialis
lain selain subspesialis dasar.
Dalam hal di satu wilayah administratif kabupaten/kota tidak terdapat Rumah Sakit umum
kelas B, Rumah Sakit umum kelas C dapat menambah pelayanan mediknya paling banyak 7
(tujuh) spesialis lain selain spesialis dasar dan 1 (satu) penunjang medik spesialis.
Dalam hal di satu wilayah administratif kabupaten/kota tidak terdapat Rumah Sakit umum
kelas C, Rumah Sakit umum kelas D dapat menambah pelayanan mediknya paling banyak 2
(dua) spesialis dasar dan 1 (satu) penunjang medik spesialis.
Rumah Sakit khusus kelas B merupakan Rumah Sakit khusus yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik spesialis dan subspesialis sesuai kekhususanya, serta pelayanan
medik spesialis dasar dan spesialis lain yang menunjang kekhususannya yang terbatas.
Rumah Sakit khusus kelas C merupakan Rumah Sakit khusus yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik spesialis dan subspesialis sesuai kekhususanya, serta pelayanan
medik spesialis dasar dan spesialis lain yang menunjang kekhususannya yang minimal.
Ketentuan dikecualikan untuk Rumah Sakit khusus gigi dan mulut.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu unit di rumah sakit tempat
penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan rumah
sakit dan pasien. Pekerjaan kefarmasian yang dimaksud adalah kegiatan yang menyangkut
pembuatan, pengendalian mutu sediaan farmasi, pengelolaan perbekalan farmasi (perencanaan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, distribusi, pencatatan, pelaporan,
pemusnahan/penghapusan), pelayanan resep, pelayanan informasi obat, konseling, farmasi klinik
di ruangan.
b. Fungsi IFRS
IFRS berfungsi sebagai unit pelayanan dan unit produksi. Unit pelayanan yang
dimaksud adalah pelayanan yang bersifat manajemen (nonklinik) adalah pelayanan yang tidak
bersentuhan langsung dengan pasien dan tenaga kesehatan lain. Pelayanan IFRS yang
menyediakan unsur logistik atau perbekalan kesehatan dan aspek administrasi. IFRS yang
berfungsi sebagai pelayanan nonmanajemen (klinik) pelayanan yang bersentuhan langsung
dengan pasien atau kesehatan lainnya. Fungsi ini berorientasi pasien sehingga membutuhkan
pemahaman yang lebih luas tentang aspek yang berkaitan dengan penggunaan obat dan
penyakitnya serta menjunjung tinggi etika dan perilaku sebagai unit yang menjalankan asuhan
kefarmasian yang handal dan profesional.
Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan merupakan suatu siklus kegiatan dari
Instalasi Farmasi Rumah Sakit dalam menyediakan obat, bahan obat, alat kesehatan, gas medis,
dimulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, dan pendistribusian.
Perencanaan adalah suatu kegiatan yang dilakukan dalam rangka menyusun kebutuhan
perbekalan farmasi yang berkaitan dengan suatu pedoman atas dasar konsep kegiatan yang
sistematis dengan urutan yang logis dalam mencapai sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan.
Proses perencanaan terdiri dari perkiraan kebutuhan, menetapkan sasaran dan menentukan
strategi, tanggung jawab dan sumber yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Perencanaan
dilakukan secara optimal sehingga sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan dapat digunakan
secara efektif dan efisien.
Tujuan perencanaan adalah untuk menyusun kebutuhan obat yang tepat dan sesuai
kebutuhan untuk mencegah terjadinya kekurangan atau kelebihan persediaan sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan serta meningkatkan penggunaan secara efektif dan efisien. Ada beberapa
hal yang harus diperhatikan untuk dapat mencapai tujuan tersebut, yaitu:
1. Mengenal dengan jelas rencana jangka panjang apakah program dapat mencapai tujuan
dan sasaran.
2. Persyaratan barang meliputi: kualitas barang, fungsi barang, pemakaian satu merk dan
untuk jenis obat narkotika harus mengikuti peraturan yang berlaku.
3. Kecepatan peredaran barang dan jumlah peredaran barang.
4. Pertimbangan anggaran dan prioritas.
Secara keseluruhan, perencanaan adalah suatu kegiatan yang dilakukan dalam rangka
menyusun
Ada dua cara prinsip perencanaan yang digunakan dalam menetapkan kebutuhan yaitu
Berdasarkan data statistik kebutuhan dan penggunaan perbekalan farmasi, dari data statistik
berbagai kasus pasien dengan dasar formularium rumah sakit, kebutuhan disusun menurut data
tersebut; dan data kebutuhan obat disusun berdasarkan data pengelolaan sistem administrasi atau
akuntansi Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Data tersebut kemudian dituangkan dalam rencana
operasional yang digunakan dalam anggaran setelah berkonsultasi dengan panitia Farmasi dan
Terapi.
Berikut ini tahapan dalam proses perencanaan kebutuhan obat di rumah sakit, yaitu:
1. Persiapan
Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum menyusun rencana kebutuhan obat, adalah:
a. Pastikan kembali program dan komoditas apa yang akan disusun perencanaannya.
b. Tetapkan stakeholder yang terlibat dalam proses perencanaan, diantaranya adalah
pemegang kebijakan dan partner pelaksana.
c. Daftar obat harus sesuai Formularium Nasional dan Formularium Rumah Sakit. Daftar
obat dalam formularium yang telah diperbarui secara teratur harus menjadi dasar untuk
perencanaan, karena daftar tersebut mencerminkan obat-obatan yang diperlukan untuk
pola morbiditas terkini.
d. Perencanaan perlu memperhatikan lama waktu yang dibutuhkan, estimasi periode
pengadaan, estimasi safety stock dan memperhitungkan leadtime.
e. Perhatikan ketersediaan anggaran dan rencana pengembangan jika ada.
2. Pengumpulan data
Data yang dibutuhkan antara lain data penggunaan obat pasien periode sebelumnya (data
konsumsi), sisa stok, data morbiditas dan usulan kebutuhan obat dari unit pelayanan.
3. Analisa terhadap usulan kebutuhan meliputi:
a. Spesifikasi item obat
Jika spesifikasi item obat yang diusulkan berbeda dengan data penggunaan sebelumnya,
dilakukan konfirmasi ke pengusul.
b. Kuantitas kebutuhan
Jika kuantitas obat yang diusulkan jauh berbeda dengan penggunaan periode
sebelumnya, harus di konfirmasi ke pengusul.
4. Menyusun dan menghitung rencana kebutuhan obat menggunakan metode yang sesuai.
5. Melakukan evaluasi rencana kebutuhan menggunakan analisis yang sesuai.
6. Revisi rencana kebutuhan obat (jika diperlukan).
7. IFRS menyampaikan draft usulan kebutuhan obat ke manajemen rumah sakit untuk
mendapatkan persetujuan.
Metode yang biasa digunakan dalam perhitungan kebutuhan obat, yaitu:
a) Metode Konsumsi
Secara umum metode konsumsi menggunakan konsumsi sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan individual dalam memproyeksikan kebutuhan yang akan datang berdasarkan
analisa data konsumsi obat tahun sebelumnya. Pendekatan yang dilakukan sebelum
merencanakan dengan metode konsumsi adalah:
Keterangan :
• Stok Kerja adalah kebutuhan obat untuk pelayanan kefarmasian selama satu periode.
• Buffer stock adalah stok pengaman
• Lead time stock adalah lamanya waktu antara pemesanan obat sampai dengan obat diterima.
• Lead stock adalah jumlah obat yang dibutuhkan selama waktu tunggu (lead time).
Contoh perhitungan dengan metode konsumsi :
Selama tahun 2018 (Januari–Desember) pemakaian Natrium Diklofenat 50 mg sebanyak 300.000
tablet. Sisa stok per 31 Desember 2018 adalah 10.000 tablet.
a. Stok Kerja (B) = Pemakaian rata-rata x 12 bulan. Pemakaian rata-rata Natrium Diklofenat
50 mg perbulan selama tahun 2018 adalah 300.000 tab.
Jadi stok kerja = 25.000 tab x 12 bulan = 300.000 tablet.
b. Misalkan buffer stock (C) diperkirakan 20% = 20% x 300.000 tab = 60.000 tablet.
c. Jika pengadaan obat dilakukan melalui E-Purchasing dengan sistem Ecatalouge diketahui
waktu tunggu (lead time) diperkirakan 1(satu) bulan.
Jumlah kebutuhan obat saat lead time = 1 x 25.000 tablet = 25.000 tablet.
Maka Lead time stock (D) adalah 1 bulan x 25.000 tablet = 25.000 tablet.
d. Sehingga jumlah kebutuhan Natrium Diklofenat 50 mg tahun 2019 adalah:
Stok Kerja + Buffer stock + Lead time stok = B + C + D, yaitu:
300.000 tablet + 60.000 tablet + 25.000 tablet = 385.000 tablet.
e. Jika sisa stok (E) adalah 10.000 tablet, maka Rencana Kebutuhan (A) Natrium Diklofenat
50 mg untuk tahun 2019 adalah:
A=(B+C+D)-E = 385.000 tablet – 10.000 tablet = 375.000 tablet.
Jika pernah terjadi kekosongan obat, maka perhitungan pemakaian rata-rata adalah total
pemakaian dibagi jumlah periode pelayanan dimana obat tersedia.
Contoh:
Jika terjadi kekosongan Natrium Diklofenat 50 mg selama 20 hari dalam satu tahun, dan
diketahui pemakaian rata-rata Natrium Diklofenat 50 mg setahun adalah 300.000 tablet, maka:
a. pemakaian rata-rata perhari adalah 300.000 tablet ÷ (365 hari-20 hari) = 870 tablet
b. pemakaian rata-rata Natrium Diklofenat 50 mg perbulan adalah 870 tablet x 30 hari =
26.000 tablet
Jadi kebutuhan riil Natrium Diklofenat 50 mg selama setahun adalah 26.000 tablet x 12 =
312.000 tablet.
Keunggulan metode konsumsi: Data yang dihasilkan akurat, tidak memerlukan data penyakit
dan standar pengobatan, kekurangan dan kelebihan obat kecil. Kelemahan metode konsumsi:
Tidak dapat diandalkan sebagai dasar penggunaan obat dan perbaikan preskripsi, tidak
memberikan gambaran morbiditas.
a. Kelompok A: Persediaan yang jumlah unit uang pertahunnya tinggi (60-90%), tetapi
biasanya volumenya (5-10%)
b. Kelompok B : Persediaan yang jumlah nilai uang pertahunnya sedang (20-30%), tetapi
biasanya volumenya sedang (20-30%)
c. Kelompok C: Persediaan yang jumlah nilai uang pertahunnya rendah (10-20%), tetapi
biasanya volumenya besar (60-70%).
Dengan analisis ABC, jenis-jenis obat ini dapat diidentifikasi, untuk kemudian
dilakukan evaluasi lebih lanjut. Misalnya dengan mengoreksi kembali apakah
penggunaannya memang banyak atau apakah ada alternatif sediaan lain yang lebih efesiensi
biaya (misalnya nama dagang lain, bentuk sediaan lain, dsb). Evaluasi terhadap jenis-jenis
obat yang menyerap biaya terbanyak juga lebih efektif dibandingkan evaluasi terhadap obat
yang relatif memerlukan anggaran sedikit.
Langkah-langkah untuk menentukan Kelompok A, B dan C dalam melakukan analisa
ABC, yaitu:
1. Hitung jumlah dana yang dibutuhkan untuk masing-masing obat dengan cara
mengalikan jumlah obat dengan harga obat.
2. Tentukan peringkat mulai dari yang terbesar dananya sampai yang terkecil.
3. Hitung persentasenya terhadap total dana yang dibutuhkan.
6. Obat kelompok B termasuk dalam akumulasi >70% s/d 90% (menyerap dana ± 20%)
7. Obat kelompok C termasuk dalam akumulasi >90% s/d 100% (menyerap dana ±
10%).
c) Metode VEN (Vital, Essensial, Non Essensial)
Analisis perencenaan menggunakan semua jenis perbekalan farmasi yang tercantum dalam
daftar yang dikelompokkan ke dalam 3 bagian sebagai berikut:
a) Kelompok Vital adalah kelompok obat yang sangat utama (pokok/vital) antara lain: obat
penyelamat jiwa, obat untuk pelayanan kesehatan pokok, obat untuk mengatasi penyakit
penyebab kematian terbesar, dibutuhkan sangat cepat, tidak dapat digantikan obat lain.
b) Kelompok Essensial, adalah kelompok obat yang bekerja kausal yaitu obat yang bekerja
pada sumber penyebab penyakit, tidak untuk mencegah kematian secara langsung/kecacatan.
c) Kelompok Non Essensial, merupakan obat penunjang yaitu obat yang kerjanya ringan dan
biasa digunakan untuk menimbulkan kenyamanan atau untuk mengatasi keluhan ringan.
Penggolongan obat sistem VEN dapat digunakan : penyesuaian rencana kebutuhan obat
dengan alokasi dana yang tersedia. Dalam penyusunan rencana kebutuhan obat yang masuk
kelompok vital agar diusahakan tidak terjadi kekosongan obat. Untuk menyusun daftar VEN
perlu ditentukan terlebih dahulu kriteria penentuan VEN. Dalam penentuan kriteria perlu
mempertimbangkan kebutuhan masing-masing spesialisasi. Kriteria yang disusun dapat
mencakup berbagai aspek antara lain: Klinis, konsumsi, target kondisi dan biaya.
Merupakan obat penunjang yaitu obat yang kerjanya ringan dan biasa dipergunakan
untuk menimbulkan kenyamanan atau untuk mengatasi keluhan ringan. Contoh:
suplemen.
• Penyesuaian rencana kebutuhan obat dengan alokasi dana yang tersedia. Obat yang
perlu ditambah atau dikurangi dapat didasarkan atas pengelompokan obat menurut
VEN.
• Penyusunan rencana kebutuhan obat yang masuk kelompok V agar selalu tersedia.
Untuk menyusun daftar VEN perlu ditentukan lebih dahulu kriteria penentuan VEN
yang sebaiknya disusun oleh suatu tim. Dalam menentukan kriteria perlu dipertimbangkan
kondisi dan kebutuhan masing-masing wilayah. Kriteria yang disusun dapat mencakup
berbagai aspek antara lain aspek klinis, konsumsi, target kondisi dan biaya.
A= (B+C+D) – E
Keterangan :
A = Rencana Kebutuhan
B = Stok Kerja (Pemakaian rata-rata x 12 bulan)
C = Buffer stock
D = Lead Time Stock (Lead time x pemakaian rata-rata)
E = Sisa stok
1. Handsanitizer @500 ML
Sisa stok per 30 September 2021 adalah 57 Botol dengan pemakaian rata-rata per bulan
sebanyak 20 Botol.
a. Stok Kerja (B) = Pemakaian rata-rata x 3 bulan. Pemakaian rata-rata Handsanitizer
@500 ML
b. perbulan adalah 20 Botol.
Jadi stok kerja = 20 pcs x 3 bulan = 60 Botol
c. Buffer stock (C) diperkirakan 20% = 20% x 60 pcs = 12 Botol.
d. Pengadaan obat dilakukan melalui E-Purchasing dengan sistem E-Catalouge. Waktu
tunggu (lead time) diperkirakan 1(satu) bulan.
Jumlah kebutuhan obat saat lead time = 1 x 20 Botol = 20 Botol
Maka Lead time stock (D) adalah 1 bulan x 20 Botol = 20 Botol
e. Sehingga rencana kebutuhan Handsanitizer @500 ML untuk Desember 2021- Februari
2022 adalah:
A = ( B+C+D ) - E = (60 Botol + 12 Botol + 20 Botol) – 57 Botol = 35 Botol
2. Handsanitizer @5 L
Sisa stok per 30 September 2021 adalah 12 Galon dengan pemakaian rata-rata per
bulan sebanyak 50 Galon.
Stok Kerja (B) = Pemakaian rata-rata x 3 bulan. Pemakaian rata-rata Handsanitizer @5
L perbulan adalah 50 Galon.
Jadi stok kerja = 50 Btl x 3 bulan = 150 Galon
b. Buffer stock (C) diperkirakan 20% = 20% x 150 Galon = 30 Galon.
c. Pengadaan obat dilakukan melalui E-Purchasing dengan sistem E-Catalouge. Waktu
tunggu (lead time) diperkirakan 1(satu) bulan.
Jumlah kebutuhan obat saat lead time = 1 x 50 Galon = 50 Galon
Maka Lead time stock (D) adalah 1 bulan x 50 Galon = 50 Galon
Sehingga rencana kebutuhan Hansanitizer @ 5L untuk Desember 2021- Februari 2022
adalah:
A = ( B+C+D ) - E = (150 Galon + 30 Galon + 50 Galon) –12 Galon = 218 Galon
3. Baju APD uk L
Sisa stok per 30 September 2021 adalah 475 Pcs dengan pemakaian rata-rata per bulan
sebanyak 500 Pcs.
f. Stok Kerja (B) = Pemakaian rata-rata x 3 bulan. Pemakaian rata-rata Baju APD uk L
perbulan adalah 500 Pcs.
Jadi stok kerja = 500 pcs x 3 bulan = 1.500 pcs
g. Buffer stock (C) diperkirakan 20% = 20% x 1.500 pcs = 300 pcs.
h. Pengadaan obat dilakukan melalui E-Purchasing dengan sistem E-Catalouge. Waktu
tunggu (lead time) diperkirakan 1(satu) bulan.
Jumlah kebutuhan obat saat lead time = 1 x 500 pcs = 500 pcs
Maka Lead time stock (D) adalah 1 bulan x 500 = 500 pcs
i. Sehingga rencana kebutuhan Baju APD Uk L untuk Desember 2021- Februari 2022
adalah:
A = ( B+C+D ) - E = (1.500 pcs + 300 pcs + 500 pcs) – 475 pcs = 1.825 pcs
4. Baju APD uk XL
Sisa stok per 30 September 2021 adalah 500 pcs dengan pemakaian rata-rata per bulan
sebanyak 500 pcs.
a. Stok Kerja (B) = Pemakaian rata-rata x 3 bulan. Pemakaian rata-rata Baju APD uk XL
perbulan adalah 500 pcs.
Jadi stok kerja = 500 pcs x 3 bulan = 1.500 pcs
b. Buffer stock (C) diperkirakan 20% = 20% x 1.500 pcs = 300 pcs
c. Pengadaan obat dilakukan melalui E-Purchasing dengan sistem E-Catalouge. Waktu
tunggu (lead time) diperkirakan 1(satu) bulan.
Jumlah kebutuhan obat saat lead time = 1 x 500 pcs = 500 pcs
Maka Lead time stock (D) adalah 1 bulan x 500 pcs = 500 pcs
Sehingga rencana kebutuhan Baju APD uk XL untuk Desember 2021- Februari 2022 adalah:
A = ( B+C+D ) - E = (1.500 pcs + 300 pcs +500 pcs) –500 pcs = 1.800 pcs
5. Hand scoon steril 7,5
Sisa stok per 30 September 2021 adalah 4.000 psg dengan pemakaian rata-rata per
bulan sebanyak 4.000 psg.
b. Stok Kerja (B) = Pemakaian rata-rata x 3 bulan. Pemakaian rata-rata Hand scoon steril
7,5 perbulan adalah 4.000 psg.
Jadi stok kerja = 4.000 x 3 bulan = 12.000 psg
b. Buffer stock (C) diperkirakan 20% = 20% x 12.000 psg = 2.400 psg
c. Pengadaan obat dilakukan melalui E-Purchasing dengan sistem E-Catalouge. Waktu
tunggu (lead time) diperkirakan 1(satu) bulan.
Jumlah kebutuhan obat saat lead time = 1 x 4.000 psg = 4.000 psg
Maka Lead time stock (D) adalah 1 bulan x 4.000 psg = 4.000 psg
Sehingga rencana kebutuhan Handscoon steril 7,5 untuk Desember 2021- Februari 2022
adalah:
A = ( B+C+D ) - E = (12.000 psg + 2.400 psg + 4.000 psg) – 4.000 psg = 14.400
psg.
6. Fapiviravir 200 mg (Metode Epidemiologi)
Diketahui :
Sisa stok Fapiviravir per September 2021 adalah 3.278 tablet
CT = (CE x T) + SS – Sisa stock
CT = (4.000 x 3) + (4.000 x 6/30) – 3.278
CT = 9.522 tablet
7. Tablet Vit. C 500 mg (Metode Epidemiologi)
Diketahui :
Sisa stok Vit C per September 2021 adalah 7.496 tablet
CT = (CE x T) + SS – Sisa stock
CT = (14000 x 3) + (14.000 x 3/30) – 7.496
CT = 35.904 tablet
No. JENIS Nama Obat Satuan Rencana Keterangan
Kebutuhan
1. ANTISEPTIK HAND Botol 35 botol Membutuhkan
SANITIZER @500 35 botol
ML
2. ANTISEPTIK HANDSANITIZER Galon 218 Galon Membutuhkan 218
@ 5 LITER Galon
3. BMHP Baju APD uk L Pcs 1.825 pcs Membutuhkan
1.825 pcs
4. BMHP Baju APD uk XL Pcs 1.800 pcs Membutuhkan
1.800 pcs
5. BMHP Hand scoon steril Psg 14.400 pcs Membutuhkan
7,5 14.400 psg
6. Obat Oral Fapiviravir Kap 15.722 Kap Membutuhkan
15.722 Kap
Dikatakan baik jika persentase kesesuaian 100%. Jika persentase rendah perlu
di evaluasi lagi pemilihan distributor dan pembayaran obat.
c. Waktu tunggu antara pemesanan dan kedatangan obat (lead time).
waktu tunggu ini digunakan sebagai bahan untuk mengevaluasi mutu pemasok dan
bahan evaluasi untuk perencanaan berikutnya.
d. Evaluasi obat rusak dan kadaluarsa
Terjadinya obat rusak mencerminkan ketidaktepatan perencanaan, kurang baiknya
sistem distribusi dan kurangnya pengamatan mutu dalam penyimpanan obat serta
perubahan pola penyakit.
Rumus:
Total jenis obat yang rusak
Persentasi obat rusak =
Total jenis obat yang tersedia
Persentase obat rusak tidak boleh lebih 0,1% dari nilai total pembelian obat.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Metode yang digunakan untuk perencanaan perbekalan farmasi yaitu metode
konsumsi.Metode konsumsi menggunakan data dari konsumsi periode sebelumnya dengan
penyesuaian yang dibutuhkan. Perhitungan dengan metode konsumsi didasarkan atas analisa data
konsumsi sediaan farmasi periode sebelumnya ditambah stok penyangga (buffer stock), stok
waktu tunggu (lead time) dan memperhatikan sisa stok. Kelebihan metode konsumsi
dibandingkan yang lainnya yaitu pada metode konsumsi tidak membutuhkan data epidemiologi
maupun standar pengobatan, perhitungannya lebih mudah dan sederhana, dan dapat diandalkan
jika data konsumsi dicatat dengan baik, sehingga pola preskripsi tidak berubah dan kebutuhan
relatif konstan.
DAFTAR PUSTAKA