Anda di halaman 1dari 12

Content Creator dalam Kacamata Industri Kreatif: Peran Personal Branding

dalam Media Sosial

Daniel Hermawan, S.AB., M.Si., MBA.


Program Studi Ilmu Administrasi Bisnis
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Katolik Parahyangan
Jalan Ciumbuleuit No. 94, Bandung 40141
daniel.hermawan@unpar.ac.id

Abstrak

Media sosial kini menjadi salah satu elemen yang berperan penting dalam kehidupan masyarakat
modern, khususnya bagi Generasi Z. Media yang kerapkali menggantikan interaksi tatap muka dalam
komunikasi ini menjadi sebuah platform interaksi sosial yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari.
Munculnya slogan “Sandang, Pangan, Wi-Fi” menegaskan ketergantungan masyarakat modern akan
eksistensi di media sosial. Media sosial yang semula bertujuan sebagai media komunikasi interaktif yang
bersifat dua arah, kini membuka peluang baru dalam inovasi industri kreatif. Lahirnya content creator
sebagai profesi menjadi salah satu wujud inovasi industri kreatif dengan bantuan media sosial di dunia
bisnis. Tak hanya itu, content creator membuka peluang bagi siapapun untuk menciptakan jati diri secara
utuh (personal branding), sekaligus mendapatkan penghasilan melalui model bisnis baru, baik itu
influencer, endorsement, campaign, dan lain sebagainya. Paper ini akan membahas tentang (1) fenomena
content creator dalam industri kreatif; (2) kaitan content creator dengan personal branding; (3) peran
media sosial dalam menunjang profesi content creator. Paper ini akan membuka perspektif baru tentang
inovasi industri kreatif melalui peran media sosial, khususnya dalam profesi content creator melalui
metode kualitatif dengan jenis pendekatan fenomenologi dan studi kasus.

Kata Kunci: content creator, industri kreatif, personal branding, media sosial

Abstract

Social media is now one of the elements that play an important role in the lives of modern
society, especially for Generation Z. Media that often replaces face-to-face interaction in communication
becomes a platform for social interaction that affects daily life. The emergence of the slogan "Clothing,
Food, Wi-Fi" confirms the dependence of modern society on existence on social media. Social media which
was originally intended as an interactive communication medium that is two-way, now opens new
opportunities in creative industry innovation. The birth of content creator as a profession is one form of
innovation in the creative industry with the help of social media in the business world. Not only that,
content creators open opportunities for anyone to create a complete identity (personal branding), while
earning income through a new business model, be it influencers, endorsements, campaigns, and so on.
This paper will discuss (1) the phenomenon of content creators in the creative industry; (2) link between
content creator and personal branding; (3) the role of social media in supporting the content creator
profession. This paper will open up new perspectives on creative industry innovation through the role of
social media, especially in the content creator profession through qualitative methods with the types of
phenomenological approaches and case studies.

Keywords: content creator, creative industry, personal branding, social media

I. Pendahuluan
Dewasa ini, media sosial berperan penting dalam proses komunikasi bagi masyarakat modern.
Pepatah “menjauhkan yang dekat, mendekatkan yang jauh” menjadi sebuah fenomena yang tidak dapat
dilepaskan dari munculnya sosial media. Posting foto, membuat caption yang menarik, menantikan like,
serta membalas komentar menjadi sebuah aktivitas yang lazim dilakukan di media sosial (Lestari, 2017).
Tak jarang, media sosial menjadi dunia virtual yang menggantikan interaksi tatap muka, sekaligus
membangun lingkungan sosial baru bagi masyarakat modern.
Fenomena penggunaan media sosial di kalangan masyarakat modern memunculkan peluang
bisnis baru dalam bidang industri kreatif. Profesi content creator menjadi satu dari sekian banyak profesi
baru yang diciptakan oleh media sosial. Content creator sendiri dapat dibagi menjadi beberapa profesi
spesifik, yakni Selebgram, YouTuber, Beauty Vlogger, Endorser, Fotografer, Travel Blogger, dan masih
banyak lainnya (MLDSPOT, 2017).
Berdasarkan survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), mayoritas pengguna
internet di kalangan masyarakat Indonesia termasuk dalam kelompok usia 19 – 34 tahun (49,52%), diikuti
kelompok usia 35 – 54 tahun (29,55%), kelompok usia 13 – 18 tahun (16,68%), dan kelompok usia di atas
54 tahun (4,24%) (Katadata, 2018).

PENGGUNA INTERNET BERDASARKAN KELOMPOK


USIA (2017)
> 54 tahun
13 – 18 tahun

35 – 54 tahun

19 – 34 tahun

Gambar 1. Pengguna Internet Berdasarkan Kelompok Usia (2017)


Berdasarkan teori generasi, pengguna internet di dominasi oleh Generasi Z. Generasi Z adalah
anak-anak yang lahir pada tahun 1995 hingga 2014. Karakteristik Generasi Z di Indonesia adalah memilih
media sosial sebagai akses informasi (35,2%), menghabiskan waktu 3 – 5 jam untuk mengakses internet,
menjadi ponsel pintar sebagai sarana mengakses internet (90%), dan paling sering mengakses Instagram
dan Line. Generasi Z dikenal dengan karakter yang serba bisa, lebih individual, lebih global, berpikiran
lebih terbuka, lebih cepat terjun ke dunia kerja, lebih wirausahawan, dan lebih ramah teknologi jika
dibandingkan dengan generasi-generasi sebelumnya (Adam, 2017).
Pemanfaatan media sosial oleh Generasi Z juga sekaligus menjadi metode baru untuk
meningkatkan personal branding. Personal branding adalah sebuah kemasan atau ciri khas yang melekat
pada diri seseorang yang terkait dengan kepribadian, keahlian, passion, gaya hidup, maupun hobi yang
dilakukan (Haroen, 2016). Media sosial menjadi sebuah platform yang memperkenalkan Generasi Z dalam
membangun personal branding, maupun mencari pedoman dalam mengikuti gaya hidup tertentu
berdasarkan tren yang berkembang di masyarakat.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan Ilkay Karaduman dengan judul “The effect of social media
on personal branding efforts of top level executives” menunjukkan bahwa media sosial memberikan
kesempatan yang besar bagi seseorang untuk membangun personal branding (Karaduman, 2013). Selain
itu, penelitian yang dilakukan Labrecque dan tim dengan judul “Online Personal Branding: Processes,
Challenges, and Implications” juga menemukan bahwa dunia bisnis saat ini mulai menunjukkan
pentingnya kontrol terhadap personal brand dan menawarkan saran strategis tentang bagaimana cara
membangun personal branding yang tepat untuk setiap media sosial yang berbeda (Labreque, Markos, &
Milne, 2011). Personal branding yang dibentuk harus disiarkan berkali-kali, terus menerus secara
konsisten hingga tertanam di benak audiens juga diteliti Rampersad dalam bukunya yang berjudul
“Authentic personal branding” (Rampersad, 2008).
Melihat fenomena yang terjadi, maka penulis tertarik untuk membahas kajian pada topik (1)
fenomena content creator dalam industri kreatif; (2) kaitan content creator dengan personal branding; (3)
peran media sosial dalam menunjang profesi content creator dalam memetakan profesi content creator.
Penelitian akan menggunakan metode kualitatif dengan jenis pendekatan fenomenologi dan studi kasus.

II. Studi Literatur

Media Sosial
Media sosial adalah segala bentuk media komunikasi interaktif yang memungkinkan terjadinya
interaksi dua arah dan umpan balik (Kent, Sommerfeldt, & Saffer, 2016). Karakteristik dari media sosial
adalah (1) partisipasi, (2) keterbukaan, (3) membangun hubungan, (4) reliabilitas, (5) membangun
komunitas (Damani , 2018). Beberapa media sosial yang popular di kalangan masyarakat Indonesia adalah
YouTube, Facebook, WhatsApp, Instagram, Line, dan lain sebagainya (Katadata.co.id, 2018).
Media Sosial yang Paling Sering Digunakan di Indonesia
(2017)
50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0

Grafik 1. Media Sosial yang Paling Sering Digunakan di Indonesia (2017)

Industri Kreatif
Menurut Departemen Perdagangan Republik Indonesia, industri kreatif adalah industri yang
berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan, serta bakat individu untuk menciptakan
kesejahteraan serta lapangan pekerjaan melalui penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta
individu tersebut (Departemen Perdagangan Republik Indonesia, 2008).
Ciri-ciri dari industri kreatif adalah (1) memiliki unsur utama kreativitas, keahlian, dan talenta yang
berpotensi meningkatkan kesejahteraan melalui penawaran kreasi intelektual; (2) terdiri dari penyediaan
produk kreatif langsung kepada pelanggan dan pendukung penciptaan nilai kreatif pada sektor lain yang
secara tidak langsung berhubungan dengan pelanggan; (3) siklus hidup singkat, margin tinggi,
keanekaragaman tinggi, persaingan tinggi, dan mudah ditiru (Howkins, 2001).
Jenis ekonomi kreatif dibagi menjadi 14 sektor industri atau ekonomi kreatif, yaitu (1) periklanan,
(2) arsitektur, (3) pasar barang seni, (4) kerajinan (handicraft), (5) desain, (6) fashion, (7) film, video, dan
fotografi, (8) permainan interaktif, (9) musik, (10), seni pertunjukan, (11) penerbitan dan percetakan, (12)
layanan komputer dan piranti lunak, (13) radio dan televisi, dan (14) riset dan pengembangan
(Departemen Perdagangan Republik Indonesia, 2008). Content creator tergolong pada inovasi industri
kreatif pada sektor periklanan.

Content Creator
Content creator adalah profesi yang membuat suatu konten, baik berupa tulisan, gambar, video,
suara, ataupun gabungan dari dua atau lebih materi. Konten tersebut dibuat untuk media, khususnya
media digital, seperti YouTube, Instagram, Blogger, dan berbagai platform media sosial lainnya (Sayugi,
2018). Seorang content creator yang sukses diharapkan mampu (1) mengatur jadwal, (2) mengetahui
industri yang dibuat kontennya, (3) mempunyai gaya penulisan yang up to date, (4) berpikir seperti
audiens, dan (5) mempunyai jaringan yang luas (Street, 2014).
Personal Branding
Personal branding adalah sebuah proses untuk menciptakan reputasi diri yang profesional, diakui,
serta diingat orang lain sebagai gambaran diri yang utuh (Lake, 2018). Personal branding akan
meningkatkan citra diri seseorang di mata orang yang melihatnya, baik sebagai seorang pribadi maupun
sebuah bisnis. Tak heran jika membangun personal branding yang positif dan professional menjadi sebuah
hal yang krusial dalam membangun citra diri yang baik, khususnya dalam profesi content creator.
Adapun indikator yang digunakan untuk mengukur personal branding seseorang adalah (1)
authenticity (keaslian), (2) integrity (integritas), (3) consistency (konsistensi), (4) specialization
(spesialisasi), (5) authority (wibawa), (6) distinctiveness (kekhasan), (7) relevant (relevan), (8) visibility
(visibilitas), (9) persistence (kegigihan), (10) goodwill (kebaikan), dan (11) performance (kinerja)
(Rampersad, 2008).
Authenticity dibangun dari kepribadian sejati dalam diri dan mencerminkan karakter, nilai-nilai,
dan visi yang dimiliki pribadi. Integrity dilihat dari kode moral dan perilaku dalam personal branding.
Consistency dilihat dari kekonsistenan pesan dan perilaku dalam personal branding. Specialization dilihat
dari fokus pada satu bidang bakat atau keterampilan. Authority dilihat dari diakui dalam bidang tertentu,
berpengalaman, dan sebagai pemimpin yang efektif. Distinctiveness dilihat dari membedakan diri
berdasarkan merek, unik, dan berbeda dari kompetisi. Relevant dilihat dari personal branding
berhubungan dengan khalayak dan dianggap penting.
Visibility dilihat dari personal branding disiarkan berkali-kali, terus menerus, konsisten dan
berulang kali. Persistence dilihat dari konsistensi terhadap personal branding yang dibentuk,
membutuhkan dedikasi, pengorbanan, perencanaan, dan kesabaran. Goodwill dilihat dari hubungan baik,
pengakuan positif dan bermanfaat. Terakhir, performance dilihat dari perbaikan diri atas personal
branding (Butar Butar & Fithrah Ali, 2018).

III. Metode Penelitian


Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi dan studi kasus. Penelitian kualitatif merupakan salah satu metode penelitian yang bersifat
deskriptif dan cenderung mencari sebuah makna dari data yang didapatkan dari hasil sebuah penelitian.
Metode penelitian kualitatif sering disebut metode penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan
pada kondisi yang masih alamiah (natural setting).
Metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi adalah salah satu jenis
pendekatan kualitatif, di mana dalam pendekatan jenis ini peneliti melakukan sebuah observasi kepada
partisipan untuk mengetahui fenomena-fenomena yang terjadi dalam hidup partisipan tersebut. Hal
tersebut dilakukan sebagai bentuk pengumpulan data oleh peneliti yang kemudian diolah untuk
menemukan makna dari apa yang telah dikemukakan oleh partisipan. Fenomenologi pada dasarnya
bertujuan untuk mengetahui secara mendalam mengenai perjalanan hidup seseorang.
Sementara itu, metode penelitian dengan pendekatan studi kasus merupakan jenis pendekatan
yang digunakan untuk menyelidiki dan memahami sebuah kejadian atau masalah yang telah terjadi
dengan mengumpulkan berbagai macam informasi yang kemudian diolah untuk mendapatkan sebuah
solusi agar masalah yang diungkap dapat terselesaikan (Sugiyono, 2014).
IV. Pembahasan

Fenomena Content Creator dalam Industri Kreatif


Profesi content creator menjadi sebuah profesi yang diminati Generasi Z karena mampu
menampilkan diri mereka apa adanya, sekaligus menjadi sebuah role model bagi anak muda lainnya. Salah
satunya adalah selebgram atau selebriti Instagram. Selebgram berasal dari berbagai macam latar
belakang, baik itu pencinta fotografi, pehobi travelling, pencinta kopi, penggila make up, pencinta
binatang, atau sekadar penyuka humor. Rata-rata setiap selebgram memiliki ribuan hingga
jutaan followers.
Sesuai namanya, selebgram menggunakan media sosial Instagram dalam menampilkan personal
branding yang mereka miliki. Menurut Nurman Luthfie, praktisi digital marketing, kehadiran bisnis
selebgram ini muncul dari riset bahwa rekomendasi dari orang yang dikenal atau orang lain lewat media
sosial bisa lebih berpengaruh dari iklan. Selebgram dianggap berpengaruh ketika gaya hidup, keseharian,
hobi, cara berpikir, dan keseharian mereka diikuti oleh followers mereka di media sosial.
Keuntungan selebgram adalah mereka bisa memberikan hasil yang lebih terukur secara real time,
yakni lewat jumlah like, regram, dan repost dari para followers mereka. Tak hanya itu, dari sudut pandang
pemasaran, selebgram lebih bersifat personal dan dekat dengan kehidupan followers mereka sehari-hari,
sehingga produk yang diendorse mencerminkan kepribadian dan karakter dari selebgram itu sendiri. Tak
heran jika personal branding dari selebgram akan sangat berpengaruh pada permintaan dan tarif dari
selebgram itu sendiri.
CEO Sociabuzz, Rade Tampubolon mengungkapkan, salah satu kriteria seseorang dikatakan
selebgram adalah memiliki lebih dari 20.000 followers. Seorang selebgram bisa meraup Rp 20.000,00
hingga Rp 75.000.000,00 sekali posting bergantung pada jumlah followers dan ketenaran selebgram
terkait. Berikut ditampilkan analisis selebgram dengan latar belakang yang berbeda dan bagaimana cara
mereka untuk menjadikan profesi content creator ini sebagai sumber penghasilan (Kompas.com, 2017).

Selebgram Akun Instagram Jumlah Tema Konten Sumber


Followers Pendapatan
Nabila Gardena @nabilagardena 437K Fesyen dan Kecantikan Endorsement,
Putri Brand Ambassador,
Review Product
Alexander Thian @amrazing 196K Storygrapher Endorsement,
Review Product
Dude Harlino @dude2harlino 3,6M Artis dan Keluarga Endorsement,
Brand Ambassador,
Review Product
Goizza @goizza 66,7K Komedi and Konten Lucu Endorsement,
Review Product
Nisa @nisacookie 501K Fesyen and Gaya Hidup Endorsement,
Review Product
Tabel 1. Karakteristik Selebgram di Indonesia (diperoleh pada 28 Mei 2018)

Kaitan Content Creator dengan Personal Branding


Seorang content creator mampu memberikan pengaruh yang positif ketika mempunyai personal
branding yang positif pula. Selebgram Nabila Gardena mengatakan bahwa konsistensi antara kepribadian
dan gaya hidup selebgram secara tidak langsung akan mencerminkan personal branding yang diterima
oleh target pasar, maka dari itu menjadi diri sendiri adalah kunci dari karier seorang selebgram.
Setiap selebgram memiliki karakter tersendiri. Karakter mereka yang unik dan berbeda inilah yang
membuat selebgram memiliki nilai lebih masing-masing. Setidaknya ada tujuh karakter selebgram, yakni
social butterfly, penggalang opini, trendsetter, selebriti, sang pakar, everyday user, dan si doyan berbagi
(Kompas.com, 2017).
- Social Butterfly
Selebgram dengan tipe social butterfly memiliki jumlah pengikut yang besar. Kekhasan mereka adalah
jangkauan jaringan pertemanan yang luas dan beragam. Hal ini menguntungkan bagi pengiklan yang ingin
meningkatkan brand awareness produknya di media sosial.
- Penggalang Opini
Selebgram dengan kemampuan membangun opini biasanya didengar banyak orang karena dianggap
memiliki akses ke bidang tertentu. Selebgram dengan tipe ini memiliki kemampuan untuk menciptakan
percakapan di antara para pengguna Instagram.
- Trendsetter
Selebgram dengan tipe ini selalu ingin menjadi yang pertama dalam mencoba berbagai produk baru.
Dalam dunia pemasaran, selebgram dengan tipe ini sangat cocok untuk mempromosikan produk yang
baru diluncurkan. Si pencipta tren ini akan dengan mudah membangun percakapan dan sensasi terhadap
suatu produk.
- Selebriti
Selebriti yang juga menjadi selebgram merupakan tipe selebgram yang paling banyak pengikutnya. Hal ini
karena mereka sudah terlebih dulu memiliki basis penggemar. Selebriti juga mampu memengaruhi
pengikutnya untuk melakukan atau mencoba sesuatu meskipun sang selebriti belum pernah mencobanya.
- Sang Pakar
Seorang pakar bisa jadi tidak bisa sepopuler selebgram dari kalangan selebriti. Namun, selebgram tipe ini
memiliki keahlian di bidang tertentu yang membuat pendapatnya didengar banyak orang. Kelebihan dari
selebgram tipe pakar ini adalah sebuah merek akan mendapat validasi tinggi karena orang yang
mempromosikan produk adalah seorang pakar.
- Everyday User
Selebgram tipe ini adalah orang biasa yang tak memiliki pengaruh lebih dibandingkan selebgram tipe
lainnya. Namun, selebgram tipe ini memiliki jumlah followers yang signifikan.
- Si Doyan Berbagi
Selebgram tipe ini selalu memiliki informasi terbaru sehingga orang-orang pun menjadikannya sebagai
sumber informasi terkini (Kompas.com, 2017).
Pembagian karakter selebgram ini akan memengaruhi karakteristik dan target pasar followers
yang akan mengikuti selebgram tersebut. Hal ini terlihat dari hasil wawancara yang dilakukan penulis
terhadap beberapa anak muda yang mengikuti selebgram di media sosial.
Bepy Fitina Putri (23) merasa bahwa @rachelgoddard, selebgram yang diikutinya mempunyai
karakteristik yang seru dengan pembawaan yang menarik dan jelas ketika melakukan review produk.
Selain itu, ia juga banyak mendapatkan info terbaru tentang make up dan tren kecantikan. Selebgram
yang diikuti Bepy juga banyak mempengaruhi Bepy dalam proses pengambilan keputusan dalam membeli
produk kecantikan lewat review yang diberikan. Namun tidak merasa selebgram tersebut menjadi role
model bagi dirinya. Adapun Bepy mengidentifikasi selebgram @rachelgoddard tergolong pada tipe
selebgram social butterfly.
Sementara itu, Rizkia (20) melihat selebgram @rachelvennya seru dan mempunyai anak yang
lucu. Selebgram tersebut kadang-kadang mempengaruhi gaya hidup Rizkia dalam mengambil keputusan
membeli produk. Namun, selebgram tersebut belum menjadi role model bagi Rizkia. Selebgram yang
diikuti Rizkia tergolong pada kategori trendsetter yang memberikan wawasan tentang gaya hidup dan
pendidikan dalam akun Instagram yang dimilikinya.
Marsya (22) mengikuti akun @fatyabiya karena dianggap mempunyai karakter yang ceria dan
unik. Selain itu, @fatyabiya juga menghibur dan selalu melakukan update secara berkala. Marsya
mengakui bahwa selebgram tersebut sedikit mempengaruhi dirinya dalam pengambilan keputusan
membeli produk. Sekaligus, sedikit juga menjadi role model bagi Marsya. Kategori selebgram yang diikuti
Marsya adalah tipe si doyan berbagi tentang keseharian dan gaya hidup yang dimilikinya.
Serupa dengan Marsha, Aji Sakti Mardani (23) mengikuti akun @ariefmuhammad karena
mempunyai karakter yang asyik. Mengisi waktu senggang dan mencari inspirasi baru menjadi alasan Aji
untuk mengikuti selebgram ini. Selebgram ini juga mempengaruhi Aji dalam pengambilan keputusan
untuk membeli produk dan mengikuti gaya hidup yang dilakukan @ariefmuhammad. Adapun kategori
selebgram tersebut adalah penggalang opini dalam bidang travel.
Aisyah (23) mengikuti @raditya_dika karena karakternya yang humoris. Namun selebgram
tersebut tidak mempengaruhi Aisyah dalam proses pengambilan keputusan pembelian produk dan tidak
menjadi role model bagi Aisyah. Adapun tipe selebgram yang Aisyah ikuti adalah social butterfly di bidang
komedi.
Kamilia Oktaviani (22) mengikuti @helminursifah karena selebgram tersebut banyak melakukan
posting baju muslim yang elegan dan trendi. Kamilia mengikuti selebgram ini karena mempunyai
postingan menarik yang berbeda dari yang lain. Selebgram ini mempengaruhi Kamilia dalam proses
pembelian baju khusus wanita berkerudung. Bagi Kamilia, @helminursifah menjadi panutan dalam gaya
berpakaian. Adapun kategori selebgram tersebut adalah trendsetter dalam gaya hidup dan kecantikan.

Selebgram Nama Akun Jumlah Followers Kategori Tipe Selebgram


Instagram
Rachel Goddard @rachgoddard 453K Kecantikan social butterfly
Rachel Vennya @rachelvennya 2,3M Gaya Hidup trendsetter
Fatya Biya @fatyabiya 30,8K Gaya Hidup si doyan berbagi
Arief Muhammad @ariefmuhammad 1,1M Travel penggalang opini
Raditya Dika @raditya_dika 9,5M Komedi social butterfly
Amy @helminursifah 557K Gaya Hidup trendsetter
Tabel 2. Tipe Selebgram di Media Sosial (diperoleh pada 22 Juni 2018)

Secara umum, selebgram yang diikuti di media sosial banyak mempengaruhi pengikutnya untuk
mengikuti gaya hidup, proses keputusan pembelian produk, dan mencari inspirasi baru. Namun
selebgram yang diikuti belum sepenuhnya menjadi role model bagi pengikutnya. Mereka diikuti karena
menyuguhkan konten yang menarik, unik, dan berbeda dari yang lain. Sekaligus menyuguhkan konten
yang update dan kekinian.

Peran Media Sosial dalam Menunjang Profesi Content Creator


Media sosial mempunyai peran penting dalam menunjang profesi content creator. Salah satu
keunggulan dari media sosial adalah kemampuan viral marketing yang membuat personal branding
dikenal secara cepat. Viral marketing adalah teknik pemasaran dengan bantuan jaringan sosial untuk
menyampaikan pesan atau iklan kepada target konsumen. Keunggulan dari viral marketing adalah biaya
investasi untuk promosi jauh lebih hemat dibandingkan metode promosi tradisional. Selain itu,
penyebaran pesan cenderung lebih cepat dan berlipat ganda sesuai dengan jaringan yang dimiliki oleh
orang yang mendapatkan pesan tersebut.
Kekurangan dari viral marketing adalah informasi yang disampaikan dapat ditangkap secara
berbeda oleh orang yang memperolehnya, baik dalam tingkat pemahaman, minat, dan keinginan untuk
membeli. Viral marketing juga tidak dapat mengukur hasil penjualan, melainkan jangkauan pesan yang
bisa diterima dari sumber informasi (Tohir, 2014).

Gambar 2. Viral Marketing


Sumber: business2community.com

Melalui media sosial, seorang content creator dapat menunjukkan personal branding pada
platform yang sesuai dengan keahlian, minat, serta kepribadian yang dimiliki oleh content creator
tersebut. Sebagai contoh, Instagram, Facebook, Twitter, YouTube, Line, dan lain sebagainya. Setiap media
sosial mempunyai karakteristik dan pendekatan yang berbeda sesuai dengan fitur yang dimiliki oleh media
sosial tersebut. Konten yang dipromosikan di Instagram, tentu harus ditampilkan secara berbeda ketika
ditampilkan di Twitter. Demikian juga dengan media sosial lainnya. Konsistensi konten, variasi bentuk
konten, serta jadwal posting berkala akan membantu seorang content creator lebih dikenal oleh target
pasar (Putri, 2016).
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan anak muda di Generasi Z menunjukkan bahwa
personal branding yang kuat sangat mempengaruhi anak muda dalam proses pengambilan keputusan
untuk pembelian produk yang diendorse oleh selebgram yang bersangkutan. Mayoritas anak muda
melihat bahwa selebgram menjadi referensi yang tepat untuk mencari tren gaya hidup, makanan, wisata,
fesyen, dan hiburan yang kekinian. Namun selebgram belum menjadi role model bagi anak muda dalam
mempengaruhi kepribadian.
Personal
Brand

Tren

Keputusan
Pembelian

Gambar 3. Hasil Penelitian

V. Penutup
Profesi content creator dapat menjadi sebuah ekses dari inovasi industri kreatif sektor periklanan
dengan pemanfaatan media sosial. Media sosial berfungsi sebagai tempat untuk menampilkan personal
branding yang dimiliki di ranah dunia digital sesuai dengan karakter, minat, dan kepribadian dari content
creator itu sendiri. Seorang content creator yang sukses akan memberikan pengaruh yang besar bagi
followers yang mengikuti akun mereka, baik dalam hal gaya hidup, kepribadian, hingga keputusan
pembelian.
Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan mengukur efektivitas promosi melalui selebgram
dalam proses pemasaran bagi perusahaan, baik dalam hal brand awareness, peningkatan sales, maupun
brand recognizion dari masyarakat yang mengikuti selebgram tertentu. Selain itu, melihat kepribadian
pengguna Instagram yang mengikuti selebgram tertentu juga dapat menjadi studi empiris lanjutan untuk
melihat keterikatan antara selebgram dengan pengguna Instagram yang mengikuti akun mereka sebagai
wujud dari efektivitas personal branding.
Referensi

Adam, A. (2017, April 28). Tirto.id. Retrieved from Selamat Tinggal Generasi Milenial, Selamat Datang
Generasi Z: https://tirto.id/selamat-tinggal-generasi-milenial-selamat-datang-generasi-z-cnzX

Damani , A. (2018, February 25). Social Media Marketing and Its Characteristics. Retrieved from Galaxy
Weblinks: https://blog.galaxyweblinks.com/social-media-marketing-and-its-characteristics/

Departemen Perdagangan Republik Indonesia. (2008). Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025.
Jakarta: Depdag RI.

Haroen, D. (2016, February 20). Apa itu Personal Branding? Retrieved from dewiharoen:
https://dewiharoen.wordpress.com/2016/02/20/apa-itu-personal-branding/

Howkins, J. (2001). The Creative Economy: How People Make Money from Ideas. London: Penguins
Books.

Katadata. (2018, February 23). Katadata. Retrieved from Usia Produktif Mendominasi Pengguna
Internet: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/02/23/usia-produktif-
mendominasi-pengguna-internet

Katadata.co.id. (2018, February 1). Ini Media Sosial Paling Populer di Indonesia. Retrieved from
Katadata.co.id: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/02/01/media-sosial-apa-
yang-paling-sering-digunakan-masyarakat-indonesia

Kent, M. L., Sommerfeldt, E. J., & Saffer, A. J. (2016). Social networks, power, and public relations:
Tertius Iungens as a cocreational approach to studying relationship networks. Public Relation
Review, 91–100.

Kompas.com. (2017). Kompas.com. Retrieved from https://vik.kompas.com/selebgram/

Lake, L. (2018, February 19). Personal Branding and What You Need to Know About It. Retrieved from
the balancesmall business: https://www.thebalancesmb.com/what-is-personal-branding-
4056073

Lestari, A. M. (2017, Desember 12). Generasi Media Sosial, Handphone, dan Tertawa Sendiri. Retrieved
from GeoTimes: https://geotimes.co.id/opini/generasi-media-sosial-handphone-dan-tertawa-
sendiri/

MLDSPOT. (2017, Maret 23). MLDSPOT. Retrieved from 5 Profesi Content Creator Terpopuler:
https://www.mldspot.com/hobby/2017/03/23/5-profesi-content-creator-terpopuler

Putri, C. N. (2016). 12 Kiat Maksimalkan Kanal Media Sosial untuk Promosi Bisnis. Retrieved from Wanita
Wirausaha Femina: http://www.wanitawirausaha.com/article/marketing-services/12-kiat-
maksimalkan-kanal-media-sosial-untuk-promosi-bisnis

Sayugi. (2018, February 14). Content Creator, Apa sih artinya? . Retrieved from GRProject:
https://grproject.tech/2018/02/14/content-creator-apa-sih-artinya/
Street, T. (2014, Maret 13). 5 Characteristics of a Good Content Creator. Retrieved from Inbound
Marketing Agents: http://www.inboundmarketingagents.com/inbound-marketing-agents-
blog/bid/338803/5-Characteristics-of-a-Good-Content-Creator

Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (Mixed Method). In Sugiyono.
Bandung: Alfabeta.

Tirto.id. (2017). Tirto.id. Retrieved from https://tirto.id/tirto-visual-report-masa-depan-di-tangan-


generasi-z-ctMM

Tohir, M. (2014, Desember 12). Pengertian Viral Marketing dan Contohnya. Retrieved from Lebah
Master: https://www.lebahmaster.com/pengertian-viral-marketing-dan-contohnya/

Anda mungkin juga menyukai