Tugas 3
13. Jelaskan urutan kegiatan dalam rangka pembicaraan tingkat I, menurut ketentuan
Pasal 137 Peraturan Tata Tertib DPR-RI!
Jawab :
Urutan kegiatan dalam rangka pembicaraan Tingkat I yang dimaksud di
atas, menurut ketentuan Pasal 137 Peraturan Tata Tertib DPR-RI, mencakup
kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
Tanggapan atas Usul Rancangan:
⁃ Pandangan dan pendapat Fraksi-fraksi atau pandangan dan pendapat
Fraksi-Fraksi dan DPD apabila Rancangan Undang-Undang berkaitan
dengan kewenangan DPD, untuk Rancangan Undang-Undang yang
berasal dari Presiden; atau
⁃ Pandangan dan pendapat Presiden atau pandang- an dan pendapat
Presiden beserta DPD apabila Rancangan Undang-Undang dimaksud
berkaitan dengan kewenangan DPD, untuk Rancangan Undang-
Undang yang berasal dari DPR.
Tanggapan Presiden atas Pandangan dan Pendapat sebagaimana dimaksud
diatas atau tanggapan Pimpinan alat kelengkapan DPR yang membahas
Rancangan Undang-Undang terhadap pandangan dan pendapat
sebagaimana dimaksud diatas.
Pembahasan Rancangan Undang-Undang oleh DPRdan Presiden
berdasarkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM).
15. Bagaimana jika Rancangan Undang-Undang telah mendapat persetujuan bersama oleh
DPR dan Pemerintah?
Jawab :
Jika Rancangan Undang-Undang telah mendapat persetujuan bersama, maka
pimpinan Rapat DPR menetapkan untuk disahkan menjadi undang-undang.
16. Berapa lama maksimal waktu bagi presiden untuk mengesahkan suatu Undang-
undang menurut Pasal 20 ayat 5 UUD 1945?
Jawab :
Pasal 20 ayat (5) UUD 1945, dalam waktu 30 hari semenjak dicapainya per-
setujuan bersama itu di forum Rapat Paripurna DPR-RI, maka Rancangan
undang-undang itu sah berlaku sebagai undang-undang, dan wajib
diundangkan oleh Menteri yang memegang tanggungjawab atas tindakan
adminis trasi pengundangan.
17. Bagaimana jika dalam pengetikan kembali Naskah Undang-Undang terjadi "Clerical
Error" yang kemudian dapat mengubah makna dari salah satu pasal?
Jawab :
Apabila terjadi Clerical Error maka hal tersebut dapat dijadikan alasan untuk
pembatalan kembali sebagai Undang-Undang, karena bertentangan dengan
Undang-Undang 1945.
18. Apakah pengesahan materiil dan pengesahan formil harus terpenuhi terlebih dahulu
sebelum pengesahan Undang-Undang dapat terjadi?
Jawab :
Dalam proses pengesahan Undang-Undang, berlaku prinsip "wet in materiele
zin" prinsip tersebut menjelaskan bahwa Naskah Rancangan Undang-Undang
yang sudah disepakati bersama secara material dpt dapat dianggap sudah
menjadi Undang-Undang. lalu kemudian, dilakukan pengesahan formil oleh
presiden untuk mengesahkan Rancangan Undang-Undang menjadi Undang-
undang. Unsur formil dalam hal ini pengesahan oleh presiden, jika tidak
dilakukan dlm waktu selambat-lambatnya 30 hari sejak persetujuan bersama,
maka Rancangan Undang-undang itu sah menjadi Undang-Undang dan wajib
diundangkan sebagaimana mestinya.
22. Mengapa status Naskah Rancangan Akademis atau “academic draft” harus di bedakan
dari pengertian Naskah Rancangan politik atau “political draft”?
Jawaban:
Karena terdapat beberapa kemungkinan gagasan normatif, para perumus
Rancangan Akademis harus dapat menggambarkan adanya berbagai alternatif
rumusan yang mungkin di pilih oleh pemegang otoritas politik atas Rancangan
Undang-Undang itu.
23. Mengapa dikatakan sangat penting adanya rancangan atau naskah akademis dalam
tiap perancangan undang-undang?
Jawab :
Karena dengan adanya Rancangan atau Naskah Akademis dalam tiap
perancangan undang-undang dapat dikatakan sangat penting untuk
memberikan gambaran mengenai hasil penelitian ilmiah yang mendasari usul
rancangan setiap undang-undang yang kelak akan diajukan dan dibahas di
DPR.
24. Bagaimana apabila naskah rancangan undang-undang sudah difinalkan, tetapi belum
dikirim secara resmi dengan surat pengantar Presiden kepada Pimpinan DPR. Apakah
rancangan tersebut masih dapat diubah? Jelaskan.
Jawab :
Ya, Karena rumusan Rancangan Undang-undang itu masih berada di dalam
lingkup tanggung jawab internal pemerintah. Selama belum dikirim secara
resmi, pemerintah tetap dapat mempertimbangkan berbagai kemungkinan
penyempurnaan kembali atas rumusan rancangan undang-undang itu sebagai
hasil kerja tim antar departemen.
25. Sebutkan dua jenis Rancangan Akademis!
Jawab :
Rancangan Akademis dibedakan menjadi dua yaitu, Naskah Akademis
Pertama (The First academic draft) dan Naskah Akademis kedua (the second
of academic draft).
27. Jelaskan bagaimana status rancangan undang-undang menjadi resmi sebagai Naskah
Politik apabila rancangan tersebut datang dari presiden?
Jawab :
Jika rancangan undang-undang berasal dari Presiden, maka sejak Presiden
secara resmi mengirimkan rancangan undang-undang itu kepada DPR dengan
surat resmi yang biasa disebut dengan “ampres” (amanat presiden), maka
sejak saat itu, status rancangan undang-undang itu resmi menjadi sebagai
Naskah Politik (Political draft).
28. Jelaskan bagaimana status rancangan undang-undang menjadi resmi sebagai Naskah
Politik apabila rancangan tersebut datang dari inisiatif DPR?
Jawab :
Jika rancangan undang-undang itu berasal dari inisiatif DPR, maka rancangan
itu menjadi resmi sebagai Naskah Politik (political draft) yaitu sejak Pimpinan
DPR-RI mengirimkan rancangan itu secara resmi kepada Presiden.
29. Naskah rancangan undang-undang yang telah mendapat persetujuan bersama harus
diketik ulang di Sekretariat Negara sebelum disahkan oleh Presiden dengan cara
mebubuhkan tanda tangan dibagian akhir naskah undang-undang itu. Sebutkan
masalah yang dapat timbul dalam pengetikan kembali naskah tersebut!
Jawab :
1. Hasil pengetikan ulang itu dapat berbeda dari naskah asli rancangan
undang-undang yang telah disetujui bersama di forum DPR.
2. Dapat saja ditemukan hal-hal yang bersifat “clerical error” yang secara
hokum tidak mempunyai arti dan pengaruh apa-apa atau hal-hal yang
merupakan kekeliuran dalam perumusan redaksional tetapi secara hokum
dapat menimbulkan persoalan yang serius.
30. Sebutkan waktu pengesahan rancangan undang-undang menurut pasal 123 Peraturan
Tata Tertib DPR!
Jawab :
Menurut Pasal 123 Peraturan Tata Tertib DPR, rancangan undang-undang
yang sudah disetujui bersama antara DPR dan Presiden, paling lambat 7 (tujuh) hari
kerja disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi
undang-undang.