Anda di halaman 1dari 12
PERUBAHAN PEMANFAATAN LAHAN PERUMAHAN KE PERKANTORAN: IMPLIKASINYA TERHADAP, PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG KOTA (Studi Kasus : Wilayah Pengembangan Cibcunying Kota Bandung) Iwan Kustiwan dan Melani Anugrahani ABSTRACT Change in urban land use is a phenomenon that often oceurs along with the development of urban area. At the city center and fringe area, competition among urban activities has caused changes in land use from residential use to non-residential use (trade and services/commercial). The current trend is the development of office activities (government and private) that has reached residential area. The change in land use is often inconsistent with the city spatial plan and has caused negative impacts — physical, environment, and soctal. On one side, this problem reflects the weakness of land use control in urban area ~ in permit issuance, monitoring, and law and order. On the other side, the formulation of the spatial plan may not sensitive to the raptd development of urban economics activities. I. PENDAHULUAN Kebutuhan fahan di kawasan perkotaan semakin meningkat sejalan dengan per- tumbuhan penduduk dan kegiatan sosial- ekonomi yang menyertainya. Peningkatan kebutuhan lahan ini merupakan implikasi dari semakin beragamnya funesi di ka- wasan perkotaan (pemerintahan, perda- sgangan dan jasa, industri) yang disebab- kan oleh keunggulannya dalam hal keter- sediaan fasilitas dan kemudahan aksesibi- litas sehingga mampu menarik berbagai kegiatan untuk beraglomerasi. Dikaitkan dengan karakteristik lahan yang terbatas, dinamika perkembangan kegiatan di ka- wasan perkotaan ini menimbulkan persa- ingan antar penggunaan lahan yang meng- arah pada terjadinya perubahan pengguna- an lahan dengan intensitas yang makin tinggi. Di kawasan_pinggiran, perkem- bangan kawasan perkotaan menycbabkan perubahan penggunaan dari Jahan sawah (pertanian/non perkotaan) ke penggunaan perkotaan (terutama perumahan), Semen- tara itu di kawasan pusat dan kawasan transisi kota, persaingan antar kegiatan perkotaan menyebabkan perubahan peng- gunaan lahan dari perumahan ke non pe- rumahan (perdagangan dan jasa/komersi- al). Kedua jenis perubahan penggunaan VoL41, No-1Zn 2000 atau pemanfaatan Iahan di kawasan perko- taan ini sesungguhnya merupakan suatu fenomena yang lazim terutama di kota be- sarfkota raya sebagai manifestasi dinami- ka perkembangan kota yang berlangsung pesat. Namun yang menjadi masalah ada- Jah perubahan pemanfaatan lahan tersebut seringkali tidak sesuai dengan rencana ta- ta ruang kota yang telah ditetapkan dan menimbulkan berbagai dampak negatif, baik secara fisik, lingkungan maupun so- sial. Di satu sisi masatah ini mencermin- kan lemahnya pengendalian pemanfaatan ruang di perkotaan, baik dalam hal per- ijinan, pengawasan maupun penertiban Di sisi lain, boleh jadi, penyusunan ren- cana tata ruang yang sudah dilakukan ti- dak tanggap terhadap dinamika perkem- bangan ekonomi kota yang sangat pesat. Pemahaman terhadap masalah perubahan pemanfaatan lahan di perkotaan sclalu di- kaitkan dengan ketidaksesuaiannya de- gan rencana tata ruang serta dampaknya secara ekonomi, sosial dan lingkungan. Dewasa ini cukup banyak kajian yang te- tah dilakukan mengenai perubahan_ pe- manfaatan lahan di perkotaan, terutama dari penggunaan lahan pertanian ke peru maban dan dari perumahan ke perdagang- an dan jasa/komersial secara umum. Pada Sura PWK = 87 umumnya kajian-kajian tersebut meliputi proses, faktor-faktor serta dampak dari perubahan pemanfaatan yang terjadi Tulisan ini membahas salah satu jenis pe- rubahan pemanfaatan fahan di Kota Ban- dung, dari perumahan ke perkantoran, yang terjadi sebagai implikasi dari pe- aingkatan kebutuhan lahan untuk kegiatan perkantoran. Bandung sebagai salah satu kota raya, dalam perkembangannya mem- punyai fungsi sebagai pusat pemerintahan, perdagangan dan jasa, pendidikan, Indus- tri, budaya dan pariwisata. Berbagai fung- si kegiatan ini tidak akan berjalan jika ti- dak didukung oleh kegiatan pendukung berupa kegiatan perkantoran yang meru- pakan pusat administrasi, informasi dan Kontrol. Dalam konteks inilah kemudian kegiatan perkantoran dan kebutuhan ru- angnya yang cenderung meningkat pesat menimbulkan dampak terhadap jenis pe- manfaatan lahan yang paling rentan terha- dap perubahan yakni kawasan perumahan, Pembahasan dalam tulisan ini terbagi da~ lam Jima bagian, Sctclah bagian Pendahu- luan ini, bagian kedua akan menguraikan_ pola perkembangan kegiatan perkantoran dan pengaruhnya terhadap perubahan pe- manfaatan lahan, Pada bagian berikutnya akan dibahas kecenderungan dan pola pe- rubahan pemanfaatan lahan perumahan ke perkantoran, dengan mengambil Wilayah Pengembangan Cibeunying - Kota Ban- dung sebagai kasus studi. Selanjutnya akan dibahas pula hasil identifikasi terha- dap faktor-faktor yang mempengaruhi pe- rubahan pemanfaatan lahan perumahan ke perkantoran serta dampaknya. Di bagian akhir akan dikemukakan implikasi dari kasus dikaji terhadap pengendalian pe- ‘manfaatan ruang kota secara umum, Il. POLA PERKEMBANGAN KECI- ATAN PERKANTORAN DAN PE- RUBAHAN PEMANFAATAN LA- HAN DI KAWASAN PERKOTA- AN Perkantoran merupakan suatu tempat se~ kumpulan individy melakukan sebagian aktivitas dari proses produksi, Berbeda Summa PW = 88 dengan aktivitas produksi lainnya, ke- giatan perkantoran tidak menghasilkan produk/barang nyata, melainkan jasa (ser~ vice) yang secara esensial merupakan ke- giatan komunikasi dan kontrol. Perkan- toran secara fisik merupakan tempat mana orang duduk di belakang meja yang, dalam menjalankan pekerjaannya diieng- kapi dan didukung olch berbagai peralatan administrasi dan komunikasi Dalam klasifikasi kegiatan ekonomi, kegi- atanperkantoran merupakan kegiatan yang termasuk dalam sektor jasa (ser- vices). Daniels (1982) mengklasifikasikan proses produksi menjadi tiga sektor, yaitu primary sector, secondary sector dan tert- iary sector, Dilihat dari tenaga kerjanya, baik primary maupun secondary sector pada umumnya berkaitan dengan pekerja- an yang memproduksi komoditas yang terukur (Biue-collar occupation), meski pun tetap membutuhkan tenaga kerja ad- ministrasifjasa (White-collar occupation) Sedangkan scktor jasa (tertiary sector) di- mana kegiatan perkantoran termasuk di dalamnya dibagi menjadi quaternary sec- ‘or dan quinary sector. Quaternary sector merupakan sektor jasa yang berorientasi pada swastalprivat seperti asuransi, per- bankan, dan real estat, Sementara itu, qu- intenary sector merupakan sektor jasa yang, berkaitan dengan jasa pelayanan pu- blik seperti pemerintahan, pendidikan, ke- sehatan. Dari dua pembagian scktor jasa inj kegiatan_perkantoran tidak secara eks- plisit berada di salah satu kategori terse- but melainkan berada pada irisan perpa- duan antara dua Kategori scktor di atas (quaternary sector dan quintenary sector). Untuk lebih jelasnya, keterkaitan antara sektor ekonomi dengan struktur tenaga kerja dapat dilihat pada Gambar 1 Dikaitkan dengan pola lokasinya, tahapan perkembangan perkantoran seperti halnya lokasi produksi, adalah scbagai_berikut (Hartshorn, 1980: 370): 1. Sentralisasi, yaitu terkonsentrasinya semua fungsi di satu lokasi. 2. Fragmentasi, yaitu terjadinya perpin- dahan beberapa fungsi produksi dari agglomerasi kegiatan untuk memaksi- ‘VoL11, No-2tuné 2000 Gambar 1. Keterkaitan antara Sektor Produksi dengan Struktur Tenaga Kerja links Industri ‘Occupation Primar Secondar a (Quatemai White-Colk (Office Occupation Tenia} | Quintenary} [=~ Stronger —— Weakerlinks Sub-group Sumber: Daniels, 1982:11 malkan environments advantages, 3. Dispersi, terjadinya perpindahan se- mua fungsi produksi ke sub pusat kota 4. Diffusi, terjadinya perpindahan bebe- rapa fungsi dari sub pusat kota menu- {ju kota berhierarki di bawahnya dima- na koordinasi dilakukan dengan me maksimalkan fasilitas telekomunikasi Perkembangan kegiatan perkantoran di negara berkembang mempunyai karak- toristik sangat berbeda dengan kegiatan perkantoran di negara maju. Potesc (1991) mengemukakan bahwa tahapan_evolusi pola lokasi perusahaan di negara berkem- ‘bang berada antara_ stadia sentralisasi (centralization) dan dispersi yang terba~ tas. Masih adanya kecenderungan tersen- tralisasinya kegiatan di kawasan pusat kota ini disebabkan oleh peranan kawasan pusat kota sebagai pusat kegiatan sosial ekonomi yang melayani kawasan perkota- an (metropolitan area), belum terganti- kan, Kemudahan yang ditawarkan oleh Kawasan pusat kota mampu menarik ke- sgiatan perkantoran untuk berlokasi di ka- ‘wasan tersebut. Faktor-faktor penarik ke- ‘giatan perkantoran tersebut menurut Gott- mann (1970) lebih disebabkan adanya ge~ lombang kegiatan quaternary sector se- perti kemudahan akses, informasi, tenaga profesional, institusi keuangan dan seba~ gainya, Selain itu citra kawasan pusat kota VoLt4, Noun 2000 dan keamanan bertransaksi turut pula mempengaruhi_ proses aglomerasi kegiat- an perkantoran di pusat kota. Sementara itu tahapan dispersi yang terjadi di negara berkembang sifatnya relatif sangat ter- batas. Namun demikian, desentralisasi berbagai kegiatan pusat kota, sebagai aki- bat agglomeration diseconomics, cende- rung dilakukan melalui invasi ke kawas- an perumahan dibandingkan dengan dis- persi ke kawasan pinggiran/suburban (Lean, 1983: 194), Hambatan untuk mela- kukan dispersi ke kawasan pinggiran ini antara lain disebabkan oleh tingginya bi- aya telckomunikasi dan transportasi. Dari berbagai kepustakaan (Daniel, 1979; Harsthorn, 1980; Lean, 1983) secara teori- tik dapat diidentifikasi bahwa faktor-fak- tor yang mempengaruhi atau menentukan lokasi perkantoran antara lain adalah: fak- tor komunikasi; aksesibilitas; nilai presti- sius; lingkungan sekitar; tenaga kerja; ser- ta daya tarik tapak. Sejauhmana faktor- faktor ini mempengaruhi_ perkembangan dan pola lokasi lebih jauh akan di- identifikasi lebih jauh pada kasus studi. Dalam perkembangannya, dihadapkan pa- da keterbatasan !ahan di perkotaan, per kembangan kegiatan perkantoran sering- kali merambah ke kawasan_perumahan yang secara proporsional memang menu- Sura PWK #9) pakan bagian terbesar dari penggunaan la- han di perkotaan sehingga sangat rentan untuk mengalami perubahan, Ditinjau dari tahapan dalam proses perubahan fungsi kawasan perumahan ke fungsi baru yang terdiri dari penetrasi, invasi, dominasi, dan suksesi (Zulkaidi, 1999); perkem- bangan perkantoran ke kawasan perumah- an termasuk dalam tahapan penetrasi dan invasi Dari berbagai kajian, terdapat banyak fak- tor yang mempengaruhi perubahan pe- manfaatan lahan di perkotaan. Salah sa- tunya adalah seperti yang dijelaskan oleh Charles C.Colby (Zulkaidi, 1999) yang mengemukakan adanya dua gaya yang, berlawanan yaitu sentrifugal yang men- dorong kegiatan berpindah dari suatu ka- wasan pusat kota ke kawasan pinggiran, serta gaya sentripetal yang menaban kegi- atan di kawasan pusat kota dan menarik kegiatan lain ke dalamnya, Sementara itu, dari sisi permintaan terhadap lahan, Har- vey (dalam Kivell, 1993) mengemukakan adanya tiga faktor yang mempengaruhi pemanfaatan tahan di perkotaan, yaitu: aksesibilitas umum terhadap pusat kegiat- an kota (CBD), aksesibilitas khusus kare- na adanya ekonomi aglomerasi (pelayan- an umum, tenaga kerja, komplementaritas, reputasi dan status sosial); serta faktor- faktor pelengkap yang mencakup aspek historis, topografis dan karakteristik ta- pak. Perubahan pemanfaatan lahan di perkota- an pada dasarnya terjadi dalam suatu pro- ses yang melibatkan perkembangan baik di kawasan pusat kota maupun kawasan pinggiran secara serentak. Oleh sebab itu dalam pengendaliannya harus memper- hatikan adanya 4 proses utama seperti yang dikemukakan oleh Bourne (Kivell, 1993: 88) yakni: (1) perluasan kawasan pinggiran kota (suburbanisasi); (2) pere- majaan di kawasan pusat kota; (3) pe- ngembangan prasarana khususnya trans- portasi; serta (4) pertumbuhan dan penu- Tunan nucleation (perpindahan industri dari kawasan pusat kota serta pertumbuh- ‘an bangunan-bangunan umum dan pusat rekreasi di kawasan pinggiran). Jurnal PWK 90) Ill, KECENDERUNGAN | PERKEM- BANGAN DAN PERUBAHAN PE- MANFAATAN LAHAN PERU- MAHAN KE PERKANTORAN DI KOTA BANDUNG Kota Bandung dengan multi-fungsi yang, diembanaya, dalam dasawarsa_terakhir mengalami perkembangan yang pesat ba- ik secara ekonomi maupun demografis. Sceara ckonomi terjadi pergescran struk- tur ckonomi yang mengarah pada semakin dominannya sektor jasa, (meskipun dalam 2 tahun terakhir laju pertumbuhan ekono- mi masih mengalami kontraksi). Sementa- a dari aspek demografis yang. ditandai masih tingginya laju pertumbuhan pendu- duk (2, 44 Y/tahun, Susenas 1994-1999), terjadi kecenderungan pertumbuhan pen- duduk pada kawasan pinggiran yang lebih tinggi dibandingkan dengan kawasan pu- sat. Dinamika perkembangan ini berimpli- kkasi seeara fisik pada perkembangan ka- ‘wasan terbangun kota dan perubahan pe- ‘manfaatan lahan di dalamnya, Di kawasan pinggiran kota, terjadi perubahan dari pe~ ‘manfaaian lahan_pertanian/non-perkotaan menjadi perumahan; sementara di kawas- an pusat dan transisi kota terjadi kecende- rungan perubahan dari perumahan ke non perumahan (perdagangan/komersial, jasa) Dari data penggunaan lahan pada kurun waktu 1983-1999 diperoleh gambaran pe- rubahan penggunaan lahan dari perumah- an menjadi kegiatan jasa di Kota Bandung (perkantoran termasuk di dalamnya) me- munjukkan besaran 257 Ha (Mantiq, 1999), Sebelum krisis ekonomi (1995- 1998), perkembangan perkantoran ini da- pat diindikasikan dari jumlah ijin perenca- naan pembangunan Kantor yang diterbit- kan oich Dinas Tata Kota sebanyak 289 unit (Tri Rejeki, 1999). Jumlah ijin peren- canaan pembangunan ini merupakan pe- ringkat ketiga setelah rumah tinggal dan toko. Ditinjau dari lokasinya, perubahan pemanfaatan lahan ini scbagian besar ter- jadi pada beberapa koridor jalan utama di Wilayah Pengembangan Cibeunying (JL Ir. H. Djuanda, JI, RE Martadinata, JI Su- pratman, JI Aceh, JI. Lombok, JI. Suma- tera dan Jl, Sunda) Vo.t1, Ne2Juni 2000 34 Perkembangan Kegiatan Perkan- toran Kajian mengenai perubahan pemanfaatan Jahan perumahan ke perkantoran di Kota Bandung ini ditakukan dengan mengambil kasus di Wilayah Pengembangan (WP) Cibeunying, yang dalam tingkup Kota Bandung, salah satu arahan pengembang- annya adalah untuk kegiatan pusat peme- rintahan dan jasa_perkantoran. Berda- sarkan hasil survei fapangan, jumlah per- kantoran di WP Cibeunying ini adalah 268 unit, yang terdiri dari 71 unit (26,5 %) perkantoran pemerintah dan 197 unit (73,5 %) perkantoran swasta. Perkantoran pemerintah meliputi Kantor pemerintah daerah, departemen, dan BUMN/BUMD. Sementara itu perkantoran swasta berda- sarkan urutan jumlahnya meliputi jasa ke- uangan, Kantor hukum, jasa konsultan, ya~ yasan sosial, biro perjalanan, biro perda- ‘gangan, biro jasa, serta jasa informasi dan telekomunikasi Untuk memperoleh gambaran_mengenai berbagai aspek yang menyangkut karak- teristik perubahan pemanfaatan lahan pe- rumahan ke perkantoran di wilayah studi, dilakukan survei primer terhadap 91 unit perkantoran, Hasil survei ini menunjuk- kan bahwa kegiatan perkantoran mulai menunjukkan perkembangan sejak tahun 1970-an. Perkembangan pesat terjadi pada kurun 1986-1990, Jika dikaitkan jenis per- kantorannya yang didominasi oleh jasa keuangan, hai ini pada dasamya berkaitan erat dengan kebijaksanaan deregulasi di bidang perbankan yang mempermudah pendirian bank swasta. Pada kurun 1991- 1996, perkembangan kegiatan perkantor- an berkaitan dengan menjamurnya jasa te- Iekomunikasi dan jasa internet. Sementara itu pada kurun 1997-2000, terjadi penu- runan laju perkembangan kegiatan per- kantoran yang berkaitan dengan krisis ekonomi, Perkembangan kegiatan perkan- toran i wilayah studi lebih lanjut dapat dilihat pada gambar 2 Ditinjau dari lokasinya, sebaran perkan- toran di wilayah studi cenderung ber- aglomerasi pada dua lokasi (Gambar 2) ‘Vot1, No.1/Funi 2000, Lokasi pertama berada pada JI Surapati, Ji. Diponegoro - JI, Supratman, dan Ji, RE Martadinata; sedangkan lokasi kedua berada pada JI. Cihampelas, J] Wastuken- cana, JI, Ir H' Djuanda. Perkantoran yang, berkembang di lokasi | pada umumnya berorientasi pada kegiatan kegiatan peme- rintahan; sedangkan perkantoran di lokasi 2 berorientasi pada kegiatan komersial (perdagangan dan jasa), 3.2. Kecenderungan Perubahan Pe- manfaatan Lahan Perumahan ke Perkantoran Terlepas dari kesesuaiannya tethadap ren- ‘cana tata ruang kota, ditinjau dari fungsi atau pemanfaatan Tlahan sebelumnya, per- kantoran di wilayah studi sebagian besar berasal dari perumahan/bangunan rumah tinggal (60,4 %). Hanya 22 % yang sejak awal merupakan kantor, sementara sisa~ nya semula merupakan lahan kosong (15,4-%) dan toko (2,2 %). Dari gambaran inj jelas tampak adanya kecenderungan perubahan pemanfaatan tahan dari pe- rumahan ke perkantoran dengan luasan yang cukup besar. Perubahan pemanfa- atan lahan dari perumahan ke perkantoran ini lebih rinci menurut jenis kegiatannya dapat dilihat pada Tabel 1 Dikaitkan dengan rencana tata ruang kota (RUTK Bandung dan RDTR WP Cibeu- ying), sebagian besar perkantoran berada pada lokasi yang sesuai dengan rencana (67%). Jenis kegiatan di kawasan per- kantoran ini terdiri dari perkantoran pe- ‘merintahan (31 %) dan perkantoran swas- ta (69 %). Sementara itu, pada kawasan yang tidak sesuai dengan rencana tata ru- ‘ang kota (yakni kawasan perumahan) ke- giatan perkantoran (33 %) terdiri dari per- kantoran pemerintahan (43 %) dan per- kantoran swasta (57 %). injau_menurut fungsi/hierarki_ jalan, perkantoran (baik pemerintah maupun swasta) yang telah sesuai dengan rencana_ tata ruang kota pada umumnya berlokasi di ruas jalan arteri sekunder, kolektor pri- mer, dan kolektor sekunder. Sedangkan pada ruas jalan lokal, sebagian besar per- Surmal PWK 91 Lokasi 2 WP CIBEUNYING KETERANGAN =: EF Betas BWR Cibenmying [Eee] sue Bw citenming Tenis Keginton Perkcantorann [2] Demarcenen Biro Java Bite Perjatanan Bise Perdagangan [EE] otettor Seeunder Peewarutaan Kawasan Menurat RDTRR Perdagangan Pendidikan Taman Jatee Hijane Jaca & Peedagangas st! RDTEK Wilysh Cabewmying SJurnal PWK 92 VoLt1, No.2fjuni 2000 Tabel 1 Jenis Perubahan Pemanfaatan Lahan ke Perkantoran 48 7 ~ Tenis Kegiatan Perkantoran BY a tinpenantan 7595 7 Si 3 ILA shtotall “a3 FA] To] aa total | 7184] % IKantor ee a 1 itt 15| [Rumah oko 1 yy [Sub total Ay af ay a 2| 3} 14} 15| jy 4 iy 63 _ ie! 5 Ee Tee | aaa pee ‘(Rumah Toko [Tat ta 2 Ss aPB aa ealre as aera Tinggal 1 i [Kantor i 1 Subtotal 7 1 2 [Kantor 7 fats a xy paps 1 E [Subioar x Papa a Taya Bi Total 1 af so] 3a 9f atop 27a] 9_3]_2| e091 109) (%) r7_afaif_34f tof aff 29] 2) To} 3] 2} ol 00] Sumber : Survei Primer, 2000 Keterangan : Il, Perkantoran Swasta T. Perkantoran Pemerintah 1. Departemen 2. Non-Departemn 3. BUMN/BUMD kantoran justru tidak sesuai dengan renca- na tata ruang (kawasan perumahan), Secara keseluruhan, sebenarnya perubah- an pemanfaatan lahan perumahan ke per- kantoran di wilayah studi yang terjadi pa- da lokasi yang sesuai dengan rencana tata ruang kota memiliki kecepatan dan per- tumbuhan relatif lebih tinggi dibanding pada lokasi yang tidak sesuai rencana (ka- wasan perumahan), Walaupun demikian, kondisi ini cukup mengkhawatirkan apa- bila dikaitkan dengan fakta bahwa penye- baran perubahan lahan perumahan ke per- kkantoran sejak perioda 1991-2000 mulai melakukan penetrasi ke ruas jalan kolek- ‘VoL11, No.Juni 2000, 4, Biro Perdagangan 5. Biro Jasa 6. Biro Perjalanan 7, Jasa Keuangan 8. Jasa Informasi 9, Jasa Konsultan 10. Jasa Telekomunikasi 11, Kantor Hukum tor sekunder dan lokal dengan kecepat- ‘an perubahan yang lebih tinggi dibanding ‘dengan fungsi dan hierarki jalan lainnya. Apalagi jika dikaitkan dengan rencana ta- ta ruang kota, sebagian besar kegiatan perkantoran yang berada pada kedua ruas jalan tersebut tidak scsuai dengan renca~ na, Secara diagramatis kecenderungan pe- rubahan pemanfaatan lahan perumahan ke perkantoran menurut fungsifhierarki jalan dapat dilihat pada Gambar 3. Terjadinya perubahan pemanfaatan lahan dari perumahan ke perkantoran secara fi- sik ditandai pula dengan perubahan inten- sitas dan tata massa bangunan di atasnya. SJurnal PWK 93, Gambar 3. Perubahan Pemanfaatan Lahan Perumahan ke Perkantoran Berdasarkan Fungsi/Hierarki Jalan 25 ‘AorulasiJundah Unit Perkanorsn a Koteksor Pri Dalam kaitan ini perubahan yang terjadi berupa perubahan perkerasan halaman (44%), tuas lantai sebesar (31,9 9%), muka bangunan (26,4 %), batas persil (25,3 %) dan tinggi bangunan (20,9 %). Pada ka- wasan perumahan, perubahan fisik ba- ngunan tersebut dapat dipastikan_ mem- berikan dampak terhadap citra lingkungan perumahan secara keseluruhan. IV. FAKTOR-FAKTOR YANG BER- PENGARUH DAN DAMPAK PE- RUBAHAN PEMANFAATAN LA- HAN PERUMAHAN KE PER- KANTORAN 4.1, Faktor-faktor yang Berpengaruh Terlepas dari kesesuaian atau ketidaksesu- aiannya dengan rencana tata ruang kota, tampak bahwa kegiatan perkantoran cen- derung lebih banyak mengubah pemanfa- atan lahan yang sebelumnya merupakan perumahan/bangunan rumah tinggal dari Jornal PWK -98 pada dilakukan di lahan kosong. Timbul pertanyaan, faktor-faktor apa yang mem- pengaruhi pola dan kecenderungan peru- bahan pemanfaatan Iahan perumahan ke perkantoran? Berdasarkan survei diper- oleh gambaran bahwa dari sisi pelaku, faktor-faktor yang paling mempengaruhi mereka dalam pengembangan kegiatan perkantoran di fokasinya sekarang teruta- ma adalah faktor komunikasi (96,5 %) dan aksesibilitas (80,2 %); selain faktor lokasi prestisius, lingkungan, daya tarik tapak, dan tenaga kerja. Untuk memperoleh penjelasan lebih jauh mengenai keterkaitan antara karakteristik perkantoran yang ada dengan pola peru- ‘bahan pemanfaatan lahan, dilakukan ana- lisis tabulasi-silang. Dalam hal ini diiden- tifikasi variabel-variabel yang diduga ber- pengaruh: lokasi dan jenis kegiatan per- Kantoran, jumlah pengunjung frekuensi interaksi dengan relasi usaha, frekuensi interaksi dengan Konsumen, status ba- Volt, No2/Sunl 2006 ngunan, keberadaan fasilitas angkutan umum, harga lahan, luas lahan dan ba- ngunan, serta jumlah tenaga kerja. Semen- tara pola perubahan pemanfaatan lahan yang dipengarubi menyangkut: kecepatan perubahan, scbaran berdasarkan kesesuai- annya dengan rencana tata ruang kota, serta bentuk perubahan (muka bangunan, perkerasan halaman, batas pers, luas lan- tai, dan jumtah lantai). Temuan dari ana~ lisis keterkaitan ini antara lain adalah: * Sebaran perkantoran menurut kesesu- aiannya dengan rencana tata ruang ko- ta berkaitan dengan faktor komunikasi (frekuensi interaksi dengan relasi usa- ha). Dalam hal ini perkantoran yang Iokasinya sesuai dengan rencana yang bberada pada jalan arteri sekunder, ko- Iektor primer dan kolektor sekunder mempunyai kegiatan yang member kan pelayanan yang dicirikan dengan frekuensi interaksi yang tinggi. Selain itu, sebaran perkantoran berdasarkan kesesuaian dengan rencana berkaitan dengan harga lahan. Sebagian perkan- toran berada pada lokasi yang tidak sesuai dengan rencana justru karena harga lahan yang lebih rendah, © Perubahan muka bangunan dipenga- ruhi oleh status bangunan dan jumlah tenaga kerja, perubahan_perkerasan halaman dipengaruhi oleh frekuensi interaksi dengan konsumen, perubah- an Tuas lantai dipengaruhi oleh faktor tenaga kerja, perubahan jumlah lantai dipengaruhi juga oleh frekuensi inter- aksi dengan relasi usaha dan frekuensi dengan konsumen. 4.2, Dampak Perubahan Pemanfaatan Lahan Perumahan ke Perkantoran Selain ketidaksesuaiannya dengan rencana tata ruang kota, aspek lain yang perlu mendapat perhatian adalah dampak peru- ‘bahan pemanfaatan lahan yang seringkali borsifat negatif. Secara keseluruhan, peru- bahan pemanfaatan lahan dari perumahan dan perkantoran sebenamya sebagian be- sar telah sesuai dengan rencana tata ruang, kota (sebagai kawasan jasa-perkantoran). ‘Namun kecenderungan yang terjadi pada Jima tahun terakhir ini menunjukkan bah- VoL11, No.1slunt 2000 wa kegiatan perkantoran ini sudah me- rambah pula ke kawasan perumahan yang. sesungguhnya hanya dilayani oleh jalan Jokal dengan kapasitas yang sangat terba- tas, Hal ini tentu saja menimbulkan dam- pak negatif terhadap lingkungan perumah- an, Peningkatan kebutuhan parkir dan pe- ningkatan bangkitan lalu fintas merupakan dampak langsung karena adanya kegiatan petkantoran yang kemudian cenderung merugikan masyarakat di kawasan peru- mahan tersebut, Besamya dampak perubahan perumahan ke perkantoran dapat dilihat dari perban- dingan antara kapasitas parkir yang seyo- gyanya dimiliki oleh kegiatan perkantoran dibandingkan jika tetap sebagai perumah- an, Kebutuhan parkir ini baik untuk pega wai/karyawan maupun konsumen yang di- layani, Scbagai perkiraan setiap kegiatan perkantoran membutuhkan ruang parkir 1 petak/100 m2 luas lantai (standar DKI Ja~ karta); sedangkan rumah tinggal maksi- mal membutubkan 2 petak parkir (garasi dan carport). Didasarkan pada data Iuas Jantai perkantoran di wilayah studi, per- bandingan ini sesuai dengan lokasi per- kantoran menurut fungsi jalan adalah: ja- Jan arteri primer 10:1, jalan arteri sekun- der 9:1, jalan kolektor sckunder 7:1, dan jalan lokal 11:1. Ketersediaan dan kapasi- ‘as prasarana parkir yang terbatas inilah ‘yang kemudian menyebabkan parkir di te~ pi jalan (kolektor sekunder dan _lokal) yang menimbulkan kemacetan lalulintas. ‘Apalagi adanya perbedaan karakteristik antara kegiatan perumahan dengan per- kkantoran berdampak besar pada bangkitan lalulintas yang ditimbulkannya. Dengan adanya penetrasi kegiatan perkantoran di Kawasan perumahan telah meningkatkan jumiah bangkitan talu Tintas yang jelas di war kapasitas jalan menurut fungsinya so- hingga menimbulkan kemacetan lalulintas yang tidak kecil. Perkiraan bangkitan lalu- lintas kegiatan perkantoran lazimnya dihi- tung berdasarkan Iuas (smp/m2) sementa- ra kegiatan perumahan smp/keluarga. Se- bagai gambaran, pada wilayah studi per- bandingan bangkitan lalulintas kegiatan perkantoran dengan perumahan pada jalan Iokal menunjukkan angka 48 kali. Dengan Jurnal PWK - 95: angka ini dapat dipastikan bahwa di jalan- jalan lokal atau kawasan perumahan yang ‘ada perkantoran potensial terjadi kemacet- an lalulintas yang akut Selain kedua dampak langsung di atas, terjadinya pembauran dua fungsi yang ‘mempunyai karakteristik berbeda, lambat Jaun dapat menyebabkan salah satu fungsi akan mengalabkan fungsi lainnya. Ber- kembangaya kegiatan perkantoran di ka- vwasan perumahan menyebabkan kawasan perumahan yang scharusnya nyaman, ‘aman, dan jauh dari kebisingan tidak da- pat dipenuhi lagi, Hal inilah yang kemu an lambat-laun menyebabkan penurunan kualitas lingkungan perumahan, V. IMPLIKASI TERHADAP PE- NGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG KOTA Didasarkan pada kecenderungan, faktor- faktor yang mempengaruhi serta dampak- nya, masalah perubahan pemanfaatan la- han dari perumahan ke perkantoran sc- sungguhnya berkaitan erat dengan efekti- vitas pengendalian pemanfaatan rang ko- ta secara keseluruhan. Apalagi pemaham- an terhadap perubahan pemanfaatan lahan lebih mengacu pada kesesuaiannya tetha- dap rencana tala ruang kota. Seringkali timbul pertanyaan, mengapa sampai terja- di perubahan pemanfaatan lahan peru mahan ke perkantoran (juga ke perda- gangan-jasa/komersial) yang jelas berbeda dengan peruntukan yang ditetapkan dalam rencana tata ruang? Apakah mekanisme perijinan pemanfaatan ruang danatau per- ijinan bangunan tidak dapat menjadi ins- trumen yang ampuh untuk pengendalian pada takap yang paling dini, justru scbe- Jum perubahan atau penyimpangan terse- but terjadi? Sesuai dengan Undang-undang No. 24 ‘Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, pe- ngendalian pemanfaatan ruang mencakup mekanisme perijinan, pengawasan dan pe- nertitan, Tampaknya dalam ketiga aspek dan/atau tahapan pengendalian ini peme- rintah Kota menghadapi persoalan sching- ga pengendalian pemanfaatan rvang tidak Samal PWK 96 dapat dilakukan sccara cfektif. Padahal sesungguhnya telah ada berbagai instru- men pengendalian perubahan pemanfaat- an lahan yang dapat dijadikan landasan. Instrumen pengendalian perubahan pe- manfeatan lahan yang telah mempunyai dasar hukum antara lain adalah: mekanis- ‘me perijinan, pencabutan perijinan, insen- tif dan disinsentif serta perpajakan (Zulka- idi, 1999). Dari aspek mekanisme_perijinan, jelas bahwa perubahan pemanfaatan lahan yang, tidak sesuai dengan rencana perlu diperta~ nyakan kaitannya dengan perijinan yang menyertainya. Dalam hal ini ada dua tipe persoalan: = Scbagian perubahan pemanfaatan la- han perumahan ke perkantoran justru terjadi karena didukung oleh adanya ijin (dalam hal ini ijin perencanana pembangunan/planning permit dan IMB perkantoran). Hal ini berarti pe~ rubahan pemanfaatan lahan atau pe- nyimpangan terhadap rencana tata ni- ang kota sesungguhnya terjadi secara legal Karena meskipun didukung, ke- engkapan perijinan (secara prosedur- al), namun secara substansial_me- nyimpang dari jenis pemanfeatan ru- ang yang ditctapkan + Sebagian perubahan pemanfaatan la- han perumahan ke perkantoran selain tidak sesuai dengan rencana tata r= ang, juga tidak didukung dengan ber~ bagai kelengkapan perijinan. Penyim- pangan ini sesungguhnya perlu dita- ngani melalui tindakan penertiban ‘yang dapat bermuara pada pencabutan ijn. Dalam kaitannya dengan instrumen yang bersifat disinsentif bagi perubahan pe- manfaatan lahan, sesungguhnya sudah ada Jandasan hukumnya yakni Permendagri No. 4 Tahun 1996 tentang Pedoman Peru- bahan Pemanfaatan Lahan Perkotaan. Dalam peraturan ini, perubahan pemanfa- atan lahan (yang tidak sesuai dengan yang ditentukan dalam rencana tata ruang yang telah disahkan) dapat dilakukan untuk mendorong percepatan laju pembangunan dacrah yang berazaskan: setiap perubah- VoL41, No2/Junt 2000 an pemanfaatan lahan harus dapat mem- bert manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran masyarakat, tidak merugi- kan masyarakat, tidak membawa kerugian pada pemerintah daerah di masa menda- tang, mendorong pertumbuhan kegiatan ekonomi perkotaan (pasal 3). Mengacu pada peraturan ini, perubahan pemanfaat- an lahan yang dilakukan harus melalui ta- ta cara perijinan yang disertai dengan pe- ngenaan retribusi yang discsuaikan de- ‘ngan jenis perubahan yang terjadi. Namun ‘yang menjadi masalah adalah untuk me- laksanakan peraturan yang sesungguhnya lebih bersifat sebagai disinsentif ini perlu adanya peraturan daerah secara khusus, Di Kota Bandung seperti halnya di ba~ nyak kota lainnya, peraturan daerah seper- ti ini sampai saat ini belum ada sehingga perubahan pemanfaatan lahan yang terjadi tidak dapat dijamin memenuhi azas-azas perubahan yang seharusnya. Dampak perubahan yang semestinya da- pat diantisipasi pada saat perijinan diberi- kan misalnya adalah ketersediaan dan ka- pasitas sarana-prasarana lingkungan yang berkaitan dengan perubahan pemanfaatan Jahan yang terjadi. Dari kasus yang terja~ di, sebagian besar perubahan pemanfaatan Jahan perumahan ke perkantoran yang ter- jadi terutama pada jalan kolektor sekunder dan jalan lokal (di kawasan perumahan). Hal ini dapat dipastikan akan dihadapkan pada ketersediaan dan kapasitas sarana- prasarana untuk menunjang kegiatan per- ‘kantoran yang tidak memadai (lebar jalan kecil, tidak ada/kurangnya ruang parkir). ‘Tanpa peraturan yang jelas, ketentuan un- tuk membangun sarana-prasarana_ pendu- kkung sebagai konsekuensi perubahan pe- manfaatan lahan ke perkantoran sulit un- tuk dikendalikan, Selain itu juga, penerap- an retribusi yang dikenakan terhadap pe- rubahan pemanfaatan lahan sesuai dengan Permendagri No. 4 Tahun 1996, masih perlu ditindaklanjuti dengan penetapan besamya indeks perubahan yang. terjadi yang sesungguhnya tidaklah sederhana, Hasil studi yang dilakukan oleh Tri Rejeki (1999) menunjukkan bahwa penentuan in- decks perubahan ini selain perlu memper- timbangkan ketidaksesuaian dengan ren- Volt, Nos/Juni 2000 cana (jenis perubahan serta sifatnya, juga mempertimbangkan dampak perubahan ‘yang terjadi (ekonomi, sosial, dan ling- kungan), Kecenderungan perkembangan_kegiatan perkantoran yang merambah ke kawasan perumahan pada dasamya mencerminkan tidak ada atau rendahnya pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah kota. Meskipun dampaknya tidak sebesar per- kembangan kegiatan perdagangan (misal- nya factory outlet yang juga menjadi ma salah yang mencerminkan efektivitas pe- ngendalian pemanfaatan ruang yang ren- dah), perkembangan kegiatan perkantoran i kawasan perumahan ini perlu dikenda- Jikan. Dalam hal ini penertibannya perlu dilakukan secara lebih dini untuk meng- hindari masalah yang semakin meluas yang sering menyulitkan pemerintah Kota untuk hanya sekedar mempertimbangkan ‘ketidaksesuaiannya’ dengan rencana tata ruang, Dalam kaitannya dengan evaluasi/revisi rencana tata ruang kota, masalah peru- baban pemanfaatan lahan perumahan ke perkantoran ini perlu mendapat perbatian pula, Apabila kecenderungan perkem= bangan kegiatan perdagangan di kawasan perumahan diakomodasikan dalam pe- ‘manfaatan muang/peruntukan rumah-toko (ruko), tampaknya hal yang sama dapat jadi dikembangkan dalam bentuk rumah- kantor (rukan). Rukan diharapkan dapat mempertemukan kebutuhan atau perkem- bangan kegiatan perkantoran untuk berlo- kasi pada tempat strategis dan terjangkau (dari sisi pelaku) dengan kepentingan pengaturan olch pemerintah kota, sebagai altematif dari pembangunan perkantoran secara individual atau pembangunan ge- dung perkantoran sewa pada kawasan per~ kantoran utama VI. DAFTAR PUSTAKA. Daniels, Peter. 1982. Service Indusiries: Growth and Location. Cambridge: Cam- bridge University Press. Goldberg, Michael and Peter Chinloy. 1984, ‘Urban Land Economic. London: Wiley. Jornal PWK -97 Graham, Stepen, et al. 1996. Telecommunt- cations and The City. London: Routlegde. Kivell, Philip. 1993. Land and the Cio: Pat tern and Process of Urban Change. Lon- don: Routledge. Mantiq, Hanif, 1999. Perkembangan Kodya Bandung Ditinjau dari Pertunbuhan Pen- duduk dan Penggunaan Lahan Tahun 1989 — 1998. Tugas Akhir Jurusan Teknik Planologi FTSP ITB. Polese, Mario. 1991. The Office Location Pro- bblem: Implication for the Growth and Structure of Cities in Newly Industriali- zing Countries. Review of Urban and Re- gional Development Studies. 1,3, 121- 133, Safariah, Rifiat, 1999, Kajian Pemanfaatan Lahan dari Perumahan Menjadi Guna Lahan Komersial. Tugas Akhir Jurusan ‘Teknik Planologi FTSP ITB. ‘Tri Rejeki, Nevita, 1999. Pedoman Penentuan Indeks Perubahan Pemanjaatan Lahkan sebagai Penerapan Permendagri No. 6 Tahun 1996. Tugas Akhir Furasan Teknik Planologi FTSP ITB Zulkaidi, Denny. 1999. Pemalanian Perubab aan Pemanfaatan Lahan Kota Sebagai Da- sar bagi Kebijakan Penanganannya, Jur- nal Perencanaan Witayak dan Kota. Vol 10, No. 2, Juni 1999, hal. 108-123 Permendagri No. 4 Tahun 1996 tentang Pedo- ‘man Perubahan Pemanfaatan Lahan Per- kotaan. Jurnal PWK -98 VoL11, Ne2/Junt 2000

Anda mungkin juga menyukai