Anda di halaman 1dari 4

PEMERINTAH KABUPATEN INDRAMAYU

DINAS KESEHATAN
UPTD PUSKESMAS JATISAWIT
Jln. Raya Jatisawit Lor Kec. Jatibarang – Indramayu Tlp/Fax (0234) 7140259 - 45273

HP. 082130806987 E-Mail : puskesmasjatisawit@yahoo.com

KERANGKA ACUAN KEGIATAN


PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI (PE) / SURVEILANS GIZI
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS JATISAWIT
Nomor : / / Puskesmas/ 2019
A. PENDAHULUAN
Masalah gizi merupakan masalah yang ada di semua negara, baik negara miskin,
negara berkembang dan negara maju. Negara miskin cenderung dengan masalah gizi
kurang, hubungan dengan penyakit infeksi dan negara maju cenderung dengan masalah gizi
lebih (Soekirman, 2000).
Saat ini di dalam era globalisasi dimana terjadi perubahan gaya hidup dan pola makan,
Indonesia menghadapi permasalahan gizi ganda. Di satu pihak masalah gizi kurang yang
pada umumnya disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya persediaan pangan, kurang baiknya
kualitas lingkungan, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi. Selain itu masalah gizi
lebih disebabkan oleh kemajuan ekonomi pada lapisan masyarakat tertentu disertai dengan
kurangnya pengetahuan tentang gizi (Azrul, 2004).
Penanganan gizi buruk sangat terkait dengan strategi sebuah bangsa dalam
menciptakan sumber daya manusia yang sehat, cerdas, dan produktif. Upaya peningkatan
sumber daya manusia yang berkualitas dimulai dengancara penanganan pertumbuhan anak
sebagai bagian dari keluarga dengan asupan gizi dan perawatan yang baik. Dengan
lingkungan kelurga yang sehat, maka hadirnya infeksi menular ataupun penyakit masyarakat
lainnya dapat dihindari. Ditingkat masyarakat faktor-faktor seperti lingkungan yang higienis,
ketahanan pangan keluarga, pola asuh terhadap anak dan pelayanan kesehatan primer
sangat menentukan dalam membentuk anak yang tahan gizi buruk.
Secara makro, dibutuhkan ketegasan kebijakan, strategi, regulasi, dan koordinasi lintas
sektor dari pemerintah dan semua stakeholders untuk menjamin terlaksananya poinpoin
penting seperti pemberdayaan masyarakat, pemberantasan kemiskinan, ketahanan pangan,
dan pendidikan yang secara tidak langsung akan mengubah budaya buruk dan paradigma di
tataran bawah dalam hal perawatan gizi terhadap keluarga termasuk anak.
Keberhasilan pembangunan nasional yang diupayakan oleh pemerintah dan
masyarakat sangat ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia. Indikator yang
digunakan untuk mengukur tinggi rendahnya kualitas sumber daya manusia antara lain
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Indeks Kemiskinan Manusia (IKM). Pada
umumnya IPM dan IKM mempunyai komponen yang sama, yaitu angka harapan hidup

1
(tingkat kesehatan), penguasaan ilmu pengetahuan (tingkat pendidikan) dan standar
kehidupan yang layak (tingkat ekonomi). Pada IPM, standar hidup layak dihitung dari
pendapatan per kapita, sementara IKM diukur dengan persentase penduduk tanpa akses
terhadap air bersih, fasilitas kesehatan, dan balita kurang gizi.
Tiga faktor utama penentu IPM yang dikembangkan UNDP adalah tingkat pendidikan,
kesehatan, dan ekonomi. Ketiga faktor tersebut erat kaitannya dengan status gizi
masyarakat. Salah satu prioritas pembangunan nasional di bidang kesehatan adalah upaya
perbaikan gizi yang berbasis pada sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal. Kurang
gizi akan berdampak pada penurunan kualitas SDM yang lebih lanjut dapat berakibat pada
kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan mental dan kecerdasan, menurunkan
produktivitas, meningkatkan kesakitan serta kematian. Visi pembangunan gizi adalah
“Mewujudkan keluarga mandiri sadar gizi untuk mencapai status gizi masyarakat/keluarga
yang optimal”.
Secara umum di Indonesia terdapat dua masalah gizi utama, yaitu kurang gizi mikro
dan kurang gizi makro. Kurang gizi makro pada umumnya disebabkan oleh kekurangan
asupan energi dan protein dibanding kebutuhannya yang menyebabkan gangguan
kesehatan, sedangkan kurang gizi mikro disebabkan kekurangan zat gizi mikro. Gizi buruk
adalah bentuk terparah dari proses terjdinya kekurangan gizi menahun. Anak balita sehat
atau kurang gizi secara sederhana dapat diketahui dengan membandingkan antara berat
badan menurut umurnya dengan rujukan (standar) yang telah ditetapkan. Apabila berat
badan menurut umur sesuai dengan standar, anak disebut gizi baik. Kalau sedikit dibawah
standar disebut gizi kurang. Apabila jauh dibawah standar disebut gizi buruk.

B. LATAR BELAKANG

Kurang Energi Protein pada anak masih menjadi masalah gizi dan kesehatan
masyarakat di Indonesia. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, sebanyak 13,8 %
anak berstatus gizi kurang, diantaranya 3,9% berstatus gizi buruk. Data yang sama
menunjukkan 6,7% anak kurus, diantaranya 3,5% anak sangat kurus dan 11,5% anak
memiliki kategori sangat pendek.
Keadan ini masih berpengaruh pada tingginya angka kematian bayi. Menurut WHO
lebih dari 50% kematian bayi dan anak terkait dengan gizi kurang dan gizi buruk, oleh karena
itu masalah gizi perlu ditangani secara cepat dan tepat.
Salah satu cara untuk menanggulangi masalah gizi kurang dan gizi buruk adalah
dengan menjadikan tatalaksana gizi buruk sebagai upaya untuk menangani setiap kasus
yang ditemukan. Pada saat ini seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi tatalaksana
gizi buruk menunjukkan bahwa kasus ini dapat ditangani dengan dua pendekatan. Gizi buruk
dengan konplikasi dan gizi buruk tanpa komplikasi dapat dilakukan secara rawat jalan.

C. TUJUAN
1. Umum
Mengetahui sasaran kasus gizi buruk dan pola konsumsi masyarakat sekitar kasus.

2
2. Khusus
a. Menurunkan prevalensi gizi buruk
b. Meningkatkan status gizi anak
c. Memantau dan mengevaluasi keadaan status gizi anak gizi buruk

D. KEGIATAN POKOK DAN RINCIAN KEGIATAN

Melakukan penyelidikan kepada 20 KK disekitar balita gizi buruk sangat kurus (BB/TB)
hasil validasi dengan cara mewawancara tentang pola konsumsi makan warga.

E. CARA MELAKSANAKAN KEGIATAN


a. Merekapitulasi data hasil validasi balita gizi buruk (BB/U) dari setiap desa yang ada di
wilayah kerja Puskesmas Jatisawit
b. Menghitung dan mendata bayi/balita yang mempunyai status gizi sangat kurus
berdasarkan BB/TB
c. Menentukan lokasi, jadwal dan petugas
d. Melaksanakan PE pada 20 KK disekitar balita gizi buruk (BB/TB)
e. Melaporkan hasil PE sesuai format yang sudah disediakan.

F. SASARAN
20 KK disekitar balita sangat kurus berdasarkan indikator BB/TB.

G. JADWAL KEGIATAN

Kegiatan Jan Feb Mart Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Penyelidikan
Epidemiologi
(PE) / Surveilans
Gizi Buruk

H. MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN DAN PELAPORAN


Monitoring dan evaluasi berupa:
 Mengambil foto balita saat awal pelacakan, awal pendampingan, pertengahan
pendampingan dan setelah didampingi (status gizi sudah normal).
 Sebelum didampingi, petugas harus melakukan pendataan dan mengisi data-data yang
diperlukan. Petugas juga harus melakukan proses antropometri (dapat melalui
penimbangan bulanan di posyandu)
 Setelah diketahui status gizinya, barulah diberikan tindakan pendampingan oleh petugas
pendamping

3
 Petugas pendamping harus melakukan kunjungan dan mengukur BB dan TB balita
tersebut setiap bulannya dan di evaluasi status gizinya.
 Melakukan dokumentasi kegiatan
 Membuat laporan kegiatan pendampingan setiap bulannya.

I. PENCATATAN, PELAPORAN DAN EVALUASI KEGIATAN


Pencatatan, pelaporan dan evaluasi kegiatan upaya gizi Puskesmas Jatisawit
dilaporkan ke Dinas Kesehatan setiap bulan/pada akhir kegiatan.

Anda mungkin juga menyukai