DINAS KESEHATAN
UPTD PUSKESMAS JATISAWIT
Jln. Raya Jatisawit Lor Kec. Jatibarang – Indramayu Tlp/Fax (0234) 7140259 - 45273
1
(tingkat kesehatan), penguasaan ilmu pengetahuan (tingkat pendidikan) dan standar
kehidupan yang layak (tingkat ekonomi). Pada IPM, standar hidup layak dihitung dari
pendapatan per kapita, sementara IKM diukur dengan persentase penduduk tanpa akses
terhadap air bersih, fasilitas kesehatan, dan balita kurang gizi.
Tiga faktor utama penentu IPM yang dikembangkan UNDP adalah tingkat pendidikan,
kesehatan, dan ekonomi. Ketiga faktor tersebut erat kaitannya dengan status gizi
masyarakat. Salah satu prioritas pembangunan nasional di bidang kesehatan adalah upaya
perbaikan gizi yang berbasis pada sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal. Kurang
gizi akan berdampak pada penurunan kualitas SDM yang lebih lanjut dapat berakibat pada
kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan mental dan kecerdasan, menurunkan
produktivitas, meningkatkan kesakitan serta kematian. Visi pembangunan gizi adalah
“Mewujudkan keluarga mandiri sadar gizi untuk mencapai status gizi masyarakat/keluarga
yang optimal”.
Secara umum di Indonesia terdapat dua masalah gizi utama, yaitu kurang gizi mikro
dan kurang gizi makro. Kurang gizi makro pada umumnya disebabkan oleh kekurangan
asupan energi dan protein dibanding kebutuhannya yang menyebabkan gangguan
kesehatan, sedangkan kurang gizi mikro disebabkan kekurangan zat gizi mikro. Gizi buruk
adalah bentuk terparah dari proses terjdinya kekurangan gizi menahun. Anak balita sehat
atau kurang gizi secara sederhana dapat diketahui dengan membandingkan antara berat
badan menurut umurnya dengan rujukan (standar) yang telah ditetapkan. Apabila berat
badan menurut umur sesuai dengan standar, anak disebut gizi baik. Kalau sedikit dibawah
standar disebut gizi kurang. Apabila jauh dibawah standar disebut gizi buruk.
B. LATAR BELAKANG
Kurang Energi Protein pada anak masih menjadi masalah gizi dan kesehatan
masyarakat di Indonesia. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, sebanyak 13,8 %
anak berstatus gizi kurang, diantaranya 3,9% berstatus gizi buruk. Data yang sama
menunjukkan 6,7% anak kurus, diantaranya 3,5% anak sangat kurus dan 11,5% anak
memiliki kategori sangat pendek.
Keadan ini masih berpengaruh pada tingginya angka kematian bayi. Menurut WHO
lebih dari 50% kematian bayi dan anak terkait dengan gizi kurang dan gizi buruk, oleh karena
itu masalah gizi perlu ditangani secara cepat dan tepat.
Salah satu cara untuk menanggulangi masalah gizi kurang dan gizi buruk adalah
dengan menjadikan tatalaksana gizi buruk sebagai upaya untuk menangani setiap kasus
yang ditemukan. Pada saat ini seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi tatalaksana
gizi buruk menunjukkan bahwa kasus ini dapat ditangani dengan dua pendekatan. Gizi buruk
dengan konplikasi dan gizi buruk tanpa komplikasi dapat dilakukan secara rawat jalan.
C. TUJUAN
1. Umum
Mengetahui sasaran kasus gizi buruk dan pola konsumsi masyarakat sekitar kasus.
2
2. Khusus
a. Menurunkan prevalensi gizi buruk
b. Meningkatkan status gizi anak
c. Memantau dan mengevaluasi keadaan status gizi anak gizi buruk
Melakukan penyelidikan kepada 20 KK disekitar balita gizi buruk sangat kurus (BB/TB)
hasil validasi dengan cara mewawancara tentang pola konsumsi makan warga.
F. SASARAN
20 KK disekitar balita sangat kurus berdasarkan indikator BB/TB.
G. JADWAL KEGIATAN
Kegiatan Jan Feb Mart Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Penyelidikan
Epidemiologi
(PE) / Surveilans
Gizi Buruk
3
Petugas pendamping harus melakukan kunjungan dan mengukur BB dan TB balita
tersebut setiap bulannya dan di evaluasi status gizinya.
Melakukan dokumentasi kegiatan
Membuat laporan kegiatan pendampingan setiap bulannya.