Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH PENGANTAR HUKUM

“FENOMENA HUKUM DI MASYARAKAT dengan ATURAN/HUKUM


BERDASARKAN 8 ASAS PRINSIP LEGALITAS (FULLER)”

UU LALU LINTAS NO. 22 TAHUN 2009

Oleh:

Marindah Putri K. (11171130000031)

Ditujukan kepada

Dosen Mata Kuliah Pengantar Hukum:

Nurul Khusniyati S.H, M.M.

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL, FAKULTAS ILMU


SOSIAL DAN ILMU POLITIK, UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA.

TAHUN 2018
ABSTRAKSI

Identifikasi atau tujuan dari penelitian ini adalah sebagai bentuk edukasi
terhadap masyarakat mengenai UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pasal 281 dan
288 ayat (1)&(2), mengenai kewajiban membawa SIM yang sah dan STNK. Dalam
penelitian ini, responden merupakan para driver ojek online dan sopir angkot sebagai
kendaraan yang sering digunakan penulis. Cara yang digunakan dalam penelitian ini
adalah, menggunakan metode penilitian empirik untuk mencari data-data, data yang
diperoleh merupakan data primer karena melalui proses wawancara langsung dengan
narasumber mengenai kewajiban dan pentingnya membawa SIM/STNK saat
berkendara, selanjutnya dianalisis dan menghasilkan data kualitatif, berupa alasan atau
faktor apa saja yang membuat para pengendara penting dan perlu membawa
SIM/STNK saat berkendara. Sehingga para pengendara menyadari bahwa membawa
SIM/STNK itu penting beradasarkan pada alasan yang mereka nyatakan,

Prosesnya, tidak ditemukan responden yang melanggar, namun tidak menampik


di luar hal tersebut banyak pengendara yang mengabaikan untuk tidak membawa
SIM/STNK saat berkendara. Akan tetapi penelitian ini sudah cukup menggambarakan
bagaiaman suatu hukum bekerja dalam masyarakat, yang hasilnya masyarakat mulai
sadar akan hukum, hal ini berdasar pada alasan mereka menganggap penting
membawa SIM/STNK dengan berbagai faktor/ alasan, baik pribadi/internal maupun
eksternal. Berdasarkan cakupan/kajian penelitian ini sifatnya umum artinya tidak terlalu
spesifik, hanya meneliti tentang seberapa jauh kesadaran para pengendara transportasi
publik dalam mematuhi aturan/hukum yang berlaku.

Bukti yang dipaparkan dalam penelitian ini berupa video hasil wawancara
singkat dengan driver ojek online dan sopir angkot, namun yang ter-dokumentasi
hanyalah sample dari beberapa responden, sebagai alat untuk memperkuat penelitian
ini. Implikasi dari penelitian ini adalah, masyarakat nampaknya mulai sadar hukum,
meskipun mereka tidak mengetahui secara rinci pasal dalam UU akan tetapi mereka
memahami betul bahwa memiliki SIM yang sah serta membawa SIM/STNK saat
berkendara adalah wajib.
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Semakin pesatnya perkembangan teknologi membuat aktifitas manusia saat ini


terbilang mudah dan praktis. Perkembangan yang terjadi salah satunya dalam model
transportasi online yang cukup populer hingga beberapa kali menimbulkan polemik
yang pelik dengan model transportasi konvensional, yaitu ojek online seperti Go-Jek
dan Grab-bike. Kemudian, sebagai bisnis start-up yang sedang naik daun tentunya
perusahaan ojek online membutuhkan para driver. Oleh sebab itu, dari berbagai jenis
usia maupun kalangan banyak yang mendaftarkan diri untuk menjadi driver ojek online,
entah sebagai pekerjaan tetap ataupun hanya selingan untuk menghasilkan uang. Dari
bapak-bapak paruh baya, kakek-kakek, hingga anak muda, banyak dijumpai menjadi
driver ojek online. Untuk mendaftarkan menjadi driver perlu diketahui aturannya yaitu
memiliki SIM C, STNK, dan tentunya motor dengan maksimal keluaran tahun tertentu.

Setelah melihat perkembangan dunia yang semakin modern, mari kita lihat
bagaimana kabar par a sopir angkutan umum yaitu angkot. Semakin kesini eksistensi
angkot mulai redup ditambah lagi beberapa angkot sering ugal-ugalan dan berhenti
atau ngetem di sembarang tempat sehingga menimbulkan kemacetan, begitupun saat
menurunkan penumpang mereka sering menyalakan lampu sen mendadak dan minggir
mendadak sehingga tak jarang menimbulkan kerusuhan. Sehingga perlu dipertanyakan
apakah sopir-sopir angkot sudah memilik SIM A dan mengetahui aturan lalu lintas atau
hanya sekedar bisa membawa kendaraan saja.

Sebagai informasi tambahan yang mendasari mengapa perlu nya mempunyai SIM
dan membawa STNK adalah UU tentang Lalu Lintas No. 22 Tahun 2009, yaitu

1. Wajib mempunyai dan membawa SIM


2. Menurut pasal 281, UU Lalin no 22 th 2009. Setiap orang yang
mengemudikan kendaraan bermotor dijalan dan tidak memiliki SIM, maka
akan dipidana dengan kurungan 4 bulan atau denda maksimal 1 juta rupiah.
3. SIM harus sah dan asli
Menurut pasal 288 ayat (2). Bagi setiap orang yang mengemudikan
kendaraan bermotor dijalan dan tidak dapat menunjukkan SIM yang sah,
akan dikenakan pidana kurungan paling lama satu bulan atau denda
maksimal 250.000 rupiah.
4. Membawa STNK
Menurut pasal 288 ayat (1). Bagi setiap orang yang mengemudikan
kendaraan bermotor wajib membawa STNK dan untuk kendaraan baru wajib
membawa Surat Tanda Coba Kendaraan dari kepolisian. Jika lupa atau tidak
membawa, maka akan dikenakan sanksi pidana kurungan dua bulan atau
denda maksimal 500.000 rupiah.

1.2. Rumusan Masalah

a. Apakah driver ojek online selalu membawa SIM/STNK ketika sedang berkendara?

b. Apakah sopir angkot memiliki SIM/STNK, dan membawanya saat sedang


berkendara?

c. Mengapa membawa SIM/STNK sangat penting bagi pengemudi kendaraan bermotor


saat sedang berkendara?

1.3. Tujuan

1. Mengetahui presentasi kepatuhan pengendara terhadap peraturan lalu lintas


khususnya UU Lalin NO. 22 tahun 2009

2. Mengetahui faktor apa yang membuat pengendara penting untuk memiliki SIM, dan
sanksi nya jika tidak membawa (Pasal 281)

3. Memberi informasi jika perlunya pengendara memiliki SIM yang sah dan asli (Pasal
288 ayat(2).

4. Mengetahui penting nya pengendara membawa STNK, beserta sanksi nya jika tidak
membawa STNK saat berkendara. (Pasal 288 ayat (1).
Kerangka Teoritis

Hukum adalah seperangkat peraturan yang mengandung semacam kesatuan


yang kita pahami melalui sebuah sistem1. Pemahaman yang umum mengenai sistem
mengatakan, bahwa suatu sistem adalah suatu kesatuan yang bersifat kompleks, yang
terdiri dari bagian-bagian yang berhubungan satu sama lain 2.

Menurut Lon L. Fuller, dalam bukunya The Morality of Law (1964) yaitu “principle
of legality” sebagai cara untuk memaknai prinsip hukum secara umum yang
menurutnya sebagai ‘inner morality of law’. Kata ‘principle’ dalam konteks ini diartikan
sama dengan prinsip atau asas. Fuller menyebutkan terdapat 8 prinsip legalitas 3, yaitu:

1. Suatu sistem hukum harus mengandung Hukum/Aturan yang bersifat Tetap


2. Peraturan-peraturan yang telah dibuat harus diumumkan
3. Tidak boleh ada peraturan yang berlaku surut
4. Disususun dalam rumusan yang dapat di mengerti
5. Peraturan tidak boleh mengandung peraturan yang bertentangan satu sama lain
6. Peraturan tidak boleh mengandung tuntutan yang melebihi apa yang dilakukan
7. Tidak boleh ada kebiasaan untuk mengubah-ubah peraturan sehingga
menyebabkan seseorang kehilangan orientasi
8. Harus ada kecocokkan antara peraturan yang diundangkan dengan
pelaksanaannya sehari-hari.

Berdasarkan 8 asas prinsip legalitas (Fuller) terhadap kaitannya dengan


fenomena hukum di masyarakat yaitu aturan/hukum mengenai UU Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan, No. 22 Tahun 2009 yaitu pada pasal 281, pasal 288 ayat 1 dan pasal
288 ayat 2, bahwa UU tersebut mengandung legalitas.

UU Lalu Lintas no. 22 tahun 2009 mulai sah diberlakukan sejak Januari 2010,
UU tersbut merupakan pengganti dari undang-undang lama yaitu UU no. 14 tahun
1992. Undang-undang tersebut merupakan hasil dari persetujuan antara DPR dan
Presiden sebagai lembaga legislatif, oleh karena sudah mendapat ratifikasi, UU
1
Hans Kelsen, 2008, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, Bandung: Nusa Media, hlm.3
2
Satjipto Rahardjo, 2000, Ilmu Hukum, Bnadung: Citra Aditya Bakti, hlm.48
3
Business-law.binus.ac.id
tersebut sah untuk di undangkan dan sifatnya tetap, artinya tidak untuk aturan yang
sementara. UU tersebut juga sifatnya mengikat keseluruh masyarakat.

Setelah melalui proses persetujuan, maka UU harus diumumkan agar


masyarakat mengetahui dan dapat dilaksanakan untuk suatu keteraturan. Setelah
diratifikasi selanjutnya UU akan dilanjutkan ke LN sekretaris negara untuk selanjutnya
di-undangkan. Dalam prosesnya juga dibutuhkan sosialisasi agar seluruh masyarakat
secara merata mengetahui.

UU no. 22 tahun 2009 pelaksanaannya sampai saat ini merata diseluruh wilayah
Indoensia, kewajiban untuk membawa SIM/STNK saat berkendara sudah diberlakukan
secara merata di seluruh wilayah, tak jarang aparat berwajib (kepolisian) melakukan
operasi zebra secara serentak, ini menandakan peraturan tersebut tidak berlaku surut.
Kenyataan tersebut menandakan bahwa peraturan ini dapat dimengerti dan dipahami
oleh seluruh lapisan masyarakat.

Peraturan mengenai wajib membawa SIM/STNK saat berkendara tidak


bertentangan dengan peraturan lain, justru saling membantu terhadap peraturan lain.
Misalnya dalam kasus pencurian motor, hal tersebut daoat diketahui jika STNK
seseorang tidak sesuai dengan nomor kendaraannya. Oleh karena itu peraturan ini
berjalan independen tanpa bertentangan dengan aturan lain.

Sanksi yang dikenakan terhadap pelanggar, yaitu orang yang lupa atau alpa
membawa SIM/STNK saat berkendara dengan dalih apapun akan dikenakan dua opsi
pilihan, yaitu dikenakan kurungan dalam kurun waktu tertentu atau membayar denda
dengan sejumlah uang yang sudah ditentukan jumlanya. Samapai saat ini peraturan
mengenai Lalu Lintas dan Angkutan Jalan UU no. 22 tahun 2009 pasal 281 dan 288
ayat 1&2, tidak mengalami perubahan secara signifikan dalam isi maupun
pelaksanaannya, sehingga masyarakat akan semakin memahami dan menjalankan
peraturan in karena ketegasan kan kontinuitas pelaksanaannya.

Berdasar pada ke-7 asas di atas maka dapat dikatakan bahwa UU no. 22 tahun
2009 merupakan UU yang sudah dinyatakan legalitas nya, karena berhasil memenuhi 7
asas diatas. Namun, jika kita mengkaitkan dengan asas ke-8 yaitu kesesuaian antara
UU dan pelaksanaannya, maka jawabannya dalah belum. Ini dikarenakan kenyataan di
lapangan masih banyak terdapat pengendara yang tidak membawa SIM/STNK saat
berkendara, sehingga belum ada kesesuaian dalam pelaksanaannya.

PEMBAHASAN

1.1. Metode Penelitian


Ilmu Hukum memiliki ciri khas yang kuat, yaitu sifatnya yang normatif.
Dalam usaha mengilmiahkan ilmu hukum secara empiris, maka usaha yang
dilakukan ialah menetapkan metode-metode penelitian sosial dalam kajian
hukum4. Sementara itu, jika menggunakan socio-legal research dipandang
sebagai bagian dari peneitian hukum, maka akan timbul dua jenis penelitian
hukum, yaitu (1.) Penelitian hukum normatif, dan (2.) Penelitian hukum empirik 5.
Sesuatu yang hendak ditemukan atau dihasilkan lewat penelitian hukum
normatif adalah argumentasi hukum. Dalam penelitian hukum normatif
dibutuhkan adanya bahan hukum sebagai suatu informasi yang akan dijadikan
hasil dari penelitian, bukan analisis melalu data melainkan fakta dari bahan
hukum. Sedangkan, penelitian hukum empirik, yang hendak ditemukan adalah
teori atau hubungan antar variable6. Untuk menghasilkan teori atau hubungan
antar variabel maka dibutuhkan data, baik primer maupun sekunder.
Kesimpulannya, dapat dikatakan bahwa penelitian hukum normatif
diperlukan bahan hukum, sedangkan penelitian hukum empirik diperlukan data.
Bahan hukum dan data memiliki karakter yang berbeda, bahan hukum tidak
dapat diverifikasi secara empiris atau tidak dapat dijangkau oleh panca indra,
sedangkan data dapat diverifikasi secara empiris dan dapat dijangkau oleh
panca indra.
Dalam penelitian ini metode penelitian yang digunakan adalah, metode
penelitian hukum empirik, untuk memperoleh data-data melalui sumber primer
langsung dengan narasumber atau responden. Penelitian ini melakukan
4
Philipus M. Hadjon, Pengkajian Ilmu Hukum, 1997, Malang: Penataran dan Lokakarya
5
Ibid
6
Oxford Advanced Learner’s Dictionary
wawancara langsung kepada sopir angkot dan driver ojek online tentang
pentingnya membawa SIM/STNK saat berkendara. Sehingga data yang
dihasilkan berupa data primer untuk selanjutkan dilakukan analisis data.

1.2. Analisis Data


Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa data primer.
Data primer adalah, data yang diperoleh secara langsung berupa keterangan-
keterangan dan pendapat dari para responden serta kenyataan-kenyataan yang
ada di lapangan melalui wawancara.
Data primer yang telah diperoleh ini, kemudian dianalisis secara kualitatif.
Analisis deskriptif kualitatif dilakukan dengan mendeskripsikan serta
menggambarkan data dan fakta yang dihasilkan dari suatu penelitian di lapangan
dengan suatu interpretasi, evaluasi, dan pengetahuan umum. Selain itu, data
kemudian dianalisis dengan metode induktif, yaitu suatu cara berfikir yang
didasarkan pada fakta-fakta yang bersifat umum dan dilanjutkan dengan
penarikan kesimpulan yang bersifat khusus.

1.3. Hasil penelitian


Hasil dari penelitian ini, setelah melalui proses dan tahapan analisis data
adalah. Bahwa sebagian besar responden mematuhi peraturan tentang wajibnya
membawa SIM/STNK yang telah diatur dalam UU Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan No. 22 tahun 2009 Pasal 281 dan 288 ayat 1&2. Dengan proses metode
penelitian melalui wawancara dengan tanya jawab apa pentingnya membawa
SIM/STNK diperoleh hasil bahwa, terdapat faktor berupa alasan pribadi (internal)
maupun eksternal yang membuat pengendara membawa SIM/STNK saat
berkendara.

Salah satu faktor yang mendasari para driver ojek online membawa
SIM/STNK adalah, mereka sejak awal sudah diwajibkan memiliki SIM/STNK
oleh perusahaan ojek online, sehingga dipastikan setiap pengendara ojek online
memiliki SIM yang sah dan STNK yang sesuai, oleh karena itu tidak ada alsan
bahwa mereka tidak punya atau tidak membawa.
Selain faktor SOP dari perusahaan, mereka juga takut jika ada
pemeriksaan oleh pihak berwajib, sebagaimana tertuang pada UU no. 22 tahun
2009 pasal 281 dan 288 ayat 1&2. Sehingg jika, polisi sedang melakukan oprasi
lalu lintas, para pengendara dapat menunjukkan SIM/STNK nya agar tidak
mendapat sanksi berupa tilang.
Berbeda halnya dengan sopir angkot, faktor yang melatar belakangi
mereka membawa SIM/STNK cenderung bersifat internal, mereka merasa
pentingnya membawa SIM/STNK sebagai identitas mereka agar diketahui ketika
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, sperti musibah kecelakaan atau lainnya.
Ketika terjadi hal-hal tersebut, orang ataupun pihak berwajib dapat mengetahui
identitas dirinya dan keluarganya melalui alamat yang tertera. Selain itu, alasan
takut ditilang oleh polisi pun menjadi faktor yang paling dominan, karena
bagaimanapun sanksi tersebut dirasa akan merugikan nya.
Berbagai macam alasan dan faktor yang melatarbelakangi pengendara
membawa SIM/STNK saat berkendara sudah cukup logis dan realistis, ini
membuktikan bahwa sudah bekerjanya hukum/ aturan mengenai Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan di masyarakat.
Selain itu, responden dalam penelitian ini mematuhi aturan tersebut yang
membuktikan bahwa masyarakat Indonesia mulai sadar hukum. Namun,
penelitian ini tidak menampik bahwa masih banyak peraturan/ hukum Llau Lintas
yang dilanggar oleh para pengendara. Akan tetapi, penelitian ini tetap pada
tujuannya, untuk meng-edukasi masyarakat untuk sadar hukum.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian tentang wajibnya pengendara membawa SIM/STNK
saat berkendara, maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden mematuhi
aturan/ hukum pada UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pasal 281 dan 288 ayat 1&2
tentang wajibnya memiliki SIM yang sah serta membawa SIM/STNK saat berkendara.
Hasil penelitian menbuktikan para responden membawa SIM/STNK dengan berbagai
faktor atau alasan yang melatarbelakangi nya. Meskipun kenyataan di lapangan
tentunya masih terdapat beberapa pengendara yang alpa tidak membawa SIM/STNK,
namun penelitian ini sudah cukup untuk menggambarkan bagaimana fenomena
hukum/aturan bekerja dalam suatu masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai