Anda di halaman 1dari 20

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Perilaku Adiksi

1. Pengertian Perilaku Adiksi

Adiksi atau addiction pada dasarnya mengacu kepada istilah penggunaan alkohol

atau obat-obatan terlarang, adiksi atau kecanduan merupakan ketergantungan yang bersifat

tetap dan kompulsif pada suatu perilaku atau zat (Febriandari, Nauli & Rahmalia, 2016).

Demikian juga pernyataan yang dikeluarkan Pratiwi, Andayani & Karyanta (2013) adiksi

atau kecanduan adalah suatu gangguan yang bersifat kronis, ditandai dengan gejala

kompulsif pada suatu kegiatan yang dilakukan oleh individu untuk mendapatkan kepuasan.

Lebih lanjut Hardanti, Nurhidayah & Fitri (2013) menyatakan bahwa pengertian

adiksi adalah suatu perilaku yang tidak sehat atau merugikan diri sendiri yang berlangsung

terus-menerus dan sulit untuk diakhiri oleh orang yang bersangkutan. Pratiwi, Andayani &

Karyanta (2013) menyatakan seiring berkembangnya bahasa dan kosakata di Indonesia

istilah adiksi juga digunakan untuk menyebut ketergantungan pada permasalahan sosial

seperti judi, kompulsif makan, adiksi shopping bahkan internet khususnya pada game online,

sejalan dengan pernyataan di atas Kusumawati, Aviani & Molina (2017) menyatakan

ketidakmampuan seseorang untuk mengatur penggunaan dari alat teknologi yang bersifat

berkelanjutan sehingga memberikan kerugian fisik dan psikis terhadap penggunanya

merupakan pengertian dari kecanduan internet.

Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas dapat disimpulkan perilaku adiksi adalah

suatu gangguan perilaku berupa perilaku kompulsif terhadap suatu zat atau suatu aktivitas

yang memberikan kesenangan pada individu yang bersangkutan dan kegiatan tersebut
memberikan dampak negatif berupa gangguan fisik dan psikis yang sulit untuk dihentikan

oleh individu yang bersangkutan.

2. Aspek–Aspek Perilaku Adiksi

Berdasarkan penelitian sebelumnya mengenai adiksi berikut adalah aspek-aspek

perilaku adiksi berdasarkan panduan American Psyciatric Association diagnostic and

Statistical Manual Disorders V (DSM V) yang diterbitkan pada tahun 2013.

a. Salience

Aspek ini berkaitan dengan pikiran individu yang mengalami adiksi oleh suatu zat

atau perilaku, individu tersebut terus menerus memikirkan suatu zat atau perilaku yang

menyebabkan perilaku adiksi, tidak fokus melakukan sesuatu yang sedang dikerjakan dan

senang mengobrol mengenai hal yang menyebabkan adiksi tersebut.

b. Tolerance

Aspek ini berkaitan dengan waktu yang dibutuhkan oleh individu yang mengalami

adiksi untuk kembali mencicipi zat atau melakukan aktivitas yang menjadikan individu

tersebut mengalami adiksi, ditandai dengan adanya peningkatan waktu aktivitas,

peningkatan jeda setiap aktivitas, kesulitan memanajemen waktu.

c. Mood modification

Aspek ini mengarah kepada perilaku individu yang mengalami adiksi menjadikan

perilaku atau zat yang membuat individu tersebut mengalami adiksi menjadi pelarian

ketika menghadapi masalah, merasakan kecemasan ketika tidak melakukan sesuatu yang

mengindikasi dan peningkatan frekuensi aktivitas ketika menghadapi masalah.


d. Relapse

Aspek ini dapat dilihat ketika individu yang sebelumnya meninggalkan kebiasaan

yang menimbulkan adiksi kemudian kembali mengerjakan kebiasaan tersebut, timbulnya

perasaan cemas setelah beberapa saat meninggalkan kebiasaan tersebut dan timbulnya

kecenderungan untuk kembali melakukan hal tersebut.

e. Withdrawl

Aspek withdrawl berhubungan dengan afektif individu yang bersangkutan dengan

adiksi, ingin selalu terus melakukan aktivitas adiksi, merasa ada yang kurang ketika

belum melakukan aktivitas adiksi dan terganggunya aktivitas rutinitas.

f. Conflict

Aspek conflict adalah terdapatnya gangguan hubungan antara subjek dengan

orang-orang di sekelilingnya akibat dari perilaku adiksi, berkurangnya minat untuk

berinteraksi dan terdapat kebencian dalam hati terhadap orang banyak.

g. Problems

Aspek problems adalah adanya masalah dalam keseharian individu akibat dari

perilaku adiksi, perasaan tidak puas akan kehidupan dan berkurangnya motivasi internal

dari individu tersebut.

Lebih lanjut Setyanto (2015) dalam penelitiannya menyatakan berikut adalah aspek–

aspek dari adiksi game online

a. Terbiasa lupa waktu saat mengakses internet terlalu lama.

b. Gejala menarik diri seperti merasa marah atau tegang.

c. Depresi atau stress ketika tidak bisa atau tidak mampu mengakses internet.
d. Munculnya sebuah kebutuhan individu untuk meningkatkan waktu yang dihabiskan

untuk bermain game online.

e. Kebutuhan untuk penggunaan perangkat yang lebih baik.

f. Sering berbohong.

g. Menutup diri secara sosial.

h. Sering kelelahan dampak dari penggunaan internet dalam jangka panjang.

Kemudian Pirantika dan Purwanti (2017) dalam penelitiannya menyatakan berikut

adalah aspek–aspek dari kecanduan :

a. Pola perilaku yang tidak terkontrol

b. Adanya konsekuensi sebagai akibat dari pelaku.

c. Ketidakmampuan untuk mengubah perilaku

d. Terjadinya self-destructive yang bersifat terus menerus.

e. Keinginan atau usaha yang terus menerus untuk mengurangi perilaku.

f. Menggunakan perilaku kecanduan sebagai coping.

g. Bertambahnya tingkat perilaku dikarenakan tingkat aktivitas selama ini sudah tidak

lagi memuaskan.

h. Perubahan mood

3. Dimensi Perilaku Adiksi

Berdasarkan aspek–aspek yang dipaparkan oleh Febriandari, Nauli & Rahmalia (2016)

berikut adalah dimensi dari perilaku adiksi :

a. Adiksi aktif
Dimensi ini menunjukkan nilai yang tinggi pada kuantitas aktivitas yang

menyebabkan adiksi pada individu yang bersangkutan, adapun gejala yang ditandai pada

dimensi ini adalah keterlibatan individu dengan aktivitas yang menyebabkan terjadinya

adiksi berlangsung terus-menerus selama lebih dari 30 hari dan secara kumulatif terus

melakukan aktivitas tersebut minimal 1x24 jam.

b. Adiksi pasif

Dimensi ini menunjukkan nilai yang rendah pada kualitas, kuantitas dan tingginya

nilai aspek relapse aktivitas yang menyebabkan adiksi pada individu yang bersangkutan,

gejala yang terlihat pada dimensi pasif adalah keterlibatan individu dengan aktivitas atau

zat yang menyebabkan terjadinya adiksi berlangsung dengan dinamis, artinya individu

yang bersangkutan melakukan aktivitas yang menyebabkan adiksi secara berselang-

selang.

c. Adiksi kronis

Dimensi ini menunjukkan tingginya nilai individu pada seluruh aspek adiksi,

ditandai dengan aktivitas atau penggunaan zat tertentu dalam kurun waktu bertahun-tahun

kemudian terdapat kecemasan ketika aktivitas yang menyebabkan adiksi tidak terpenuhi.

Kemudian Hardanti, Nurhidayah dan Fitri (2013) dalam penelitiannya menyatakan

bahwasanya terdapat dua dimensi dari adiksi sebagai berikut :

a. Adiksi Fisik

Merupakan kecanduan individu terhadap zat yang dapat menyebabkan individu

untuk mengonsumsi suatu zat yang dapat memberikan ketenangan dalam kuantitas besar.

b. Adiksi non fisik


Merupakan suatu perilaku yang dapat memberikan kesenangan pada individu dan

terus menarik individu untuk melakukan kegiatan tersebut berulang-ulang (kompulsif)

Kemudian Hardanti, Nurhidayah dan Fitri (2013) menyatakan perilaku adiksi game

online secara khusus memiliki dua dimensi sebagai berikut :

a. Atraksi

Dimensi atraksi adalah sesuatu yang mendorong individu untuk menghabiskan

waktu dan usaha untuk keterikatan pribadi dengan game online yakni antara lain

penghargaan dan jaringan relasi yang terus bertambah seiring dengan terus bermain

game online.

b. Motivasi

Dimensi motivasi merupakan tekanan–tekanan yang muncul ketika individu

ketika tidak menggunakan game online atau suatu masalah yang mengakibatkan individu

menggunakan game online sebagai pelarian dari masalah dimensi ini berkaitan dengan

prestasi, motivasi sosial dan motivasi penghayatan dalam konteks game online yang

sedang dilakoni oleh individu yang bersangkutan.

4. Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Adiksi

Masya dan Candra (2016) menyatakan berikut adalah faktor–faktor yang

mempengaruhi perilaku adiksi :

a. Kurang perhatian dari orang-orang terdekat

Perhatian adalah salah satu faktor yang mempengaruhi ada atau tidaknya perilaku

adiksi pada individu, banyak individu yang mencoba menarik perhatian orang tuanya

dengan melakukan aktivitas-aktivitas yang tidak menyenangkan agar menjadi pusat

perhatian oleh orang-orang terdekatnya.


b. Depresi

Dalam rangka untuk mengurangi rasa depresi beberapa individu menggunakan

media yang berguna untuk memberikan kenikmatan sementara bagi pengguna atau

pemainnya, namun dalam jangka panjang perilaku ini menjadi kebiasaan dalam pikiran

individu tersebut.

c. Kurang kontrol

Kurangnya kontrol dari orang tua menyebabkan anak menjadi tidak terpantau dan

tidak terawasi, lebih-lebih orang tua yang sibuk biasanya memanjakan anak dengan

menyediakan fasilitas yang lengkap demi kenyamanan anak tanpa adanya kontrol dari

orang tua.

d. Kurang kegiatan

Tidak adanya kegiatan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan timbulnya

perilaku adiksi pada individu, ketika tidak ada kegiatan biasanya orang akan mencari

kegiatan yang menyenangkan, mencoba-coba game online adalah dasar mula timbulnya

adiksi pada banyak individu.

e. Lingkungan

Lingkungan merupakan faktor yang berpengaruh besar dalam pembentukan

kepribadian dan perilaku seseorang, walaupun seorang anak tidak pernah dikenalkan

tentang game online di rumah bisa saja, individu akan mengenal game online dari

lingkungan teman sebaya.

f. Pola Asuh
Pola asuh merupakan pelajaran pertama yang didapati oleh setiap individu, maka

sejak dini orang tua harus berhati–hati dalam menerapkan pola asuh yang tepat untuk

anaknya.

Selanjutnya Maula dan Yuniastuti (2017) dalam penelitiannya untuk mengetahui

faktor-faktor yang menyebabkan adiksi berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi

perilaku kecanduan:

a. Kurang Percaya Diri

Kepercayaan diri merupakan salah satu pembentukan kepribadian yang penting

seseorang, kurangnya kepercayaan diri seseorang menimbulkan berbagai perilaku negatif

dalam kepribadian seseorang salah satunya adalah perilaku kompulsif berupa kecanduan

yang menjadi pelarian individu karena kurangnya rasa percaya diri.

b. Rasa ingin tahu

Rasa ingin tahu atau coba-coba secara signifikan meningkatkan kecanduan pada

banyak individu, rasa ingin tahu seseorang untuk merasakan sensasi suatu zat atau perilaku

yang kemudian menyebabkan individu untuk melakukan suatu aktivitas secara berlebihan.

c. Pelarian dari masalah.

Perilaku kecanduan memberikan sensasi menyenangkan dan menenangkan bagi

individu yang bersangkutan maka kemudian perilaku tersebut dijadikan pelarian oleh

individu yang bersangkutan untuk mengurangi tekanan dan menjadi lebih tenang.

d. Faktor Pengetahuan.

Kurangnya pengetahuan seseorang mengenai perilaku kecanduan kerap kali

menjadi penyebab timbulnya perilaku kecanduan pada individu, bahkan fenomena di


lapangan banyak didapati banyak individu yang tidak menyadari bahwasanya dirinya

sedang mengalami perilaku kecanduan.

e. Faktor Keluarga.

Kurangnya hal-hal penting yang diberikan oleh keluarga memungkinkan individu

tersebut untuk mengambil pengaruh atau budaya dari luar khususnya kurangnya kontrol

dari keluarga.

f. Faktor Lingkungan.

Lingkungan yang buruk secara signifikan mempengaruhi banyak perilaku negatif

pada individu yang bersangkutan, sebaliknya lingkungan yang positif memberikan

pengaruh positif pada perilaku individu.

Lebih lanjut Sari, Ilyas dan Ifdil (2017) menyatakan berikut adalah faktor-faktor yang

mempengaruhi perilaku kecanduan :

a. Faktor Internal

Merupakan faktor yang paling berisiko berkontribusi paling besar dalam

menyebabkan perilaku kecanduan menunjukkan aspek kontrol diri yang rendah,

sensasition seeking yang tinggi dan selfesteem yang rendah

b. Faktor Situasional

Faktor situasional merupakan gambaran dari lingkungan individu yang terkait tidak

luput dari hubungan sosial, hubungan teman sebaya dan hubungan keluarga.
c. Faktor Eksternal

Faktor eksternal merupakan pemaparan media yang disediakan oleh game online

berupa teknologi terkini yang menarik untuk dilihat dan dioperasikan oleh penggunanya,

berbagai fitur yang terus memanjakan konsumennya untuk terus menggunakan game

online juga merupakan faktor eksternal.

B. Interaksi Sosial

1. Pengertian Interaksi Sosial

Interaksi sosial merupakan hubungan antara individu dengan individu lainnya,

individu satu dapat mempengaruhi individu lainnya atau sebaliknya, dengan kata lain dalam

proses interaksi sosial terdapat hubungan timbal balik, interaksi sosial merupakan metode

individu untuk memelihara ikatan sosial dengan individu lain, interaksi sosial juga mampu

meningkatkan kuantitas dan kualitas dari tingkah laku, sehingga individu semakin siap untuk

menghadapi situasi sosial lainnya (Fatnar & Anam, 2014).

Fatnar & Anam (2014) dalam penelitiannya juga menyimpulkan bahwasanya

kemampuan interaksi sosial adalah kesanggupan individu untuk saling berhubungan dan

bekerja sama dengan individu lain maupun kelompok di mana kelakuan individu yang satu

dapat mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki kelakuan individu lain atau sebaliknya,

sehingga di dalam proses interaksi sosial terdapat hubungan yang bersifat timbal balik.

Sejalan dengan pernyataan di atas Rahmawati dan Yani (2014) menyatakan interaksi

sosial adalah suatu hubungan di antara dua individu atau lebih, yang mana perilaku individu

yang satu mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki perilaku individu lain atau

sebaliknya,sedang interaksi sosial adalah proses dimana orang-orang bertindak terhadap atau
menanggapi orang lain secara timbal balik. Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial,

memiliki naluri untuk hidup dengan manusia lainnya, naluri manusia untuk hidup bersama

disebut dengan gregariousness sehingga manusia juga disebut hewan sosial (Khotimah,

2016)

Berdasarkan pernyataan–pernyataan mengenai interaksi sosial di atas dapat di

simpulkan bahwasanya interaksi sosial adalah interaksi antara dua individu atau lebih yang

menghasilkan timbal balik berupa perbaikan, pengaruh dan perubahan. Adanya interaksi

sosial mampu meningkatkan kualitas seseorang dalam menghadapi kehidupan

bermasyarakat.

2. Aspek–Aspek Interaksi Sosial

Dagun (2002) dalam bukunya menyebutkan berikut adalah aspek–aspek dari

interaksi sosial :

a. Jumlah waktu yang dihabiskan untuk berada di luar rumah

Untuk bisa melakukan proses interaksi sosial individu harus mampu menyisihkan

sedikit waktunya untuk berinteraksi di luar rumah, menyediakan waktu untuk bisa

berkumpul bersama rekan sebaya dan meluangkan waktu untuk kerabat dekat atau jauh.

b. Keterlibatan

Aspek ini mengukur motivasi individu untuk terlibat dalam interaksi sosial,

kemauan untuk berbaur dengan keluarga, kemauan untuk berbaur dengan teman sebaya

dan kemauan untuk berbaur dengan masyarakat.

c. Kecenderungan berinteraksi

Aspek ini melihat kecenderungan individu dalam berinteraksi, ketertarikan dalam

berinteraksi dan tujuan untuk melakukan interaksi sosial.


d. Berperan asosiatif

Aspek ini melihat kemampuan untuk mengarahkan interaksi sosial ke arah yang

positif, kemandirian dan ketahanan dalam berinteraksi sosial.

e. Sikap kerjasama

Aspek ini mengukur sikap empati, simpati dan rasa solid antar individu atau

kelompok dalam proses menjalankan interaksi sosial.

Kemudian Fatnar dan Anam (2014) menyatakan berikut adalah aspek – aspek dari

interaksi sosial :

a. Kooperatif

Kooperatif atau bekerja sama yang berarti suatu tujuan atau usaha bersama untuk

mencapai suatu tujuan.

b. Akomodasi

Akomodasi merupakan proses penyatuan kembali beberapa individu atau antar

kelompok yang mengalami ketegangan atau pertentangan yang kemudian saling

menyesuaikan diri untuk mengurangi atau menghilangkan ketegangan.

c. Kompetitif

Kompetitif merupakan rasa persaingan yang diartikan sebagai suatu proses atau

di mana individu atau kelompok bersaing untuk mencari keuntungan melalui bidang

kehidupan dengan menarik perhatian atau mempertajam prasangka tanpa melakukan

kekerasan.

d. Konflik
Konflik merupakan konsep proses sosial berupa individu atau kelompok berusaha

untuk memenuhi tuntutan hidup dengan jalan menentang pihak lain dengan ancaman atau

kekerasan.

Hasti dan Nurfahanah (2013) menyatakan berikut adalah aspek–aspek interaksi sosial

yang digunakan untuk mengukur tingkat interaksi sosial :

a. Interaksi Verbal

b. Interaksi Fisik

c. Interaksi Emosional

3. Dimensi–Dimensi Interaksi Sosial

Berdasarkan aspek–aspek interaksi sosial yang dinyatakan oleh Dagun (2002) dalam

bukunya, berikut adalah dimensi–dimensi interaksi sosial :

a. Kemauan

Individu yang berada pada dimensi ini umumnya memiliki motivasi, keterampilan

dan waktu yang cukup untuk menggeluti interaksi sosial, kegiatan interaksi sosial

menjadi hal yang menarik dan semata-mata hanya karena keinginan tanpa adanya

kebutuhan dan keterpaksaan, setiap keuntungan dan manfaat yang didapat dari proses

interaksi sosial merupakan nilai tambahan dari interaksi sosial.

b. Kebutuhan

Individu yang berada pada dimensi kebutuhan, menganggap proses interaksi

sosial adalah untuk memenuhi kebutuhan yang ada, setiap proses interaksi sosial

memiliki maksud dan tujuan yang tertentu sehingga individu yang bersangkutan
memutuskan untuk memulai proses interaksi sosial dengan keluarga, teman sebaya atau

orang lain.

c. Keterpaksaan

Individu yang berada pada dimensi ini, menganggap interaksi sosial sebagai suatu

bentuk keterpaksaan, karena pada dasarnya manusia tetaplah makhluk sosial maka

individu tersebut membutuhkan interaksi sosial untuk melangsungkan kehidupannya,

biasanya individu yang berada pada dimensi ini memiliki kepribadian yang introvert.

Rahmawati dan Yani (2014) dalam penelitiannya menyatakan berikut adalah dimensi

dari interaksi sosial :

a. Interaksi sosial yang positif

Interaksi sosial yang bersifat positif ditandai dengan adanya kerjasama yang

semakin tercipta setelah konflik. Perasaan senang hati untuk berdiskusi dan saling

bertukar pikiran untuk memecahkan masalah dan kesulitan yang dihadapi.

b. Interaksi sosial yang negatif

Interaksi sosial yang bersifat negatif merupakan kebalikan pengertian dari dimensi

interaksi sosial yang sebelumnya ditandai dengan perasaan saling membenci dan tindakan

saling menjatuhkan dalam kelompok dan dalam hubungan antar individu.

Kemudian Khotimah (2016) dalam penelitiannya menyatakan berikut adalah dimensi

– dimensi dari interaksi sosial :

a. Spontaneous Corporation

Merupakan proses interaksi sosial yang bersifat spontan dan serta merta tanpa

adanya perintah ataupun rencana yang mendasarinya.


b. Directed Coorperation

Merupakan kerja sama yang diarahkan oleh atasan atau pihak tertentu yang

berkuasa untuk memberikan perintah kooperatif dalam suatu kelompok.

c. Contractual Coorperation

Merupakan proses interaksi sosial yang telah direncanakan untk mencapai suatu

tujuan dan memiliki prosedur yang terorganisir dan sistematis.

d. Traditional Coorperation

Merupakan interaksi sosial yang tercipta karena adanya sosial budaya dalam suatu

daerah.

4. Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi Interaksi Sosial

Khotimah (2016) dalam penelitiannya menyatakan berikut adalah faktor faktor yang

mempengaruhi terjadinya interaksi sosial :

a. Faktor Imitasi

Secara bahasa imitasi berarti tiruan atau hampir sama. Ketertarikan individu

terhadap individu atau kelompok lainnya yang dinilai lebih sukses akan diterapkan untuk

melakukan proses interaksi sosial dengan orang-orang di sekelilingnya

b. Faktor Sugesti

Sugesti merupakan kemauan yang timbul dari diri individu untuk mulai

mempengaruhi atau terpengaruh oleh individu yang lain dalam kehidupan bersosial.

c. Faktor identifikasi
Identifikasi adalah bentuk berkelanjutan dari proses imitasi dan sugesti, individu

yang merasa nyaman dengan identitas dari bentuk sugesti dan imitasi akan

mengidentifikasi dirinya dengan bentuk tersebut.

d. Faktor Simpati

Faktor simpati adalah perasaan belas kasihan yang mempengaruhi individu untuk

melakukan interaksi sosial, perasaan simpati secara umum menyebabkan timbulnya

perasaan ketertarikan dari individu untuk melakukan interaksi sosial dengan individu atau

kelompok lainnya.

Kemudian Sujarwanto (2012) dalam penelitiannya menyatakan berikut adalah faktor-

faktor yang mempengaruhi adanya interaksi sosial :

a. Akomodasi

Akomodasi merupakan usaha individu atau kelompok untuk menyesuaikan atau

menyeimbangkan norma – norma sosial dan nilai – nilai yang berlaku dalam masyarakat

dengan melakukan interaksi untuk memberikan pengertian dan pemahaman.

b. Asimilasi

Merupakan tindakan interaksi sosial dalam rangka mengurangi perbedaan–

perbedaan antara kelompok manusia dan juga merupakan usaha untuk mempertinggi

kesatuan.

C. Komunitas Game online

Komunitas merupakan kumpulan dari individu yang mempunyai satu atau beberapa

jumlah karakteristik yang sama (Baharuddin, 2013). Secara bahasa kalimat komunitas berasal

dari kalimat communis yang berarti “sama” kemudian berkembang menjadi community yang
berarti kesamaan. Komunitas pada umumnya digambarkan sebagai sebuah kelompok yang

memiliki ketertarikan dan habitat yang sama di dalamnya terdapat kumpulan individu dari

organisme yang berbeda (Fernanda, Sano & Nurfarhanah, 2012).

Lebih lanjut Baharuddin (2016) menyatakan komunitas adalah sekelompok individu yang

memiliki rasa peduli atau simpati antar anggotanya karena anggota kelompok tersebut memiliki

ketertarikan atau value yang sama, dalam komunitas tersebut terbentuk sebuah terbentuk sebuah

relasi pribadi antar para anggota disebabkan adanya ketertarikan atau interest yang sama di

antara anggotanya. Terdapat beberapa alasan remaja untuk bergabung dengan komunitas game

online yang ada di lingkungan mereka yaitu para anggotanya memiliki wadah untuk bermain

bersama sehingga permain terasa lebih menarik, terbukanya relasi anggota komunitas mengenai

informasi kompetisi–kompetisi game online dan terbukanya kesempatan komunitas untuk

dibiayai oleh donatur game online (Pratiwi, 2012).

Senada dengan pernyataan sebelumnya, Hasti & Nurfahannah (2013) menyatakan

komunitas merupakan sekumpulan individu yang berkomitmen untuk membentuk sebuah

perkumpulan lantaran terdapatnya persamaan dan perbedaan. Adapun anggota dari komunitas

tersebut berusaha untuk mengabaikan perbedaan yang ada dengan mengedepankan persamaan

yang ada sehingga adanya komunitas tersebut terus memicu motivasi anggota komunitas untuk

mengembangkan persamaan yang ada.

Komunitas game online adalah komunitas yang didominasi oleh para remaja dan dewasa,

pada umumnya terbentuknya komunitas game online adalah untuk mengumpulkan para pemain

game online yang memiliki bakat yang sama agar kemampuan bermain seluruh anggota dapat

berkembang lebih cepat dengan bermain bersama dengan anggota dari komunitas tersebut.
Persamaan hobi dan interest dari para anggota komunitas menimbulkan afeksi yang lebih kuat

dibandingkan dengan individu lainnya (Baharuddin, 2016).

Seperti yang telah dipaparkan Hasti dan Nurfahannah (2013) bahwa dalam setiap

komunitas memiliki perbedaan dan persamaan, yang dimaksud dengan persamaan adalah

persamaan interest, hobi atau kegiatan yang menjadi landasan para anggota untuk bergabung

dengan komunitas, adapun perbedaan yang terdapat dalam komunitas adalah perbedaan gender,

ras, suku, budaya, keluarga dan lain sebagainya.

D. Konsep Game online PUBGM

Game online merupakan situs yang menyediakan berbagai jenis hiburan berupa

permainan yang dapat mempertemukan beberapa penggunanya dari berbagai tempat yang

berbeda untuk dapat terhubung dalam waktu yang sama menggunakan jaringan komunikasi yang

dikenal dengan sebutan internet (Young, 2009). Kemampuan game online yang dapat

mempertemukan banyak pengguna dari berbagai tempat memberikan kesempatan bagi para

penggunanya untuk dapat bermain, berinteraksi dan bertualang bersama dalam permainan tanpa

adanya batas ruang, bahkan bisa membentuk komunitas sendiri dalam permainan tersebut.

(Febriandari, Nauli & Rahmalia, 2016).

Pratiwi (2012) menyatakan game online saat ini tidak sekedar memberikan hiburan bagi

penggunanya, namun memberikan tantangan yang menarik untuk dapat menyelesaikan

permainan sehingga game online khususnya game Player Unknowns Battlegrounds Mobile

(PUBGM). PUBGM sendiri merupakan permainan dengan genre first person shooter (FPP) dan

third person shooter (TPP) dengan tema battle royale memungkinkan seluruh player yang

terhubung dengan jaringan untuk berkompetisi bersama saling memburu dan bertahan hidup.

Banyak pihak yang diresahkan dengan kehadiran permainan PUBGM di kalangan masyarakat,
karena game tersebut memberikan kesan kekerasan yang akan memberikan dampak negatif pada

psikis para pemainnya (Kusumawati, Aviani & Molina, 2017).

E. Pengaruh Perilaku Adiksi Terhadap Interaksi Sosial Pada Komunitas Pemain PUBG

Dewasa ini game online kian hari semakin populer dan terus–menerus menjamur di

berbagai kalangan masyarakat. Kesenangan yang ditawarkan oleh gam eonline tidak hanya

berlaku untuk sesaat tetapi menjadikan penggunanya berperilaku kompulsif. Tingkah laku

kompulsif ini yang menyebabkan perilaku adiksi di kalangan remaja dan dewasa (Pratiwi,

Andayani, & Karyanta, 2013).

Perilaku adiksi adalah perilaku yang bersifat kompulsif untuk memberikan kepuasan pada

penggunanya, kecanduan game online menjadi aktivitas yang paling adiktif di internet, sehingga

banyak berdampak pada kehidupan sehari–hari. Setyatno (2015) mengemukakan Salah satu

dampak dari perilaku adiksi game online adalah berkurangnya proses interaksi sosial secara

nyata oleh penggunanya dengan orang-orang di sekitarnya, walaupun banyak dampak negatif

yang didapati dari bermain game online namun tetap saja penggunanya tidak mampu untuk

menghentikan perilaku tersebut.

Anggota komunitas yang bergabung dalam komunitas game online PUBG memiliki

motivasi untuk bermain PUBG yang berbeda dengan player PUBG pada umumnya, dengan

bergabungnya beberapa individu yang menyatakan kesamaannya selaku player PUBG memiliki

teman bermain dan berbagi mengenai PUBG sehingga kemahiran mereka di dalam game PUBG

dapat disalurkan ke dalam komunitas tersebut, namun efek samping dari kemahiran player

PUBG tersebut mengorbankan banyak waktu, tenaga dan material. Individu yang merasa

nyaman untuk berinteraksi menggunakan media online merasa kesulitan untuk berinteraksi.

Khotimah (2016) menyatakan manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial, memiliki naluri
untuk hidup dengan manusia lainnya, naluri manusia untuk hidup bersama disebut dengan

gregariousness. Perilaku kecanduan game online yang menyediakan media untuk para anggota

komunitas dapat berinteraksi sosial tentunya menjadi masalah bagi perkembangan kehidupan

sosial para anggota komunitas dan menjadi pribadi yang independen.

Berdasarkan pernyataan–pernyataan di atas maka peneliti menduga anggota komunitas

yang mengalami adiksi game online akan mengalami gangguan interaksi sosial yang akan

mengganggu perkembangan kepribadian anggota komunitas tersebut.

F. Hipotesis

H0 = Tidak ada pengaruh signifikan antara perilaku adiksi terhadap interaksi sosial

anggota komunitas pemain game online

Ha = Ada pengaruh signifikan antara perilaku adiksi terhadap interaksi sosial anggota

komunitas pemain game online PUBG

Apabila pernyataan hipotesis Ha tidak bisa dibuktikan maka kembali lagi ke pernyataan hipotesis

H0

Anda mungkin juga menyukai