Anda di halaman 1dari 7

Aliran-Aliran Pemikiran Hukum

1. Aliran Hukum Alam


Aliran ini berpendapat bahwa hukum itu berlaku universal dan abadi. Menurut Friedman yang
saya kutip dari bukunya Sutikno, sejarah Hukum alam adalah sejarah umat manusia dalam
usahanya untuk menemukan apa yang dinamakan absolute justice (keadilan mutlak). Pengertian
hukum alam berubah ubah mengikuti perubahan masyarakat dan keadaan politik. Hukum alam
dalam peranan di berbagai fungsi diantaranya adalah:
a. Dipergunakannya hukum alam untuk mengubah hukum perdata Romawi yang lama menjadi
suatu sistem hukum umum yang berlaku diseluruh dunia.
b. Dipergunakannya sebagai senjata dalam perbuatan kekuasaan antara gereja dari abad
pertengahan dan kaisar-kaisar Jerman, baik oleh pihak gereja maupun oleh pihak lawannya.
c. Dipergunakannya sebagai dasar hukum international dan dasar kebebasan perseorangan
terhadap pemerintahan yang absolut.
d. Dipergunakannya oleh para hakim di Amerika Serikat dalam menafsirkan konstitusi. Dengan
asas-asas hukum alam, para hakim menentang usaha negara negara yang dengan
menggunakan perundang undangan hendak membatasi kebebasan perseorangan dalam soal
soal yang menyangkut ekonomi.
e. Dipergunakan untuk mempertahankan pemerintahan yang berkuasa atau sebaliknya untuk
mengorbankan pemeberonatakan terhadap kekuasaaan yang ada.
f. Juga dipergunakan dalam waku yang berbeda-beda untuk mempertahankan segala bentuk
ideology.
g. Sebagai dasar ketertiban international, hukum alam terus menerus memberikan ilham kepada
kaum Stoa. Ilmu dan filsafat hukum Romawi, pendeta pendeta dan gereja gereja abad
pertengahan dan lain-lain.
h. Dengan melalui teori-teori Locke dan Paine, hukum alam memberikan dasar kepada filsafat
perorangan dalam Konstitusi amerika Serikat dan Undang Undang dasar modern lainnya.
Melihat sumbernya, hukum alam dapat berupa :

1. Hukum alam yang bersumber dari Tuhan (irrasional) dan


2. Hukum alam yang bersumber dari rasio manusia
Hukum alam yang bersumber dari rasio Tuhan dianut misalnya oleh kaum Scholastik abad
pertengahan seperti pemikiran dari Thomas van Aquinas, gratianus (Decretum), Jhon Salisbury,
Dante, Pierre dubois, Marsilius, Padua, Johannes Huss dan lain-lain. Dalam buku-bukunya yang
sangat terkenal ”Summa Theologica” ,dan ”De Regrimene Principum’, Thomas membentangkan
pemikiran hukum alamnya yang banyak mempengaruhi gereja dan bahkan menjadi dasar
pemikiran gereja hingga kini. Seperti halnya Aristotles yang membagi hukum itu menjadi 4
(empat) golongan hukum :
a. Lex aeterna, merupakan rasio Tuhan sendiri yang mengatur segala hal dan merupakan
sumber dari segala hukum. Rasio ini tidak dapat ditangkap manusia;
b. Lex Divina, bagian dari rasio Tuhan yang dapat ditangkap oleh manusia berdasarkan
wahyu yang diterimanya;
c. Lex Naturalis, inilah yang berlaku merupakan pelaksanaan dari hukum alam, yaitu yang
merupakan penjelmaan dari lex aeterna di dalam rasio manusia;
d. Lex Positivis, hukum yang berlaku merupakan pelaksanaan dari hukum alam oleh
manusia berhubung dengan syarat khusus yanag diperlukan oleh keadaan dunia.
Pendasar daripada hukum alam yang rasional adalah Hugo de Groot atau Grotius yang hidup
pada tahun 1583-1645, ia mewariskan buah pikirannya dalam dua bukunya yang termashur yaitu
”De Jure Belli ac Pacis” dan ”Mare Liberum”. Pemikirannya banyak dipengaruhi kaum Stoa dan
Scholastik. Menurut Grotius, sifat manusia yang khas adalah keinginannya unuk bermasyarakat,
untuk hidup tenang bersama, hal ini sesuai dengan watak intelektualnya. Prinsip hukum alam
berasal dari sifat intelektual manusia yang menginginkan suatu masyarakat yang penuh amai. Di
atas prinsip-prinsip hukum alam, Grotius membangun sistemnya mengenai hukum internasional.
Prinsip-prinsipnya yang peling fundamental adalah pacta sun servanda, yaitu tanggung jawab
atas janji-janji yang diberikan dan perjanjian-perjanjian yang ditandatangani. Peraturan-peraturan
lain dari hukum alam adalah menghormati milik rakyat dan mengembalikan keuntungan yang
diperoleh daripadanya, membetulkan kerusakan yang disebabkan oleh kesalahan seseorang, dan
pengakuan atas hal-hal tertentu sebagai hukuman yang memang seharusnya didapat. Semua
prinsip ini masih diakui dalam hukum Internasional meskipun tidak lagi memakai nama hukum
alam.

Hukum alam dapat dibedakan ke dalam ”hukum alam sebagai metode” dan ”hukum alam
sebagai substansi”. Pertama, hukum alam sebagai metode merupakan yang tertua yang dapat
dikenali sejak zaman kuno sampai kepada abad permulaan abad pertengahan. Hukum alam
memusatkan dirinya pada usaha untuk menemukan metode yang dapat dipakai untuk
menciptakan peraturan-peraturan yang mampu untuk menghadapi keadaan yang berlainan.
Dengan demikian, tidak mengandung norma-norma sendiri melainkan hanya memberi tahu
tentang bagaimana membuat peraturan yang baik. Kedua, berbeda dengan hukum Alam sebagai
metode, sebagai substansi Hukum Alam justru berisi norma-norma. Dengan anggapan ini, orang
dapat menciptakan sejumlah besar peraturan-peraturan yang dialirkan dari beberapa asas yang
absolut, yang lazim dikenal sebagai ”hak-hak asasi manusia”. Hukum Alam yang kedua ini
merupakan ciri dari abad ketujuh belas dan kedelapan belas.

2. Aliran Hukum Positif

Sebelum lahirnya aliran ini berkembang suatu pemikiran dalam ilmu hukum dikenal sebagai
legisme. Pemikiran hukum ini berkembang semenjak abad pertengahan dan telah banyak
berpengaruh di berbagai negara, termasuk Indonesia. Aliran ini mengidentikkan hukum dengan
Undang-undang. Satu-satunya sumber hukum adalah undang-undang. Selanjutnya, Prof. H.L.A
hart menguraikan tentang ciri-ciri pengertian positivisme pada ilmu hukum dewasa ini sebagai
berikut :

 Pengertian bahwa hukum adalah perintah dari manusia (command of human being)
 Pengertian bahwa tidak ada hubungan mutlak/penting antara hukum (law) dan moral, atau
hukum sebagaimana yang berlaku/ada dan hukum yang seharusnya; Pengertian bahwa analisis
konsepsi hukum adalah:
1. mempunyai arti penting;
2. harus dibedakan dari penyelidikan historis mengenai sebab-musabab dan sumber-sumber
hukum, sosiologis mengenai hubungan hukum dengan gejala sosial lainnya, dan penyelidikan
hukum secara kritis atau penilaian, baik yang didasarkan moral, tujuan sosial, fungsi hukum dan
lain-lainnya.
Pengertian bahwa sistem hukum adalah sistem logis, tetap dan bersifat tertutup dalam mana
keputusan-keputusan hukum yang benar/tepat biasanya dapat diperoleh dengan alat-alat logika
dari peraturan-peraturan hukum yang telah ditentukan sebelumnya tanpa memperhatikan tujuan-
tujuan sosial, politik dan ukuran-ukuran moral. Pengertian bahwa pertimbangan-pertimbangan
moral tidak dapat dibuat atau diperhatikan sebagai pernyataan kenyataan yang harus dibuktikan
dengan argumentasi-argumentasi rasional, pembuktian atau percobaan.

a). Positivisme hukum yang analistis dari John Austin (1790-1859)

Ada 2 (dua) buku John Austin yang terkenal, yakni “The province of jurisprudence determined“
dan ‘Lectures on Jurispredence’. Buku kedua berisikan kuliah-kuliah Austin semasa hidup
tentang Jurisprudence. Tentang Hukum, Austin berkata dalam kumpulan kuliah tersebut sebagai
berikut :”Law is a command of the lawgiyer”. Hukum merupakan perintah dari penguasa-dalam
arti bahwa perintah dari mereka yang memegang kedaulatan. Selanjutnya, Austin berkata bahwa
hukum adalah perintah yang dibebankan untuk mengatur makhluk berpikir yang memegang dan
mempunyai kekuasaan. Austin menganggap dan mempunyai kekuasaan. Austin menganggap
hukum sebagai suatu sistem yang logis, tetap dan bersifat tertuup (closed logical system), hukum
secara tegas dipisahkan dari keadilan dan tidak didasarkan pada nilai-nilai yang baik dan buruk .

b). Ajaran Hukum murni dari Hans Kelsen


Kami golongkan juga ajaran ini pada aliran positivisme oleh karena pandangan-pandangannya
yang tidak jauh bebeda dengan ajaran Austin, Hans Kelsen sebagai seorang neo-Kantian agak
bebeda pemikirannya misalnya dengan neo kantian yang lain Rudolf Stammler. Hans Kelsen
tegas tidak menganut berlakunya suatu hukum alam walau mengemukakan adanya asas-asas
hukum umum sebagaimana tercermin dalam grundnorm/ursprungnormnya. Sebaliknya, Rudolf
stammler sebagaimana telah diuraiakan pandangannya terdahulu, menerima dan menganut
berlakunya suatu hukum alam walau ajaran hukum alamnya adalah hukum alam yang tidak
universal, tetapi daya berlakunya dibatasi oleh ruang dan waktu.

Ada 2 (dua) teori yang dikemukakan oleh Hans Kelsen yang perlu diketengahkan. Pertama,
ajarannya tentang hukum yang bersifat murni dan kedua yang berasal dari muridnya Adolf Merkl
adalah stufenbau des Rech yang mengutamakan tentang adanya hierarkis daripada perundang-
undangan. Menurutnya hukum itu harus dibersihkan dari anasir-anasir yang tidak yuridis seperti
etis,sosiologis, politis dan sebagainya . Teori Hukum Murni berupaya menghindari
pencampuradukan dengan berbagai disiplin ilmu yang berlainan metodologi tersebut, dan
membatasi pengertian hukum dalam posisinya yang eksklusif. Bukan lantaran teori ini
mengabaikan atau memungkiri kaitannya dengan bidang-bidang yang lain, melainkan karena
hendak meniadakan batas-batas yang ditetapkan pada ilmu hukum berdasarkan pokok
bahasannya.

Teori ini berupaya menjawab pertanyaan apa itu hukum dan bagaiman ia ada, bukan bagaimana
ia semestinya ada, ia adalah ilmu hukum (yurisprudende) bukan politik hukum. Disebut ”murni”
karena ia hanya menjelaskan hukum dan berupaya membersihkan obyek penjelasannya dari
segala hal yang bersangkut paut dengan hukum. Tujuan teori ini adalah membersihkan ilmu
hukum dari unsur-unsur lain.
Dari unsur etis berarti, konsepsi hukum Hans Kelsen ridak memberi tempat berlakunya suatu
hukum alam, tetapi bagian ilmu manusia . Etika memberikan suatu penilian tentang baik dan
buruk. Ajaran Kelsen menghindari diri dari soal penilaian ini. Dari unsur sosiologis berarti
bahwa ajaran hukum Hans Kelsen tidak memberi tempat bagi hukum kebiasaan yang hidup dan
berkembang di dalam masyarakat. ajaran hukum Kelsen hanya memandang hukum sebagai
sollen yuridis semata-mata yang sama sekali terlepas dari das sein/kenyataan sosial .

Ajaran Stufentheori berpendapat bahwa suatu sistem hukum adalah suatu hierarkis dari hukum di
mana suatu ketentuan hukum tertentu bersumber pada ketentuan hukum lainnya yang lebih
tinggi. Sebagai ketentuan yang lebih tinggi adalah Grundnorm atau norma dasar yang bersifat
hipotesis. Ketentuan yang lebih rendah adalah lebih konkret daripada ketentuan yang lebih
tinggi. Sebagai contoh, dapat kita lihat dalam ketetapan MPRS Nomor XX/MPRS/1966 tentang
Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia yang menetapkan sebagai berikut :
• Undang-Undang Dasar 1945.
• Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
• Undang-undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang.
- Peraturan pelaksanaan lainnya seperti :
- Peraturan Pemerintah
- Keputusan Menteri

3. Aliran Utilitiarianisme

Aliran ini dipelopori oleh Jeremi Bentham (1748-1783) Jhon Stuart Mill (1806-1873), dan
Rudolf von Jhering ( 18..-1889). Dengan memegang prinsip manusia akan melakukan tindakan
untuk mendapatkan kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan mengurangi penderitaan, Bentham
mencoba menerapkannya di bidang Hukum. Atas dasar ini, baik buruknya suatu perbuatan
diukur apakah perbuatan itu mendatangkan kebahagianna atau tidak. Demikian pun dengan
perundang-undangan, baik buruknya ditentukan pula ole ukuran tersebut di atas. Jadinya,
undnag-undang yang banyak memberikan kebahagiaan pada bagian terbesar masyarakat akan
dinilai sebagai undang-undang yang baik . Ajaran Bentham dikenal sebagai utilitiarianisme yang
individual, sedang rekannya Rudolf von Jhering mengembangkan ajaran yang bersifa sosial.
teori von Jhering merupakan gabungan antara teori Bentham, Stuart Mill, dan Positivisme hukum
Jhon Austin.

4.  Aliran Historis
Pendasar dari madzab ini ialah friederich Carl von Savigny dan Puchta. Ada pengaruh terhadap
lahirnyamadzab ini, yakni pengaruh Montesqueu dalam bukunya ”L’esprit de Lois” yang terlebih
dahulu mengemukakan tentang adanya hubungan antara jiwa mulai timbul dengan hukumnya
dan pengaruh faham nasionalisme yang mulai timbul di awal abad ke 19. Lahirnya madzab ini
juga merupakan suatu reaksi yang langsung terhadap suatu pendapat yang diketengahkan oleh
Thibaut dalam pamfletnya yang berbunyi Uber Die Notwendigkeit Eines Allgemeinen
Burgerlichen Rechts Fur deutcchland-keperluan akan adanya kodifikasi hukum perdata bagi
negeri Jerman. Ahli hukum perdata Jerman menghendaki agar di Jerman diperlakukan kodifikasi
perdata dengan dasar hukum Prancis (code napoleon). Seperti diketahui setelah Prancis
meninggalkan Jerman timbul masalah hukum apa yang hendak diperlakukan di negara ini. Juga,
merupakan suatu reaksi yang tidak langsung terhadap aliran hhukum alam dan aliran hukum
positif .

Pandangan Von Savighni berpangkal kepada bahwa di dunia ini terdapat bermacam-macam
bangsa yang pada tiap-tiap bangsa tersebut mempunyai suatu volkgeist- jiwa rakyat. Jiwa ini
berbeda-beda, baik menurut waktu maupun tempat. Pencerminan dari adanya jiwa yang berbeda
ini tampak pada kebudayaan dari bangsa tadi yaang berbeda-beda. Ekspresi itu tampak pula pada
hukum yang sudah barang tentu berbeda pula pada setiap tempat dan waktu. Karenanya,
demikian von Savigny, tidak masuk akal jika terdapat hukum yang berlaku universal dan pada
semua waktu. Hukum sangat bergantung atau bersumber pada jiwa rakyat tadi dan yang menjadi
isi dari hukum itu ditentukan oleh pergaulan hidup manusia dari masa ke masa (sejarah). Hukum
menurut pendapatnya berkembang dari suatu masyarakat yang sederhana yang pencerminannya
tampak dalam tingkah laku semua individu kepada masyarakat yang modern dan kompleks di
mana kesadaran hukum rakyat itu tampak pada apa yang diucapkan oleh para ahli hukumnya .

5. Aliran Sosiologis
Pengertian Sosiologi
a) Secara etimologis
 Socius (Bahasa Latin) = Kawan
 Logos (Bahasa Yunani) = Kata atau berbicara
 Sosiologi adalah berbicara mengenai masyarakat (kawan)
b) Mayor Polak
 Ilmu pengetahuan yang mempelajari masyarakat sebagai keseluruhan, yakni antara
hubungan diantara manusia dengan manusia, manusia dengan kelompok, kelompok
dengan kelompok, baik formal maupun material, baik statis maupun dinamis.
 Menjabarkan bahwa sosiologi bukanlah mempelajari apa yang diharuskan atau apa yang
diharapkan, tetapi mempelajari apa yang ada, selanjutnya untuk menjadi bahan dalam
bertindak dan berusaha.
c) Max Weber
 Ilmu yang berusaha untuk menafsirkan dan memahami (interpretative understanding)
tindakan sosial serta antara hubungan sosial.
 Pengertian tindakan sosial adalah tindakan individu sepanjang tindakannya mempunyai
makna atau arti subyektif bagi dirinya dan diarahkan kepada orang lain.
Ciri-Ciri Utama Sosiologi
a) Bersifat empiris, sosiologi didasarkan pada observasi terhadap kenyataan dan akal sehat,
tidak bersifat spekulatif.
b) Bersifat teoritis, sosiologi selalu berusaha untuk menyusun abstraksi dari hasil observasi.
c) Bersifat kumulatif, teori-teori sosiologi dibentuk atas dasar teori-teori yang sudah ada
dalam arti memperbaiki, memperluas, serta memperhalus teori-teori lama.
d) Bersifat non-etis, yang dipersoalkan bukanlah baik atau buruknya fakta tertentu, tetapi
tujuannya adalah untuk menjelaskan fakta secara analitis.

Pendekatan Terhadap Hukum


1. Kajian Normatif (analitis-dogmatis)
a) Memandang hukum dalam wujudnya sebagai kaidah yang menentukan apa yang boleh
dan apa yang tidak boleh dilakukan.
b) Bersifat preskriptif.
c) Mencerminkan law in books atau das sollen atau apa yang seharusnya.
d) Kajiannya lebih menekankan pada norma-norma yang berlaku pada saat itu.
e) Metode yang digunakan adalah yuridis-normatif yang pada dasarnya mengkaji hukum
dalam kepustakaan, misalnya : penelitian inventarisasi hukum positif, penelitian terhadap
asas-asas hukum, penelitian untuk menemukan hukum in concreto, penelitian terhadap
sistematika hukum dan penelitian terhada taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal.
f) Kajian normatif terhadap hukum antara lain Ilmu Hukum Pidana Positif, Hukum Tata
Negara Positif, dan Hukum Perdata Positif.
2. Kajian Filosofis (Metode Transendental)
a) Menitikberatkan pada seperangkat nilai-nilai ideal, yang seyogyanya menjadi rujukan
dalam setiap pembentukan, pengaturan, dan pelaksanaan kaidah hukum.
b) Mencerminkan law in ideas atau filsafat hukum.
c) Tujuan utama kajian filosofis adalah ingin memahami secara mendalam hakekat dari
hukum, karena itu fisafat hukum mengandaikan teori pengetahuan dan etika.
3. Kajian Empiris/Sosiologi
a) Memandang hukum sebagai kenyataan yang mencakup kenyataan sosial dan kultur.
b) Bersifat deskriptif.
Perbedaan Sociology of The Law & Sociology in The Law.
1. Sociology of The Law disebut juga sosiologi tentang hukum
Sociology in The Law  disebut juga sosiologi di dalam hukum
2. Menjadikan hukum sebagai fokus dari investigasi yang bersifat sosiologis
Memfasilitasi pelaksanaan hukum dari fungsi-fungsinya dengan tambahan pengetahuan
sosiologis bagi persediaan peralatannya.
3. Bertujuan menggambarkan arti penting dari hukum terhadap masyarakat yang lebih luas atau
menggambarkan proses-proses internalnya atau keduanya.
Sociology in The Law bergantung pada tujuan Sociology of The Law, dalam hal ini pengetahuan
sosiologis tidak akan dapat berguna bagi hukum kecuali pengetahuan sosiologis tentang berbagai
fungsi hukum dan mekanisme pelaksanaan fungsi tersebut.
Pengertian Sosiologi Hukum
a) Satjipto Rahardjo
 Ilmu yang mempelajari fenomena hukum.
 Sosiologi hukum berusaha untuk menjelaskan mengapa praktek yang demikian itu
terjadi, sebab-sebabnya, faktor-faktor yang memengaruhinya, latar belakangnya.
 Sosiologi hukum senantiasa mengkaji kesasihan empiris. Bagaimana kenyataan peraturan
itu, apakah kenyataannya seperti yang tertera dalam bunyi peraturan atau tidak.
 Sosiologi hukum memberikan penjelasan dari obyek yang dipelajarinya.
b) Alvin S Johnson
Bagian dari sosiologi jiwa manusia, yang menelaah sepenuhnya realitas sosial hukum, dimulai
dari hal-hal yang nyata, seperti observasi perwujudan lahiriah dalam kebiasaan-kebiasaan
kolektif yang efektif (organisasi-organisasi yang baku, adat istiadat sehari-hari dan tradisi-tradisi
atau kebiasaan inovatif) dan juga dalam materi dasarnya (struktur ruang dan kepadatan lembaga-
lembaga hukumnya secara demografis).
Aliran Sosiologi Hukum
1. Aliran Positivisme
a) Aliran ini hanya ingin membicarakan kejadian yang dapat diamati dari luar secara murni,
tidak memasukkan hal-hal yang tidak dapat diamati dari luar, seperti nilai dan tujuan.
b) Sosiologi hukum hanya berurusan dengan fakta yang dapat diamati, bukan mengenai
tujuan hukum, maksud hukum, dan nilai hukum.
2. Aliran Normatif
Hukum bukan merupakan fakta yang teramati tetapi merupakan suatu institusi nilai. Hukum
mengandung nilai-nilai dan bekerja untuk mengekspresikan nilai-nilai tersebut dalam
masyarakat.

Manfaat Sosiologi Hukum


1. Kita dapat mengetahui hukum dalam konteks sosialnya atau hukum di dalam masyarakat.
2. Kita akan dapat melakukan analisis terhadap efektivitas hukum dalam masyarakat, baik
sebagai sarana pengendalian sosial maupun sebagai sarana untuk mengubah masyarakat agar
mencapai keadaan-keadaan sosial tertentu.

Efektifitas hukum indikasinya adalah :


 Kesadaran hukum dari masyarakat
 Implementasi para penegak hukum
 Kemampuan produk hukum yang diciptakan
3. Efektivitas hukum yang diamati tersebut dapat dievaluasi, sehingga dapat ditemukan hukum
yang hidup dalam masyarakat.

6. Aliran Antropologi
Antropologi hukum adalah cabang ilmu hukum yng mempelajari hukum dari konteks kultur
masyarakat tertentu baik pada masyarakat modern maupun masyarakat sederhana. Dengan kata
lain antropologi adalah ilmu yang mempelajari hokum sebagai salah satu aspek dari kebudayaan.
Ciri khas dari cabang ilmu ini ialah pengamatan yang menyeluruh terhadap kehidupan manusia.
Penelitian antropologi dibedakan menjadi:
• Penelitian antropologis terhadap hukum untuk pengembangan antropologi sebagai ilmu
pengetahuan.

• Penelitian antropologis terhadap hukum demi kepentingan pengembangan ilmu.


Manfaat antropologi bagi perkembangan ilmu hukum:

a) Memberikan gambaran tentang hokum dalam konteks kebudayaan suatu masyarakat.


b) Dapat ditelusuri system nilai-nilai yang menjadi dasar dari system masyarakat.

Sumber: (http://halimasadyah.blogspot.com/2010/02/aliran-aliran-teori-hukum.html)
(http://buginesya.blogspot.com/2013/05/metode-dan-aliran-aliran-dalam-ilmu.html)

Anda mungkin juga menyukai