Hukum alam dapat dibedakan ke dalam ”hukum alam sebagai metode” dan ”hukum alam
sebagai substansi”. Pertama, hukum alam sebagai metode merupakan yang tertua yang dapat
dikenali sejak zaman kuno sampai kepada abad permulaan abad pertengahan. Hukum alam
memusatkan dirinya pada usaha untuk menemukan metode yang dapat dipakai untuk
menciptakan peraturan-peraturan yang mampu untuk menghadapi keadaan yang berlainan.
Dengan demikian, tidak mengandung norma-norma sendiri melainkan hanya memberi tahu
tentang bagaimana membuat peraturan yang baik. Kedua, berbeda dengan hukum Alam sebagai
metode, sebagai substansi Hukum Alam justru berisi norma-norma. Dengan anggapan ini, orang
dapat menciptakan sejumlah besar peraturan-peraturan yang dialirkan dari beberapa asas yang
absolut, yang lazim dikenal sebagai ”hak-hak asasi manusia”. Hukum Alam yang kedua ini
merupakan ciri dari abad ketujuh belas dan kedelapan belas.
Sebelum lahirnya aliran ini berkembang suatu pemikiran dalam ilmu hukum dikenal sebagai
legisme. Pemikiran hukum ini berkembang semenjak abad pertengahan dan telah banyak
berpengaruh di berbagai negara, termasuk Indonesia. Aliran ini mengidentikkan hukum dengan
Undang-undang. Satu-satunya sumber hukum adalah undang-undang. Selanjutnya, Prof. H.L.A
hart menguraikan tentang ciri-ciri pengertian positivisme pada ilmu hukum dewasa ini sebagai
berikut :
Pengertian bahwa hukum adalah perintah dari manusia (command of human being)
Pengertian bahwa tidak ada hubungan mutlak/penting antara hukum (law) dan moral, atau
hukum sebagaimana yang berlaku/ada dan hukum yang seharusnya; Pengertian bahwa analisis
konsepsi hukum adalah:
1. mempunyai arti penting;
2. harus dibedakan dari penyelidikan historis mengenai sebab-musabab dan sumber-sumber
hukum, sosiologis mengenai hubungan hukum dengan gejala sosial lainnya, dan penyelidikan
hukum secara kritis atau penilaian, baik yang didasarkan moral, tujuan sosial, fungsi hukum dan
lain-lainnya.
Pengertian bahwa sistem hukum adalah sistem logis, tetap dan bersifat tertutup dalam mana
keputusan-keputusan hukum yang benar/tepat biasanya dapat diperoleh dengan alat-alat logika
dari peraturan-peraturan hukum yang telah ditentukan sebelumnya tanpa memperhatikan tujuan-
tujuan sosial, politik dan ukuran-ukuran moral. Pengertian bahwa pertimbangan-pertimbangan
moral tidak dapat dibuat atau diperhatikan sebagai pernyataan kenyataan yang harus dibuktikan
dengan argumentasi-argumentasi rasional, pembuktian atau percobaan.
Ada 2 (dua) buku John Austin yang terkenal, yakni “The province of jurisprudence determined“
dan ‘Lectures on Jurispredence’. Buku kedua berisikan kuliah-kuliah Austin semasa hidup
tentang Jurisprudence. Tentang Hukum, Austin berkata dalam kumpulan kuliah tersebut sebagai
berikut :”Law is a command of the lawgiyer”. Hukum merupakan perintah dari penguasa-dalam
arti bahwa perintah dari mereka yang memegang kedaulatan. Selanjutnya, Austin berkata bahwa
hukum adalah perintah yang dibebankan untuk mengatur makhluk berpikir yang memegang dan
mempunyai kekuasaan. Austin menganggap dan mempunyai kekuasaan. Austin menganggap
hukum sebagai suatu sistem yang logis, tetap dan bersifat tertuup (closed logical system), hukum
secara tegas dipisahkan dari keadilan dan tidak didasarkan pada nilai-nilai yang baik dan buruk .
Ada 2 (dua) teori yang dikemukakan oleh Hans Kelsen yang perlu diketengahkan. Pertama,
ajarannya tentang hukum yang bersifat murni dan kedua yang berasal dari muridnya Adolf Merkl
adalah stufenbau des Rech yang mengutamakan tentang adanya hierarkis daripada perundang-
undangan. Menurutnya hukum itu harus dibersihkan dari anasir-anasir yang tidak yuridis seperti
etis,sosiologis, politis dan sebagainya . Teori Hukum Murni berupaya menghindari
pencampuradukan dengan berbagai disiplin ilmu yang berlainan metodologi tersebut, dan
membatasi pengertian hukum dalam posisinya yang eksklusif. Bukan lantaran teori ini
mengabaikan atau memungkiri kaitannya dengan bidang-bidang yang lain, melainkan karena
hendak meniadakan batas-batas yang ditetapkan pada ilmu hukum berdasarkan pokok
bahasannya.
Teori ini berupaya menjawab pertanyaan apa itu hukum dan bagaiman ia ada, bukan bagaimana
ia semestinya ada, ia adalah ilmu hukum (yurisprudende) bukan politik hukum. Disebut ”murni”
karena ia hanya menjelaskan hukum dan berupaya membersihkan obyek penjelasannya dari
segala hal yang bersangkut paut dengan hukum. Tujuan teori ini adalah membersihkan ilmu
hukum dari unsur-unsur lain.
Dari unsur etis berarti, konsepsi hukum Hans Kelsen ridak memberi tempat berlakunya suatu
hukum alam, tetapi bagian ilmu manusia . Etika memberikan suatu penilian tentang baik dan
buruk. Ajaran Kelsen menghindari diri dari soal penilaian ini. Dari unsur sosiologis berarti
bahwa ajaran hukum Hans Kelsen tidak memberi tempat bagi hukum kebiasaan yang hidup dan
berkembang di dalam masyarakat. ajaran hukum Kelsen hanya memandang hukum sebagai
sollen yuridis semata-mata yang sama sekali terlepas dari das sein/kenyataan sosial .
Ajaran Stufentheori berpendapat bahwa suatu sistem hukum adalah suatu hierarkis dari hukum di
mana suatu ketentuan hukum tertentu bersumber pada ketentuan hukum lainnya yang lebih
tinggi. Sebagai ketentuan yang lebih tinggi adalah Grundnorm atau norma dasar yang bersifat
hipotesis. Ketentuan yang lebih rendah adalah lebih konkret daripada ketentuan yang lebih
tinggi. Sebagai contoh, dapat kita lihat dalam ketetapan MPRS Nomor XX/MPRS/1966 tentang
Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia yang menetapkan sebagai berikut :
• Undang-Undang Dasar 1945.
• Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
• Undang-undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang.
- Peraturan pelaksanaan lainnya seperti :
- Peraturan Pemerintah
- Keputusan Menteri
3. Aliran Utilitiarianisme
Aliran ini dipelopori oleh Jeremi Bentham (1748-1783) Jhon Stuart Mill (1806-1873), dan
Rudolf von Jhering ( 18..-1889). Dengan memegang prinsip manusia akan melakukan tindakan
untuk mendapatkan kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan mengurangi penderitaan, Bentham
mencoba menerapkannya di bidang Hukum. Atas dasar ini, baik buruknya suatu perbuatan
diukur apakah perbuatan itu mendatangkan kebahagianna atau tidak. Demikian pun dengan
perundang-undangan, baik buruknya ditentukan pula ole ukuran tersebut di atas. Jadinya,
undnag-undang yang banyak memberikan kebahagiaan pada bagian terbesar masyarakat akan
dinilai sebagai undang-undang yang baik . Ajaran Bentham dikenal sebagai utilitiarianisme yang
individual, sedang rekannya Rudolf von Jhering mengembangkan ajaran yang bersifa sosial.
teori von Jhering merupakan gabungan antara teori Bentham, Stuart Mill, dan Positivisme hukum
Jhon Austin.
4. Aliran Historis
Pendasar dari madzab ini ialah friederich Carl von Savigny dan Puchta. Ada pengaruh terhadap
lahirnyamadzab ini, yakni pengaruh Montesqueu dalam bukunya ”L’esprit de Lois” yang terlebih
dahulu mengemukakan tentang adanya hubungan antara jiwa mulai timbul dengan hukumnya
dan pengaruh faham nasionalisme yang mulai timbul di awal abad ke 19. Lahirnya madzab ini
juga merupakan suatu reaksi yang langsung terhadap suatu pendapat yang diketengahkan oleh
Thibaut dalam pamfletnya yang berbunyi Uber Die Notwendigkeit Eines Allgemeinen
Burgerlichen Rechts Fur deutcchland-keperluan akan adanya kodifikasi hukum perdata bagi
negeri Jerman. Ahli hukum perdata Jerman menghendaki agar di Jerman diperlakukan kodifikasi
perdata dengan dasar hukum Prancis (code napoleon). Seperti diketahui setelah Prancis
meninggalkan Jerman timbul masalah hukum apa yang hendak diperlakukan di negara ini. Juga,
merupakan suatu reaksi yang tidak langsung terhadap aliran hhukum alam dan aliran hukum
positif .
Pandangan Von Savighni berpangkal kepada bahwa di dunia ini terdapat bermacam-macam
bangsa yang pada tiap-tiap bangsa tersebut mempunyai suatu volkgeist- jiwa rakyat. Jiwa ini
berbeda-beda, baik menurut waktu maupun tempat. Pencerminan dari adanya jiwa yang berbeda
ini tampak pada kebudayaan dari bangsa tadi yaang berbeda-beda. Ekspresi itu tampak pula pada
hukum yang sudah barang tentu berbeda pula pada setiap tempat dan waktu. Karenanya,
demikian von Savigny, tidak masuk akal jika terdapat hukum yang berlaku universal dan pada
semua waktu. Hukum sangat bergantung atau bersumber pada jiwa rakyat tadi dan yang menjadi
isi dari hukum itu ditentukan oleh pergaulan hidup manusia dari masa ke masa (sejarah). Hukum
menurut pendapatnya berkembang dari suatu masyarakat yang sederhana yang pencerminannya
tampak dalam tingkah laku semua individu kepada masyarakat yang modern dan kompleks di
mana kesadaran hukum rakyat itu tampak pada apa yang diucapkan oleh para ahli hukumnya .
5. Aliran Sosiologis
Pengertian Sosiologi
a) Secara etimologis
Socius (Bahasa Latin) = Kawan
Logos (Bahasa Yunani) = Kata atau berbicara
Sosiologi adalah berbicara mengenai masyarakat (kawan)
b) Mayor Polak
Ilmu pengetahuan yang mempelajari masyarakat sebagai keseluruhan, yakni antara
hubungan diantara manusia dengan manusia, manusia dengan kelompok, kelompok
dengan kelompok, baik formal maupun material, baik statis maupun dinamis.
Menjabarkan bahwa sosiologi bukanlah mempelajari apa yang diharuskan atau apa yang
diharapkan, tetapi mempelajari apa yang ada, selanjutnya untuk menjadi bahan dalam
bertindak dan berusaha.
c) Max Weber
Ilmu yang berusaha untuk menafsirkan dan memahami (interpretative understanding)
tindakan sosial serta antara hubungan sosial.
Pengertian tindakan sosial adalah tindakan individu sepanjang tindakannya mempunyai
makna atau arti subyektif bagi dirinya dan diarahkan kepada orang lain.
Ciri-Ciri Utama Sosiologi
a) Bersifat empiris, sosiologi didasarkan pada observasi terhadap kenyataan dan akal sehat,
tidak bersifat spekulatif.
b) Bersifat teoritis, sosiologi selalu berusaha untuk menyusun abstraksi dari hasil observasi.
c) Bersifat kumulatif, teori-teori sosiologi dibentuk atas dasar teori-teori yang sudah ada
dalam arti memperbaiki, memperluas, serta memperhalus teori-teori lama.
d) Bersifat non-etis, yang dipersoalkan bukanlah baik atau buruknya fakta tertentu, tetapi
tujuannya adalah untuk menjelaskan fakta secara analitis.
6. Aliran Antropologi
Antropologi hukum adalah cabang ilmu hukum yng mempelajari hukum dari konteks kultur
masyarakat tertentu baik pada masyarakat modern maupun masyarakat sederhana. Dengan kata
lain antropologi adalah ilmu yang mempelajari hokum sebagai salah satu aspek dari kebudayaan.
Ciri khas dari cabang ilmu ini ialah pengamatan yang menyeluruh terhadap kehidupan manusia.
Penelitian antropologi dibedakan menjadi:
• Penelitian antropologis terhadap hukum untuk pengembangan antropologi sebagai ilmu
pengetahuan.
Sumber: (http://halimasadyah.blogspot.com/2010/02/aliran-aliran-teori-hukum.html)
(http://buginesya.blogspot.com/2013/05/metode-dan-aliran-aliran-dalam-ilmu.html)