Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH SEJARAH INDONESIA

KERAJAAN SRIWIJAYA

OLEH KELOMPOK II:

1. ILHAM
2. IKA NUR SHAHIRAH
3. RIKA
4. FITRIANI
5. JUWITA ANANDA
6. JUWANDI
7. AHMAD WILDAN
8. KIKI RAMADANI
9. RISMA
10. MUH.RANDI

X TKJ 1
TAHUN AJARAN 2021-2022
SMKN 8 PINRANG
KATA PENGANTAR

Puji dan puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah
Kerajaan Sriwijaya ini sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan. Shalawat
dan salam selalu tercurah kepada junjungan kita baginda Rasulullah SAW, yang
telah membawa manusia dari alam jahiliah menuju alam yang berilmu seperti
sekarang ini.
Makalah ini dapat hadir seperti sekarang ini tak lepas dari bantuan banyak
pihak. Untuk itu sudah sepantasnyalah kami mengucapkan rasa terima kasih yang
sebesar-besar buat mereka yang telah berjasa membantu kami selama proses
pembuatan makalah ini dari awal hingga akhir.
Namun, kami menyadari bahwa makalah ini masih ada hal-hal yang belum
sempurna dan luput dari perhatian kami. Baik itu dari bahasa yang digunakan
maupun dari teknik penyajiannya. Oleh karena itu, dengan segala kekurangan dan
kerendahan hati, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca
sekalian demi perbaikan makalah ini ke depannya.
Akhirnya, besar harapan kami makalah ini dapat memberikan manfaat yang
berarti untuk para pembaca. Dan yang terpenting adalah semoga dapat turut serta
memajukan ilmu pengetahuan.

Pinrang, 17 Februari 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Berdirinya Kerajaan Sriwijaya................................................. 2
B. Kehidupan Politik, Sosial, Ekonomi, dan Politik Kerajaan Sriwijaya.. 4
C. Masa Keemasan Kerajaan Sriwijaya.................................................... 8
D. Masa Penurunan Kerajaan Sriwijaya.................................................... 9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................... 12
B. Saran..................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Belum banyak bukti fisik mengenai Sriwijaya yang dapat ditemukan.
Tidak terdapat catatan lebih lanjut mengenai Sriwijaya dalam sejarah
Indonesia; masa lalunya yang terlupakan dibentuk kembali oleh sarjana asing.
Tidak ada orang Indonesia modern yang mendengar mengenai Sriwijaya
sampai tahun 1920-an, ketika sarjana Perancis George Cœdès
mempublikasikan penemuannya dalam surat kabar berbahasa Belanda dan
Indonesia. Coedès menyatakan bahwa referensi Tiongkok terhadap "San-fo-
ts'i", sebelumnya dibaca "Sribhoja", dan beberapa prasasti dalam Melayu
Kuno merujuk pada kekaisaran yang sama.
Historiografi Sriwijaya diperoleh dan disusun dari dua macam sumber
utama; catatan sejarah Tiongkok dan sejumlah prasasti batu Asia Tenggara
yang telah ditemukan dan diterjemahkan. Catatan perjalanan bhiksu peziarah
I Ching sangat penting, terutama dalam menjelaskan kondisi Sriwijaya ketika
ia mengunjungi kerajaan itu selama 6 bulan pada tahun 671. Sekumpulan
prasasti siddhayatra abad ke-7 yang ditemukan di Palembang dan Pulau
Bangka juga merupakan sumber sejarah primer yang penting.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah berdirinya kerajaan Sriwijaya?
2. Bagaimana kehidupan politik, sosial, ekonomi, dan agama kerajaan
Sriwijaya?
3. Kapankah masa keemasan kerajaan Sriwijaya?
4. Bagaimana penurunan kekuasaan kerajaan Sriwijaya?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Berdirinya Kerajaan Sriwijaya


Kerajaan ini menjadi pusat perdagangan dan merupakan negara bahari,
namun kerajaan ini tidak memperluas kekuasaannya di luar wilayah
kepulauan Asia Tenggara, dengan pengecualian berkontribusi untuk populasi
Madagaskar sejauh 3.300 mil di barat. Beberapa ahli masih memperdebatkan
kawasan yang menjadi pusat pemerintahan Sriwijaya, selain itu kemungkinan
kerajaan ini biasa memindahkan pusat pemerintahannya, namun kawasan
yang menjadi ibukota tetap diperintah secara langsung oleh penguasa,
sedangkan daerah pendukungnya diperintah oleh datu setempat.
1. Perjalanan Siddhayatra
Kemaharajaan Sriwijaya telah ada sejak 671 sesuai dengan catatan I
Tsing. Dari prasasti Kedukan Bukit pada tahun 682 di diketahui
imperium ini di bawah kepemimpinan Dapunta Hyang. Bahwa beliau
berangkat dalam perjalanan suci siddhayatra untuk "mengalap berkah",
dan memimpin 20.000 tentara dan 312 orang di kapal dengan 1.312
prajurit berjalan kaki dari Minanga Tamwan menuju Jambi dan
Palembang. Diketahui, Prasasti Kedukan Bukit adalah prasasti tertua
yang ditulis dalam bahasa Melayu. Para ahli berpendapat bahwa prasasti
ini mengadaptasi ortografi India untuk menulis prasasti ini. Pada abad ke-
7 ini, orang Tionghoa mencatat bahwa terdapat dua kerajaan yaitu
Malayu dan Kedah menjadi bagian kemaharajaan Sriwijaya.
Berdasarkan prasasti Kota Kapur yang berangka tahun 686
ditemukan di pulau Bangka, kemaharajaan ini telah menguasai bagian
selatan Sumatera, pulau Bangka dan Belitung, hingga Lampung. Prasasti
ini juga menyebutkan bahwa Sri Jayanasa telah melancarkan ekspedisi
militer untuk menghukum Bhumi Jawa yang tidak berbakti kepada
Sriwijaya, peristiwa ini bersamaan dengan runtuhnya Tarumanagara di
Jawa Barat dan Holing (Kalingga) di Jawa Tengah yang kemungkinan

2
3

besar akibat serangan Sriwijaya. Kemungkinan yang dimaksud dengan


Bhumi Jawa adalah Tarumanegara. Sriwijaya tumbuh dan berhasil
mengendalikan jalur perdagangan maritim di Selat Malaka, Selat Sunda,
Laut China Selatan, Laut Jawa, dan Selat Karimata.
2. Penaklukan Kawasan
Ekspansi kerajaan ini ke Jawa dan Semenanjung Malaya,
menjadikan Sriwijaya mengendalikan simpul jalur perdagangan utama di
Asia Tenggara. Berdasarkan observasi, ditemukan reruntuhan candi-
candi Sriwijaya di Thailand dan Kamboja. Pada abad ke-7, pelabuhan
Champa di sebelah timur Indochina mulai mengalihkan banyak pedagang
dari Sriwijaya. Untuk mencegah hal tersebut, Maharaja Dharmasetu
melancarkan beberapa serangan ke kota-kota pantai di Indochina. Kota
Indrapura di tepi sungai Mekong, di awal abad ke-8 berada di bawah
kendali Sriwijaya. Sriwijaya meneruskan dominasinya atas Kamboja,
sampai raja Khmer Jayawarman II, pendiri kemaharajaan Khmer,
memutuskan hubungan dengan Sriwijaya pada abad yang sama. Di akhir
abad ke-8 beberapa kerajaan di Jawa, antara lain Tarumanegara dan
Holing berada di bawah kekuasaan Sriwijaya. Menurut catatan, pada
masa ini pula wangsa Sailendra bermigrasi ke Jawa Tengah dan berkuasa
di sana. Pada abad ini pula, Langkasuka di semenanjung Melayu menjadi
bagian kerajaan. Pada masa berikutnya, Pan Pan dan Trambralinga, yang
terletak di sebelah utara Langkasuka, juga berada di bawah pengaruh
Sriwijaya.
Setelah Dharmasetu, Samaratungga menjadi penerus kerajaan. Ia
berkuasa pada periode 792 sampai 835. Tidak seperti Dharmasetu yang
ekspansionis, Samaratungga tidak melakukan ekspansi militer, tetapi
lebih memilih untuk memperkuat penguasaan Sriwijaya di Jawa. Selama
masa kepemimpinannya, ia membangun candi Borobudur di Jawa
Tengah yang selesai pada tahun 825.
4

B. Kehidupan Politik, Sosial, Ekonomi, dan Politik Kerajaan Sriwijaya


1. Kehidupan Politik
Kehidupan politik kerajaan Sriwijaya dapat ditinjau dari raja-raja
yang memerintah, wilayah kekuasaan, dan hubungannya dengan pihak luar
negeri.
a. Wilayah kekuasaan
Setelah berhasil menguasai Palembang, ibukota Kerajaan
Sriwijaya dipindahkan dari Muara Takus ke Palembang. Dari
Palembang, Kerajaan Sriwijaya dengan mudah dapat menguasai
daerah-daerah di sekitarnya seperti Pulau Bangka yang terletak di
pertemuan jalan perdagangan internasional, Jambi Hulu yang terletak
di tepi Sungai Batanghari dan mungkin juga Jawa Barat
(Tarumanegara). Maka dalam abad ke-7 M, Kerajaan Sriwijaya telah
berhasil menguasai kunci-kunci jalan perdagangan yang penting
seperti Selat Sunda, Selat Bangka, Selat Malaka, dan Laut Jawa bagian
barat. Pada abad ke-8 M, perluasan Kerajaan Sriwijaya ditujukan ke
arah utara, yaitu menduduki Semenanjung Malaya dan Tanah Genting
Kra. Pendudukan pada daerah Semenanjung Malaya memiliki tujuan
untuk menguasai daerah penghasil lada dan timah. Sedangkan
pendudukan pada daerah Tanah Genting Kra memiliki tujuan untuk
menguasai lintas jalur perdagangan antara Cina dan India. Hubungan
dengan luar negeri
Kerajaan Sriwijaya menjalin hubungan baik dengan kerajaan-
kerajaan di luar wilayah Indonesia, terutama dengan kerajaan-kerajaan
yang berada di India, seperti Kerajaan Pala/Nalanda di Benggala. Raja
Nalanda, Dewapala Dewa menghadiahi sebidang tanah untuk
pembuatan asrama bagi pelajar dari nusantara yang ingin menjadi
‘dharma’ yang dibiayai oleh Balaputradewa.
2. Kehidupan Sosial
Letak Sriwijaya sangat strategis di jalur perdagangan antara India-
Cina. Di samping itu juga berhasil menguasai Selat Malaka yang
5

merupakan urat nadi perdagangan di Asia Tenggara, menjadikan Sriwijaya


berhasil menguasai perdagangan nasional dan internasional. Penguasaan
Sriwijaya atas Selat Malaka mempunyai arti penting terhadap
perkembangan Sriwijaya sebagai negara maritim, sebab banyak kapal-
kapal asing yang singgah untuk menambah air minum, perbekalan
makanan dan melakukan aktivitas perdagangan. Sriwijaya sebagai pusat
perdagangan akan mendapatkan keuntungan yang besar dan akan
berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat yang hidup dari pelayaran
dan perdagangan.
3. Kehidupan Ekonomi
Di dunia perdagangan, Sriwijaya menjadi pengendali jalur
perdagangan antara India dan Tiongkok, yakni dengan penguasaan atas
Selat Malaka dan Selat Sunda. Orang Arab mencatat bahwa Sriwijaya
memiliki aneka komoditas seperti kapur barus, kayu gaharu, cengkeh,
pala, kepulaga, gading, emas, dan timah, yang membuat raja Sriwijaya
sekaya raja-raja di India. Kekayaan yang melimpah ini telah
memungkinkan Sriwijaya membeli kesetiaan dari vassal-vassal-nya di
seluruh Asia Tenggara. Dengan berperan sebagai entreport atau pelabuhan
utama di Asia Tenggara, dengan mendapatkan restu, persetujuan, dan
perlindungan dari Kaisar China untuk dapat berdagang dengan Tiongkok,
Sriwijaya senantiasa mengelola jejaring perdagangan bahari dan menguasi
urat nadi pelayaran antara Tiongkok dan India.
Karena alasan itulah Sriwijaya harus terus menjaga dominasi
perdagangannya dengan selalu mengawasi dan jika perlu memerangi
pelabuhan pesaing di negara jirannya. Keperluan untuk menjaga monopoli
perdagangan inilah yang mendorong Sriwijaya menggelar ekspedisi
militer untuk menaklukkan bandar pelabuhan pesaing di kawasan
sekitarnya dan menyerap mereka ke dalam mandala Sriwijaya. Bandar
Malayu di Jambi, Kota Kapur di pulau Bangka, Tarumanagara dan
pelabuhan Sunda di Jawa Barat, Kalingga di Jawa Tengah, dan bandar
Kedah dan Chaiya di semenanjung Melaya adalah beberapa bandar
6

pelabuhan yang ditaklukan dan diserap kedalam lingkup pengaruh


Sriwijaya. Disebutkan dalam catatan sejarah Champa adanya serangkaian
serbuan angkatan laut yang berasal dari Jawa terhadap beberapa pelabuhan
di Champa dan Kamboja. Mungkin angkatan laut penyerbu yang dimaksud
adalah armada Sriwijaya, karena saat itu wangsa Sailendra di Jawa adalah
bagian dari mandala Sriwijaya. Hal ini merupakan upaya Sriwijaya untuk
menjamin monopoli perdagangan laut di Asia Tenggara dengan
menggempur bandar pelabuhan pesaingnya. Sriwijaya juga pernah berjaya
dalam hal perdagangan sedari tahun 670 hingga 1025 M.
Kejayaan bahari Sriwijaya terekam di relief Borobudur yaitu
menggambarkan Kapal Borobudur, kapal kayu bercadik ganda dan
bertiang layar yang melayari lautan Nusantara sekitar abad ke-8 Masehi.
Fungsi cadik ini adalah untuk menyeimbangkan dan menstabilkan perahu.
Cadik tunggal atau cadik ganda adalah ciri khas perahu bangsa
Austronesia dan perahu bercadik inilah yang membawa bangsa
Austronesia berlayar di seantero Asia Tenggara, Oseania, dan Samudra
Hindia. Kapal layar bercadik yang diabadikan dalam relief Borobudur
mungkin adalah jenis kapal yang digunakan armada Sailendra dan
Sriwijaya dalam pelayaran antarpulaunya, kemaharajaan bahari yang
menguasai kawasan pada kurun abad ke-7 hingga ke-13 masehi.
Selain menjalin hubungan dagang dengan India dan Tiongkok,
Sriwijaya juga menjalin perdagangan dengan tanah Arab. Kemungkinan
utusan Maharaja Sri Indrawarman yang mengantarkan surat kepada
khalifah Umar bin Abdul-Aziz dari Bani Umayyah tahun 718, kembali ke
Sriwijaya dengan membawa hadiah Zanji (budak wanita berkulit hitam),
dan kemudian dari kronik Tiongkok disebutkan Shih-li-fo-shih dengan
rajanya Shih-li-t-'o-pa-mo (Sri Indrawarman) pada tahun 724 mengirimkan
hadiah untuk kaisar Cina, berupa ts'engchi (bermaksud sama dengan Zanji
dalam bahasa Arab).
Pada paruh pertama abad ke-10, di antara kejatuhan dinasti Tang dan
naiknya dinasti Song, perdagangan dengan luar negeri cukup marak,
7

terutama Fujian, kerajaan Min dan kerajaan Nan Han dengan negeri
kayanya Guangdong. Tak diragukan lagi Sriwijaya mendapatkan
keuntungan dari perdagangan ini. Pada masa inilah diperkirakan rakyat
Sriwijaya mulai mengenal buah semangka (Citrullus lanatus (Thunb.)
Matsum. & Nakai), yang masuk melalui perdagangan mereka.
4. Kehidupan Agama
Sebagai pusat pengajaran Buddha Vajrayana, Sriwijaya menarik
banyak peziarah dan sarjana dari negara-negara di Asia. Antara lain
pendeta dari Tiongkok I Tsing, yang melakukan kunjungan ke Sumatera
dalam perjalanan studinya di Universitas Nalanda, India, pada tahun 671
dan 695, I Tsing melaporkan bahwa Sriwijaya menjadi rumah bagi sarjana
Buddha sehingga menjadi pusat pembelajaran agama Buddha. Selain
berita diatas, terdapat berita yang dibawakan oleh I Tsing, dinyatakan
bahwa terdapat 1000 orang pendeta yang belajar agama Budha pada
Sakyakirti, seorang pendeta terkenal di Sriwijaya.
Terdapat lebih dari 1000 pandita Buddhis di Sriwijaya yang belajar
serta mempraktikkan Dharma dengan baik. Mereka menganalisa dan
mempelajari semua topik ajaran sebagaimana yang ada di India; vinaya
dan ritual-ritual mereka tidaklah berbeda sama sekali [dengan yang ada di
India]. Apabila seseorang pandita Tiongkok akan pergi ke Universitas
Nalanda di India untuk mendengar dan mempelajari naskah-naskah
Dharma auutentik, ia sebaiknya tinggal di Sriwijaya dalam kurun waktu 1
atau 2 tahun untuk mempraktikkan vinaya dan bahasa sansekerta dengan
tepat.
Kerajaan Sriwijaya banyak dipengaruhi budaya India, pertama oleh
budaya Hindu kemudian diikuti pula oleh agama Buddha. Peranannya
dalam agama Budha dibuktikannya dengan membangun tempat pemujaan
agama Budha di Ligor, Thailand. Raja-raja Sriwijaya menguasai
kepulauan Melayu melalui perdagangan dan penaklukkan dari kurun abad
ke-7 hingga abad ke-9, sehingga secara langsung turut serta
mengembangkan bahasa Melayu beserta kebudayaannya di Nusantara.
8

C. Masa Keemasan Kerajaan Sriwijaya


Berdasarkan sumber catatan sejarah dari Arab, Sriwijaya disebut dengan
nama Sribuza. Pada tahun 955 M, Al Masudi, seorang musafir (pengelana)
sekaligus sejarawan Arab klasik menulis catatan tentang Sriwijaya. Dalam
catatan itu, digambarkan Sriwijaya adalah sebuah kerajaan besar yang kaya
raya, dengan tentara yang sangat banyak. Disebutkan kapal yang tercepat
dalam waktu dua tahun pun tidak cukup untuk mengelilingi seluruh pulau
wilayahnya. Hasil bumi Sriwijaya adalah kapur barus, kayu gaharu, cengkeh,
kayu cendana, pala, kapulaga, gambir dan beberapa hasil bumi lainya.
Catatan lain menuliskan bahwa Sriwijaya maju dalam bidang agraris. Ini
disimpulkan dari seorang ahli dari Bangsa Persia yang bernama Abu Zaid
Hasan yang mendapat keterangan dari Sujaimana, seorang pedagang Arab.
Abu Zaid menulis bahwasanya Kerajaan Zabaj (Sriwijaya -sebutan Sriwijaya
oleh bangsa Arab pada masa itu-) memiliki tanah yang subur dan kekuasaan
yang luas hingga ke seberang lautan.
1. Hubungan dengan Wangsa Sailendra
Dari catatan sejarah dan bukti arkeologi, pada abad ke-9 Sriwijaya
telah melakukan kolonisasi di hampir seluruh kerajaan-kerajaan Asia
Tenggara, antara lain: Sumatera, Jawa, Semenanjung Malaya, Thailand,
Kamboja, Vietnam, dan Filipina. Dominasi atas Selat Malaka dan Selat
Sunda, menjadikan Sriwijaya sebagai pengendali rute perdagangan
rempah dan perdagangan lokal yang mengenakan bea dan cukai atas
setiap kapal yang lewat. Sriwijaya mengumpulkan kekayaannya dari jasa
pelabuhan dan gudang perdagangan yang melayani pasar Tiongkok, dan
India.
2. Sriwijaya Berkuasa di Jawa
Setelah Dharmasetu, Samaratungga menjadi Maharaja Sriwijaya
berikutnya. Dia memerintah sebagai penguasa pada kurun 792-835.
Berbeda dari Dharmasetu yang ekpansionis, Samaratungga tidak terjun
dalam kancah ekspansi militer, melainkan lebih suka untuk memperkuat
9

pemerintahan dan pengaruh Sriwijaya atas Jawa. Dia secara pribadi


mengawasi pembangunan candi agung Borobudur; sebuah mandala besar
dari batu yang selesai pada 825, di masa pemerintahannya. Menurut
George Coedes, "pada paruh kedua abad kesembilan, Jawa dan Sumatra
bersatu di bawah kekuasaan wangsa Sailendra yang memerintah di Jawa.
dengan pusat perdagangan di Palembang." Samaratungga seperti Rakai
Warak, tampaknya sangat dipengaruhi oleh kepercayaan Buddha
Mahayana yang cinta damai. Beliau berusaha untuk menjadi seorang
penguasa yang welas asih. Penggantinya adalah Putri Pramodhawardhani
yang bertunangan dengan Rakai Pikatan yang menganut aliran Siwa. Dia
adalah putra Rakai Patapan, seorang rakai (penguasa daerah) yang cukup
berpengaruh di Jawa Tengah. Langkah politik ini tampaknya sebagai
upaya untuk mengamankan perdamaian dan kekuasaan Sailendra di
Jawa, dengan cara mendamaikan hubungan antara golongan Buddha
aliran Mahayana dengan penganut Hindu aliran Siwa.

D. Masa Penurunan Kerajaan Sriwijaya


1. Serbuan Kerajaan Chola
Tahun 1017 dan 1025, Rajendra Chola I, raja dari dinasti Chola di
Koromandel, India selatan, mengirim ekspedisi laut untuk menyerang
Sriwijaya. Berdasarkan prasasti Tanjore bertarikh 1030, Kerajaan Chola
telah menaklukan daerah-daerah koloni Sriwijaya, seperti wilayah
Nikobar dan sekaligus berhasil menawan raja Sriwijaya yang berkuasa
waktu itu Sangrama-Vijayottunggawarman. Selama beberapa dekade
berikutnya, seluruh imperium Sriwijaya telah berada dalam pengaruh
dinasti Chola. Meskipun demikian Rajendra Chola I tetap memberikan
peluang kepada raja-raja yang ditaklukannya untuk tetap berkuasa selama
tetap tunduk kepadanya. Hal ini dapat dikaitkan dengan adanya berita
utusan San-fo-ts'i ke Cina tahun 1028.
Faktor lain kemunduran Sriwijaya adalah faktor alam. Karena
adanya pengendapan lumpur di Sungai Musi dan beberapa anak sungai
10

lainnya, sehingga kapal-kapal dagang yang tiba di Palembang semakin


berkurang. Akibatnya, Kota Palembang semakin menjauh dari laut dan
menjadi tidak strategis. Akibat kapal dagang yang datang semakin
berkurang, pajak berkurang dan memperlemah ekonomi dan posisi
Sriwijaya.
Kerajaan Tanjungpura dan Nan Sarunai di Kalimantan adalah
kerajaan yang sezaman dengan Sriwijaya, namun Kerajaan Tanjungpura
disebutkan dikelola oleh pelarian orang Melayu Sriwijaya, yang ketika
pada saat itu Sriwijaya diserang Kerajaan Chola mereka bermigrasi ke
Kalimantan Selatan.
Namun pada masa ini Sriwijaya dianggap telah menjadi bagian dari
dinasti Chola. Kronik Tiongkok menyebutkan bahwa pada tahun 1079,
Kulothunga Chola I (Ti-hua-ka-lo) raja dinasti Chola disebut juga
sebagai raja San-fo-ts'i, yang kemudian mengirimkan utusan untuk
membantu perbaikan candi dekat Kanton. Selanjutnya dalam berita Cina
yang berjudul Sung Hui Yao disebutkan bahwa kerajaan San-fo-tsi pada
tahun 1082 masih mengirimkan utusan pada masa Cina di bawah
pemerintahan Kaisar Yuan Fong. Duta besar tersebut menyampaikan
surat dari raja Kien-pi bawahan San-fo-tsi, yang merupakan surat dari
putri raja yang diserahi urusan negara San-fo-tsi, serta menyerahkan pula
227 tahil perhiasan, rumbia, dan 13 potong pakaian. Kemudian juga
mengirimkan utusan berikutnya pada tahun 1088. Pengaruh invasi
Rajendra Chola I, terhadap hegemoni Sriwijaya atas raja-raja
bawahannya melemah. Beberapa daerah taklukan melepaskan diri,
sampai muncul Dharmasraya dan Pagaruyung sebagai kekuatan baru
yang kemudian menguasai kembali wilayah jajahan Sriwijaya mulai dari
kawasan Semenanjung Malaya, Sumatera, sampai Jawa bagian barat.
2. Munculnya Malayu Dharmasraya
Pada tahun 1079 dan 1088, catatan Cina menunjukkan bahwa
Sriwijaya mengirimkan duta besar pada Cina. Khususnya pada tahun
1079, masing-masing duta besar tersebut mengunjungi Cina. Ini
11

menunjukkan bahwa ibu kota Sriwijaya selalu bergeser dari satu kota
maupun kota lainnya selama periode tersebut. Ekspedisi Chola mengubah
jalur perdagangan dan melemahkan Palembang, yang memungkinkan
Jambi untuk mengambil kepemimpinan Sriwijaya pada abad ke-11.
Berdasarkan sumber Tiongkok pada buku Chu-fan-chi yang ditulis
pada tahun 1178, Chou-Ju-Kua menerangkan bahwa di kepulauan Asia
Tenggara terdapat dua kerajaan yang sangat kuat dan kaya, yakni San-fo-
ts'i dan Cho-po (Jawa). Di Jawa dia menemukan bahwa rakyatnya
memeluk agama Budha dan Hindu, sedangkan rakyat San-fo-ts'i
memeluk Budha, dan memiliki 15 daerah bawahan yang meliputi; Si-lan
(Kamboja), Tan-ma-ling (Tambralingga, Ligor, selatan Thailand), Kia-
lo-hi (Grahi, Chaiya sekarang, selatan Thailand), Ling-ya-si-kia
(Langkasuka), Kilantan (Kelantan), Pong-fong (Pahang), Tong-ya-nong
(Terengganu), Fo-lo-an (muara sungai Dungun daerah Terengganu
sekarang), Ji-lo-t'ing (Cherating, pantai timur semenanjung malaya),
Ts'ien-mai (Semawe, pantai timur semenanjung malaya), Pa-t'a (Sungai
Paka, pantai timur Semenanjung Malaya), Lan-wu-li (Lamuri di Aceh),
Pa-lin-fong (Palembang), Kien-pi (Jambi), dan Sin-t'o (Sunda).
Namun, istilah San-fo-tsi terutama pada tahun 1178 tidak lagi identik
dengan Sriwijaya, melainkan telah identik dengan Dharmasraya. Dari
daftar 15 negeri bawahan San-fo-tsi tersebut, ternyata adalah wilayah
jajahan Kerajaan Dharmasraya. Walaupun sumber Tiongkok tetap
menyebut San-fo-tsi sebagai kerajaan yang berada di kawasan Laut Cina
Selatan. Hal ini karena dalam Pararaton telah disebutkan Malayu. Kitab
ini mengisahkan bahwa Kertanagara raja Singhasari, mengirim sebuah
ekspedisi Pamalayu atau Pamalayu, dan kemudian menghadiahkan Arca
Amoghapasa kepada raja Melayu, Srimat Tribhuwanaraja Mauli
Warmadewa di Dharmasraya sebagaimana yang tertulis pada prasasti
Padang Roco. Peristiwa ini kemudian dikaitkan dengan manuskrip yang
terdapat pada prasasti Grahi. Begitu juga dalam Nagarakretagama yang
menguraikan tentang daerah jajahan Majapahit, juga sudah tidak
12

menyebutkan lagi nama Sriwijaya untuk kawasan yang sebelumnya


merupakan kawasan Sriwijaya.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sriwijaya adalah salah satu kemaharajaan bahari yang pernah berdiri di
pulau Sumatera dan banyak memberi pengaruh di Nusantara dengan daerah
kekuasaan berdasarkan peta membentang dari Kamboja, Thailand Selatan,
Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa Barat dan kemungkinan Jawa Tengah.
Dalam bahasa Sanskerta, sri berarti "bercahaya" atau "gemilang", dan wijaya
berarti "kemenangan" atau "kejayaan", maka nama Sriwijaya bermakna
"kemenangan yang gilang-gemilang".
Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7;
seorang pendeta Tiongkok, I Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya
tahun 671 dan tinggal selama 6 bulan. Selanjutnya prasasti yang paling tua
mengenai Sriwijaya juga berada pada abad ke-7, yaitu prasasti Kedukan Bukit
di Palembang, bertarikh 682. Kemunduran pengaruh Sriwijaya terhadap
daerah bawahannya mulai menyusut dikarenakan beberapa peperangan di
antaranya tahun 1025 serangan Rajendra Chola I dari Koromandel,
selanjutnya tahun 1183 kekuasaan Sriwijaya di bawah kendali kerajaan
Dharmasraya.

B. Saran
Saran untuk para siswa agar jangan melupakan sejarah bangsa kita, dan
berusaha menjaga dan melestarikan peninggalan sejarah yang ada di
Indonesia.

13
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Sriwijaya

http://www.satujam.com/sejarah-kerajaan-sriwijaya

http://informasiana.com/sejarah-kerajaan-sriwijaya-terlengkap

http://sejarahbudayanusantara.weebly.com/kerajaan-sriwijaya.html

http://kakakpintar.com/sejarah-kerajaan-sriwijaya-peninggalan-pendiri-prasasti-
letak-penyebab-runtuhnya

http://www.portalsejarah.com/sejarah-kerajaan-sriwijaya-kerajaan-maritim-
terbesar.html

http://jagosejarah.blogspot.co.id/2015/06/sejarah-kerajaan-sriwijaya.html

14

Anda mungkin juga menyukai