Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM PARASITOLOGI

“MODUL RESPIRASI”

Oleh: Tiara Armilia Putri


NPM: H1A019040

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS BENGKULU
2022
2

1. Dermatophagoides pteronyssinus dan Dermatophagoides farinae


a. Bentuk Tungau Debu Dermatophagoides

Gambar 1.1 Dermatophagoides pteronyssinus (A)


dan Dermatophagoides farinae (B)

Tungau debu berukuran sangat kecil, sehingga tidak dapat dideteksi dengan
mata telanjang. Tungau jantan panjangnya 370-430 mikron dan yang betina 300-350
mikron. Larva tungau mempunyai tiga pasang kaki, sedangkan yang dewasa
mempunyai empat pasang, pasangan kaki pertama lebih tebal dari pasangan kaki
yang lain, sehingga tampak seperti kepiting. Kaki ketiga lebih panjang 1,5 kali
panjang kaki keempat dan langsing terkulai. Tubuhnya dilengkapi sepasang seta
panjang di dorsal dan 2 pasang rambut panjang di lateral (tidak berasal dari keping).
Bagian ventralnya dilengkapi seminal reseptakel yang meluas dan berbentuk seperti
bunga daisy atau matahari dan ujung distal (bursa kopulatriks) sedikit mengalami
sklerotisasi (Hadi, 2014).

b. Taksonomi
Secara ilmiah, taksonomi dan klasifikasi tungau debu adalah sebagai
berikut:
Superkingdom : Eukaryota
Kingdom : Animalia
3

Subkingdom : Metazoa
Filum : Arthropoda
Subfilum : Chelicerata
Kelas : Arachnida
Ordo : Acariformes
Subordo : Astigmata
Famili : Pyroglyphidae
Genus : Dermatophagoides
Spesies : Dermatophagoides pteronyssinus
Dermatophagoides farinae
c. Daur Hidup Tungau Dermatophagoides
Secara umum semua spesies tungau debu memiliki daur hidup yang
mirip dengan tungau lainnya. Tungau debu bersifat ovipara. Siklus tungau
debu dimulai dari telur, larva, protonimfa, tritonimfa dan dewasa. Siklus
hidup ini sangat dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban, dan suhu optimal
bsgi pertumbuhan tungau adalah 25 – 30 derajat celcius pada kelembaban 70
– 80 persen. Waktu yang diperlukan perkembangan kedua spesies dari periode
telur hingga dewasa adalah rata-rata 35 hari, tetapi yang betina lebih panjang
yaitu sekitar 70 hari. Makin tinggi suhu periode siklus hidup akan semakin
cepat, sebaliknya makin rendah suhu peride siklus hidup makin lambat.
Adapun periode bertelur D. farinae berlangsung selama 30 hari, dan mampu
memproduksi sekitar satu telur per hari, sedangkan D. pteronyssinus mampu
bertelur sekitar 80 -120 telur selama periode 45-hari (Hadi, 2014).

2. Entamoeba histolytica
a. Stadium trofozoit
4

Gambar 2.1 Entamoeba histolytica stadium trofozoit


Ciri-ciri:
- Bentuk tidak beraturan
- Ukuran 20-40 µ
- Inti entamoeba
- Endoplasma bergranula halus dan mengandung eritrosit
- Ektoplasma tampak dalam pseudopodium

b. Stadium kista

Gambar 2.2 Entamoeba histolytica stadium kista


Ciri-ciri (Isfanda, 2016):
5

- Bentuk bulat
- Ukuran 15-22 µ
- Inti entamoeba
- Jumlah inti 4

3. Wuchereria bancrofti
a. Stadium mikrofilaria

Gambar 3.1 Wuchereria bancrofti stadium mikrofilaria


Ciri-ciri:
- Ukuran 8 x 250-310 µ
- Ruang kepala --> panjang = lebar
- Inti badan teratur
- Sarung badan pucat
- Ujung ekor --> tidak memiliki inti tambahan

4. Brugia malayi
a. Stadium mikrofilaria
6

Gambar 4.1 Brugia malayi stadium mikrofilaria


Ciri-ciri:
- Ukuran 200-260 µ
- Ruang kepala --> panjang = 2x lebar
- Inti badan tidak teratur
- Sarung badan merah U
- Ujung ekor --> memiliki 1-2 inti tambahan

5. Brugia timori
a. Stadium mikrofilaria
7

Gambar 5.1 Brugia timori stadium mikrofilaria


Ciri-ciri:
- Ukuran 7 x 280-310 µ
- Ruang kepala --> panjang = 3x lebar
- Inti badan tidak teratur
- Sarung badan pucat
- Ujung ekor --> memiliki 1-2 inti tambahan

6. Makrofilaria

Gambar 6.1 Cacing filaria (makrofilaria)


Ciri-ciri:
- Bentuk panjang, halus, warna putih susu
- Ukuran 4-8 cm
- Cacing jantan ekor melingkar
- Cacing betina ekor lurus

7. Larva III cacing filaria


8

Gambar 7.1 Larva III cacing filaria


Ciri-ciri:
- Ukuran 1300 – 2000 µ
- Langsing

8. Filariasis Rapid Test (ICT)


a. Deteksi antibodi IgG4 filariasis Brugia sp.
9

Gambar 8.1 Rapid Antigen Detection Test = Immuno Chromatographic Test


untuk Brugia sp.
- Spesimen = darah
- Deteksi antibodi IgG4 filariasis Brugia sp.
- Menggunakan antigen rekombinan
- C = kontrol
- T = indikator untuk filaria
- Garis merah di C = negatif
- Garis merah di C dan T = (+) filariasis

b. Deteksi antigen Wuchereria bancrofti


10

Gambar 8.2 Rapid Antigen Detection Test untuk deteksi


antigen Wuchereria bancrofti

- Spesimen = darah
- Deteksi antigen Wuchereria bancrofti
- Menggunakan Ab monoklonal
- C = kontrol
11

- T = indikator untuk filaria


- Garis merah di C = negatif
- Garis merah di C dan T = (+) filariasis
12

DAFTAR PUSTAKA

Hadi, U. K. (2014). Tungau Debu , Dermatophagoides. 1–4.


http://upikke.staff.ipb.ac.id/files/2014/06/Tungau-debu-Dermatophagoides1.pdf
Isfanda. (2016). Penuntun Praktikum Parasitologi. 1–59.
https://www.academia.edu/24756002/PENUNTUN_PRAKTIKUM_PARASITO
LOGI%0Ahttp://vita-r-cahyani.staff.uns.ac.id/files/2015/03/Bk-Petjk-MikroP-
Agrotek-agust2014-Jan15-Vita.pdf

Anda mungkin juga menyukai