Anda di halaman 1dari 119

Konservasi Keanekaragaman Hayati

dalam Penerapan Kajian Dampak


Lingkungan (SEA/EIA)

Erik Teguh Primiantoro, S.Hut., MES


Direktur PDLKWS

Direktorat Pencegahan Dampak Lingkungan Kebijakan Wilayah dan Sektor


Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan@26-27 Februari 2022
Key Points Biodiversity Conservation and Habitat dalam Konteks NLC-ESS
Biodiversity Conservation and Habitat dalam kaitannya dengan NLC harus dikontekskan dalam Kerangka (Framework) Kajian
Dampak Lingkungan (Environmental Assessment atau Environmental and Social Safeguard - ESS i.e. SEA/EIA), tidak hanya
Biodiversity saja.
1. Proses dan tahapan kajian dampak lingkungan (ESS) i.e. screening, scoping, impact assessment and EMMP (Mitigation)
→ Internasional best practices (ESS-WB, SPS ADP 2009) dan Country Safeguard Systems (CSS);
2. Konsep Biodiversity dan posisi berbagai dimensi Biodiversity dalam setiap proses dan tahapan kajian dampak lingkungan;
3. Tiga aspek penting yang terkait satu sama lain (HITS: Holistic, Integrative, Thematic and Spatial) dalam kaitannya
dengan Butir angka 1 dan angka 2, yaitu:
a. Aspek Yuridis: i.e. Kerangka regulasi (PUU) terkait ESS dan Biodiversity serta keterkaitan dan integrasinya antara
PUU (international, National and Sub-National/Daerah)
b. Aspek Teknis i.e.
• data dan informasi (IGT dan attribute);
• Berbagai metodologi ESS (konsultasi public, screening, scoping, impact assessment: prakiraan dan evaluasi
dampak);
• standar lingkungan (standar kualitas lingkungan, standar teknologi, Sistem Manajemen Lingkungan atau
SML/EMS), social assessment, planning dan transformation → pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
c. Aspek Manajemen i.e.
• Pengorganisian Tim Penyusun & Tenaga Ahli serta Sumberdaya,
• Sistem kendali mutu,
• Koordinasi & komunikasi dengan berbagai pihak terkait,
• Adminitrasi dan dokumentasi proses ESS, termasuk integrasi Biodiversity dalam ESS
1
Konsep Dasar Biodiversity dan
Integrasinya ke dalam SEA dan EIA
CBD 2030 Targets and The Indonesian Context
• Relevance with the
21 Targets Indonesian context
Indonesia as a
World of living in harmony with nature by 2050 • could strengthen the
Biodiversity Nation of
CBD 2030 Targets Grouping Conservation in Indonesia Diversity
Tools and Solutions Reducing Threats to Biodiversity so as to enhance 3Ps;
14. Mainstreaming Planning, 1. Land/Sea Plan, Retain, Restore
• related to and implemented MEGA BIODIVERSITY
Valuation, Regulations at all by several Line Ministries
levels 2. Restoration Degraded Water
and different DG in MoEF 80,583 species
15. Sustainable Production and 3. Land/Sea Protect, Conserve 31,750 species
Supply Chain
4. Wild species management 19 type of ecosystem
16. Sustainable Consumption
5. Sustainable Harvesting 74 vegetation type
and Responsible Choices
6. Invasive Species Diverse ecosystem services
17. Biosafety (Biotechnology)
7. Reduce pollutions from all
18. Incentives & Subsidies resource
MEGA CULTURAL DIVERSITY
19. Financial Resources for 8. Climate Change & Disaster Risk
Education, Knowledge Transfer ECONOMY 1340 ethnic groups
Meeting People Needs (Prosperity)
20. Information including LK 718 living languages
9. Use for Food & Livelihood
for effective management
10. Agriculture & Other Spaces
SOCIETY
21. Equitable Participation (People)
including IPLC’s, Youth, Women 11. Air, Extreme events, Water

12. Health, Wellbeing, Cultures BIOSPHERE Socio-Ecology of Indonesia


13. Shared Benefits (Planet)
Apa itu Keanekaragaman Hayati atau Biodiversity?
KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY)
adalah keanekaragaman di antara organisme PENGELOLAAN KEHATI (BIODIVERSITY
hidup dari seluruh sumber, baik yang ada di MANAGEMENT) bertujun untuk:
1. KONSERVASI KEHATI yang antara lain
daratan, lautan dan ekosistem maupun di
ditujukan untuk menjaga dan memelihara
perairan beserta proses ekologisnya,
keberlangsungan sistem penyangga kehidupan
sehingga terbentuk: (life support systems) dan berbagai pilihan bagi
1. KEANEKARAGAMAN GENETIK di dalam pembangunan manusia di masa depan;
spesies; 2. PEMANFAATAN KEHATI SECARA
2. KEANEKARAGAMAN di antara SPESIES; BERKELANJUTAN untuk meningkatkan
dan kesejahteraan masyarakat dengan tetap
3. KEANEKARAGAMAN EKOSISTEM. memperhatikan kebutuhan generasi
mendatang;
3. Terwujudnya AKSES PEMBAGIAN
Sumber: United Nations Convention on Biological Diversity KEUNTUNGAN YANG ADIL DAN SEIMBANG
(UNCBD) yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui atas pemanfaatan sumberdaya genetic
UU No 5 Tahun 1994
Konsep Kebijakan Kawasan Ekosistem Esensial (KEE)
No Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Kriteria
1. Ekosistem Lahan Basah a. ekosistem unik atau khas dan/atau berbagai macam tipe vegetasi;
b. habitat burung air dan/atau burung migran;
c. habitat jenis terancam punah, endemik, dan/atau dilindungi;
d. tempat pencadangan air bersih bagi kawasan sekitarnya; dan/atau
e. nilai ekonomi, ilmiah, dan jasa ekosistem lainnya.

2. Koridor Hidupan Liar a. vegetasi alami atau simpul vegetasi yang dapat menghubungkan dua ekosistem baik secara ekologis
atau secara fisik;
b. jalur habitat bagi satwa liar terancam punah, endemik, dan/atau dilindungi; dan/atau
c. potensi konflik manusia dan satwa liar yang tinggi

3. Areal Bernilai Konservasi Tinggi a. keanekaragaman hayati tinggi;


b. elemen bentang alam yang penting bagi berlangsungnya dinamika proses ekologi alami;
c. ekosistem khas, langka, rentan dan terancam;
d. penyedia jasa ekosistem;
e. fungsi sosial terkait dengan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat lokal;
f. fungsi budaya bagi masyarakat hak ulayat dan terkait kearifan lokal dalam pemanfaatan sumber daya
dan lingkungan; dan/atau
g. stok karbon tinggi.

4. Taman Keanekaragaman Hayati areal yang memenuhi kriteria tapak sebagai Taman Keanekaragaman Hayati sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
5. Lanskap/bentang alam yang memiliki areal dengan ciri-ciri yang unik dalam hal fisik dan referensi khusus.
kekhususan geologis dan geomorfologis
Penguatan Sistem Socio-Ekologi Basis Membangunan Peradapan Ekologis & Kedaulatan LH
3 Keselamatan, Mutu Hidup dan Kesejahteraan EKOSISTEM (Ecological System)
• SISTEM SOSIAL MANUSIA dalam
Masyarakat Kaitannya dengan PENGELOLAAN
Jasa KONDISI EKOSISTEM:
KONDISI KUALITAS
HIDUP MANUSIA Lingkungan STRUKTUR DAN FUNGSI SDA DAN LH yang dibangun
(the Standard of Living) Hidup ALIRAN ENERGI berdasarkan 4 element dasar yang
(Energy Flow)
terkait satu sama lain (Values,
RESPON MANUSIA (Human Responses) Pengetahuan, Teknologi dan
TATA NILAI
(Values) SIKLUS Governance) dalam suatu
MATERI
(Mineral LANDSCAPE sangat mempengaruhi
Cycles)
TEKANAN BENTUK TATANAN KEHIDUPAN
MANUSIA
TEKNOLOGI PENGETAHUAN TERHADP
SIKLUS AIR
(Water Cycle)
DAN KEBERLANJUTANNYA DI
(Technology) EKOSISTEM
(Knowledge)
MASA DEPAN (Shaping the Future);
• SISTEM SOSIAL MANUSIA tersebut
KELEMBAGAAN
DINAMIKA KOMUNITAS harus terus dikembangkan dan
(Community Dynamics) -
(Institutions) BIODIVERSITY diperkuat untuk membangun dan
membentuk PERADAPAN
INTERAKSI SOSIAL (People-to-people Pressures)
PERUBAHAN-PERUBAHAN ALAMI
(Naturally-caused environmental changes)
EKOLOGIS (Ecological Civilization)
KOOPERASI KOLABORASI, KOMPETISI,
KONFLIK
sehingga dapat menjawab Berbagai
Iklim, tanah (edafis), topografi, geologi, physiografi
Tantanga MEGATREN DUNIA 2045,
SISTEM-SISTEM SOSIAL MANUSIA
(Human Social Systems)
•1 Keberlanjutan proses dan fungsi LH khusus terkait Lingkungan Hidup
•2 Keberlanjutan produktivitas LH dan Kehutanan i.e. Food, Energy
and Water (FEW), BIODIVERSITY
Sumber: Primiantoro (2000):Konsep tersebut dimodifikasi dari konsep yang terdapat dalam buku “Strategies for National Sustainable dan Isu Perubahan Iklim dan
Development” (Carew-Reid et all 1994) dan Buku Holistik Managemet (Savory, 1998), A Major Paper for MES at York University, Toronto
Mewujudkan Kedaulalan LH
(Ekokrasi)
Contoh Kompleksitas Sistem Socio-Ekologi di Wilayah Pesisir & LAUT
1 Land-based sources 2 Sea-based sources Berbagai Bentuk pemanfaatan SDA di Pemanfaatan
Pesisir-Laut: sumberdaya periaran
a. Biofarmakologi laut; pesisir dan pulau-
b. Bioteknologi laut; pulau kecil →
c. Pemanfaatan air laut selain energi;
Perizinan berusaha:
d. Wisata bahari;
e. Pengangkatan benda muatan kapal a. Produksi garam;
tenggelam; b. Biofarmakologi
f. Telekomunikasi; laut;
g. Instalai ketenagalistrikan; c. Bioteknologi laut;
h. Perikanan; d. Pemanfaatan air
i. Perhubungan; laut selain energi;
j. Kegiatan usaha migas; e. Wisata bahari;
k. Kegiatan usaha pertmabngan
f. Pemasangan pipa
mineral dan batubara;
l. Pengumpulan data dan penelitian; dan kabel laut;
m. Pertahanan dan keamanan; dan/atau
n. Penyedian sumberdaya air; g. Pengangkatan
Laut adalah ruang periaran dimuka bumi yang menghubungan
o. Pulau buatan benda muatan
daratan dengan daratan lainnya dan bentuk alamiah lainnya, p. Dumping; kapal tenggelam
yang merupakan satu kessatuan geografis dan ekologis q. Mitigasi bencana dan
beserta segenap unsur terkait dan yang batas dan sistemnya r. Kegiatan pemanfataan ruang laut
ditentukan oleh PUU dan gukum international lainnya
Contoh Jasa Lingkungan Hidup terkait Kehati
Contoh: Jasa Lingkungan Hidup Ekosistem Mangrove
Framework Integrasi Biodiversity dalam SEA/EIA
Biodiversity Trigger 2 KRP 2
KRP 1
INDIRECT DRIVER(S) OF
Perubahan ? CHANGE
Perubahan Biofisik
Sosial-Ekonomi
a. Demografi;
DIRECT DRIVER(S) OF CHANGE
b. Sain dan teknologi;
JASA LINGKUNGAN HIDUP c. Budaya;
d. Makro ekonomi

Ekosistem Kesejahteraan
• Komposisi;
Biodiversity Trigger 3
Manusia
• Struktur; Sumber: Slootweg, et all. 2006. Biodiversity in EIA and
(Human Well-Being)
• Proses Kunci SEA. Background Document to CBD Decision VIII/28:
Voluntary Guidelines On Biodiversity-Inclusive Impact
Assessment. Ultrecht. Commission for Environmental
Biodiversity Trigger 1 Assessment (MER)
Kegiatan Pembangunan dan Perubahan
Keanekaragaman Hayati [Biodiversity]
• Resiko kepunahan atau
Perubahan LULC
hilangnya habitat/ekosistem;
Fragmentasi/Isolasi • Melebihan MSY/DDL/DTL;
• Akses dan/atau hak atas SDAH
Pengambilan dan pemanenan,
removal Species
PERUBAHAN BIODIVERSITY
Input Eksternal: Emisi, effluent,
chemicals • Ekosistem;
• Species;
Gangguan • Gen
Introduksi GMOs, Alient dan Biodiversity = Jasa
invasif species Lingkungan
Berbagai Aspek Perubahan Kehati /Biodiversity
Aspek Perubahan Kehati

Composisi Struktur Key Process


• Kelimpahan • Pola
Perubahan struktur secara
(abundance); sedimentasi/sedimen
spatial:
• Perubahan populasi transport (mangrove,
• Kawasan lindung;
species i.e. Keystone mudflat, seagrass bed)
• Area-area yang menyediakan
Species, species yang • Keterkaitan antara
jasa lingkungan yang penting
dilindungi, species tumbuhan dan satwa
i.e. Biodiversity hot spot,
migrasi CITES, species dalam polinasi,
sejumlah besar species
terancam punah (IUCN penyebaran biji, siklus
endemik/ terancam punah
Redlist) nutrient
2
Kajian Dampak Lingkungan (SEA dan EIA): International
Best Practices dan Indonesia Safeguard Systems (CSS)
Apa Kajian Lingkungan Hidup (Environmental Assessment)
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP - ENVIRONMENTAL ASSESSMENT:
• Proses dimana konsekuensi dan dampak lingkungan hidup dari berbagai
proses alami dan kegiatan manusia diestimasi, dievaluasi dan diprediksi;
• Kajian tersebut mencakup cara-cara untuk minimalisasi, mitigasi atau
eliminasi atau kompensasi terhadap berbagai dampak lingkungan yang
terjadi;
• Berbagai program tindak lanjut untuk melakukan verifikasi terkait dengan
akurasi kajian lingkungan hidup dan efektivitas berbagai rencana mitigasi
juga merupakan bagain dari lingkup kajian lingkungan hidup

Sumber:
Ling et all, 2015. Introduction to environmental assessment. Cambridge: The United Nations Environment
Programme World Conservation Monitoring Centre (UNEP-WCMC).
Kajian Lingkungan Hidup (Environmental Assessment)
Berdasarkan ketentuan UU No. 32/2009 dan UU CK/2011, Kajian
Lingkungan Hidup (Environmental Assessment) untuk Perencanaan
dan Pelaksanaan Pembangunan di Indonesia antara lain mencakup:
1. Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) → Perencanaan
Kebijakan, Rencana dan Program (Landscape)
2. Amdal, UKL-UPL dan SPPL yang terintegrasi antara lain dengan
kajian-kajian terkait pencemaran lingkungan dan pengelolaan
LB3 → Perencanaan Usaha dan/atau Kegiatan (Tapak)
3. Audit Lingkungan Hidup yang terintegrasi dengan Analisis
Risiko Lingkungan Hidup (ARLH) → Pelaksanaan Usaha
dan/atau Kegiatan (Tapak)
Nilai-Nilai Inti (Core Values) Kajian Lingkungan Hidup Untuk
Mewujudkan Pembangunan yang Berkelanjutan dan Berwawasan LH
1 Proses Kajian
2 Integrity Lingkungan Hidup
harus sesuai dengan
Utility
standar-standar yg
Core telah disepakati/
Values berlaku
Proses Kajian Lingkungan
Hidup harus dapat Kajian
memberikan informasi LH
yang seimbang dan
kredibel untuk Proses Kajian Lingkungan
pengambilan keputusan Hidup harus dapat
menghasilkan perlidungan
Sustainability terhadap lingkungan
Sumber: Barry Sadler (1996) 3
Environmental and Social Safeguard Framework
Landscape
Sustainability

International Instrumen Perlindungan & KLHS/SEA


Environmental Pengelolaan Lingkungan
and Social Hidup Indonesia
Frameworks (UU 32/2009 dan UU CK
i..e. ESS-WB, No 11/2020 + PUU
IFC, SPS-ADB terkait) AMDAL/EIA
Project/Site
Sustainability

ESMF Organisasi Lain di


Indonesia i.e. PT SMI,
IIF, BPLHD
Tahapan dan Keterkaitan antara KRP dan Proses KLHS
Penyelenggaraan KLHS berdasarkan
PP 46/2016
1. Penapisan KLHS;
2. Identifikasi Materi Muatan KRP yang berpotensi
menimbulkan pengaruhnya terhadap kondisi LH
→ KRP dengan berbagai alternatif KRP;
3. Identifikasi Isu-Isu Pembangunan
Berkelanjutan→Isu-Isu Strategis;
4. Analisis Pengaruh KRP terhadap Kondisi
Lingkungan Hidup
5. Perumusan Alternatif KRP dan Perumusan
Rekomendasi;
6. Pendokumentasian dan Validasi KLHS;
7. Pemantauan dan evaluasi KLHS

Sumber: Maria Rosário Partidário, IAIA Traing Manual - Course Manual STRATEGIC ENVIRONMENTAL ASSESSMENT (SEA) current practices, future
demands and capacity-building needs
Proses KLHS Menurut UNECE 1992) dan PP 46/2016
Pembuatan dan Pelaksanaan KLHS berdasarkan
PP 46/2016
• Melaksanaan identifikasi dan perumusan isu
pembangunan berkelanjutan (Pasal 6 huruf a, Pasal 7
huruf a, Pasal 8 dan Pasal 9);
• Melaksanakan Identifikasi Materi Muatan KRP yang
berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap kondisi
lingkungan hidup (Pasal 6 huruf a, Pasal 7 huruf b dan Pasal
10)

• Menganalisis pengaruh materi muatan KRP terhadap kondisi


lingkungan hidup/isu-isu strategis pembangunan berkelanjutan
(Pasal 6 huruf a, Pasal 7 huruf c, Pasal 11-Pasal 14);
• Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP (Pasal 6 huruf b dan
Pasal 15)
• Penyusunan Rekomendasi Perbaikan untuk Pengambilan
Keputusan KRP (Pasal 6 huruf c dan Pasal 16);
• Pendokumentasi KLHS

Validasi KLHS

Pemantauan dan Evaluasi KLHS

Sumber: UNEP: Environmental Impact Assessment and Strategic Environmental Assessment: Towards an Integrated Approach, 2004
Perbandingan Muatan Informasi dalam Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS/SEA)
No European Commission (2001/42/EC) directive on assessment of the effects of certain plans and PP 46/2017 Tata Cara Penyelenggaraan KLHS (Indonesia)
programmes on the Environment: Summary of information required under the European
Commission SEA Directive (EU)
1. An outline of the contents, main objectives of the plan or programme and relationship with other Melaksanakan Identifikasi Materi Muatan KRP yang berpotensi
relevant plans and programmes; menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup (Pasal
6 huruf a, Pasal 7 huruf b dan Pasal 10)
2. the relevant aspects of the current state of the environment and the likely evolution thereof Melaksanaan identifikasi dan perumusan isu pembangunan
without implementation of the plan or programme; berkelanjutan (Pasal 6 huruf a, Pasal 7 huruf a, Pasal 8 dan Pasal
9);
3. the environmental characteristics of areas likely to be significantly affected;

4. any existing environmental problems which are relevant to the plan or programme including, in
particular, those relating to any areas of a particular environmental importance,
5. the environmental protection objectives, established at international, Community or Member State
level, which are relevant to the plan or programme and the way those objectives and any
environmental considerations have been taken into account during its preparation;
6. the likely significant effects on the environment, including on issues such as biodiversity, Menganalisis pengaruh materi muatan KRP terhadap kondisi
population, human health, fauna, flora, soil, water, air, climatic factors, material assets, cultural lingkungan hidup/isu-isu strategis pembangunan berkelanjutan
heritage including architectural and archaeological heritage, landscape and the interrelationship (Pasal 6 huruf a, Pasal 7 huruf c, Pasal 11-Pasal 14)
between the above factors
7. the measures envisaged to prevent, reduce and as fully as possible offset any significant adverse • Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP (Pasal 6 huruf b
effects on the environment of implementing the plan or programme; dan Pasal 15)
• Penyusunan Rekomendasi Perbaikan untuk Pengambilan
8. an outline of the reasons for selecting the alternatives dealt with, and a description of how the
Keputusan KRP (Pasal 6 huruf c dan Pasal 16)
assessment was undertaken including any difficulties (such as technical deficiencies or lack of know-
how) encountered in compiling the required information;
9. a description of the measures envisaged concerning monitoring

10. a non-technical summary of the information provided under the above headings.
Step-by-step guidance on application and use of procedures and methods in SEA good practice
No SEA Procedures Detail Explaination of SEA Procedures
1. Proposal: • Before SEA is initiated, the responsible agency defines the basis for a proposed policy, bill, plan or
Establish the need for programme.
and • A preliminary statement should be made of the need, purpose and objectives to be achieved.
objectives of the • These aims are not subject to review by an SEA, but the justification of a proposal is conditional on its
proposed action environmental impact.
• The SEA process itself must be objectives-led in order to fully evaluate the environmental impacts of a
proposal.
• Preparatory methods of identifying environmental objectives include policy and legal review (e.g.
goals, standards and targets outlined in government strategy, obligations under international
environmental agreements).

2. Screening: • Formal screening procedures can be divided into two types.


Determine if an SEA is • Listed proposals subject to SEA are specified in legislation or guidelines.
required and at what • Case-by-case screening applies to all proposals to determine which ones have potentially
level of detail significant environmental effects and warrant full assessment.
(PP 46/2017: Penapisan • Screening criteria and checklists from EIA can be readily adapted to this purpose, supplemented, as
KLHS) necessary, by policy tree diagrams and stakeholder consultation. Use of these methods also helps to
indicate the type of approach and level of detail required for an SEA (e.g. policy appraisal versus
impact assessment).
• For certain proposals, timing and tiering are important considerations in SEA screening decisions (e.g.
at which level is SEA best carried out, how to relate it to any successive SEA and/or EIA process).

Sumber: Sadler (2021) dalam UNEP: Environmental Impact Assessment and Strategic Environmental Assessment: Towards an Integrated Approach, 2004
Step-by-step guidance on application and use of procedures and methods in SEA good practice
No SEA Procedures Detail Explaination of SEA Procedures

3. Scoping: • EIA scoping procedure can be adapted to the different types of proposal subject to SEA.
Identify the important • An early, transparent and systematic process should be followed to focus on the impacts that matter for
issues and impacts that decision-making and set terms of reference for further study.
need to examined • Modified EIA methods, such as matrices, overlays, and case comparisons can be used to scope the
(PP 46/2017: Identifikasi environmental dimensions of specific plans and programmes, e.g. to identify inconsistencies in their
Isu-Isu Pembangunan objectives, issues that require attention and/or the potential impact of implementing the proposal.
Berkelanjutan) • Where environmental considerations are generalised and less immediate (e.g. proposed immigration,
fiscal or trade policies), appraisal methods can be used, such as environmental scanning to clarify the
implications, and/or issue tracking to a stage when key impacts become clarified (e.g. immigration
projections linked to housing demand,nationally or regionally).

4. Information: • The general content of information to be gathered in an SEA can be specified in legislation or procedure.
Assemble The data that need to be gathered for a specific proposal will be clarified during screening and scoping.
environmental • SEA is carried out against a baseline or profile, typically a description or characterisation of the
Information affected environment or media (e.g. air or water quality).
(PP 46/2017: Identifikasi • Useful sources of background information include state of the environment reports and country
Isu-Isu Pembangunan environmental profiles.
Berkelanjutan) • For plans and programmes with a spatial dimension, the baseline can be recorded as environmental
stock and critical natural assets.
• Key indicators are used to measure change in terms of global sustainability, natural resource
management and local environmental quality. Appropriate indicators for sector-specific proposals will
depend on the key environmental impacts (e.g. emissions-based air quality indicators for energy,
transport Strategies)
• strategies).
Step-by-step guidance on application and use of procedures and methods in SEA good practice
No SEA Procedures Detail Explaination of SEA Procedures
5. Consideration • Formulation of alternatives in the SEA process is central to integrating environment considerations into
of alternatives: sector policy and plan-making.
Identify and compare the • A first step is to identify the range of alternatives that meet the objectives of the proposal, and
range of alternatives, summarize their economic, social, and environmental aspects.
including a best • The alternatives should include a do nothing alternative and best practicable environmental option
practicable (BPEO).
environmental Option • Where potentially a large number of alternatives are open, methods used to systematically compare
(PP 46/2017: Materi them include environmental benefit cost analysis and multi-criteria evaluation (e.g. formulation of
Muatan KRP dan national energy or water policy).
Alternatifnya) • The BPEO helps clarify the environmental trade-offs that are at stake, and the basis for choice.
• Objectives-led SEA is critical for this purpose, and also can empower risk and benefit negotiation (e.g. to
reduce Nox emissions as part of transport strategy).
6. Impact analysis: • Usually, there is greater uncertainty to contend with in SEA compared to EIA of projects. Often, the
Identify, predict and relationship of policy-level proposals to environmental effects is indirect or difficult to locate in time or
evaluate the effects of space, mediated by intervening factors.
the proposal and the • Indicator-based methods can show ‘direction of movement’ for an impact, e.g. increase in habitat loss,
main alternatives reduction in volume of hazardous waste.
(PP 46/2017: Analisis • Projection methods that are used to deal with uncertainty include trend extrapolation and scenario
Pengaruh KRP) development. For plans and programmes that initiate projects, environmental impacts are more
readily identified and predicted.
• EIA methods that are used with varying modification include impact matrices, GIS and comparative risk
assessment. No single method is likely to be sufficient to cover the range of impacts in such cases
Step-by-step guidance on application and use of procedures and methods in SEA good practice
No SEA Procedures Detail Explaination of SEA Procedures
7. Significance: • To determine significance, predicted and residual impacts (that cannot be mitigated) are
Determine the evaluated against selected environmental criteria and objectives.
importance of the • As in EIA, this test gives decision makers a key proxy of the environmental acceptability of a
residual impacts, and proposal. If appropriate, a balance sheet of gains and losses from a proposal also can be
if appropriate, relate drawn up, e.g. in monetary or descriptive terms, to show their distribution among groups,
these to other and/or to illustrate the range of uncertainty (worst/best case).
benefits and Costs • If major policy options or critical outcomes are at stake, sensitivity analysis can be used to
(PP 46/2017: Analisis test the effect of changed assumptions and the robustness of assessment. Alternatively, this
Pengaruh KRP) test can be based on expert judgement and case comparison with similar actions.

8. Mitigation: • The EIA mitigation hierarchy should be followed in SEA but with eye to the greater
Identify measures to opportunities for its creative application. So first avoid, then reduce, and next offset adverse
avoid, reduce and impacts, using specific measures and actions that are appropriate to their significance and
offset the main specificity.
impacts Identified • A precautionary approach should be taken when information is incomplete but analysis
(PP 46/2017: Perumusan indicates the risk or possibility of large scale, serious or irreversible environmental change.
Alternatif KRP dan • This may entail not going ahead with certain proposals or replacing them with no regrets
Penyusunan alternatives. For low-threat situations standard mitigation measures can be used to
Rekomendasi Perbaikan
minimize an impact to “as low as reasonably practicable” (ALARP level), e.g. using “best
KRP)
available technology not entailing excessive cost” (BATNEEC) or contingency policies and
plans to cope with low probability but highly damaging risks.
Step-by-step guidance on application and use of procedures and methods in SEA good practice

No SEA Procedures Detail Explaination of SEA Procedures


9. Reporting: • Typically, a separate SEA report or statement must be prepared and made available to the public. Other
Describe the than certain prescribed information content, there is no common format.
Environmental • Depending on the context, a report can be an environmental paragraph in a policy memorandum, a
impacts of the proposal section or chapter in a plan or strategy, or a separate document or annex ranging from a few to several
and how they are to be hundred pages.
addressed • The proposal itself should contain or be accompanied by a brief explanation of the SEA process and a
(PP 46/2017: summary of findings, e.g. key impacts, preferred alternative, mitigation measures and outstanding
Pendokumentasian issues.
KLHS) • Use of impact display and trade-off matrices help to focus decision-making. Change already made to a
proposal as a result of an SEA should be noted on policy record sheet.
10. Review of quality: • An SEA report should be reviewed to ensure it provides the information necessary for decision-making,
Check the information is prior to its submission.
adequate for purposes of • Review procedure can be informal or formal, internal or external, conducted by the competent
decision-making authority, environment agency or an independent body. Provision for public comment on an SEA report,
(PP 46/2017: although not uniform, promotes transparency and robustness.
Penjaminan Kualitas dan • As in EIA, review of quality takes place against terms of reference or other guidance issued for SEA
Validasi) preparation.
• But the scope of review can differ markedly with the type of proposal and policy context.
• Use of methods can range from spot checks to comprehensive quality audit.

Sumber: Sadler (2021) dalam UNEP: Environmental Impact Assessment and Strategic Environmental Assessment: Towards an Integrated Approach, 2004
Step-by-step guidance on application and use of procedures and methods in SEA good practice

No SEA Procedures Detail Explaination of SEA Procedures


11. Decision-making: • On submission to the final decision-making body, a proposal can be approved, rejected or modified
Approve, reject or (e.g. as a result of condition-setting).
modify the proposal, • When doing so, the decision-making body has a duty or obligation to take account of the results of an
with reasons for Decision SEA, including public consultation.
(Penetapan KRP i.e. • Despite adverse environmental impact, a policy, bill or plan often will be accepted because the
Penetapan Perda RDTR, economic and social benefits are considered to outweigh the impact.
SK Menteri LHK tentang • Reasons for decision should be issued, specifying the terms of approval and any follow up
KHKP) requirements.

12. Monitoring: • Monitoring the implementation of a policy, bill or plan can be a simple check to see if
Check to see environmental objectives are being met, or a systematic programme to measure its impact.
implementation is • Information tracking systems can be used to monitor issues and progress, and to focus and
Environmentally sound
streamline any subsequent SEA or EIA process.
and in accordance with
Approvals • Cumulative effects monitoring may be appropriate for plans and programmes that will
(PP 46/2016: Pemantaun initiate regional-scale change in environmental stock or critical natural assets.
dan Evaluasi KLHS) • Methods and indicators for this purpose are not well Developed

Sumber: Sadler (2021) dalam UNEP: Environmental Impact Assessment and Strategic Environmental Assessment: Towards an Integrated Approach, 2004
Safeguard Policy Statement (SPS) - ADB 2009: 11 Policy
Principles for Environment
5 Carry out meaningful consultation

7 Disclose a draft Environmental Assessment & EMP

B = Biodiversity 3
Examine alternatives
1 2 4 7
Conduct an
Use a Screening Prepara an Implement EMP and
Environmental
Process EMP Monitor its effectiveness
Assessment
B B B B
Do not
implement Apply pollution Conserve physical
Provide worker with
project activities prevention and control cultural resources
safe and heatlty
in areas of critical technologies and avoid destroying or
working conditions
habitat practices damaging them
8 9 11 10
The World Bank Environmental and Social Framework
1) ESS1: Assessment and Management of Environmental and Social Risks and Impacts (June 2018; with
tracked changes)
2) ESS2: Labor and Working Conditions (June 2018; with tracked changes)
3) ESS3: Resource Efficiency and Pollution Prevention and Management (June 2018; with tracked
changes)
4) ESS4: Community Health and Safety (June 2018; with tracked changes)
5) ESS5: Land Acquisition, Restrictions on Land Use and Involuntary Resettlement (June2018; with
tracked changes)
6) ESS6: Biodiversity Conservation and Sustainable Management of Living Natural Resources (June
2018; with tracked changes)
7) ESS7: Indigenous Peoples/Sub-Saharan African Historically Underserved Traditional Local
Communities (June 2018; with tracked changes)
8) ESS8: Cultural Heritage (June 2018; with tracked changes)
9) ESS9: Financial Intermediaries (June 2018; with tracked changes)
10) ESS10: Stakeholder Engagement and Information Disclosure (June 2018; with tracked changes)
Biodiversity Asessment Framework – World Bank
Environmental and Social Management Framework (ESMF) PT SMI

1) 3 Kebijakan Safeguard
Peraturan Perundang-Undangan (PUU) ADB (SPS ADB 2009)
Pemerintah Indonesia 2) 10 Kebijakan Safeguard
WB;
3) 8 Kebijakan IFC
Environmental and Social
ESS Standard Management Framework (ESMF) Standar Internasional
PT SMI PT SMI

Memperinci:
1) Kebijakan;
2) Prinsip;
3) Prosedur detail pengelolaan lingkungan dan sosial;
4) Pengaturan kelembagaan dan alur kerja
Hukum dam PUU Indonesia Basis ESMF PT SMI
Hukum dan peraturan Indonesia digunakan sebagai dasar hukum bagi ESMF (Hukum dan
peraturan Indonesia tentang lingkungan, kesehatan, keselamatan dan isu sosial);

PT SMI melandaskan kerangka Environmental & Social Safeguard (ESS) pada sepuluh prinsip perlindungan
dasar:
1) ESS-1 - Penilaian dan Pengelolaan Risiko dan Dampak Lingkungan dan Sosial;
2) ESS-2 - Tenaga Kerja dan Kondisi Kerja;
3) ESS- 3 - Pencegahan dan Pengurangan Polusi;
4) ESS-4 - Keselamatan, Kesehatan dan Keamanan;
5) ESS-5 - Pembebasan Tanah dan Pemukiman Kembali;
6) ESS-6 - Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Pengelolaan Sumber Daya Alam;
7) ESS-7 - Masyarakat Adat dan Masyarakat Setempat;
8) ESS-8 - Warisan Budaya;
9) ESS-9 - Konservasi Energi dan Lingkungan- Energi yang aman; dan
10) ESS-10 - Konsultasi dan Mekanisme
ESMF SMI: ESS-6 - Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Pengelolaan
Sumber Daya Alam
PT SMI pada dasarnya tidak akan mendanai
ESS-6 - Konservasi proyek-proyek yang mengakibatkan dan
Keanekaragaman Hayati dan melibatkan, secara langsung maupun tidak
Pengelolaan Sumber Daya Alam langsung terhadap perubahan atau dagradasi
i.e.:
1) Menghindari atau mengurangi 1) Habitat kritis atau habitat alami;
ancaman terhadap keanekaragaman
hayati yang mungkin timbul dari 2) Hutan primer basah atau hutan dengan
kegiatan proyek; pohon-pohon tua
2) Mengelola sumber daya alam yang 3) Lahan gambut tropis dalam ;
bertujuan melestarikan 4) Lahan basah air tawar;
keanekaragaman hayati;
5) Hutan mangrove; atau
3) Mendorong penggunaan sumber
daya alam secara berkelanjutan 6) Habit karang hidup
PEMANFAATAN PEMELIHARAAN PENEGAKAN HUKUM
6 P di UU Atur dan Awasi
(ADA)
32/2009
PPLH D3TLH & • Konservasi SDA
Atur Diri Sendiri
• Pencadangan (ADS)
PERENCANAAN RPPLH PENGENDALIAN • Pelestarian fungsi PENGAWASAN
Atmosfir Financial
a. INVENTARISASI LH; Approach
b. PENETAPAN WILAYAH EKOREGION
PEMULIHAN
c. PENYUSUNAN RPPLH

PENCEGAHAN PENANGGULANGAN
KPHL

,
• KLHS tata ruang, baku KPHP KPHK
mutu LH, baku kerusakan
LH, AMDAL, UKL-UPL,
PASAR EKSPOR
Persetujuan LH
• Instrumen Ekonomi LH
• Analisis resiko LH, audit LH,
anggaran berbasis LH,
regulasi, dll.

1. Kawasan Hutan: HL, HP, HK


2. Pengelola Tapak: KPHP, KPHL, KPHK, dan TN
3. Integrasi Hulu-Hilir-Pasar
POSISI KLHS, AMDAL dan UKL-UPL DALAM PENDEKATAN
LANDSCAPE: INTEGRASI INSTRUMEN LH & INSTRUMEN KEHUTANAN
Biodiversity Conservation and Habitat dalam PUU PPLH dan Cipta Kerja
Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup (IELH) i.e. NSDA-LH/PDRB, KIJL/PJLH, SF
Neraca Sumber Daya Alam
Rencana Perlindungan
B dan Lingkungan Hidup
& Pengelolaan
Lingkungan Hidup Landscape Level
(RPPLH)
KLHS
Hasil Kebijakan, Rencana &
Inventarisasi a. National; Program (KRP): i.e.
SDA & LH b. Provinsi; B Rencana Tata Ruang
c. Kabupaten/ Kota (Kajian Lingkungan
Hidup Strategis) B (Umum & Rinci)
IGT sebagai Daya Dukung & Daya PUU B
SISTEM Referensi Tampung LH serta
INFORMASI PPLH B Cadangan SDA Cipta
untuk B Kerja B
Mendukung AMDAL
Sistem Tata Inventarisasi LH Inventarisasi LH UKL-UPL & USAHA
Kelola a. Nasional ditingkat Wilayah PERIZINAN dan/atau KEGIATAN
Terintegrasi b. Pulau/Kepulauan Ekoregion (c) BERUSAHA Pembangunan
secara
(OSS)
Elektronik
Berbasis B
EKOREGION
EKOREGION Site/Project Level
Jasa Lingkungan Hidup
B = Biodiversity “DNA” PPLH = HITS
Environmental and Social Safeguards for Landscape & Project Sustanaibility
KLHS: Environmental & Social Safeguard KLHS harus dapat memberikan arahan kajian
(ESS) untuk KRP (Landscape) LH lebih detail pada skala Proyek (Amdal &
UKL-UPL)
Intervensi Kebijakan PDLKWS Amdal atau UKL-UPL &
Persetujuan Lingkungan:
1. Rencana Tata Ruang: i.e. RTRW, RDTR, RZWP3K Landscape Sustainability: ESS untuk Proyek
• Keberlanjutan proses dan fungsi LH
2. Rencanan Pembangunan: i.e. RPJPD, RPJMD • Keberlanjutan produktivitas LH
3. KRP Lain yang berpotensi menimbulkan dampak • Keselamatan, Mutu Hidup dan
& risiko LH Kesejahteraan Masyarakat

2 1 9
Landscape Sustainability Usaha dan/atau Kegiatan
3 (Proyek)
1
4 5

9 7
Project Sustainability 8
6

Environmental Indicators:
Environmental Indicators: Daya Dukung • Baku Mutu Lingkungan Hidup (BML) Indeks Pencemaran LH
dan Daya Tampung Lingkungan Hidup • Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup (KBKL) i.e. Tanah, Mangrove, Lamun,
(D3TLH) Terumbu karang;
Bisnis Proses Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Perizinan Berusaha sesuai
dengan UU CK 11/2020 dan UU PPLH 32/2020
Penilaian Amdal oleh TIM UJI
• RPPLH Shifting Environmental
Safeguard dan KELAYAKAN LH (Unsur Pemerintah &
Penyusunan Amdal:
Sertikasi Penyusun
Pelibatan
• D3TLH Pengecualian Amdal Ahli Bersertifikat) yang dibentuk oleh
LEMBAGA UJI KELAYAKAN Amdal (LSP→LSK)
Masyarakat

• EKOREGION
KLHS Dana Jaminan Pemulihan Lingkungan Hidup

SKKL :
• Izin
RENCANA TATA • Sertifikat
:
Pengawasan • Administrasi
RUANG Standar (Psl. 63, UU CK)
• Pidana
• RTRW/RDTR PKPLH • NIB
• Perdata
• RZWP3K

• Gubernur dan Bupati/Walikota berhak melakukan pengawasan


NIB ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap
Rencana Usaha Dokumen LH & Persyaratan penerbitan Perizinan Berusaha;
dan/atau Kegiatan Perizinan Berusaha • Menteri berhak melakukan pengawasan jika dianggap terjadi
Persetujuan LH (Psl. 24 ayat (5), UU CK)
pelanggaran serius terhadap Perizinan yang seharusnya dilakukan
(Psl. 1, angka 35, UU CK)
pengawasan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota.
• Pemerintah Pusat menerapkan sanksi administratif kepada
Integrasi ke dalam Dokumen Lingkungan Hidup penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan, jika hasil pengawasan
Pengelolaan B3, LB3 & Pengelolaan Air Limbah, Emisi
Baku Mutu Kriteria Baku ditemukan pelanggaran terhadap Perizinan Berusaha.
(Persetujuan Teknis + SLO) & Kajian Dampak Lalu Lintas (Psl. 72 & 76, UU CK)
(Persetujuan Teknis) LH Kerusakan LH
Pendayagunaan Instrumen PPLH (Environmental Safeguard) untuk Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan
sesuai dengan UU No. 32/2009
Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup (IELH) i.e. Dana Jaminan, Internalisasi, KIJLH, PJLH, SF, sistem penghargaan kinerja

Tahap Perencanaan Tahap Pelaksanaan


Perencanaan Usaha Operasi dan
Perencanaan KRP dan/atau Kegiatan
Pra-konstruksi Konstruksi Pemeliharaan (OM)

Rencana Tata Ruang i.e. ENVIRONMENTAL 3


SAFEGUARD DI LEVEL Penerapan dan Penaatan
RTRW, RDTR
B PROYEK
2
Environmental Safeguard dalam Pelaksanaa Pembangunan
dan Operasional Usaha dan/atau Kegiatan (Pengelolaan dan
Dokumen Amdal atau
Pemantauan Lingkungan Hidup) yang efektif dapat:
Penyelenggaraan:
UKL-UPL (Standard LH) B
KLHS Rencana Tata Mencegah Melindungi Mewujudkan
Ruang (i.e.KLHS RTRR, 1
Memelihara
Pencemaran & dan Usaha
Kelangsungan
KLHS RDTR) KLHS menjadi basis perencanaan Kerusakan melestarikan dan/atau
Daya Dukung
B Lingkungan
Environmental Safeguard Kawasan kegiatan
ENVIRONMENTAL (Amdal/UKL-UPL) yang lebih & Daya
Hidup i.e. Hutan dan berkelanjutan
SAFEGUARD DI LEVEL detail di level proyek, termasuk Tampung38LH
EMISI GEK Biodiversity & ramah LH
LANDSCAPE aspek-aspek terkait dengan
MITIGASI dan ADAPTASI a b c d
PERUBAHAN IKLIM Audit Lingkungan Hidup
1. Dokumen Amdal atau UKL-UPL 1. Laporan Pelaksanan Persetujuan Lingkungan (Kelola-Pantau);
2. Persetujuan Lingkungan dan
1. Laporan KLHS Perizinan Berusaha atau
2. Laporan Hasil Pengawasann LH
Persetujuan Pemerintah 3. Dokumen Audit LH;
Kerangka Kebijakan terkait dengan Environmental and Social Safeguard (ESS) di Indonesia

PUU terkait dengan Proses Perizinan Berusaha 6 PUU terkait dengan pelaksanaan kegiatan dan penaatan 7
lingkungan (pengawasan dan penegakan hukum)

PUU terkait dengan Perencanaan


1 Kebijakan, Rencana dan Program
(KRP) serta Kegiatan i.e. Tata Ruang

PUU terkait dengan Proses Kajian


2 Lingkungan (Environmental Landscape Sustainability
Assessments) i.e. KLHS, Amdal

PUU terkait dengan Baku Mutu Project Sustainability


3 Lingkungan Hidup (BML) dan
Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan
Hidup (KBKL) & D3TLH Planning Stage Project Implementation Stage

4
PUU terkait dengan Berbagai Upaya Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup i.e. kewajiban penyedian tools, peralatan dan infrastruktur
PUU terkait dengan pemetaan dan 5
proses pengambilan contoh dan
perlindungan lingkungan (Pencegahan, Penanggulangan/Tanggap Darurat dan
analisisnya
Pemulihan fungsi LH)
Pasal 6 - Pasal 16 PP 46/2016: Bisnis Proses Pembuatan & Pelaksanaan KLHS
Pengkajian Pengaruh KRP Terhadap Kondisi LH Alternatif Rekomendasi
(Pasal 7 PP 46/2016)
Muatan KRP yang Lingkup, metode, teknik dan 1. Perubahan tujuan/target KRP;
2. Perubahan strategi pencapaian
KRP
BERPOTENSI kedalaman analisis berdasarkan 5
menimbulkan target;
Aspek
3. Perubahan/penyesuaian Untuk
pengaruh terhadap (Pasal 10 PP 46/2016)
Analisis terkait INTERAKSI antara ukuran, skala, dan lokasi yang Pengambilan
kondisi Lingkungan
Materi Muatan KRP dengan Isu lebih memenhu pertimbangan Keputusan KRP
Hidup WP KRP PB;
Strategis PB
10 Kriteria + Wilayah
Muatan KRP: Direct Penyusunan
Driver(s) of change
Perencanaan Analisis pengaruh KRP Perumusan alternatif Rekomendasi
KRP
terhadap Kondisi LH penyempurnaan KRP Perbaikan

Isu strategis PB memuat


Batas
Ekologis B (Pasal 11-13 PP 46/2016) (Pasal 15 PP No. 46/2016)
B
(Pasal 16 PP
46/2016) B
daftar paling sedikit
Pelaksanaan Analisis memperhatikan:
berkaitan dengan:
1. DDL/DTL;
Isu-Isu Strategis 1. PUU; 4. Perubahan/ penyesuaian
proses, metode dan adaptasi
2. Dampak dan risiko LH; Pembangunan 2. Pedoman, acuan, standar & best practice; Muatannya:
3. Kinerja Jasling; B Berkelanjutan
3. Hasil penelitian;
4. Kesepakatan antar ahli
perkembangan Iptek
5. Penundaan, perbaikan
1. Perbaikan KRP;
2. Informasi jenis usaha
4. BENCANA; (Pasal 8-9 PP 46/2016)
5. Status mutu dan urutan atau perubahan dan/atau kegiatan
Paling sedikit MEMUAT KAJIAN (ANALIS prioritas pelaksanaannya; yang telah
ketersedian SDA;
Dirumusakan berdasarkan prioritas PENGARUH – dalam analisis Interaksi KRP melampaui DDL/DTL
6. KEHATI 6. Pemberian arahan atau
dengan mempertimbangkan unsur2: dengan Isu-Isu Strategis dikaji dari Aspek-
7. Kerentanan & rambu-rambu untuk dan tidak
1. Karekteristik wilayah Aspek):
kapasitas adptasi (Environmental Baseline/Setting); mempertahakankan atau diperbolehkan lagi
1. Efisiensi pemanfaatan SDA;
Perubahn Iklim; 2. Tingkat pentingnya potensi meningkatan fungsi
2. Dampak dan risiko LH;
8. Penduduk miskin; dampak; ekosistem;
3. Keterkaitan antar isu strategis; 3. Tingkat ketahanan dan potensi kehati
9. Kesmas 7. Pemberian arahan atau
10.Ancaman 4. Keterkaitan dengan materi muatan 4. Kinerja jasa ekosistem • Avoid
5. Kapasitas DDL/DTL; rambu-rambu mitigasi
perlindungan kawasan KRP;
dampak dan risiko LH
• Minimize
5. RPPLH 6. Tingkat kerentanan dan adaptasi
tertentu
Perubahan Iklim;
• Restore
6. Hasil KLHS KRP terkait
Best Practice: Integrating several CBD action targets into the Spatial and
Development Planning of The New Capital of Indonesia

Environmental Impacts and Pressures

Master Plan for the New


SEA for the New Capital of Indonesia
Capital of Indonesia Forest City
Policy, Plan and Land
Programs (Forest and Food)
Biodiversity

Spatial Natural
Planning Water Disasters

Voids ( Land
Infrastructures Energy Reclamation -
The New Capital
Mining)

Population Environmental
Social-Culture
Migration Management

Carrying Capacity
Strategic Environmental Assessment (SEA) of
the RPJMN and the Sustainable Development
Goals (SDGs) in the LCDI Framework

Analyzes Linkages between Several SDGs in the SEA Framework


(Especially LCDI) to Support the Process of Developing the RPJMN
2020-2024
Source: Low Carbon Development: A Paradigm Shift Towards a Green Economy in Indonesia - Bappenas
Konsep Dasar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(Environmental Impact Assessment- EIA)
Amdal merupakan
Identifikasi Jendala Masa Depan
B 1 PROSES → Proses untuk
identifikasi
2 Dampak Lingkungan (biogeofisik-kima &
konsekuensi yang
akan terjadi di masa
depan terkait
Sosial-Ekonomi) dari Rencana Usaha
Prediksi dan/atau Kegiatan Pembangunan
dengan usulan
kegiatan yang akan
B
3
dilakukan saat ini.

EIA is a window for


Pengambilan
4
the Future: the
Keputusan process of

Evaluasi identifying the


future consequences
B of a current or
proposed action.
B = Biodiversity Mitigasi B
Sumber: International Association for Impact Assessment (IAIA), 1999
Proses Amdal, UKL-UPL dan Persetujuan Lingkungan
1. Interdisiplinary: teknik & keahlian dari berbagai disiplin
Rencana Usaha Dampak Lingkungan/ ilmu
dan/atau Lingkungan Hidup
Kegiatan Ekosistem 2. Terpadu (integrated): keterkaitan aspek geo-fisik-kimia,
biologi dan sosekbud & kesmas

1
Proses Penapisan AMDAL Tiga Aspek Penting Proses Amdal,
Rencana Usaha
dan/atau Kegiatan 2
UKL-UPL dan Izin Lingkungan
B Proses Pengumuman, 1. Yuridis
Konsultasi Publik & B 2. Teknis: B = Biodiversity
Pengisian Formulir KA
3. Manajemen
Proses Pemeriksaan
3
Proses 4 5 Penerbitan SKKL 6
Proses Penilaian
& Berita Acara Pelaksanaan Studi [Persetujuan
ANDAL & RKL-RPL
Kesepakatan KA AMDAL dan Lingkungan] atau
(Uji Kelayakan Penyusunan (Uji Kelayakan
UKL-UPL SK Ketidak-layakan
Amdal) B ANDAL & RKL-RPL B AMDAL) B
B LH
2 3 4
Proses
Proses Pemeriksaan Penerbitan PKPLH [Persetujuan Lingkungan] atau Penolakan
Penyusunan
Formulir UKL-UPL UKL-UPL
Formulir UKL-UPL
B B B
Analisis Spasial Tapak Proyek dan Peta Rencana Tata Ruang dan Peta-
Peta Fungsi Ruang Lainnya
Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Pelabuhan, Waduk
dan pembangkit listrik, jalan dll. • Pasal 21 Ayat (2) dan
Pasal 44 ayat (3) huruf
Jika sesui Tata a PP No. 22/2021:
Ruang & PUU, Kesesuaian lokasi
Ya maka : rencana usaha
• Amdal dan
Izin
dan/atau kegiatan
Lingkungan, wajib Amdal dengan
atau rencana tata ruang;
Tidak • UKL-UPL dan
• Struktur dan Izin • Pasal 52 ayat (2) dan
Lingkungan
Pola Ruang • Kawasan
B Dapat diproses
Pasal 58 ayat (2) huruf
• Pola Ruang: Lindung
a PP 22/2021:
lebih lanjut
❑ Kawasan Kesesuaian lokasi
Lindung; Jika tidak sesuai Tata rencana usaha
dan Ruang & PUU maka Amdal dan/atau kegiatan
❑ Kawasan atau UKL-UPL dan Izin
Budidaya Lingkungan, tidak dapat wajib UKL-UPL dengan
Proses rencana tata ruang;
eriktpmes@2017
B = Biodiversity
Proses Penapisan Rencana Usaha dan/atau Kegiatan di Kawasan Lindung
Proses Amdal &
Rencana Usaha dan/atau
Kegiatan
IL tidak dapat B = Biodiversity
dilakukan

tidak tidak

Sesuai Ya Sesuai ketentuan


B Kawasan Lindung (KL) dengan Pemanfaatan
PUU Ruang KL

Check dan Analisis: Jenis usaha dan/atau kegiatan yang Ya


diizinkan/diperbolehkan di PUU, seperti: DIKECUALIKAN sesuai
1. UU 5/1990 tentang KSDAE & UU No. 21/2014; dengan ketentuan PUU
2. PP 28/2011 jo PP 108/2015; Dampak Bidang PPLH
3. Permenhut/Permen LHK terkait dengan pemanfaatan KSA dan KPA i.e. Lingkungan hidup
Permenhut P.85/2014, Permenhut P.46/2016 terhadap KL

TIDAK DIKECUALIKAN sesuai SPPL


dengan ketentuan PUU Bidang
Mengapa Wajib Amdal: PPLH
1. Kriteria Dampak Penting: Pasal 22 ayat (2) UU No. 32/2009; dan UKL-UPL
2. Kriteria Usaha dan/atau Kegiatan yang Berdampak Penting : Pasal 23
ayat (1) UU No. 32/2009 Amdal
Kewenangan Pemeriksaan UKL-
UPL dan Penerbitan
Kewenangan Penilaian Amdal dan Penerbitan SKKL Pendekatan Studi Rekomendasi UKL-UPL dan
dan Persetujuan Lingkungan Amdal Persetujuan Lingkungan
Ruang/Lokasi Kegiatan Reklamasi
lokasi sumber Kawasan
Kawasan Budi Lindung Lokasi Rencana
material
Daya Pengambilan Material
reklamasi
Reklamasi diizinkan oleh
PUU PSDA & LH

Lokasi Rencana
Pengambilan Material
Reklamasi sesuai dengan
Rencana Tata Ruang Pasal 2 Perpres
Rencana Kegiatan Reklamasi & Rencana Usaha
dan/atau Kegiatan Lainnyy di Lahan Reklamasi
122/2012: Reklamasi
B = Biodiversity tidak dapat dilakukan
B pada kawasan
Pasal 2 Perpres 122/2012: Kawasan Budi konservasi
Reklamasi tidak dapat Kawasan Lindung
Daya
dilakukan pada alur laut

Rencana Kegiatan reklamasi sesuai dengan Rencana Kegiatan reklamasi dilarang di


Rencana Tata Ruang eriktpmes@2017 kawasan lindung
Ruang/Lokasi Sumber Material Reklamasi
Pasal 4 ayat (2) Peraturan Menteri KKP No. 17 Tahun 2013: Lokasi pengambilan sumber material reklamasi
tidak dapat dilakukan di:
a. Pulau-pulau kecil terluar (PPKT);
b. Kawasan konservasi perairan dan konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil;
c. Pulau kecil dengan luas kurang dari 100 (seratus) hektar; dan
d. kawasan terumbu karang, mangrove, dan padang lamun;
B
B
Pengambilan sumber material reklamasi tidak boleh: lokasi sumber material reklamasi
a. merusak kelestarian ekosistem di wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil;
b. mengakibatkan terjadinya erosi pantai; dan
c. menganggu keberlanjutan kehidupan dan penghidupan
masyarakat.

Pengambilan sumber material reklamasi di pulau kecil paling


banyak 10% (sepuluh persen) dari luas pulau tersebut.
Lokasi Reklamasi
Sumber: Pasal 4 ayat (3) dan ayat (4) Peraturan Menteri KKP No. 17/2013
Rencana Kegiatan Reklamasi & Rencana Usaha dan/atau
Kegiatan Lainnyy di Lahan Reklamasi
B = Biodiversity eriktpmes@2017
PUU terkait dengan PERSYARATAN LOKASI KEGIATAN atau larangan untuk melakukan aktivitas
tertentu di dalam lokasi tertentu
Peraturan Menteri Perhubungan PM No. 52 Tahun 2011 tentang Pengerukan dan Reklamasi (PM
74/2014). Pasal 5 ayat (4) menyebutkan bahwa Lokasi pembuangan hasil keruk (dumping area)
tidak diperbolehkan di:
1. alur-pelayaran;
2. kawasan lindung; B B = Biodiversity
3. kawasan suaka alam;
4. taman nasional;
5. taman wisata alam;
6. kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan;
7. sempadan pantai; B
8. kawasan terumbu karang;
9. kawasan mangrove;
10. kawasan perikanan dan budidaya;
11. kawasan pemukiman; dan
12. daerah lain yang sensitif terhadap pencemaran sesuai dengan ketentuan peraturan B
perundangundangan
eriktpmes@2017
B Persyaratan Ruang untuk Dumping ke Laut
kawasan konservasi perairan;
daerah rekreasi atau wisata bahari;
kawasan mangrove;
padang lamun;
terumbu karang;
kawasan taman nasional
kawasan taman wisata alam laut
kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan
kawasan rawan bencana alam
daerah pemijahan dan pembesaran ikan serta budidaya perikanan
alur migrasi biota laut yang dilindungi
Area Sensitif daerah penangkapan ikan atau zona perikanan
PP No. 22/2021 Ps. 246(3)
alur pelayaran dan/atau
B = Biodiversity wilayah pertahanan
Sumber: Dr. Ayi Tarya
Program Studi Oseanografi
Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian-ITB
PUU Persyaratan Lokasi: DUMPING LIMBAH B3
✓ Lokasi tempat dilakukan Dumping Limbah B3 harus memenuhi persyaratan yang meliputi:
 di dasar laut pada laut yang memiliki lapisan termoklin permanen; dan
 tidak berada di lokasi tertentu atau daerah sensitif berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan.
✓ Dalam hal tidak terdapat laut yang memiliki lapisan termoklin permanen, lokasi tempat dilakukan
Dumping Limbah B3 berupa tailing dari kegiatan pertambangan harus memenuhi persyaratan lokasi
yang meliputi:
 di dasar laut dengan kedalaman lebih besar atau sama dengan 100 m (seratus meter);
 secara topografi dan batimetri menunjukkan adanya ngarai dan/atau saluran di dasar laut yang
mengarahkan tailing ke kedalaman lebih dari atau sama dengan 200 m (dua ratus meter); dan
 tidak ada fenomena up-welling.
✓ Dalam hal tidak terdapat laut yang memiliki lapisan termoklin permanen, lokasi tempat dilakukan
Dumping Limbah B3 berupa serbuk bor dari kegiatan pertambangan di laut harus memenuhi
persyaratan:
 pada lokasi pemboran di laut; dan
 dampaknya berada di dalam radius sama dengan atau lebih kecil dari 500 m (lima ratus meter) dari
lokasi pemboran di laut.

eriktpmes@2017
Integrasi Konservasi Biodiversity ke dalam Kajian Dampak Lingkungan

Identitas Pemrakarsa Deskripsi Rencana


Usaha dan/atau
Kegiatan

Deskripsi Rona Pengelolaan


Lingkungan di dalam Dampak Lingkungan: Dampak LH dan
dan disekitar Lokasi 1. Dampak Penting; Pemantauan LH
Usaha dan/atau 2. Dampak Lainnya (Dampak Penting
Kegiatan B dan Lainnya)
B B

Aspirasi dan Concern


Identitas Penyusun Masyarakat
Dokumen Amdal B

B = Biodiversity
Proses Persetujuan Lingkungan (SKKL) dan Integrasi dengan Persetujuan Teknis
Menteri LHK
Penapisan & Pengecualian Lembaga Sertifikasi Kompetensi (LSK): Masyarakat
Amdal, Data & Informasi LEMBAGA UJI KELAYAKAN
Sertifikasi Kompetensi Penyusuan Amdal Pemerhati LH dan
terkena
Masyarakat Terkena Pengaruh/Berkep
Penyusun Amdal: Pemrakarsa & Penilai AMDAL oleh Tim Uji Kelayakan/ entingan
Dampak Langsung
(Pengumuman &
Penyusun Amdal Bersertifikak TUK (Unsur Pemerintah dan Ahli (Konsultasi
Konsultasi Publik) Kompetensi (KTPA & ATPA) Bersertifikat) Masyarakat)

50 hari kerja
Dana Jamian
Pemulihan LH
perbaikan dokumen
30 hari kerja Andal dan RKL-RPL
60-180 hari kerja
10 hari kerja
Rekom hasil keputusan
Pengisian Penyusunan Penilaian atau
Pemeriksaan penilaian atau kelayakan LH
Formulir KA ANDAL & RKL- Penilaian akhir
Pra-AMDAL Formulir KA oleh Penilaian Akhir (SKKL) & Perizinan
oleh RPL oleh ANDAL & RKL-RPL
Tim Teknis Andal dan RKL- Berusaha atau
Pemrakarsa Pemrakarsa Oleh TUK
B
RPL oleh TUK ketidak-layakan LH
B B B B B B
Integrasi ke dalam Amdal
Persetujuan Teknis Pengelolaan Air Limbah Baku Mutu Lingkungan Hidup Baku Kerusakan LH
Persetujuan Teknis Emisi • Air dan Udara Ambien; • Tanah
• Air Limbah (effluent) • Mangrove
Persetujuan Teknis dalam Pengelolaan Limbah B3 • Emisi; • Lamun
Persetujuan Teknis Kajian Dampak Lalu Lintas • Gangguan • Terumbu Karang
Dampak-Dampak Lingkungan dalam KA (Pelingkupan), Prakiraan dan Evaluasi (ANDAL) dan RKL-RPL
Komponen Prakiraan dan Evaluasi (ANDAL)
Rencana
Kegiatan
Pelingkupan (KA)
Dampak B
Dampak Penting
Komponen DPH
Lingkungan
Hidup
B Potensial
B
B Prakiraan Evaluasi
Kegiatan Holistik
Evaluasi B
Lain
disekitarnya
Dampak B
Potensial
Saran, Pendapat
danTanggapan Dampak
(SPT) B Tidak
Arahan
Masyarakat Penting
DTPH RKL-RPL
Tidak
Tidak Dikelola
Dikelola dan Dikelola
B = Biodiversity dan Dipantau dan
Dipantau Dipantau
keterangan Dikelola RKL & RPL
dan
Penekanan Dalam
Dipantau B
Revisi Pedoman
Penyusunan dan
Penilaian Amdal
10 Kriteria Kelayakan Lingkungan (1)

1. Rencana tata ruang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;


2. Kebijakan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta sumber daya alam
(PPLH & PSDA) yang diatur dalam peraturan perundang-undangan;
3. Kepentingan pertahanan keamanan;
4. Prakiraan secara cermat mengenai besaran dan sifat penting dampak dari aspek biogeofisik
kimia, sosial, ekonomi, budaya, tata ruang, dan kesehatan masyarakat pada tahap
prakonstruksi, konstruksi, operasi, dan pasca operasi Usaha dan/atau Kegiatan;
5. Hasil evaluasi secara holistik terhadap seluruh dampak penting sebagai sebuah kesatuan
yang saling terkait dan saling mempengaruhi sehingga diketahui perimbangan dampak penting
yang bersifat positif dengan yang bersifat negatif;
6. Kemampuan pemrakarsa dan/atau pihak terkait yang bertanggung jawab dalam
menanggulanggi dampak penting negatif yang akan ditimbulkan dari Usaha dan/atau Kegiatan
yang direncanakan dengan pendekatan teknologi, sosial, dan kelembagaan;
10 Kriteria Kelayakan Lingkungan (2)

7. Rencana usaha dan/atau kegiatan tidak menganggu nilai-nilai sosial atau pandangan
masyarakat (emic view);
8. Rencana usaha dan/atau kegiatan tidak akan mempengaruhi dan/atau mengganggu
entitas ekologis yang merupakan:
• entitas dan/atau spesies kunci (key species);
• memiliki nilai penting secara ekologis (ecological importance);
• memiliki nilai penting secara ekonomi (economic importance); dan/atau
• memiliki nilai penting secara ilmiah (scientific importance).
9. Rencana usaha dan/atau kegiatan tidak menimbulkan gangguan terhadap usaha
dan/atau kegiatan yang telah ada di sekitar rencana lokasi usaha dan/atau kegiatan;
10. Tidak dilampauinya daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dari lokasi
rencana usaha dan/atau kegiatan, dalam hal terdapat perhitungan daya dukung dan daya
tampung lingkungan dimaksud; dan
Decision tree untuk pengambilan keputusan
Dampak Lingkungan B = Biodiversity
B
Apa itu Dampak lingkungan? (Fakta)
Seberapa pentingnya dampak lingkungan tersebut? (Arti
dampak bagi Pengambilan Keputusan)
B
Apakah seluruh dampak
lingkungan tersebut ?

Dapat diterima Dapat dikelola Tidak Dapat diterima


(Acceptable) (Manageable) (Unacceptable)

Berdasararkan Dengan menggunakan Perubahan Abandon in


Komitmen Pemrakarsa Regulatory Controls Design part or whole

Berhenti
Proses ke Langkah Selanjutanya
(STOP)
Karakteristik Wilayah Perencanaan KRP dan
Wilayah Sekitarnya (Wilayah Fungsional/Ekologis)
KARAKTERISTIK WILAYAH
(Wilayah Perencanaan KRP Delineasi Batas
dan Wilayah Ekologisnya): dan Wilayah
• Kondisi Kualitas Lingkungan Ekologis?

Hidup;
• Kondisi Ekosistem + Tingkat
pelayanannya;
• Kondisi SDA;
• Pola aktivitas Sosekbud;
• kelembagaan
pengelolaannya;

Didukung oleh berbagai data dan Berdasarkan hasil analisis dari berbagai data-informasi karakteristik wilayah dapat
informasi Geospasial Tematik (IGT) diidentifikasi dan dirumuskan isu-isu pembangunan berkelanjutan yang factual
dan data-informasi atribute dan relevan dengan kondisi wilayah perencanaan KRP dan wilayah sekitarnya
Karakteristik Wilayah Perencanaan KRP RDTR dan
Wilayah Sekitarnya (Wilayah Fungsional/Ekologis)
KARAKTERISTIK WILAYAH
(Wilayah Perencanaan KRP
RDTR dan Wilayah
Ekologisnya):
• Kondisi Kualitas Lingkungan
Hidup;
• Kondisi Ekosistem + Tingkat
pelayanannya;
• Kondisi SDA;
• Pola aktivitas Sosekbud;
• kelembagaan
pengelolaannya;
Didukung oleh berbagai data dan Berdasarkan hasil analisis dari berbagai data-informasi karakteristik wilayah dapat
informasi Geospasial Tematik (IGT) diidentifikasi dan dirumuskan isu-isu pembangunan berkelanjutan yang factual
dan data-informasi atribute dan relevan dengan kondisi wilayah perencanaan KRP RDTR dan wilayah sekitarnya
Contoh Informasi Geospasial Tematik (IGT) yang dapat didayagunakan untuk Mengambarkan
Karakteristik Wilayah Perencanaan KRP dan Wilayah Sekitarnya (Wilayah Fungsional/Ekologis)
Wilayah Pelaksanaan Kajian Lingkungan (Environmental
Pemanfaatan/ Perizinan SDA i.e. PIPIB, IUPHHK, IPPKH,
Kawasan Hutan Assessment): Batas Ekologis (Pendekatan Ekosistem) →
wilayah/areal yang memiliki interkoneksi secara ekologis dan social TORA, HUTSOS, IU Perkebunan, Hutan Adat dan Ruang
dengan wilayah perencanaan KRP
Penghidupan/Livelihood Masyarakat Lokal
Penutupan Lahan 2
Wilayah Administrasi i.e. Provinsi, Kab/Kota, Kecamatan,
Informasi SDH Desa (PODES)

Status dan Kondisi Lingkungan Hidup (Baku Mutu


RKTN Lingkungan dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan, Emisi
1 GRK) yang relevan
Biodiversity i.e. Wilayah Perencanaan KRP
Tipe Iklim Data dan
KK, NKT/HCV
Rawan Bencana Informasi lain,
Land Systems Kelerengan i.e. Karhutlah, termasuk IGT
(Landsys) Curah Hujan Banjir, Longsor, lainnya yang
Ekoregion: Lahan Kritis dan
Karakteristitik Kerusakan Lahan Kekeringan, relevan dengan
Jasa Lingkungan Sumber Daya Air
Bentang Alam (KBA) gempa bumi dan Karekteristik
Hidup i.e. Air, Tingkat Bahaya (Permukaan dan Gerakan tanah, Wilayah
Lahan Prima Erosi (TBE) air tanah) i.e.
Ekoregion: Tipe Kerentanan PI Perencanaan
Vegetasi Alami sungai, danau (Climate KRP dan
(TVA)/Tipe Daya Dukung dan Koefisien (kualitas dan Vulnerability) Wilayah
Ekosistem Daya Tampung LH Limpasan kuantitas air) Sekitarnya)
Contoh Informasi Geospasial Tematik (IGT) terakit Kehati dalam Proses SEA/EIA
No Area/Wilayah dengan Jasa Lingkungan
Hidup Tinggi Terkait Keanekaragaman
Hayati (Biodiversity) https://Insights.menlhk.g.o.id

1. Peta Kawasan Lindung yang telaah Informasi Geospasial PDLKWS

ditetapkan
2. Peta Kawasan lindung yang memiliki status INVENTARISASI LH
❑ Potensi dan Ketersedian
perlindungan internasional i.e. WHS, SDA
❑ SDA berfungsi sebagai
Ramsar Sites, Cagar Biosfer, THRS. Infrastruktur ekologis
(Jasa LH

3. Peta hutan alam primer (natural habitat) Penting/Tinggi)


❑ SDA berfungsi sebagai
Pengerak Laju
Pertumbuhan Ekonomi
4. Peta home range (wilayah jelajah) atau ❑ Jenis yang dimanfaatkan
❑ Bentuk Penguasaan
habitat satwa liar ❑ Pengetahuan Pengelolaan
❑ Bentuk Kerusakan
❑ Konflik dan Penyebab
5. Peta ekosistem karst
6. Peta ekosistem gambut
7. Peta ekosistem lahan basah (wetland)
8. Peta ekosistem mangrove
9. Peta ekosistem padang lamun Area/Wilayah dengan
Area/Wilayah dengan IGT lainnya
Jasa Lingkungan
10. Peta ekosistem terumbu karang Jasa Lingkungan Hidup terkait Hasil
Hidup Tinggi Terkait
11. Peta Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tinggi Terkait Air Pangan/Lahan Pr Inventarisasi LH
(NKT)
Contoh Data dan Informasi Geospasial Tematik (IGT) Sebagai Referensi Pencegahan Dampak Lingkungan
di Areal Eks-PLG dan Wilayah Sekitarnya yang Terinterkoneksi dengan Areal Eks-PLG Kalimantan Tengah
yang tercantum di dalam Laporan Interims KLHS Cepat
Masyarakat Umum dapat mengakses Peta & SK PIPPIB pada:
http://webgis.menlhk.go.id:8080/kemenhut/
index.php/id/peta/pippib
Sumber: Dit. IPSDH, PKTL KLHK, 2020
65
Sumatera : 207 KHG, Sulawesi : 3 KHG, Jumlah Total
Kalimantan : 190 KHG, Papua : 465 KHG, : 865 KHG

66
Kepmen LHK SK.8/MENLH/SETJEN/PLA.3/1/2018 tentang PENETAPAN WILAYAH EKOREGION INDONESIA - 177 Ekoregion Terestrial

P. Sumatera : 22 Unit Ekoregion


P. Jawa : 36 Unit Ekoregion
P. Kalimantan : 21 Unit Ekoregion
P. Sulawesi : 25 Unit Ekoregion
P. Bali & Nusatenggara : 29 Unit Ekoregion
P. Maluku : 23 Unit Ekoregion
P. Papua : 21 Unit Ekoregion
Jumlah : 177 Unit Ekoregion
Tipe Ekosistem di Bebarapa wilayah Kalimantan Tengah dan sekitarnya
berdasarkan Vegetasi Alami
Tipe Ekosistem dI Areal Eks-PLG berdasarkan Vegetasi Alami
Areal Eks-PLG di dominasi oleh Ekosistem
Gambut (vegetasi hutan gambut dan
vegetasi terna rawa gambut)
Hutan
Gambut
Tipe Ekosistem Berdasarkan Vegetasi Alami di Wilayah Eks-PLG
Vegetasi hutan
gambut

Vegetasai tepian
sungai payau

Vegetasi terna rawa


gambut

Vegetasi hutan
kerangas pamah

Vegetasi terna rawa


air payau

Vegetasi hutan pantai

Hutan Vegetasi
mangrove
Gambut
Vegetasi hutan
dipterokarpa pamah
SEBARAN VEGETASI ALAMI MANGROVE PULAU KALIMANTAN
Luas (Ha)
Vegetasi
Pulau Vegetasi
mangrove Total
mangrove
monsun

Kalimantan 1.165.933 - 1.165.933

VEGETASI MANGROVE
(ALAMI)
• Potensi mangrove yang
seharusnya ada berdasarkan
karakteristik bentang alam
nya (morfologi, morfogenesa,
dan material pembentuk atau
jenis batuan/tanah)
• Dasar informasi adalah Peta
Ekoregion Vegetasi Alami
(KLHK)
Informasi
Geospasial
wilayah dengan
Jasa LH tinggi
terkait
Keanekaragara
man Hayati
(Infrastruktur
Ekologis)
di Calon
Wilayah IKN
(IG
Referensi
PPLH)
Informasi
Geospasial
wilayah dengan
Jasa LH tinggi
terkait
Keanekaragara
man Hayati
(Infrastruktur
Ekologis)
di Calon
Wilayah IKN
(IG
Referensi
PPLH)
Contoh : Wilayah yang Memiliki Jasa Lingkungan Hidup Penting terkait dengan Kehati di Calon Wilayah IKN:
Informasi Geospasial yang berfungsi sebagai Referensi Pengembangan Infrastruktur (Engine of Growth) IKN
Peta Sungai IGT Tata Ruang: Peta Perencanaan
(sumber : KLHK) Informasi Geospasial wilayah
Peta Ruang Penghidupan Ruang dan Pembangunan
Masyarakat (sumber : dengan Jasa LH tinggi terkait
KLHK) IG Reference Infrastruktur Transportasi IKN di
Keanekaragaraman Hayati
Peta Permukiman berfungsi Teluk Balikpapan (ATR/BPN dan
(sumber : KLHK) (Infrastruktur Ekologis)
untuk Kementerian Perhubungan) –
Peta Homerange Bekantan
di Calon Wilayah IKN
(sumber : KLHK) Intervensi Engine of Growth
Peta Homerange Orang
Utan (sumber : KLHK)
(IG Referensi PPLH) Kebijakan
Peta Titik Perjumpaan PPLH
Bekantan (sumber : LIPI)

Peta Kawasan Hutan


(sumber : KLHK) Integrasi
Peta Nilai Kehati Tinggi
(sumber : KLHK)
TUJUAN
Peta Wisata Alam (sumber
: Balitek KSDA Samboja) INTERVENSI:
Peta Land Sistem Infrastruktur
(sumber : BIG)
Transportasi
Data Atribut Lain
Berkelanjutan
SATU LANDSCAPE SATU DATA: INFORMASI GEOSPASIAL yang berfungsi sebagai Referensi/basis untuk
Pelaksanaan Tata Kelola proses RPPLH, penyeleggaraan KLHS dan proses perizinan berusaha (AMDAL) terkait
kehati (Tata Kelola Terintegrasi Berbasis Elektronik dan Informasi Geospasial)
Hutan Lindung Hutan Produksi Terbatas
Hutan Konservasi Hutan Produksi Konversi
Hutan Produksi Areal Penggunaan Lain

Konsultasi Publik
10 Sept 2021:
Identifikasi dan
Perumusan Isu-
Isu Strategis PB
di BWP4 dan
BWP 5

Batas Administrasi Kabupaten


Batas Administrasi Kecamatan
Kawasan Inti IKN Daerah jelajah orang utan
Kawasan Perluasan IKN Daerah jelajah bekatan

Sumber: F. Ermaula Aseseang, Urban dan Regional Planner (2021)


Figure 9. Probability map of deforestation (A) without further Ladia Galaska road extension, and (B) with road
extension.

Clements GR, Lynam AJ, Gaveau D, Yap WL, Lhota S, et al. (2014) Where and How Are Roads Endangering Mammals in
Southeast Asia's Forests?. PLoS ONE 9(12): e115376. doi:10.1371/journal.pone.0115376
http://127.0.0.1:8081/plosone/article?id=info:doi/10.1371/journal.pone.0115376
Kajian Pengaruh KRP terhadap Biodiversity

Tiga skenario prakiraan tingkat deforestasi dan penurunan populasi species orang utan pada
tahun 20130 terkait dengan penerapan RED dan pembangunan jalan (David L A Gaveau,
Serge Wich, Justin Epting, Daniel Juhn, Markku Kanninen and Nigel Leader-Williams, 2009)
Contoh analisis Pengaruh KRP (Struktur Ruang) Terhadap Kondisi Lingkungan Hidup (Biodiversity)
Contoh analisis Pengaruh KRP (Struktur Ruang) Terhadap Kondisi Lingkungan Hidup (Biodiversity)
Contoh analisis Pengaruh KRP (Struktur Ruang) Terhadap Kondisi Lingkungan Hidup (Biodiversity)
Contoh analisis Pengaruh KRP (Struktur Ruang) Terhadap Kondisi Lingkungan Hidup (Biodiversity)
Contoh Analisis Pengaruh Struktur Ruang terhadap Kondisi LH: Pemilihan Alternatif Rencana Jalur Pipa Migas

Alternatif
Kedua

Alternatif
Pertama

ERI = Ecological Relatif Importance of Habitat, EII = Index of Ecological Impact of the Route
Contoh Pemilihan Alternatif Rencana Jalur Pipa Migas: Hasil Akhir Pemilihan
Alternatif

Pilihan terbaik adalah Original Route


(OR) rencana pembangunan
konstruksi Pipa Migas
Pengelolaan Dampak Melalui Sistem Kajian Dampak Lingkungan
(Environmental and Social Safeguard)
3 Prinsip Dasar Pengendalian Dampak Lingkungan
Tinggi
 Hindari (avoidance)
 Minimisasi (minimisation) • Apakah KRP dan Kegiatan
Prioritas
dibutuhkan?
 Restorasi • Apakah KRP dan Kegiatan
Rendah harus dilaksanakan saat ini?
• Apakah ada alternatif
Berbagai opsi restorasi terhadap kondisi
lingkungan yang terpengaruh lokasi?

• Mengurangi skala, besaran, ukuran


• Apakah ada alternatif KRP i.e.
Seperti penggunanaan teknologi yang
ramah lingkungan, efisiensi energi, Contoh pemberian
rambu penanda di
efisiensi penggunaan dan sekitar wilayah jelajah
pemanfaatan air Contoh Green Infrastruktur yang berdekatan dengan
Satwa liar- kanopi tanaman ruang kegiatan
diatas jalan raya sebagai sarana masyarakat
menyeberang orangutan
Contoh Arahan Mitigasi Dampak Lingkungan Pembangunan Jalan terhadap Kelestarian Fungsi TN BBS

Arahan Mitigasi
Dampak Pembangunan
Jalan di TN BBS
8 Dukungan Infrastruktur Ramah Lingkungan dalam Pembangunan IKN
Penerapan Eco-road “using eco-friendly functional road materials”
© www.boredpanda.com
© pbs.twimg.com/media
• KONSEP ECO-ROAD menitikberatkan pada perencanaan desain dan konstruksi jalan
yang ramah lingkungan. Pendekatannya yaitu dengan mengintegrasikan fungsi
transportasi dan keberlanjutan ekologis serta tetap menjaga ekosistem sekitarnya.

• Contoh Eco-road salah satunya adalah animal bridges atau wildlife crossing dimana
desain jembatan tidak boleh melengkung lebih dari 1 meter serta menggunakan
tanaman hijau atau vegetasi yang disukai binatang agar tetap terhubung dengan
habitatnya. Hal ini juga diperlukan untuk mengurangi kecelakaan antara hewan liar
dan kendaraan sebagai moda transportasi darat.

• Tujuan IKN memanfaatkan pendekatan ini adalah agar fungsi transportasi yang
direncanakan tidak merusak ekosistem flora dan fauna yang hidup di lokasi
pembangunan.

Natuurbrug Zanderij, Belanda Eco-link BKE, Singapura

© arc-solutions.org
Internalisasi LH: Upaya untuk Menjaga Keseimbangan Ekologi, Ekonomi dan Sosil
( win-win solution)
Sumber: D ip a n k a r G h o s e Director -Species & Landscapes Prog. WWF-India
Internalisasi LH: Upaya untuk Menjaga Keseimbangan Ekologi, Ekonomi dan Sosil
( win-win solution)

Sumber:
https://m.medcom.id/foto/ekonomi/5b2XeL2K-melihat-aktivitas-gajah-di-terowongan-tol-pekanbaru-dumai

https://foto.bisnis.com/view/20191217/1182270/terowongan-gajah-tol-pekanbaru-dumai

• Uniknya Tol Permai dilengkapi dengan enam terowongan untuk perlintasan gajah di dalamnya yang terletak di Seksi 2 (Sungai Tekuana) dan Seksi 4 (dekat
Suaka Margasatwa Balai Raja). Terowongan perlintasan gajah ini adalah yang pertama di Indonesia.
• Hutama Karya memastikan bahwa pembangunan Tol Permai tak merusak lingkungan dan ekosistem serta tidak mengganggu habitat asli gajah liar di
sekitarnya.
• Seperti terlihat pada 10 Februari lalu, kawanan gajah sumatera (elephas maximus sumatranus) melintasi Sungai Tekuana di bawah terowongan gajah yang
dibangun di seksi 2 Tol Permai.
Penghargaan, Internalisasi LH dan SF : PROPER EMAS - Pengelolaan
Lingkungan oleh PT PGE Area Kamojang
Penghargaan, Internalisasi LH dan SF: PROPER EMAS - Pengelolaan
Lingkungan oleh PT PGE Area Kamojang
Bangunan dan Instalasi di Laut serta Aspek Keberlanjutan
Pasal 8-Pasal 9PP 27 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pasal 10 PP 27/2021 → Pendiriang dan/atau
Bidang Kelautan dan Perikanan --> Bangunan dan Instalasi laut penempatan bangunan instalai di laut harus
a.l: memperhatikan:
a. Bangunan hunian, keagamanan dan social budaya; a. Kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang
b. Pelabuhan perikanan, struktur budidaya laut, instalai
laut (rencana zonasi dan/atau rencana
pengambilan air laut untuk budidaya ikan, terumbu buatan;
c. Bangunan untuk wisata bahari i.e. akomodasi, Pelabuhan
tata ruang);
wisata b. Perlindungan dan lesetarian sumber
d. Perhubungan darat i.e. terowongan bawah laut dan daya kelautan (dapat diperbaharui dan
jembatan; tidak dapat diperbaharui);
e. Kabel telkomunikasi bawa air; c. Keamanan terhadap bencana laut;
f. Bangunan pengaman pantai ie. Krip/groin, revetment, d. Keselamatan pelayaran;
tanggul laut, tembok laut dan break water; e. Perlindungan lingkungan i.e. analais
g. Kegiatan migas i.e. anjungan lepas pantai, anjungan apung, D3TLH, system pengolahan limbah,
anjungan bawah laut, pipa bawa laut;
antiterip dan material ramah lingkungan,
h. Kegiatan minerba i.e. bangunan untuk tempat
penampungan sementara dan fasilitas penunjang minerba,
perlindungan terumbu karang dan biota
pipa fluida; laut, tidak mengakibatak kerusakan
i. Instalasi ketenaga listrikan i.e. energi gelombang, tenaga ekosistem laut;
bayu, PLTS terapung, OTEC, energi pasang surut, energi f. Perlindungan masyarakat; dan
arus laut, kabel listrik bawh laut g. Wilayah pertahanan negara;
UU 32/2009: Dasar Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup

b Penanggulangan Pasal 49 ayat (6)


Pemulihan huruf d PP 22/2021
c kegiatan
terkait dengan
kepelabuhanan muatan persetujuan
teknis dalam SKKL
Setiap orang 1. Standar Teknis
Pengoperasian berkewajiban
Kapal memelihara
BML/KBKL,
kelestarian funngsi LH Pengelolaan LB3;
serta mengendalikan
pencemaran dan/atau
2. Standar
Pemerintah, kerusakan LH Kompetensi SDM;
Pemerintah Daerah, 3. Sistem
Penanggung Jawab
Usaha/Kegiatan a Pencegahan Manajemen
Lingkungan (SML)
i.e. Baku Mutu Lingkungan Hidup dan
Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan hidup
Sumber: Pasal 13 , 20, 21 dan 67 UU 32/2009
Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Pokok Pelabuhan Laut
Fasilitas pokok peruntukan wilayah Fasilitas pokok peruntukan wilayah
daratan meliputi: periaran meliputiL
a. dermaga; a. alur-pelayaran;
b. gudang lini 1; b. perairan tempat labuh;
c. lapangan penumpukan lini 1; c. kolam pelabuhan untuk
d. terminal penumpang; kebutuhan sandar dan olah gerak
e. terminal peti kemas; kapal;
f. terminal ro-ro; d. perairan tempat alih muat kapal;
g. fasilitas penampungan dan pengolahan e. perairan untuk kapal yang
limbah; mengangkut Bahan/Barang
h. fasilitas bunker; Berbahaya dan Beracun (B3);
i. fasilitas pemadam kebakaran; f. perairan untuk kegiatan
j. fasilitas gudang untuk Bahan/Barang karantina;
Berbahaya dan Beracun (B3); dan g. perairan alur penghubung
k. fasilitas pemeliharaan dan perbaikan intrapelabuhan;
peralatan dan h. perairan pandu; dan
l. Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran i. perairan untuk kapal pemerintah
(SBNP).
Sumber: Pasal 22 ayat (2) dan Pasal 23 ayat (2) PP 61 Tahun 2009
Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Penunjang Pelabuhan Laut
Fasilitas penunjang peruntukan Fasilitas penunjang peruntukan
wilayah daratan meliputi: wilayah periaran meliputiL
a. kawasan perkantoran; a. perairan untuk pengembangan
b. fasilitas pos dan telekomunikasi; pelabuhan jangka panjang;
c. fasilitas pariwisata dan perhotelan; b. perairan untuk fasilitas
d. instalasi air bersih, listrik, dan pembangunan dan pemeliharaan
telekomunikasi; kapal;
e. jaringan jalan dan rel kereta api; c. perairan tempat uji coba kapal
f. jaringan air limbah, drainase, dan (percobaan berlayar);
sampah; d. perairan tempat kapal mati;
g. areal pengembangan pelabuhan; e. perairan untuk keperluan darurat;
h. tempat tunggu kendaraan dan
bermotor; f. perairan untuk kegiatan
i. kawasan perdagangan; kepariwisataan dan perhotelan
j. kawasan industri; dan
k. fasilitas umum lainnya.

Sumber: Pasal 22 ayat (3) dan Pasal 23 ayat (3) PP 61 Tahun 2009
Kapal dan Perlindungan Lingkungan Laut
Setiap awak kapal wajib 1. minyak;
mencegah dan 2. bahan cair beracun;
menanggulangi
3. muatan bahan
terjadinya pencemaran
lingkungan yang bersumber berbahaya dalam
dari kapalnya bentuk kemasan;
4. kotoran;
kegiatan 5. sampah;
kepelabuhanan Pencemaran 6. udara;
lingkungan 7. air balas; dan/atau
yang 8. barang dan bahan
bersumber berbahaya bagi
Pengoperasian dari kapalnya lingkungan yang ada di
Kapal kapal

Limbah dan bahan lain yang ada di kapal • Setiap kapal dilarang melakukan pembuangan limbah
hanya dapat dibuang ke perairan setelah dan bahan lain dari pengoperasian kapal ke perairan
memenuhi persyaratan sesuai dengan • Limbah dan bahan lain wajib ditampung di kapal dan
PUU: jarak pembuangan; volume dipindahkan ke fasilitas penampungan yang ada di
pembuangan; dan kualitas buangan pelabuhan atau terminal khusu

Sumber: Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 5, Pasal 6 PP No. 21 Tahun 2010 tentang Perlindungan Lingkungan Maritim
Pengendalian Pencemaran di Pelabuhan
Setiap pelabuhan yang
dioperasikan wajib
memenuhi persyaratan
untuk mencegah timbulnya
pencemaran yang bersumber
dari kegiatan di pelabuhan
kegiatan kepelabuhanan termasuk di terminal khusus

“fasilitas penampungan limbah”:


fasilitas di pelabuhan yang berfungsi Persyaratan tersebut meliputi
sebagai penampungan limbah dari
pengoperasian kapal (minyak, bahan cair tersedianya fasilitas:
beracun, kotoran, sampah, dan air balas), a. Penampungan limbah; dan
kegiatan kepelabuhanan, industri
pembangunan, dan/atau pengerjaan b. Penampungan sampah
kapal

Sumber: Penjelasan Pasal 17 ayat (2) huruf a PP No. 21 Tahun 2010 tentang Perlindungan Lingkungan Maritim
Environmental, Health, and Safety Guidelines – IFC WB

https://www.ifc.org/wps/wcm/connect/topics_ext_content/ifc_external_corporate_site/sustainability-at-ifc/policies-standards/ehs-guidelines
Environmental, Health, and Safety Guidelines – IFC WB

https://www.ifc.org/wps/wcm/connect/topics
_ext_content/ifc_external_corporate_site/sust
ainability-at-ifc/policies-standards/ehs-
guidelines
Environmental, Health, and Safety Guidelines – IFC WB
https://www.ifc.or
g/wps/wcm/conn
ect/topics_ext_co
ntent/ifc_external
_corporate_site/s
ustainability-at-
ifc/policies-
standards/ehs-
guidelines
Rencana Revitalisasi Teluk Benoa
Rencana Revitalisasi Teluk Benoa
1. Pembangunan 12 Pulau Reklamasi
seluas 638 ha di Teluk Benoa
2. Pembangunan berbagai infrastruktur
di setiap pulau Reklamasi seperti
permukiman, akomodasi, komersial,
fasilitas pariwisata, fasiltas umum ,
jalan dan RTH

Penambangan Pasir Laut untuk


Mendukung Revitalisasi Teluk Beno
1. Kebutuhan material untuk reklamasi di
Teluk Benoa sekitar 30.000.000 m3;
2. Luas kegiatan Penampangan Pasir Laut:
500 ha dalam wilayah IUP eksplorasi
seluas 1000 ha.
3. Lokasi penambangan pasir laut di Selat
Alas dengan Jarak terdekat dengan
pesisir pantai di wilayah pesisir Labuhan
Haji adalah sekitar 4 mil
4. Kedalaman sekitar 20 – 45 m di bawah
permukaan laut
Pembangunan 12 Pulai Reklamasi di Teluk Benoa
Pulau Luasan Persentase
1 53 8%
2 8 1%
3 30 5%
4 44 7%
5 164 26%
6 51 8%
7 28 4%
8 70 11%
9 46 7%
10 54 8%
11 45 7%
12 45 7%
Total 638 ha 100%
Deskrisp Rona Lingkungan Hidup (Environmental Setting)
Komponen lingkungan
terkena dampak
(komponen/features lingkungan
yang ada disekitar lokasi
rencana usaha dan/atau
1 kegiatan serta kondisi
lingkungannya), yang pada
dasarnya paling sedikit
memuat:
a. komponen geo-fisik-
kimia,;
b. komponen biologi,;
c. komponen sosio-
ekonomi-budaya,
d. komponen kesehatan
masyarakat,
2
Usaha dan/atau kegiatan yang ada di sekitar lokasi Pasal 1 angka 4 Permenhut No: P.85/Menhut-
II/2014: Kondisi lingkungan adalah kondisi
rencana usaha dan/atau kegiatan yang diusulkan beserta ekosistem, keadaan iklim, fenomena alam,
dampak yang ditimbulkannya terhadap lingkungan hidup kekhasan jenis dan peninggalan budaya dalam KSA
dan KPA
Dampak Lingkungan Revitalisasi Teluk Benoa
Dampak perubahan 2 Dampak kenaikan 1 Dampak 6
laju abrasi dan akresi muka air laut akibat terganggunya
Akibat: • pembuatan tanggul; keberadaan
• pengerukan alur antar pulau reklamasi, • pengurugan serta
• pembuatan tanggul dan pengurugan serta • pembangunan interchange vegetasi
• pembangunan interchange dan jalan masuk dan jalan masuk mengrove
Dampak 3 dan padang
perubahan laju lamun akibat
pembangunan
sedimentasi tanggul dan
akibat pengerukan alur pengurugan
antar pulau reklamasi,
pembuatan tanggul dan
pengurugan serta Dampak 5
pembangunan interchange peningkatan
dan jalan masuk
intensitas
Dampak penurunan kualitas air laut 4 kebisingan
akibat Pengerukan alur antar pulau reklamasi, pembuatan tanggul dan akibat pembuatan
pengurugan; pembangunan interchange dan jalan masuk; pembangunan kawasan tanggul dan
wisata pengurugan
Dampak Lingkungan Revitalisasi Teluk Benoa
Dampak terganggunya keberadaan fauna pesisir, 7
antara lain burung, mamalia, reptil dan biota air akibat:
• pengerukan alur antar pulau reklamasi,
• pembangunan tanggul dan
• pengurugan

Dampak timbulnya 9
potensi konflik sosial di
masyarakat
Akibat:
• kegiatan pengadaan tenaga
kerja,
• mobilisasi alat berat dan
Dampak terganggunya pola kebiasaan material,
• pengerukan alur antar pulau
dan adat istiadat/sistem kepercayaan reklamasi,
masyarakat • pembuatan tanggul dan
akibat kegiatan: pengurugan,
• pengerukan alur antar pulau, • pembangunan interchange dan
• pembuatan tanggul dan jalan masuk,
• pengurugan 8 • pembangunan kawasan wisata
Penurunan Kualitas Air Laut:
• Rata-rata Konsentrasi Polutan
Setelah 7-Hari (Model-02):
• isu potensi kualitas air,
polutan meningkat sekitar 40-
50%.
Rona Lingkungan Hidup di sekitar Lokasi Reklamasi CPI
Rona Lingkungan Hidup di sekitar Lokasi Reklamasi CPI
Rona Lingkungan Hidup di sekitar Lokasi Reklamasi CPI
d Baku Mutu
Udara Ambien Baku Mutu Lingkungan Hidup (BML)
Pencemaran LH: Masuk atau dimasukkannya (a)
mahluk hidup, (b) zat, (c) energi, dan/atau (d) komponen
Baku
e lain ke dalam LH oleh kegiatan manusia sehingga
Mutu
Emisi melampau BML yang telah ditetapkan.

g Baku Mutu Lain


sesui Iptek
d Baku Mutu Udara
PPU Perkotaan
Ambien e Baku Mutu Emisi
TPA

a Baku Mutu Air Muka Air Tanah

b Baku Mutu Air


f Baku Mutu
Limbah
Gangguan

c Baku Mutu Air Laut

Sumber: Pasal 20 UU 32/2009


Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup (KBKL)
Perusakan LH: tindakan orang yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung
terhadap sifat fisik, kimia dan/atau hayati LH sehingga melampau KBKL

1 Kriteria Baku
Kerusakan
c Kerusakan LH-
Kebakaran 2 Kriteria Baku
Kerusakan Akibat
Hutan/Lahan
Ekosistem Perubahan Iklim
g Kerusakan •Kenaikan suhu
Karst •SLR
f Kerusakan gambut
•Badai
a Kerusakan Tanah h Kerusakan ekosistem •Kekeringan
untuk Produksi lainnya sesuai iptek
Biomassa

d Kerusakan
Mangrove

e Kerusakan
Lamun b Kerusakan Terumbu
Sumber: Pasal 21 UU 32/2009
Karang
PUU Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Laut
2 Pasal 29 PP 22/20021→ Baku
Kepmen 04/2001 ttg Kriteria Baku Kerusakan Pelabuhan Mangrove
Mutu Air Laut sebagairnana
Terumbu Karang & Kepdal 47/2001 ttg Paotere dirnaksud dalam pasal
Pengukuran Kerusakan Terumbu Karang 223 ayat (3) huruf b terdiri atas
peruntukan:
a. pelabuhan;
Terumbu Karang 4 b. wisata bahari; dan
Kepmen 201/2004 ttg c. biota Laut.
Lamun Pelabuhan
Kriteria Baku dan
Soekarno Hatta Pedoman Penentuan Pasal 231 PP 22/2021→
Biota Laut Kriteria baku kerusakan
5Kepmen 51/2004 ttg Kerusakan Mangrove
ekosistem Laut sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
3 Baku Mutu Air Laut → Mangrove
meliputi:
Pelabuhan, Wisata
Kepmen 200/2004 a. kriteria baku kerusakan
Bahari, Biota Laut
ttg Kriteria Baku Mangrove;
Kerusakan dan b. kriteria baku kerusakan
Pedoman Penentuan Padang Lamun;
c. kriteria baku kerusakan
Status Padang Lamun
Terumbu Karang; dan
Permen LH No. 12/2006 ttg 6 d. kriteria baku kerusakan
ekosistem Laut lainnya
Persyaratan dan Tata Cara
Pantai Losari Pembuangan Air Limbah Ke Laut e. sesuai dengan
perkembangan ilmu
1 pengetahuan dan
PP 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut (PP 22/2021) f. teknologi.
KepMenLH No. 51/2004: Baku Mutu Air Laut
MENLH

GUBERNUR, BUPATI/
WALIOTA

PROGRAM MENETAPKAN BAKU


PENGENDALIAN
KEGIATAN MUTU LAUT
PENCEMARAN AIR LAUT PEMANTAUAN
Sama atau lebih ketat
2 (DUA) KALI DALAM SETAHUN

KAWASAN
PELABUHAN WISATA BIOTA LAUT PERAIRAN LAUT
BAHARI

BAKU MUTU AIR LAUT BAKU MUTU AIR LAUT BAKU MUTU
PERAIRAN WISATA BAHARI AIR LAUT
PELABUHAN BIOTA LAUT

STATUS MUTU STATUS MUTU LAUT STATUS MUTU LAUT


LAUT WISATA BAHARAI UTK BIOTA LAUT
PELABUHAN

BAIK ATAU TERCEMAR Sumber: KepMenLH No. 51 Tahun 2004


tentang Baku Mutu Air Laut
Primiantoro, 2006
Pengukuran Kondisi Terumbu Karang
KepMenLH No. 04 Tahun 2001 ttg Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang

Parameter Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang (%)


Buruk 0 – 24.9
Prosentase Luas Rusak Sedang 25 – 49.9
Tutupan Terumbu
Karang yang Hidup Baik Baik 50 – 74.9
Baik sekali 75 – 100
Metode Manta Towing

Gubernur/Bupati/Walikota wajib melakukan


inventarisasi terumbu karang untuk mengetahui
status kondisi terumbu karang (Pasal 4 ayat (1) Kepmen LH No.
4/2001)
Padang lamun (Sea Grass)
Kep Meneg LH No. 200 Tahun 2004 ttg Kriteria Baku Kerusakan dan Pedoman
Penentuan Status Padang lamun

Metoda % luas penutupan (% coverage)


Transect Plot lamun yang hidup

Kriteria/klasifikasi tingkat kualitas padang lamun:

Penutupan Kondisi Kualitas Nilai mutu


(%)
≥ 60 Baik/Kaya/Sehat Baik 3
30 – 59,9 Rusak/Kurang Sehat Sedang 2
≤ 29,9 Rusak/Miskin Buruk 1
Penentuan Kerusakan Mangrove
KepMenLH No. 201/2004 ttg Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove

Garis Transect (dari arah laut ke darat, tegak lurus garis pantai)
Laut
Petak Contoh/Plot
(10mx10m)
Mangrove

KRITERIA PENUTUPAN KERAPATAN


(%) (Pohon/Hektar)
BAIK Sangat Padat > 70 > 1500
Metoda Line RUSAK Sedang > 50 – < 70 > 1000 - < 1500
Transect Plot
Jarang < 50 < 1000
Terima Kasih

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)


Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL)
Direktorat Pencegahan Dampak Lingkungan Kebijakan Wilayah dan Sektor (PDLKWS)

Manggala Wanabakti Building, Blok IV Lantai 6 Wing C


Jalan Jenderal Gatot Subroto Jakarta 10270
Phone: +62-21-57902982
Faximile: +62-21-57902982

Dit. Pencegahan Dampak Lingkungan @dit.pdlkws Direktorat PDLKWS


119 dan Sektor
Kebijakan Wilayah

Anda mungkin juga menyukai