Anda di halaman 1dari 7

tun.

man (derlvat) dari kebijakan publ'k t


' ersebut ' yang dapa t digambarkan sebagai
berikut:

TTr.nyy A TT A 1U

'fTr.rT ATA .. ,

nr.a• A •tr.A AT

Gambar 4.1. Sekuensi lmplementasi Kebljakan

Pendekatan dalam implementasi kebijakan secara umum dikelompokkan


menjadl 3 (tiga) generasi. Generasi pertama, yaitu pada tahun 1970-an,
memahami implementasi kebijakan sebagai masalah-masalah yang terjadi
antara kebijakan dan eksekusinya. Pada generasi pertama ini implementasi
kebijakan berhimpitan dengan kajian pengambilan keputusan di sektor publik.
Generasi kedua , tahun 1980-an, adalah generasi yang mengembangkan
pendekatan implementasi kebijakan yang bersifat "dari atas ke bawah" (top-
downer perspective). Perspektif ini lebih fokus pada tugas birokrasi untuk
melaksanakan kebijakan yang telah diputuskan secara politik. Generasi ketiga,
tahun 1990-an, dikembangkan dari pemikiran bahwa variabel perilaku aktor
pelaksana implementasi kebijakan lebih menentukan keberhasilan implementasi
kebijakan. Pada saat yang sama, muncul pendekatan kontijensi atau situsional
dalam implementasi kebijakan yang mengemukakan bahwa implementasi
kebijakan banyak didukung oleh adaptabilitas implementasi kebijakan tersebut.

4.2. Aktor lmplementasi Kebijakan


Terdapat beberapa aktor yang terlibat dalam proses implementasi, baik dari
pemerintah maupun masyarakat, dan identifikasikan berasal dari kalangan
birokrasi, legislatif, lembaga peradilan, kelompok-kelompok penekan, dan

organisasi-organisasi komunitas.

68
4.2.1. Birokrasi
Birokrasi dipand
ang Seba .
pada implementasi kebiiak ga, agen administrasi Y
.. k i an p ang bert
ke bIJa an negara . . andangan . . b anggung jawab
maJu mau '"' erfaku .
mempunyai kewenangan pun negara yang sedang be:ntuk implementasi
implementasi keb·· k Yang besar untuk embang. Birokrasi
IJa an dalam . sepenuhnya m
lembaga legislatif Hal . . Wllayah operasinya karena enguasai area
· 1m juga d. mendapat m d .
legislatif dan . isebabkan peratur an at dan
pres1den bersifat an perundangan yang dib t
segala aspek t . umum dan tidak m ua
ekms yang dibut hk engatur secara mendetail
mencapai tujuannya. Dengan k tu la~ agar implementasi berbagai program
pe a a am para rf .
rumusan undang-undang tid k , pa rs1pan yang terlibat dalam
d I . . a mengembangka be .
a am guide/mes yang rinc. d . n rbagar ketentuan/kebijakan
k . ' an operas,onal Hal . . . .
ompleks1tas masalah . · '"' mungk,n d1sebabkan oleh
. . yang d1hadapi, keterbata
part1s1pan, atau bahkan k . san waktu, kepentingan/ nilai
urangnya infonnasi Ak'bat 1 . .
kewenangan melak k . . · nya b1rokras1 mempnyai
u an d1skres1 kebijakan S
merupakan tindakan Y d' · ecara konseptual diskresi
masalah k ang itempuh oleh administrator untuk menyelesaian
. asus tertentu ., ' da1am rmplementasi)
(yang teriad· • yang tidak atau belum
d1atur dalam regulasi yang baku.
.Peran
. birokrasi yang ·
domrnan dalam area implementasi cukup
menJad1kannya sebagai aktor yang powerful/. Karena kekuatan birokrasi atas
diskresi kebijakan tanpa disertai dengan kontrol ekstemal yang memadai
menyebabkan birokrasi kuat pula secara politik. Kekuatan birokrasi dalam
diskresi ditambah dengan rekruitmen birokrat tanpa melalui pemilihan
menyebabkan birokrasi berada dalam posisi yang berseberangan dengan
demokrasi. Birokrasi dan demokrasi merupakan dua konsep yang dilematis. Jika
pemerintahan demokratis menekankan pluralisme sementara birokrasi
menekankan pada efektivitas implementasi kebijakan. Di satu pihak pluralisme
menghendaki adanya peran publik dalam proses kebijakan, termasuk peran
kontrol. Di sisi lain, kontrol akan menghilangkan kreativitas birokrasi dalam
melakukan diskresi sehingga memungkinkan hambatan pencapaian tujuan
.. k & kt·t Sekalipun deskresi secara teoritis dianggap
ke b1Ja an secara e,e r .
. k t ks masyarakat yang dinamis diperlukan agar
peny,mpangan , namun dalam one
·an dengan aspirasi masyarakat.
suatu kebijakan dapat melakukan penyesuar

69
4.2.2.Badan Legislatif
Seca ra tradisional ada pandan .
.. . . gan dalam llmu administrasi negara yaitu
ah. Politik dianggap lebih
polrt1k dan admm1strasi adalah aktivitas yang terpis
an kebijakan publik yang
mem usatk an perhatiannya pada aktivitas merumusk
dan eksekutif. Sedangkan
ditan gani oleh lemb aga politis negara, yaitu legislatif
implementasi kebijakan yang
kebijakan administrasi lebih terkonsentrasi pada
bervariasi. Kenyataannya
ditangani oleh agen-agen administratif (birokasi) yang
perumusan kebijakan di
banyak agen administrasi yang justru terlibat dalam
kan publik. Hal ini terjadi
samp ing tugas utamanya mengimplementasikan kebija
kung kebijakan yang sudah
saat birokrasi mem buat serangkaian peraturan pendu
terlibat dalam implementasi
ada. Seda ngka n lembaga legislatif dapat juga
yang spesifik dan mendetail.
kebijakan ketika mereka ikut menentukan peraturan
kin terbatas ruang· gerak
Sem akin mend etail legislasi yang dibuat, akan sema
si menetapkan adanya
yang dimil iki agen-agen administrasi. Misalnya, legisla
k yang ditetapkan ·dalam
adan ya pemb atasa n spesifik sumber biaya suatu proye
kin menolak kecuali harus
Unda ng-U ndan g, agen-agen administrasi tidak mung
berbagai risiko administrasi
mela ksan akan . Namun dengan mempertimbangkan
(ini terjadi dalam negara
tertentu administrasi dapat melakukan penolakan
a,
. . . d at berbeda kalau ada ketentuan. .yang lebih. . leluas
demokrat1s). Keadaan 1m ap
menJa d1kan para
.. 1 8 k dibatasi. Dalam kasus im
rd . . .
misalnya J1ka sumb er dana
engaruhi tindakan agen adm1mstras1 dalam
legislator akan terus berupaya memp

pelaksanaan kebijakan. . d. kecenderungan di berbagai negara,


. ng telah menJa '
Sebaga1mana ya lator leb1h . . t rlibat dalam implementasi kebijakan
. . I . sering e
sekarang m1 para eg,s ndetail agar diskresi kebijakan yang
t ran-peratu ran me
dengan mem buat pera u . kebiiakan tidak menyimpang dari
. . 1 implementa s1 J

f ngsi sekarang diang gap sema km


dilakukan birokras1 da am
U aya perluasan u
ketentuan seharusnya. P t tidak tercapai karena adanya
. n kebijakan dapa
penting karena tuJua d"lakukan birokrasi.
.im pangan yang I
penyimpangan-peny

4 2 3 Lembaga Peradilan yudisial yang menangani hukum.


an caban g .
· · · . k dalam prose s 1mple mentas1
b Peradilan meru . pak da at terhba t an
Lem aga
. Namun lembaga peradilan asyar P akat atas kebiia kan publik tertentu yang
1
pubhk.
I tuntutan m
kebljakan ketika muncu

70
implementasinya diangg .
ap merug1kan
hukum. Menang gapi t t masyarakat sehingga menjadl perkara
un utan tersebut I .
ketentuan-ketentuan im . ' embaga perad1lan dapat merevisi
1
P ementas, agar tid k .
banyak kasus, pengaruh . a merug,kan masyarakat. Oalam
1
pa mg besar lemba .
kebijakan publik adal h . . ga perad,lan terhadap implementasi
a melalu, mterpret .
statuta aturan adm· . t as, aparat hukum terhadap berbagai
' tnlS ratif dan reg I .
admins itratif yang dihadapi. ' u aSi serta review mereka terhadap kasus

Produk hukum (kebi'akan . .


f d k . . J pubhk) akan dllaksanakan melalui tindakan-
m a an yud1s1al. Yang terpentin d .
d . 9 an peranan lembaga ini adalah pengaruhnya
a 1am mengmterpretasikan UU
. . . , peraturan-peraturan dan cara pengaturan
admmsitrat1f, dan kewenan . . .. . .
gan untuk menmJa u keb1Jakan adm,rnstrasi yang telah
atau sedang dilaksanakan

4.2.4. Kelom pok yang Berkepentingan I Penekan


Banyak nya diskresi yang dilakukan oleh birokrasi, melahirkan banyaknya
kelomp ok yang berkepentingan yang ada dalam masyarakat yang berusaha
mempe ngaruh i berbagai peraturan implementasi seperti pedoman dan regulasi.
Tindaka n kelomp ok penekan kebijakan pemerintah dimaksudkan agar mereka
mempe roleh keuntungan dengan adanya implementasi program tersebut. Di
bebera pa negara, kelompok penekan diharuskan terlibat dalam formulasi dan
implem entasi program yang didanai oleh lembaga-lembaga asing. Pelibatan ini
disebab kan banyak program yang dilaksanakan tertutup dari peran lembaga non
pemerin tah, sehingg a keuntungan yang diperoleh akibat implementasi suatu
program lebih banyak dinikmati oleh kalangan pemerintah sendiri.
Ketidakleluasan aparat administrasi dalam melaksanakan kebijakan, maka
begitu kebijakan disetujui. Berbagai kelompok kepentingan yang
memperjuangkan aspirasi mereka ke lembaga legislatif beralih ke lembaga
administratif. Memanfaatkan peluang atas ketidakleluasaan ini, maka kelompok
• pa1,·ng berhasil mempengaruhi tindakan-tindakan agen
kepentmgan yang
. . • pengaruh yang besar dalam pelaksanaan dan menerima
admmstras1 mempunya,
. .. k Misalnya kebijakan lisensi, maka kelompok yang diberi
dampak dan keb1Ja an. . ..
. k - terlihat dorninan dalarn pelaksanaan ~eb1Jaka n
lisensi tersebu t sering a 1
1
. ktek ini adalah kepentingan-kepentingan kelompok
tersebut. Akibat buruk dan pra

71
menjadi fokus sentral dalam kegiatan administrasi bukan berfokus pada
kepentingan publik. '

4.2.5. Organisasi Komunitas


Banyak program yang d.irancang untuk melaksanakan kebijakan yang
··
berlabel pro pembanguna n masyarakat (pro rakyat). Dengan sendmnya
masyarakat baik secara individu maupun kelompok terlibat dalam implementasi
program itu baik sebagai subyek maupun obyek program. Banyak kelompok
yang terlibat dalam pelaksanaan implementasi suatu kebijakan atau program.
Selain aktor di atas, bisa juga partai politik dan staf eksekutif juga ikut
berpengaruh dalam pelaksanaan kebijakan. Oleh karena itu disarankan agar
kajian analisis kebijakan seharusnya memfokuskan perhatian untuk menjawab
masalah penting dalam area pelaksanaan kebijakan, yaitu· kelompok mana yang
paling berpengaruh .

4.3. Model lmplementasi Kebijakan


Secara garis besar model implementasi kebijakan dapat dibagi menjadi 4
(empat) yaitu:
a) Model Analisis Kegagalan
Model ini dapat dipahami dari definisi implementasi yang menganut teori
bahwa implementasi sebagai proses interaksi penyusunan tujuan dengan
tindakan, implementasi sebagai politik adaptasi saling menguntungkan, dan
implementasi sebagai bentuk permainan.
b) Model Rasional (Top-Down).
Model ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi faktor-faktor mana yang
membuat implementasi sukses. Pemahaman terhadap model ini memiliki
pandangan bahwa implementasi perlu mempertimbangkan isi atau tipe
kebijakan, memandang implementasi sebagai administrasi yang sempurna,
memandang beberapa syarat untuk mengimplementasikan kebijakan secara
sempurna, lebih memandang implementasi sebagai proses politik dan
administrasi, serta melihat implementasi dari kerangka analisisnya. Posisi
model top-down terpusat pada hubungan antara keputusan-keputusan
dengan pencapaiannya, formulasi dengan implementasinya, dan potensi
hirarki dengan batas-batasnya, serta kesungguhan implementers untuk

72
~encapai tu!u~n yang telah ditetapkan
1mplementas1 mi pada d dalam kebijakan tersebut. Model
asamya tidak . h
pendekatan top-down d Jau berbeda dengan model
. alam hal h
hngkungan kebijakan H . per atian terhadap kebijakan dan
· · anya saJa dalam hal ini diangga bahwa suatu
implementasi akan efekff . P
yang telah d" . ' apab1la birokrasi pelaksananya mematuhi apa
iganskan oleh t
. . pera uran (petunjuk pelaksanaan maupun
petunJuk tekms). Dengan de .k. .
• • b" mi ian dapat d1pahami jika model implementasi
lnl 1e lh difokuskan pad k .
. . a esesua1an antara apa yang ditetapkan/
d1ganskan/diatur den
gan pe1aksanaan program tersebut.
c) Model Bottom-Up .
Model ini merupakan krTk
1' an terhadap model pendekatan top-down terkait
dengan pentingnya faktor-faktor lain dan interaksi organisasi. Misalnya
implementasi harus memperhatikan interaksi antara pemerintah dengan
warga negara. lmplementasi dalam konteks model ini dapat dipahami dari
pemahaman bahwa implementasi sebagai p"roses yang disusun melalui
konflik dan tawar menawar, implementasi harus memakai multiple
frameworks, implementasi harus dianalisis dalam institusional structures,
implementasi kebijakan merupakan proses alur. Model proses atau alur ini
melihat proses kebijakan dari perspektif perubahan sosial dan politjk, dimana
kebijakan yang dibuat oleh pemerintah bertujuan untuk mengadakan
perbaikan atau perubahan dalam masyarakat sebagai kelompok sasaran.
Dengan demikian, dapat dipahami jika model implementasi ini lebih
memberikan fokus pada perubahan secara sosial dan politik yang dirasakan

oleh kelompok sasaran tersebut.


d) Model Teori-Teori Hasil Sintesis (Hybrid Theories)
Model ini dapat dipahami dari pemahaman implementasi sebagai evolusi,
. . b · pembelajaran implementasi sebagai policy action
1mplementas1 se agai ' . . . .
. . t851· sebagai sirkuler leadership, 1mplementas1 sebaga1
contmuum, 1mplemen . . ..
• · implementasi dan t1pe-t1pe keb1Jakan,
hubungan inter-orgamsasi,
. b an antar-organisasi, implementasi sebagai
implementasi sebaga, hu ung .. . .
. . tasi sebagai anahs1s kasus, 1mplementas1
teori kontingens1, implemen . . •
.. k dan implementas, sebaga, manaJemen
sebagai bagan subsistim keb1Ja an

sektor publik.

73
lmplementasi kebijakan sesungguhnya bukan sekedar berhubungan dengan
penerjemahan pemyataan kebijakan (policy statement) ke dalam aksi kebijakan
(pOlicy action). Dalam Aktivitas implementasi terdapat berbagai faktor-faktor yang
akan mempengaruhi terlaksananya kegiatan atau kebijakan tersebut. secara
umum faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi te\ah banyak dikemukakan
oleh para ahli kebijakan. Pada awalnya pengkategorian kebijakan dilakukan
sebagai salah satu alat bantu dalam analisis kebijakan yang kemudian
berkembang menjadi tipologi kebijakan yang berguna dalam menganalisis
proses dan masalah-masalah implementasi.

Anda mungkin juga menyukai