dilakukan asuhan keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan dasar pada Ny.R dengan
postpartum normal di paviliun Anggrek RSUD Cempaka Putih Jakarta Pusat pada tanggal 19
Desember 2019 – 20 Desember 2019. Pembahasan akan dilakukan berdasarkan tahap-tahap
proses keperawatan yang dimulai dari pengkajian, diagnosis keperawatan, rencana
keperawatan, implementasi keperawatan sampai dengan evaluasi keperawatan.
A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian pada Ny.R dilakukan dengan berfokus kepada kebutuhan dasar aspek
fisiologis dan psikologis ibu postpartum dengan menggunakan teknik wawancara, observasi,
pemeriksaan fisik secara langsung dengan pasien dan menggunakan catatan keperawatan
maupun catatan medis. Sehingga didapatkan data fokus untuk menegakkan diagnosis
keperawaan. Pada teori postpartum keluhan utama yang umum dirasakan oleh wanita pada
awal nifas yaitu nyeri pada daerah vagina dan abdomen. Dalam hal ini tidak terdapat
kesenjangan antara teori dan kasus. Karena pada kasus Ny.R ditemukan bahwa Ny.R nifas
hari kedua mengeluh nyeri daerah vagina dan saat BAK terasa ngilu dan nyeri.
Pada sistem reproduksi tidak terdapat kesenjangan antara teori dan kasus karena
dikasus Ny.R TFU 2 jari dibawah pusat, kontraksi baik, teraba keras, lochea rubra hari ke 2,
terdapat luka episiotomy. Sesuai dengan teori TFU setiap hari turun 1 – 2 cm, kontraksi
uterus meningkat, lochea sesuai dengan jenis dan harinya, pada sebagian wanita dilakukan
tindakan episiotomy. Pada sistem urinary tidak terdapat kesenjangan antara teori dan kasus
karena dikasus Ny.R sudah bisa BAK pada hari ke 2 postpartum walaupun masih terasa nyeri
dan dari pemeriksaan fisik kandung kemih klien tidak teraba / teraba kosong, sesuai dengan
teori saat postpartum BAK secara spontan harus dapat dilakukan dalam 8 jam postpartum
apabila sulit untuk berkemih maka disebabkan oleh spicter uretra yang mengalami tekanan
oleh kepala janin dan spasme otot oleh iritasi musculus spincter ani selama persalinan.
Pada sistem gastrointestinal tidak terdapat kesenjangan antara teori dan kasus
karena dikasus Ny.R terlihat nafsu makan baik dan dapat menghabiskan makanannya, sesuai
dengan teori saat postpartum permintaan untuk memperoleh makanan dua kali lipat dari
jumlah biasa dikonsumsi. Untuk masalah pencernaan lainnya seperti buang air besar tidak
terdapat kesenjangan antara teori dan kasus, karena pada kasus Ny.R sudah dapat BAB pada
hari ke 2 postpartum. Sesuai dengan teori saat postpartum defekasi spontan mungkin baru
terjadi 2 – 3 hari postpartum apabila terjadi penundaan dapat disebabkan oleh berkurangnya
tonus otot diusus selama melahirkan Pada payudara tidak terdapat kesenjangan antara teori
dan kasus karena pada kasus Ny.R payudara terasa hangat, keras dan ASI sudah dapat keluar.
Sesuai dengan teori saat postpartum payudara menjadi tegang (bengkak), keras,
hangat dan biasanya ASI akan keluar 2 – 3 hari setelah melahirkan
Pembesaran payudara dapat terjadi akibat penambahan sistem vaskuler dan
limfatik sekitar payudara dan rangsangan psikis mengakibatkan oksitosin
sehingga ASI dapat keluar.
Pada sistem integumen tidak terdapat kesenjangan antara teori dan kasus karena
dikasus Ny.R mengalami hiperpigmentasi pada areola, terdapat linea nigra dan striae. Sesuai
dengan teori ibu postpartum mengalami hiperpigmentasi di areola dan linea nigra tidak
menghilang seluruhnya setelah bayi lahir.
Pada adaptasi psikologis fase taking hold terdapat kesenjangan antara teori
dan kasus karena pada teori dinyatakan 3 – 5 hari postpartum memasuki masa
taking hold, tetapi pada kasus Ny. R 2 hari setelah melahirkan klien sudah
memasuki fase taking hold. Ny. R sudah mau mengurus bayinya sendiri
dibantu dengan keluarga.
B. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosis keperawatan yang ada di teori tetapi tidak ada di kasus, yaitu:
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah yang berlebih.
Diagnosis ini tidak muncul karena klien tidak mengalami pendarahan berlebih saat
melahirkan dan tidak ada masalah pada intake cairan.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan tentang kebutuhan nutrisi postpartum. Diagnosis ini tidak muncul karena asupan
makan klien sangat baik dan dan tidak ada penurunan nafsu makan.
3. Perubahan pola eliminasi urine: retensi urine berhubungan dengan trauma persalinan.
Diagnosis ini tidak muncul karena klien tidak mengalami perubahan pola eliminasi urine:
retensi dan kandung kemih tidak mengalami distensi.
4. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas usus dan tonus otot abdomen.
Diagnosis ini tidak muncul karena klien sudah dapat BAB secara spontan pada hari ke 2
postpartum.
5. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan kurang pengetahuan ibu.
Diagnosis ini tidak muncul karena klien terlihat terampil dalam cara perawatan payudara dan
cara menyusui dengan benar.
6. Defisiensi pengetahuan: perawatan postpartum berhubungan dengan kurangnya informasi
tentang penanganan postpartum.
Diagnosis ini tidak muncul karena klien sudah pernah melahirkan dan memiliki anak,
sehingga pengetahuan atau informasi tentang postpartum sudah dimengerti oleh klien.
7. Perubahan peran menjadi orang tua berhubungan dengan kelahiran bayi baru lahir.
Diagnosis ini tidak muncul karena anak yang dilahirkan saat ini merupakan anak kedua,
sehingga pembagian tugas dan peran dalam merawat bayi sudah dapat ditentukan oleh klien
dan suami.
8. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan keletihan.
Diagnosis ini tidak muncul karena klien mampu melakukan perawatan diri secara mandiri
dan dibantu oleh keluarga klien. Klien dapat mandi, berdandan dan berpakaian secara mandiri
tidak ada penurunan nafsu makan.
C. Perencanaan Keperawatan
Sesuai data yang penulis kumpulkan dari kasus, telah terkumpul 3 diagnosis
keperawatan, yaitu:
1. Diagnosis yang pertama adalah Nyeri berhubungan dengan luka episiotomy dengan kriteria
hasil: Mampu mengungkapkan nyeri berkurang, mampu mengidentifikasi cara mengurangi
nyeri, skala nyeri 0– 1, TTV dalam batas normal.
Rencana tindakan adalah: Kaji nyeri, lokasi nyeri, intensitas, dan lamanya, monitor ttv,
berikan posisi nyaman, ajarkan teknik relaksasi, kolaborasi pemberian terapi obat analgetik
jika diperlukan.
Adapun faktor yang mendukung penulis melakukan asuhan keperawatan dalam pemenuhan
kebutuhan dasar pada Ny.R untuk diagnosis prioritas yaitu adanya kerjasama antara penulis
dengan Ny.R dalam melakukan tindakan keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan dasar
pada Ny.R. Tidak ada faktor penghambat pada diagnosis ini.
2. Diagnosis kedua adalah Resiko infeksi berhubungan dengan trauma pada jalan lahir, luka
episiotomy dengan kriteria hasil: Tidak ada tanda – tanda infeksi, TTV dalam batas normal,
klien mampu merawat area genital dengan baik dan benar.
Rencana tindakan adalah: Monitor TTV, observasi daerah perineum dan vulva, anjurkan
klien untuk melakukan vulva hygiene dengan benar dan mengganti pembalut sesering
mungkin, berikan penjelasan tentang tanda –tanda infeksi.
Faktor pendukung pada rencana tindakan untuk diagnosis kedua adalah
rencana tindakan yang ada dalam tinjauan teoritis dan yang ada diruangan
memiliki kesamaan yaitu pencegahan resiko infeksi. Tidak ada faktor
penghambat pada diagnosis ini.
D. Implementasi Keperawatan
Pada tahap implementasi keperawatan, penulis mengacu pada rencana tindakan yang
telah ditetapkan dan rencana yang dibuat disesuaikan pada kondisi fasilitas yang ada. Faktor
pendukung dapat berjalan dengan baik dalam sikap klien yang kooperatif selama diberikan
asuhan keperawatan.
Faktor penghambat dalam melakukan implementasi adalah penulis belum mengenal
sepenuhnya tim ruangan anggrek dan catatan keperawatan oleh tim ruangan hanya kegiatan
rutinitas saja tanpa ada catatan respon dari pasien.
1. Tindakan keperawatan yang dapat diberikan adalah Kaji nyeri, lokasi nyeri, intensitas, dan
lamanya, monitor TTV, berikan posisi nyaman, ajarkan teknik relaksasi, kolaborasi
pemberian terapi obat analgetik jika diperlukan.
2. Tindakan keperawatan yang dapat diberikan adalah Monitor TTV, observasi daerah
perineum dan vulva, anjurkan klien untuk melakukan vulva hygiene dengan benar dan
mengganti pembalut sesering mungkin, berikan penjelasan tentang tanda – tanda infeksi.
3. Tindakan keperawatan yang dapat diberikan adalah Monitor / catat pola tidur dan jumlah
jam tidur, berikan informasi yang berhubungan dengan aspek positif tentang istirahat tidur,
anjurkan membuat lingkungan tenang yang kondusif untuk tidur dan memilih posisi yang
nyaman.
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah tahap akhir dalam asuhan keperawatan, evaluasi yang
dilakukan penulis berdasarkan perkembangan kondisi pada saat dilakukan yang mengacu
pada tujuan dan kriteria hasil yang telah ditentukan.
Didalam evaluasi ini menggunakan metode (SOAP) sebagai dasar untuk mengetahui masalah
klien dapat teratasi atau tidak. Penulis melakukan evaluasi setelah tindakan keperawatan dan
berdasarkan respon klien pada akhir melakukan tindakan.
Pada tahap ini penulis mengevaluasi terhadap asuhan keperawatan yang diberikan
pada tanggal 19 – 20 Desember 2019. Dari keseluruhan evaluasi yang penulis lakukan dari 3
diagnosis postpartum normal.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma pada jalan lahir, luka episiotomy.
S : Klien mengatakan “ hari ini sudah 2x ganti pembalut”
O : Kesadaran komposmentis, TD : 110/70 mmHg, nadi : 80 x/menit, suhu : 37°c, tidak ada
tanda REEDA, klien tampak paham dengan anjuran perawat
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan