Anda di halaman 1dari 11

Analisis

Spasial Kerentanan.......... (Budi Setiawan, et.al)

Analisis Spasial Kerentanan Wilayah terhadap Kejadian


Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Puskesmas Umbulharjo
Kota Yogyakarta Tahun 2013
Spatial Analysis for Vulnerability Area of Dengue Hemorrhagic Fever
in Umbulharjo Public Health Center, Yogyakarta city, 2013
Budi Setiawana*, FX. Supardib, dan Victorius K Bush Banib
a
Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta, Kementerian Kesehatan RI
Jln. Ngadinegaran MJ III/62 Yogyakarta, Indonesia
b
Prodi Kesehatan Masyarakat STIKES Wira Husada Yogyakarta,
Jl. Babarsari, Glendongan, Tambakbayan, Depok, Sleman, Yogyakarta, Indonesia

INFO ARTIKEL A B S T R A C T / A B S T R A K
Article History: Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) is a public health problem in the world, particularly in
Received: 31 March 2017 developing countries. Five Hundred Thousand cases of DHF were reported every year in
Revised: 8 Aug. 2017 hospitals with 22.000 deaths because of DHF (CFR=4.4%). From January to March 2013,
Accepted: 27 Sep. 2017 85 cases of DHF were reported in Umbulharjo Health Center. The objective of this study
was to know the area vulnerability to DHF and to identify the relationship between
rainfall, population density, HI, BI, MI, and DHF cases. This study was an analytic
observational study with a cross-sectional design. GIS was used to identify DHF cases, the
Keywords: presence of Aedes larva, and area vulnerability to DHF. Therefore, the environmental
spatial analysis, condition which influenced DHF cases and area vulnerability to DHF can be explained
vulnerability area, visually. Chi-square analysis was used for bivariate analysis. Total of 96 respondents was
Dengue Hemorraghic Fever, selected as samples. Rainfall and MI were related to DHF cases (p-value < 0.05), however
Maya Index HI, BI, and population density were not related. All four villages in Umbulharjo Health
Center were vulnerable to DHF and have a high endemic vulnerability because DHF cases
were reported every year. Many mosquito's breeding places were found during rainfall
season because of the lack of environmental hygiene of the community

Kata kunci: Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan di dunia, terutama di
analisis spasial, negara berkembang. Lima ratus ribu kasus DBD memerlukan perawatan di rumah sakit
kerawanan wilayah, dengan 22.000 kasus kematian (CFR : 4,4 %). Dari Januari hingga Maret 2013, telah
Demam Berdarah Dengue, terjadi 85 kasus DBD di wilayah Puskesmas Umbulharjo. Penelitian ini bertujuan
Indeks Maya mengetahui tingkat kerawanan wilayah terhadap kejadian DBD, hubungan curah
hujan, kepadatan penduduk, HI, BI dan MI dengan kejadian DBD. Penelitian ini
merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional.
Penggunaan SIG dilakukan untuk identifikasi kejadian DBD, keberadaan larva Aedes,
serta tingkat kerawanan wilayah terhadap kejadian DBD. Sehingga, dapat dijelaskan
secara visual mengenai kondisi lingkungan yang mempengaruhi kejadian DBD serta
wilayah rentan kejadian DBD. Analisis univariat dan bivariat dilakukan untuk
mengetahui kebermaknaan secara statistik menggunakan uji chi square. Sampel
penelitian 96 responden. Variabel yang secara statistik berhubungan dengan kejadian
DBD yaitu MI dan curah hujan (p-value < 0,05) sedangkan variabel HI, BI, dan
kepadatan penduduk tidak bermakna (p-value > 0,05). Seluruh wilayah kerja
Puskesmas Umbulharjo yang terdiri dari empat kelurahan rentan terhadap DBD dan
memiliki tingkat kerawanan endemis tinggi karena setiap tahun selalu terjadi kasus
DBD. Tingginya curah hujan menunjukkan peningkatan kejadian DBD. Saat curah hujan
tinggi, kurang perhatian masyarakat terhadap banyaknya disposable site menyebabkan
terbentuknya breeding places bagi vektor DBD.

© 2017 Jurnal Vektor Penyakit. All rights reserved

*Alamat Korespondensi : email : budisetiawantropmed@gmail.com

https://doi.org/10.22435/vektorp.v11i2.6464.77-87 77
Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 11 No. 2, 2017 : 77 - 87

PENDAHULUAN orang. Jumlah kasus ini meningkat dari tahun


Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) sebelumnya pada bulan yang sama.
merupakan masalah kesehatan di dunia Kejadian Penyakit DBD terkait dengan
terutama negara yang sedang berkembang. masalah lingkungan yang meliputi kepadatan
Penyakit ini diperkirakan telah endemik di permukiman (kepadatan penduduk dan luas
lebih dari 100 negara. DBD juga menginfeksi pemukiman), kepadatan populasi nyamuk
lebih dari 50 – 100 juta orang di dunia dan Aedes yang diukur dengan parameter House
500.000 kasus DBD memerlukan perawatan Index (HI), Container Index (CI), Breteau Index
di rumah sakit dengan 22.000 kasus kematian (BI), kemudian curah hujan serta kondisi
1
setiap tahun. lingkungan yang berisiko menjadi tempat
Indonesia sebagai negara berkembang perkembangbiakan nyamuk yang diukur
masih mengalami permasalahan kasus DBD dengan parameter Maya Index (MI). Faktor
dengan Kejadian Luar Biasa (KLB). Sejak lingkungan dinilai berpengaruh penting
munculnya laporan pada tahun 1968 di terhadap peningkatan dan penularan
Surabaya, kasus ini cenderung meningkat baik penyakit DBD, karena lingkungan pemukiman
dalam jumlah kasus maupun luas wilayah yang padat penduduknya dapat menunjang
2
penyebarannya. Pada tahun 1994 seluruh penularan DBD. Semakin padat penduduk
propinsi di Indonesia telah terjangkit DBD semakin mudah nyamuk Aedes sp.
dan sampai tahun 2008 tercatat lebih dari 300 menularkan virus dari satu orang ke orang
5
kabupaten/kota telah terjangkit penyakit ini.3 lainnya.

K a s u s D B D d i D a e ra h I s t i m e wa Maya Index dengan indikator kebersihan
Yogyakarta (DIY) dari tahun ke tahun semakin lingkungan (Hygiene Risk Indicator)
meningkat. Laporan situasi DBD di DIY pada menunjukkan terdapat hubungan yang
tahun 2000 dan 2001 menunjukkan bahwa bermakna antara kebersihan lingkungan
angka kesakitan DBD di DIY (10,96/10.000 dengan kejadian DBD karena terdapat benda-
penduduk) dua kali lebih tinggi dibandingkan benda yang menjadi tempat
angka nasional (5/10.000 penduduk). Sejak perkembangbiakan nyamuk yang tidak
tahun 1999-2001 tercatat penderita DBD di terkontrol mengakibatkan jumlah nyamuk
DIY sebanyak 3.617 orang atau rata-rata dua akan semakin meningkat. Keadaan ini
orang sakit DBD per hari. Dari lima semakin meningkat dengan curah hujan yang
kabupaten/kota yang ada di DIY, yang tinggi di Yogyakarta beberapa bulan terakhir.
merupakan daerah endemis DBD yaitu Adanya hujan dapat menciptakan tempat
seluruh kecamatan (100%) di Kota perkembangbiakan nyamuk karena banyak
Yogyakarta, 56% kecamatan di Kabupaten barang bekas seperti kaleng, gelas plastik,
Bantul, 9% kecamatan di Kabupaten Kulon bungkus plastik, ban bekas dan sejenisnya
Progo, 13% kecamatan di Kabupaten Gunung yang dibuang atau diletakkan tidak teratur di
Kidul dan 17% kecamatan di Kabupaten sebarang tempat, biasanya di tempat terbuka
Sleman. Pada tahun 2008, Insidence Rate (IR) seperti lahan-lahan kosong atau lahan tidur
di DIY 52,6/100.000 penduduk, angka ini yang ada di daerah perkotaan sehingga
masih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan memungkinkan jumlah kasus penyakit DBD
3
target nasional yaitu kurang dari 20/100.000 akan meningkat.
penduduk, dengan kata lain pada tahun 2008 Curah hujan yang tinggi akan
DIY menduduki peringkat ke lima secara meningkatkan jumlah habitat vektor.
4
nasional terkait tingginya IR DBD. Parameter lingkungan yang lain seperti

Pada tahun 2013, kasus DBD di DIY kepadatan populasi Aedes sp. juga dinilai
mengalami peningkatan yang drastis, pada berpengaruh penting terhadap peningkatan
tanggal 24 Januari 2013 tercatat terdapat 52 dan penularan DBD. Semakin padat populasi
kasus, akhir Januari meningkat menjadi 112 nyamuk Aedes, maka semakin tinggi pula
kasus yang tersebar di 14 kecamatan dan data risiko terinfeksi virus DBD ditambah dengan
terakhir pada tanggal 21 Februari tercatat 142 waktu penyebaran yang cepat mengakibatkan
kasus DBD dengan kematian sebanyak dua terjadinya peningkatan jumlah kasus DBD
semakin cepat pula.1,2

78
Analisis Spasial Kerentanan.......... (Budi Setiawan, et.al)


Perlu upaya untuk meningkatkan cara Chi-square dilakukan untuk menentukan
pengamatan terhadap vektor DBD yaitu adanya hubungan antara variabel bebas
dengan memanfaatkan Sistem Informasi dengan variabel terikat.
Geografis (SIG) untuk memperoleh gambaran Populasi dalam penelitian ini adalah
daerah-daerah yang rentan terhadap kejadian populasi wilayah (Area Population) dalam
DBD di Kota Yogyakarta sehingga dapat wilayah kerja di Puskemas Umbulharjo, Kota
diketahui dinamika penyebaran DBD secara Yogyakarta. Keseluruhan kasus DBD tahun
periodik. Pemanfaatan teknologi SIG yang 2013 yang diteliti (total population). Kasus
dipadu dengan teknologi penginderaan jarak DBD adalah jumlah kejadian DBD di wilayah
jauh dapat menghasilkan informasi spasial kerja Puskesmas Umbulharjo tahun 2013
temporal dengan tiga komponen utama, yaitu yang dibedakan berdasarkan tingkat kejadian
data lokasi, non lokasi, dan dimensi waktu DBD yaitu: Sangat tinggi jika IR> 20%, tinggi
yang dapat memberikan informasi perubahan jika IR 16-20%, sedang jika IR 11-15%, rendah
dari waktu ke waktu. jika IR 6-10% dan sangat rendah jika IR< 5%.
Sistem Informasi Geografis dapat Instrumen penelitian yang digunakan
mengintegrasikan berbagai macam data adalah, peta wilayah Dinas Kesehatan Kota
seperti data grafis (peta, grafik), informasi
Yogyakarta, formulir data penderita DBD, alat
tabular (tabel) dan teks, sehingga membentuk survei jentik, Global Positioning System (GPS)
informasi baru menyangkut data spasial yang Garmin Oragon Series 550, dan software SIG.
menunjukan lokasi/ruang dalam bentuk peta Data sekunder digunakan juga untuk analisis
tematik. Kemampuan SIG dapat digunakan dalam penelitian ini, diantaranya kepadatan
untuk pengamatan vektor DBD yang dapat penduduk dan data curah hujan. Kepadatan
memberikan informasi tentang daerah- penduduk adalah rasio dari jumlah penduduk
daerah yang rentan terhadap kejadian DBD yang tinggal di suatu wilayah dengan luas dari
dan dapat digunakan juga sebagai cara untuk wilayah tersebut dalam satuan jiwa/Ha.
meramalkan penyebaran DBD di masa yang Penentuan kategori kepadatan penduduk
akan datang dengan catatan data kasus berdasarkan perhitungan selisih dari nilai
5,6
tersedia dengan kualitas yang baik. tertinggi dan terendah dibagi jumlah kategori
Berdasarkan hal tersebut, peneliti sehingga diperoleh kategori kepadatan
tertarik untuk mengetahui tingkat kerawanan penduduk, yaitu kepadatan rendah antara
wilayah terhadap kejadian DBD, hubungan 4,01 – 23,50 jiwa/Ha, kepadatan sedang
curah hujan, kepadatan penduduk, HI, BI dan 23,60 – 42,50 jiwa/ Ha, kepadatan tinggi 42,60
MI dengan kejadian DBD di wilayah kerja – 61,67 jiwa/Ha dan kepadatan penduduk
Puskesmas Umbulharjo yang terjadi lonjakan sangat tinggi antara 61,68 – 80,89 jiwa/Ha.
kasus DBD. Dalam memperoleh gambaran Curah hujan adalah banyaknya air hujan yang
wilayah yang rentan DBD, dilakukan analisis turun dalam satu bulan selama satu tahun
spasial mengenai daerah rentan terhadap diambil berdasarkan data Badan Meteorologi
kejadian DBD, sehingga dapat menentukan dan Geofisika Kota Yogyakarta, yang
dikelompokan dalam curah hujan tinggi ≥ 140
l a n g k a h - l a n g k a h o p e ra s i o n a l d a l a m
penanggulangan dan pemberantasan DBD. mm dan rendah < 140 mm.
M a y a I n d e x a d a l a h b a n ya k n ya
kontainer-kontainer berisi air yang
BAHAN DAN METODE
dikategorikan dalam controllable sites (CS)
Rancangan penelitian observasional dan disposable sites (DS) yang berpotensi
analitik dengan pendekatan Cross Sectional. sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk
Penggunaan SIG dilakukan untuk identifikasi Aedes sp. Kriteria MI rendah, sedang dan
dan analisis kejadian DBD, keberadaan larva tinggi. Kepadatan populasi Aedes adalah
Ae. aegypti serta tingkat kerawanan wilayah kepadatan jentik yang ditemukan di tempat-
terhadap kejadian DBD, sehingga dapat tempat yang berpotensi sebagai tempat
dijelaskan secara visual mengenai kondisi perkembangbiakan nyamuk, yang diukur
lingkungan yang mempengaruhi kejadian berdasarkan indikator HI, CI dan BI. Kategori
DBD serta wilayah rentan kejadian DBD. Uji tingkat kepadatan tersebut adalah rendah jika

79
Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 11 No. 2, 2017 : 77 - 87

Density Figure = 1, sedang bila Density Figure = Dari Tabel 1, diketahui bahwa terdapat 37
3,7,8
2 – 5 serta tinggi jika Density Figure = 6 – 9. (38,5%) rumah responden dengan status BRI
Daerah rentan DBD adalah kondisi suatu rendah, 40 (41,7%) sedang, dan 19 (19,8%)
kelurahan di wilayah kerja Puskesmas berstatus tinggi. Tabel 2 terdapat klasifikasi
Umbulharjo yang diprediksi berdasarkan Hygiene sebanyak 60,4% rendah, 33,3%
jumlah skor nilai harkat dari parameter yang sedang, dan 6,3% tinggi, sehingga rata-rata
digunakan setelah dikalikan dengan faktor jumlah DS di rumah responden kebanyakan
pembobotnya, akan mengalami kejadian DBD rendah.
yang di kelompokan dalam kategori Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan
kerentanan rendah, sedang dan tinggi. Klasifikasi MI Rumah
Responden di Wilayah Kerja
HASIL Puskesmas Umbulharjo Tahun 2013
Berdasarkan penelitian yang dilakukan
diperoleh hasil sebagai berikut: Gambar 1 Tingkat Frekuensi Persentase (%)
mendeskripsikan mengenai persebaran Rendah 55 57,3
Sedang 36 37,5
penderita DBD di wilayah kerja Puskesmas
9 Tinggi 5 5,2
Umbulharjo. Terlihat bahwa penderita DBD Total 96 100,0
mengelompok di Kelurahan Pandeyan.
Klasifikasi MI rumah responden rendah
sebanyak 57,3%, tinggi sebanyak 5,2%. Hal ini
menunjukkan bahwa rumah-rumah di
wilayah kerja Puskesmas Umbulharjo tidak
berisiko menjadi tempat perkembangbiakan
nyamuk.
Tabel 4 menunjukkan status MI dengan
tingkat kejadian DBD. Terdapat lima penderita
dengan rumah MI tinggi, 32 rumah penderita
sedang dan 12 rumah penderita berstatus
rendah. Pada responden bukan penderita
DBD, tidak terdapat rumah responden yang
Gambar 1. Peta Sebaran DBD di Wilayah Kerja berstatus MI, empat rumah berstatus sedang,
Puskesmas Umbulharjo Tahun 2013
dan 43 rumah berstatus rendah. Dari tabel,
Tabel 1. Distribusi Breeding Risk Indicator (BRI) diketahui nilai p-value = 0,000 dan chi-square
Rumah Responden di Wilayah Kerja =44,228 yang berarti terdapat hubungan yang
Puskesmas Umbulharjo Tahun 2013 bermakna antara MI dengan kejadian DBD.
Gambar 2 merupakan peta overlay status MI
Tingkat Frekuensi Persentase (%) rumah responden dengan tingkat jumlah
Rendah 37 38,5
penderita. Titik rumah penderita dibedakan
Sedang 40 41,7
Tinggi 19 19,8 berdasarkan status MI.
Total 96 100,0 Data curah hujan menunjukkan curah
hujan pada periode 2012 hingga 2013
Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan bervariasi ditandai dengan curah hujan tinggi,
Hygiene Rumah Responden di Wilayah sedang dan rendah. Pada Mei 2012, curah
Kerja Puskesmas Umbulharjo Tahun hujan rendah, yaitu 38 mm, sedangkan
2013 Oktober, curah hujan sedang, yaitu 63 mm.
Tingkat Frekuensi Persentase (%) Curah hujan tinggi terjadi pada bulan-bulan
Rendah 58 60,4 selanjutnya. Januari hingga Maret 2013, curah
Sedang 32 33,3 hujan diklasifikasikan tinggi.
Tinggi 6 6,3
Total 96 100,0
Pada periode curah hujan tinggi, terjadi
96 kasus DBD, sedangkan pada periode curah
hujan sedang, terdapat dua kejadian DBD.

80
Analisis Spasial Kerentanan.......... (Budi Setiawan, et.al)

Tabel 4. Cross Tabulation Status Maya Index terhadap Kejadian DBD Tahun 2013
Status Total X 2 p-value
Bukan
Penderita
Penderita
Tinggi 5 0 5
Sedang 32 4 36 44,22 0,000
Rendah 12 43 55
Total 49 47 96

Tabel 5. Cross Tabulation Curah Hujan Terhadap Kejadian DBD Tahun 2013
Curah hujan Status Total X 2 p-value
Bukan
Penderita
Penderita
Tinggi 5 0 5
Sedang 32 4 36 44,228 0,000
Rendah 12 43 55
Total 49 47 96

Gambar 2. Peta Sebaran Penderita berdasarkan Gambar 3. Persebaran Penderita berdasarkan


Status Maya Index Tahun 2013 di Curah Hujan Tahun 2013 di
Puskesmas Umbulharjo Puskesmas Umbulharjo
Pada periode bulan dengan curah hujan sedang, tetapi tidak terdapat wilayah dengan
rendah, hanya terjadi tujuh kejadian DBD di HI rendah. Wilayah dengan HI tinggi, terdapat
wilayah kerja Puskesmas Umbulharjo. 11 responden penderita DBD, dan 10
Berdasarkan nilai p-value = 0,000 responden yang bukan penderita DBD. Pada
menunjukkan terdapat hubungan yang wilayah HI sedang, terdapat 38 responden
bermakna antara curah hujan dengan penderita DBD dan 37 responden bukan
kejadian DBD (Tabel 5). penderita DBD dengan nilai p-value = 0,89
Gambar 3 menunjukkan peta overlay yang berarti tidak terdapat hubungan yang
koordinat rumah penderita DBD yang bermakna antara status HI dengan kejadian
dibedakan berdasar periode waktu kasus. DBD (Tabel 6).
Warna biru menunjukkan graduated color Gambar 4 menunjukkan overlay peta
curah hujan tinggi. persebaran penderita DBD Januari hingga
Wilayah kerja Puskesmas Umbulharjo Maret 2013 dengan klasifikasi HI. Wilayah
terdiri dari wilayah dengan HI tinggi dan dengan HI tinggi (value merah) tidak terdapat

81
Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 11 No. 2, 2017 : 77 - 87

Gambar 4. Persebaran Penderita DBD Gambar 5. Peta Sebaran Penderita DBD


berdasarkan HI Tahun 2013 Berdasarkan BI Tahun 2013
di Puskesmas Umbulharjo di Puskesmas Umbulharjo

Tabel 6. Cross Tabulation Status HI terhadap Kejadian DBD Tahun 2013


HI Status Total X 2 p-value
Bukan
Penderita
Penderita
Tinggi 11 10 21
0,019 0,890
Sedang 38 37 75
Total 49 47 96

Tabel 7. Cross Tabulation Status BI terhadap Kejadian DBD Tahun 2013


Status BI Status Total X 2 p-value
Bukan
Penderita
Penderita
Sedang 35 34 69
0,10 0,921
Rendah 14 13 27
Total 49 47 96

banyak penderita, sedangkan HI yang sedang Wilayah dengan BI tinggi (value merah), tidak
terlihat mempunyai distribusi yang lebih banyak terdapat sebaran kasus.
banyak. Berdasarkan klasifikasi kepadatan
Wilayah kerja Puskesmas Umbulharjo, penduduk dengan melihat nilai rata-rata dan
hanya terdapat wilayah dengan status BI standar deviasi (Rata-rata 88,97 dan SD
sedang dan rendah. Wilayah BI sedang, 23,95), wilayah Warungboto merupakan
terdapat 35 responden penderita DBD dan 34 wilayah kepadatan tinggi, sedangkan
responden bukan penderita DBD, sedangkan Giwangan merupakan wilayah dengan
wilayah dengan BI rendah terdapat 14 kepadatan rendah. Tabel 9 menunjukkan
responden penderita DBD dan 13 responden jumlah responden penderita DBD yang tinggal
bukan penderita dengan nilai p-value = 0,921 di wilayah dengan kepadatan tinggi sebanyak
yang menunjukkan tidak ada hubungan yang 11 (11,46%) responden. Responden
bermakna antara BI dengan kejadian DBD. terbanyak merupakan penderita yang tinggal
Gambar 5 menunjukkan peta overlay di wilayah dengan kepadatan sedang,
wilayah dengan status BI dan koordinat sebanyak 30 (31,25%). Dari tabel diketahui
penderita DBD Januari hingga Maret 2013. bahwa nilai p-value adalah 0,989, dan Chi-

82
Analisis Spasial Kerentanan.......... (Budi Setiawan, et. al)

Tabel 8. Klasifikasi Kepadatan Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Umbulharjo Tahun 2012
Kelurahan Kepadatan penduduk/Km2 Klasifikasi kepadatan penduduk
Warung Boto 115,78 Tinggi
Pandeyan 88,25 Sedang
Sorosutan 86,70 Sedang
Giwangan 57,16 Rendah
Sumber : Profil Puskesmas Umbulharjo Tahun 2012

Tabel 9. Cross Tabulation Kepadatan Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Umbulharjo Tahun 2012
Kepadatan
Status Total X 2 p-value
Penduduk
Bukan
Penderita
penderita
Tinggi 11 10 21
Sedang 30 29 59 0,023 0,989
Rendah 8 8 16
Total 49 47 96

Gambar 6. Peta Sebaran Penderita DBD Gambar 7. Peta Kerawanan Wilayah


berdasarkan Kepadatan Kejadian DBD Tahun 2013
Penduduk Tahun 2013 di di Puskesmas Umbulharjo
Puskemas Umbulharjo

Gambar 8. Peta Buffering Breeding Places


Aedes sp. Tahun 2013
di Puskesmas Umbulharjo

83
Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 11 No. 2, 2017 : 77 - 87

square adalah 0,023 yang berarti tidak tinggi, perkembangbiakan nyamuknya tinggi.9
terdapat hubungan yang bermakna antara Hal ini sejalan dengan penelitian yang
kepadatan penduduk dengan kejadian DBD. dilakukan oleh Prasetyo,di Kecamatan
Gambar 6 menunjukkan peta overlay Magetan, Kabupaten Magetan di mana nilai p
tingkat kepadatan penduduk dengan value = 0,017, sehingga terdapat hubungan
10
persebaran penderita DBD. Terlihat bahwa antara MI dengan persebaran kasus DBD.
wilayah kepadatan penduduk tinggi (value Banyaknya DS (157 DS) di luar rumah
cokelat tua), tidak terdapat persebaran responden kurang diperhatikan sehingga
penderita tinggi. Berdasarkan beberapa menjadi breeding places. Hasil penelitian
parameter epidemiologi yang dilakukan mengenai MI ini dikuatkan oleh hasil variabel
didalam penelitian ini, wilayah kerja lain yaitu curah hujan dengan kejadian DBD di
Puskesmas Umbulharjo merupakan daerah mana p-value adalah 0,00 (<0,05). Hal
yang tingkat kejadian DBD tinggi seperti yang tersebut menunjukkan bahwa di saat curah
terlihat dalam Gambar 7. Gambar 8 hujan tinggi, maka DS akan mejadi breeding
menunjukkan Peta Buffering titik rumah places bagi vektor DBD. Hal ini dibuktikan pula
respoonden yang terdapat breeding places. bahwa ditemukan jentik pada rumpun bambu
Dari peta tersebut terlihat bahwa, wilayah di sekitar rumah warga.Hasil penelitian
Pandeyan yang memiliki jumlah kasus Prasetyo menunjukan keadaan di mana
terbanyak di tahun 2013, tidak seluruhnya semakin tinggi curah hujan, kejadian DBD
10
terdapat penyebaran vektor DBD. semakin meningkat.

Hasil uji chi-square mengenai HI dan
PEMBAHASAN kejadian DBD menunjukkan nilai p-value =
Berdasarkan hasil analisis statistik, nilai 0.890 sehingga tidak ada hubungan antara
p-value MI dan kejadian DBD sebesar 0,00, kejadian DBD dengan HI. Hal yang sama
sehingga ada hubungan antara status MI dan terjadi pada uji chi-square BI dengan kejadian
kejadian DBD, HI dan kejadian DBD, diperoleh DBD di mana nilai p- value =0,921 sehingga
nilai p-value 0,89 sehingga tidak ada tidak ada hubungan antara kejadian DBD
hubungan antara status HI dengan kejadian dengan BI.
DBD. Begitu pula dengan status BI dan Penularan virus dengue tidak terjadi di
kejadian DBD, nilai p-value sebesar 0,92 dalam rumah responden tetapi berasal dari
sehingga tidak ada hubungan antara kejadian luar lingkungan rumah responden. Dalam
DBD dan status BI. Curah hujan dan kejadian penelitian ini, Warungboto merupakan
DBD, diperoleh nilai p-value sebesar 0,00, wilayah dengan kepadatan vektor tinggi,
sehingga ada hubungan antara curah hujan namun kejadian DBD dari Januari hingga
dan kejadian DBD, sedangkan uji Chi-square Maret 2013 menunjukkan penurunan kasus.
antara kepadatan penduduk dan kejadian Begitu pula dengan Giwangan yang memiliki
DBD, diperoleh nilai p-value = 0,989, sehingga kepadatan sedang, terjadi penurunan kasus,
tidak terdapat hubungan antara kejadian DBD di mana pada Bulan Maret, tidak terjadi kasus
dan kepadatan penduduk. DBD di wilayah tersebut. Hal ini sejalan
Status MI dengan uji chi square, α = 0,05, p dengan penelitian Prasetyo dengan nilai p-
= 0,00 sehingga terdapat hubungan antara value = 0,716 sehingga tidak terdapat
kejadian DBD dengan status MI di wilayah hubungan antara kepadatan 10
vektor DBD
kerja Puskesmas Umbulharjo I. Tingginya dengan kejadian DBD.

jumlah CS dan DS mengakibatkan timbulnya Strategi pengendalian dan
breeding places bagi vektor DBD, sehingga pemberantasan DBD pada saat ini difokuskan
beresiko menularkan virus dengue. Terdapat pada vektor penyakit DBD. HI sendiri lebih
lima rumah penderita dengan status MI tinggi, menggambarkan luasnya persebaran nyamuk
namun pada rumah responden non penderita, di suatu wilayah. Dengan pemeriksaan HI
tidak ada yang diklasifikasikan sebagai rumah sebelum dan sesudah pengendalian, dapat
11
dengan MI tinggi. Rumah dengan status MI diketahui hasil pengendalian vektor DBD.

84
Analisis Spasial Kerentanan.......... (Budi Setiawan, et. al)

Faktor kependudukan seperti kepadatan Umbulharjo merupakan wilayah endemis


penduduk mempengaruhi penularan DBD.
penyakit dari yang satu ke lainnya, karena Peta menunjukkan bahwa semua wilayah
tingginya kepadatan penduduk memudahkan kerja Puskesmas Umbulharjo rentan atau
penularan. Namun, hal ini tidak sejalan beresiko terkena DBD, karena semua wilayah
dengan hasil penelitian ini, di mana diklasifikasikan sebagai wilayah endemis
berdasarkan uji chi-square untuk mengetahui DBD. Hal ini sekaligus menguatkan bahwa
hubungan antara kepadatan penduduk dan tingkat kepadatan vektor DBD tidak
kejadian DBD diperoleh nilai p-value = 0,99 (> mempengaruhi kejadian DBD di wilayah kerja
0,05), sehingga tidak ada hubungan antara Puskesmas Umbulharjo, sehingga
kepadatan penduduk dengan kejadian DBD. kemungkinan besar penderita DBD di daerah
Penelitian yang dilakukan oleh Prasetyo pun tersebut tidak terinfeksi disekitar rumahnya
menunjukkan hasil di mana terdapat tetapi sumber breeding places nya berada di
hubungan antara kepadatan penduduk lokasi lain.
10
dengan kejadian DBD. Dalam penelitian ini, Sebuah penelitian di Kota Cali, Colombia
daerah yang sering terjangkit tidak terdapat menunjukkan adanya asosiasi yang kuat
pada wilayah dengan kepadatan tinggi, karena antara faktor sosial ekonomi dan lingkungan
s a a t te r j a d i ka s u s D B D, P u s ke s m a s terhadap suatu kejadian KLB. Faktor sosial
Umbulharjo langsung melakukan ekonomi yang dimaksud meliputi kepadatan
pemantauan epidemiologi ke rumah populasi dan strata sosial, sedangkan faktor
penderita dan jika dalam wilayah tersebut lingkungan adalah keberadaan kios penjual
telah terjadi dua kasus secara beruntun, maka ban dan tanaman hias. Analisis spasial pada
9
langsung dilakukan fogging. Hasil penelitian penelitian tersebut disebutkan bahwa
di Puskesmas Umbulharjo ini berbeda dengan asosiasi antara faktor tersebut dengan
penelitian spasial DBD yang dilakukan di kejadian demam dengue adalah terdistribusi
Malaysia. Hasil penelitian spasial DBD di secara heterogen pada tingkat “neighborhood
Malaysia menyebutkan bahwa faktor yang level” atau kedekatan lokasi antar kasus.15 Pola
paling berpengaruh dalam risiko penularan penularan tersebut berbeda dengan
deman dengue adalah tipe pemukiman, penelitian di Equador yang menjukkan bahwa
kepadatan populasi, penggunaan lahan, dan penularan DBD di Kota Guayaquil Equador
ketinggian. 12,13 Studi spasial dengue di terkonsentrasi pada sebuah lokasi tertentu
Bangladesh menggunakan SaTScan saja, sehingga strategi pengendalian
menunjukkan bahwa penularan spasial- diperkuat pada lokasi tersebut untuk
16
temporal DBD di Bangladesh tahun 2000- mencegah penularan ke lokasi lain.
2 0 0 2 , t e r s e b a r s e c a ra cl u s t e r a t a u Beberapa penelitian spasial dengue
mengelompok, dengan Kota Dhaka sebagai menyebutkan terdapat faktor-faktor yang
cluster utama. Beberapa kota lain di mempengaruhi pola dan risiko penyebaran
Bangladesh merupakan cluster kedua DBD yaitu variasi iklim dan cuaca, sosial
(secondary cluster).
14 ekonomi, determinan kesehatan masyarakat,
perubahan ekologi lingkungan menjadi lahan
Berdasarkan kriteria kerawanan wilayah
pertanian intensif, pembuatan dam, irigasi,
terhadap kejadian DBD di wilayah kerja
serta urbanisasi yang tidak terprogram
Puskesmas Umbulharjo, seluruh wilayah
dengan baik. Faktor – faktor tersebut dapat
tersebut merupakan wilayah dengan
mempengaruhi distribusi vektor dan virus,
kerawanan endemisitas DBD, karena selama
keberadaan breeding sites, serta kepadatan
tiga tahun berturut-turut, dari tahun 2009-
individu yang rentan. Interaksi berbagai
2013, selalu terjadi kasus DBD. Hal ini
faktor tersebut bersifat sangat kompleks, dan
menunjukkan bahwa perlu dilakukan suatu
kajian khusus mengenai DBD di wilayah tersebar secara spasial dan temporal. 17-19
t e r s e b u t , s e b a g a i i n t e r ve n s i u n t u k Penggunaan teknologi SIG dan Penginderaan
meminimalkan kasus DBD karena jika tidak Jauh terbukti sangat bermanfaat untuk
kejadian DBD akan terjadi setiap tahun, mengembangkan sampling frame untuk
mengingat wilayah kerja Puskesmas penelitian lapangan di daerah perkotaan dan

85
Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 11 No. 2, 2017 : 77 - 87

penentuan berbagai faktor dalam risiko 5. Troyo A, Fuller DO, Calderón-arguedas O, et al.
penularan DBD, HIV, malaria, pertusis, dan A geographical sampling method for surveys
berbagai penyakit infeksi lain.
5,19,20 of mosquito larvae in an urban area using
high-resolution satellite imagery. 2007;33(1).
6. Jhonson C.P. GIS : A Tool For Monitoring And
KESIMPULAN Management Of Epidemics, , In: Map India
Seluruh wilayah kerja Puskesmas 2001 Conference, New Delhi;2001..
Umbulharjo rentan terhadap DBD dan
7. Kusriastuti R. Epidemiologi Penyakit DBD dan
memiliki tingkat kerawanan endemis tinggi
Kebijaksanaan Penanggulangannya di
karena setiap tahun selalu terjadi kasus DBD. Indonesia. In: Makalah Simposium Dengue
Variabel yang berhubungan dengan kejadian Controll Up-Date Pusat Kedokteran Tropis
DBD di lokasi penelitian adalah Maya Index UGM. Yogyakarta. ; 2005:1-2.
dan curah hujan, sedangkan yang tidak 8. M a r d i h u s o d o S . C a r a - C a r a I n o v a t i f
berhubungan adalah house index, bretau Pengamatan Dan Pengendalian Vektor Demam
index, dan kepadatan penduduk. Berdarah Dengue. Yogyakarta: Pusat
Kedokteran Tropis, UGM; 2005.
SARAN 9. Anonim. Profil Puskesmas Umbulharjo I Tahun
Perlu adanya surveilans aktif terutama 2012. Yogyakarta; 2013.
untuk survei entomologis sehingga dapat
10. Prasetyo A. Analisis Spasial Penyebaran
mengontrol perkembangbiakan nyamuk yang Penyakit DBD di Kecamatan Magetan
dapat mengurangi kepadatan vektor di lokasi Kabupaten Magetan. 2012.
tersebut.
11. Wulandari R. Hubungan Tingkat Pengetahuan
Dengan Upaya Pencegahan DBD di Pedukuhan
UCAPAN TERIMA KASIH Jaranan, Desa Panggungharjo, Sewon Bantul.
Peneliti mengucapkan terima kasih 2007.
kepada DIKTI yang telah membiayai
12. Hazrin M, Hiong HG, Jai N, et al. Spatial
penelitian ini dalam skema hibah dosen Distribution of Dengue Incidence : A Case
pemula. Terimakasih kepada Puskesmas Study in Putrajaya. J Geogr Inf Syst 2016, 8, 89-
Umbulharjo yang telah membantu dalam 97. 2016;(February):89-97.
proses pengumpulan data. Tidak lupa penulis doi:10.4236/jgis.2016.81009.
mengucapkan kepada Mujiyanto, S.Si, MPH 13. Dom NC, Ahmad AH, Latif ZA, Ismail R.
yang telah membantu dalam telaah analisis Application of geographical information
spasial DBD dan juga Anis Nurwidayati, S.Si, system-based analytical hierarchy process as
M.Sc atas masukan dan diskusinya demi a tool for dengue risk assessment. Asian Pacific
tersempurnanya tulisan ini. Penulis juga J Trop Dis. 2016;6(12):928-935.
mengucapkan terima kasih untuk semua doi:10.1016/S2222-1808(16)61158-1.
pihak yang tidak dapat disebutkan satu 14. Shahera Banu; Wenbiao Hu; Yuming Guo; Shilu
persatu. Tong. Space-time clusters of dengue fever in
Space-time clusters of dengue fever in
DAFTAR PUSTAKA Bangladesh. Trop Med Int Health.
2012;17(9):1086-1091. doi:10.1111/j.1365-
1. Cruz, M.G., Sprinz, E., Rosset, I., Goldani, L., 3156.2012.03038.x.
Teixeria M. Dengue and Primeri Care : a tale of 15. Delmelle E, Hagenlocher M, Kienberger S,
two cities. Bull WHO. 2010;88:244. Casas I. Acta Tropica A spatial model of
2. Fathi., Keman, S., Wahyuni C. Peran Faktor socioeconomic and environmental
Lingkungan dan Perilaku Terhadap Penularan determinants of dengue fever in Cali ,
Demam Berdarah Dengue di Kota Mataram. J Colombia. Acta Trop. 2016;164:169-176.
Kesehat Lingkung. 2005;2(1):1-10. doi:10.1016/j.actatropica.2016.08.028.
3. Sutoto TBT. Penting Survei Jentik Sebelum 16. Castillo KC, Körbl B, Stewart A, Gonzalez JF,
Fogging. Medika. 2005;XXXI:185-187. Ponce F. Application of spatial analysis to the
examination of dengue fever in Guayaquil,
4. Soedarto. Demam Berdarah Dengue (Dengue Ecuador. Procedia Environ Sci. 2011;7:188-
Haemorrhagic Fever). Jakarta: Sagung Seto; 193. doi:10.1016/j.proenv.2011.07.033.
2012.

86
Analisis Spasial Kerentanan.......... (Budi Setiawan, et. al)

17. Atique S, Abdul SS, Hsu C, Chuang T. Asian Paci doi:10.1016/j.envres.2016.07.026.


f i c J o u r n a l o f T r o p i c a l M e d i c i n e 19. Vanwambeke SO, Benthem BHB Van, Khantikul
Meteorological influences on dengue N, et al. Multi-level analyses of spatial and
transmission in Pakistan. Asian Pac J Trop Med. temporal determinants for dengue infection.
2 0 1 6 ; 9 ( 1 0 ) : 9 5 4 - 9 6 1 . 2006;16:1-16. doi:10.1186/1476-072X-5-5.
doi:10.1016/j.apjtm.2016.07.033.
20. Linard C, Tatem AJ. Large-scale spatial
18. Ebi KL, Nealon J. Dengue in a changing climate. population databases in infectious disease
Environ Res. 2016;151:115-123. research. 2012:1-13.

87

Anda mungkin juga menyukai