ANGGOTA :
1. MELIYA (1901110026)
2. HASANUL KAMAL (1901110011)
3. CUT MERISHA (1901110012)
4. SILFIA DEWI (1901110013
5. ADE IRMA (1901110022)
6. AGUS ZAMAR (1901110018)
PEMERIKSAAN PERKARA
Perkara perdata adalah suatu perkara yang terjadi antara pihak yang satudengan pihak
yang lainnya dalam hubungan keperdataan. Hubungan antarapihak yang satu dengan pihak
lainnya apabila terjadi sengketa yang tidakdapat diselesaikan oleh para pihak yang sedang
berperkara umumnyadiselesaikan melalui pengadilan untuk mendapatkan keadilan yang seadil-
adilnya. Perkara perdata yang di ajukan ke pengadilan pada dasarnya tidakhanya terhadap
perkara-perkara perdata yang mengandung sengketa yangdihadapi oleh para pihak, tetapi dalam
hal-hal tertentu yang sifatnya hanyamerupakan suatu permohonan penetapan ke pengadilan
untuk ditetapkanadanya hak-hak keperdataan yang dipunyai oleh pihak yang berkepentinganagar
hak-hak keperdataannya mendapatkan keabsahan. Umumnya dalampermohonan penetapan
tentang hak-hak keperdataan yang diajukan olehpihak yang berkepentingan tidak mengandung
sengketa karenapermohonannya dimaksudkan untuk mendapatkan pengesahan dari pihakyang
berwajib.
Pengertian perkara perdata dalam arti luas termasuk perkara-perkaraperdata baik yang
mengandung sengketa maupun yang tidak mengandungsengketa, sedangkan pengertian perkara
perdata dalam arti yang sempitadalah perkara-perkara perdata yang di dalamnya sudah dapat
dipastikanmengandung sengketa.
PERSIAPAN PERSIDANGAN .
Prosedur Penetapan
Prosedur Pemanggilana.
D. PUTUSAN VERSTEK
Pengertian verstek tidak terlepas kaitannya dengan fungsi beracara dan
penjatuhanputusan atas perkara yang disengketakan, yang memberi wewenang kepada hakim
menjatuhkan putusan tanpa hadirnya penggugat atau tergugat. Jadi verstek merupakan
suatukewenangan hakim untuk mengambil putusan tanpa kehadiran penggugat atau
tergugatpadahal pengadilan telah memanggil secara sah kedua belah pihak yang bersengketa
untuk menghadiri persidangan namun salah satu dari penggugat atau tergugat tidak
menghadiripersidangan .
Sehubungan dengan itu persoalan verstek tidak lepas kaitannya dengan ketentuanpasal
124 HIR (Pasal 77 Rv) dan pasal 125 ayat (1) HIR (Pasal 73 Rv.
b. Pasal 125 Aayat (1) HIR, Pasal 78 Rv, Mengatur verstek terhadapa tergugat
Berdasarkan Pasal tersebut kepada hakim diberi wewenang menjatuhkan putusan diluar
hadir atau tanpa hadirnya tergugat, dengan syarat;
Apabila tergugat tidak datang menghadiri sidang pemeriksaan yang
ditentukantanpa alasan yang sah (default without reason)
Dalam hal seperti itu, hakim menjatuhkan putusan verstek yang berisi diktum:
-Mengabulkan gugatan seluruhnya tau sebagiannya, atau
-Menyatakan gugatan tidak dapat diterima apabila gugatan tidak mempunyaidasar
hukum.
Tujuan VERSTEK
Tujuan utama sistem verstek dalam hukum acara adalah untuk mendorong para pihak
menaati tata tertib beracara, sehingga proses pemeriksaan penyelesaian perkara terhindar
darianarki atau kesewenagan.Memperhatikan akibat buruk yang terjadi, yaitu apabila keabsahan
prosespemeriksaan digantungkan atas kehadiran para pihak atau tergugat, undang-undang
perlumengantisipasinya melalui acara pemeriksaan verstek. Pemeriksaan dan penyelesaian
perkaratidak mutlak digantungkan atas kehadiran tergugat di persidangan. Apabila ketidak
hadiranitu tanpa alasan yang sah (unreasonable default), dapat diancam dengan penjatuhan
putusantanpa hadir (verstek). Meskipun penerapan verstek tidak imperatif, namun
pelembagaannyadalam hukum acara dianggap sangat efektif menyelesaikan perkara.
Mengenai bentuk putusan verstek yang dapat dijatuhkan, diatur dalam Pasal 125 ayat(1)
HIR, Pasal 149 RBG, dan Pasal 78 Rv.
Pasal 125 ayat (1) berbunyi:Jika tergugat tidak datang pada hari perkara itu diperiksa,
atau tidak pula menyuruhorang lain menghadap mewakilinya, meskipun ia dipanggil dengan
patut makagugatan itu diterima dengan tidak hadir (verstek), kecuali kalau nyata kepada
PNbahwa pendakwaan itu melawan hak atau tidak beralasan.Bentuk putusan verstek yang
dijatuhkan pengadilan berdasarkan pasal diatas yaitu:
Dalam hal ini yang akan di bahas adalah acra verstek terhadap tergugat, perihal
syaratsahnya penerapan acara verstek kepada tergugat, merujuk kepada ketentuan Pasal 125
ayat(1) HIR atau Pasal 78 Rv.
Penerapan alasan yang sah Pasal 125 ayat (1), tidak mengatur tentang hal ini. Akantetapi,
bertitik tolak dari pendekatan kepatutan dihubungkan dengan prinsip. fair trial, tidak adil
menghukum tergugat dengan putusan verstek, apabila ketidak hadirannya disebabkanalasan
yang masuk akal (common sense) secara objektif.
Tidak dibenarkan menerapkan acara verstek karena ketidak hadiran terggat sebagaiberikut:
Disebabkan tergugat ditugaskan oleh atasan bertugas di luar kota atau daerah
Karena sakit yang dikuatkan dengan keterangan dokter
Berada diluar negri didukung dengan surat keterangan dari pihak yangberkompeten
untuk itu
Sedang menjalankan tugas yang di perintahkan atasan yang tidak dapatditinggalkan.
Yang berwenag menilai alasan tersebut apakah layak dan patut adalah kewenagan
darihakim, Penggugat dapat mengajukan putusan verstek kepada hakim, namun yang
tetapberwenang dalam mengabil putusan verstek tersebut adalah hakim.
Dasar hukum mengenai eksekusi putusan verstek diatur dalam Pasal 128 HIR, joPasal
195 HIR. Putusan Verstek tidak dapat dieksekusi sebelum lewat tenggang 14 hari daritanggal
pemberi tahuan putusan, putusan verstek harus diberitahukan kepada tergugat.
Patokan tennggang waktu mengajukan verstek diatur dalam Pasal 129 ayat (2)
HIR,menurut ketentuan tersebut patokan tenggang waktu yang diterapkan sebagai landasan
umumadalah 14 hari dari tanggal pemberitahuan putusan verstek kepada penggugat.
Eksekusi terhadap putusan verstek baru dapat dijalankan apabila lewat tenggangwaktu
mangajukan verstek baru, dan selama tenggang masih berlaku, tergugat tidak mengajukan
perlawanan (verzet). Eksekusi baru dapat dijalankan apabila putusan tersebuttelah memperoleh
kekuatan hukum yang tetap, Pasal 128 ayat (1) HIR.
Dapat di eksekusi sebelum lewat 14 hari atas alasan sangat perlu dapat
dilaksanakaneksekusi putusan verstek, meskipun tenggang waktu mengajukan perlawanan
belum lewat,pengecualian tersebut diatur dalam Pasal 128 ayat (2) HIR. Ketentua Pasal 180 HIR
yangmemberi wewenang kepada ketua Pengadilan Negri melaksanakan putusan lebih dahulu
(vitvoerbaar bij voorraad) meskipun tergugat mengajukan perlawanan atau banding.
Terdapat keadaan yang sangat perlu syarat ini disebut dengan tegas dalam Pasal 128ayat
(2) HIR dengan mempergunakan keadaan yang sangat perlu. Aada perintah daripenggugat agar
putusan verstek dilaksanakan terlebih dahulu meskipun belum lewat 14 haridari tanggal
pemberitahuan. Permohonan harus dibarengi dengan alsan-alasan yang benar-benar memenuhi
katagori. Dari syarat-syarat diatas yang dianggap sah dan memenuhi syarat putusan verstek yang
bersifat kumulatif bukan alternative.
(1) Apabila pada hari yang telah ditentukan kedua belah pihak hadir dalam
persidangan, maka pengadilan dengan perantara ketua sidang berusaha
mendamaikan kedua belah pihak yang berperkara”.
(2) jika perdamaian tercapai pada waktu persidangan dilaksanakan maka dibuat suatu
akta perdamaian yang mana kedua belah pihak dihukum untuk melaksanakan
perjanjian perdamaian itu. Akta perdamaian ini mengikat para pihak yang
membuatnya dan dijalankan sebagai putusan biasa”.
mekanisme dan teknik usaha perdamaian tersebut diserahkan kepada hakim yang
bersangkutan, maka berhasil atau tidaknya usaha perdamaian tersebut dengan sendirinya
akan tergantung pada usaha maksimal dari hakim yang bersangkutan. Hakim yang
menyidangkan perkara itu harus berusaha semaksimal mungkin agar para pihak mau
berdamai dan mengakhiri sengketa yang sedang berlangsung. Tidaklah cukup bila hakim
yang menyediakan perkara itu hanya sekedar menanyakan kesediaan berdamai kepada
masing-masing pihak. Bila hakim tersebut aktif memberikan motivasi kepada para pihak
yang berperkara, maka besar kemungkinan usaha perdamaian itu akan berhasil mencapai
kesepakatan. Jika damai berhasil dilaksanakan maka dibuat akte damai yang selanjutnya
bila para pihak memerlukannya dapat ditetapkan sebagai putusan perdamaian yang
mengikat para pihak seperti putusan yang telah inkrah.
Pada persidangan perkara perdata yang telah ditetapkan kedua belah pihak hadir,
maka hakim harus berusaha mendamaikan mereka (Ps. 130 HIR, 154 Rbg).13 Salah
satu hasil Rakernas Mahkamah Agung RI di Yogyakarta pada tanggal 24 s/d 27
September 2001 adalah pemberdayaan Pengadilan Tingkat Pertama dalam menerapkan
upaya perdamaian (lembaga dading sebagaimana ditentukan dalam Pasal 130 HIR/154
Rbg dan pasal-pasal lainnya dalam hukum acara yang berlaku di Indonesia, khususnya
Pasal 132 HIR/156 R.Bg. Sehubungan dengan hal tersebut di atas guna mencapai
pembatasan Kasasi secara substansial dan prosedural. Mahkamah Agung RI telah
memberi petunjuk kepada semua hakim melalui Surat Edaran Mahkamah Agung No. 1
Tahun 2002.
Kiat-kiat yang harus dilaksanakan oleh seorang hakim yang bertindak sebagai
mediator atau fasilitator sebagai berikut:15 Pertama, mediator harus netral, hakim
harus berada ditenga-tengah para pihak yang bersengketa, tidak boleh memihak dan
tidak boleh mempunyai kepentingan apapun di dalamnya; Kedua, mengisolasi proses
mediasi, tidak boleh terpengaruh dari kondisi internal maupun eksternal; Ketiga,
mediator atau fasilisator tidak berperan sebagai hakim, ia bukan hakim yang menentukan
siapa yang salah dan benar, juga bukan bertindak dan berperan sebagai penasehat hukum,
tidak pula berperan sebagai penasehat atau pengobat, mediator hanya berperan sebagai
penolong