Anda di halaman 1dari 10

KELOMPOK 3

ANGGOTA :

1. MELIYA (1901110026)
2. HASANUL KAMAL (1901110011)
3. CUT MERISHA (1901110012)
4. SILFIA DEWI (1901110013
5. ADE IRMA (1901110022)
6. AGUS ZAMAR (1901110018)

PEMERIKSAAN PERKARA

A. PENGERTIAN PERKARA PERDATA

Perkara perdata adalah suatu perkara yang terjadi antara pihak yang satudengan pihak
yang lainnya dalam hubungan keperdataan. Hubungan antarapihak yang satu dengan pihak
lainnya apabila terjadi sengketa yang tidakdapat diselesaikan oleh para pihak yang sedang
berperkara umumnyadiselesaikan melalui pengadilan untuk mendapatkan keadilan yang seadil-
adilnya. Perkara perdata yang di ajukan ke pengadilan pada dasarnya tidakhanya terhadap
perkara-perkara perdata yang mengandung sengketa yangdihadapi oleh para pihak, tetapi dalam
hal-hal tertentu yang sifatnya hanyamerupakan suatu permohonan penetapan ke pengadilan
untuk ditetapkanadanya hak-hak keperdataan yang dipunyai oleh pihak yang berkepentinganagar
hak-hak keperdataannya mendapatkan keabsahan. Umumnya dalampermohonan penetapan
tentang hak-hak keperdataan yang diajukan olehpihak yang berkepentingan tidak mengandung
sengketa karenapermohonannya dimaksudkan untuk mendapatkan pengesahan dari pihakyang
berwajib.

Pengertian perkara perdata dalam arti luas termasuk perkara-perkaraperdata baik yang
mengandung sengketa maupun yang tidak mengandungsengketa, sedangkan pengertian perkara
perdata dalam arti yang sempitadalah perkara-perkara perdata yang di dalamnya sudah dapat
dipastikanmengandung sengketa.

Profesor Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H., dalam bukunnya HukumAcara Perdata


Indonesia menyatakan bahwa pengertian perkara perdataadalah meliputi perkara yang
mengandung sengketa (contentius) dan yangtidak mengandung sengketa (voluntair).

B. PROSES PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA

1. Pendaftaran gugatan di pengadilan negeri konvensional atau melalui ecourt.


2. Pemanggilan para pihak melalui relas panggil oleh pengadilan atau summon
3. Kelengkapan administrasi para pihak. Baik kuasa dan identitas para pihak.
4. Penentuan mediator, baik ditunjuk oleh para hakim atau ditunjuk oleh para pihak
5. Melakukan mediasi, selama 30 hari dan dapat diperpanjang apabila terdapat petunjuk
adanya kesepakatan perdamaian akan tercapai, (disertai draf perdamaian para pihak)
6. Apabila terjadi perdamaian.. Maka majelis hakim akan membuat akta vandding.. Dan
atau proses perdamaian tidak tercapai maka akan dilakukan persidangan normal..
7. Jawaban, yaitu hak tergugat untuk membantah dalil-dalil yang penggugat sampaikan
dalam gugatannya
8. Replik adalah jawaban balasan yg disampaikan oleh penggugat atas jawaban tergugat
dalam persidangan perkara perdata. Replik biasanya berisi dalil-dalil atau hal-hal
tambahan untuk menguatkan dalil gugatan penggugat
9. Duplik adalah jawaban tergugat terhadap suatu replik yg diajukan oleh penggugat, sama
halnya dengan replik, duplik juga bisa diajukan baik dalam bentuk tertulis maupun lisan
10. Pembuktian surat surat. (A. Pembuktian Surat Penggugat. B. Pembuktian Surat Tergugat)
11. Saksi Penggugat dan Saksi Tergugat
12. Kesimpulan
13. Putusan

PERSIAPAN PERSIDANGAN .

Penetapan Hari Sidang

Prosedur Penetapan

 Perkara yang sudah ditetapkan Majelis Hakimnya segera diserahkankepada Ketua


Majelis Hakim yang ditunjuk.
 Ketua Majelis setelah mempelajari berkas dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh)
hari kerja harus sudah menetapkan hari sidang.Pemeriksaan perkara cerai dilakukan
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal surat gugatan didaftarkan di
kepaniteraanPengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah.
 Dalam menetapkan hari sidang, Ketua Majelis harus memperhatikan jauh / dekatnya
tempat tinggal para pihak yang berperkara dengantempat persidangan.
 Jika tergugat/ termohon berada di luar negeri, persidangan ditetapkansekurang-
kurangnya 6 (enam) bulan sejak perkara tersebut didaftarkandi kepaniteraan pengadilan.
 Dalam menetapkan hari sidang, harus dimusyawarahkan dengan paraanggota Majelis
Hakim.
 Setiap Hakim harus mempunyai jadwal persidangan yang lengkap dandicatat dalam buku
agenda perkara masing- masing.
 Daftar perkara yang akan disidangkan harus sudah ditulis oleh PaniteraPengganti pada
papan pengumuman Pengadilan Agama/ MahkamahSyar'iyah sebelum persidangan
dimulai sesuai nomor urut perkara.
 Atas perintah Ketua Majelis, Panitera Pengganti melaporkan harisidang pertama kepada
petugas Meja II dengan menggunakan lembarinstrumen.
 Petugas Meja II mencatat laporan Panitera Pengganti tersebut dalamBuku Register
Perkara

Pemanggilan Para Pihak

Prosedur Pemanggilana.

 Atas perintah Ketua Majelis, Jurusita / Jurusita Pengganti melakukan pemanggilan


terhadap para pihak atau kuasanya secara resmi dan patut.
 Apabila para pihak tidak dapat ditemui di tempat tinggalnya, makasurat panggilan
diserahkan kepada Lurah / Kepala Desa denganmencatat nama penerima dan
ditandatangani oleh penerima, untukditeruskan kepada yang bersangkutan.
 Tenggang waktu antara panggilan para pihak dengan hari sidangminimal 3 (tiga) hari
kerja.
 Pemanggilan terhadap para pihak yang berada di luar yurisdiksidilaksanakan dengan
meminta bantuan Pengadilan Agama /Mahkamah Syar'iyah dimana para pihak berada
dan Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah yang diminta bantuan tersebut harus
segeramengirim relaas kepada Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyahyang meminta
bantuan.
 Surat panggilan kepada Tergugat untuk sidang pertama harus dilampirisalinan surat
gugatan. Jurusita / Jurusita Pengganti harusmemberitahukan kepada pihak Tergugat
bahwa ia boleh mengajukan jawaban secara lisan / tertulis yang diajukan dalam sidang.
 Penyampaian salinan gugatan dan pemberitahuan bahwa Tergugatdapat mengajukan
jawaban lisan / tertulis tersebut harus ditulis dalamrelaas panggilan.
 Apabila tempat kediaman pihak yang dipanggil tidak diketahui atautidak mempunyai
tempat kediaman yang jelas di Indonesia, maka pemanggilannya dilaksanakan melalui
Bupati / Walikota setempatdengan cara menempelkan surat panggilan pada papan
pengumumanPengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah. (Pasal 390 ayat (3) HIR /Pasal
718 ayat (3) RBg).
 Dalam hal yang dipanggil meninggal dunia, maka panggilandisampaikan kepada ahli
warisnya. Jika ahli warisnya tidak dikenalatau tidak diketahui tempat tinggalnya, maka
panggilan dilaksanakan melalui Kepala Desa / Lurah. (Pasal 390 ayat (2) HIR / Pasal 718
ayat(2) RBg).
 Pemanggilan dalam perkara perkawinan dan Tergugat tidak diketahuitempat tinggalnya
(ghaib), pemanggilan dilaksanakan :
- Melalui satu atau beberapa surat kabar atau media massa lainnyayang ditetapkan oleh
Ketua Pengadilan Agama / MahkamahSyar'iyah.
- Pengumuman melalui surat kabar atau media massa sebagaimanatersebut di atas harus
dilaksanakan sebanyak dua kali dengantenggang waktu antara pengumuman pertama dan
kedua selamasatu bulan. Tenggang waktu antara panggilan terakhir dengan persidangan
ditetapkan sekurang-kurangnya tiga bulan.
- Pemberitahuan (PBT) isi putusan ditempel pada papan pengumuman Pengadilan
Agama / Mahkamah Syar'iyah selama14 (empat belas) hari.
 Pemanggilan terhadap Tergugat / Termohon yang berada di luar negeriharus dikirim
melalui Departemen Luar Negeri cq. Dirjen Protokol danKonsuler Departemen Luar
Negeri dengan tembusan disampaikankepada Kedutaan Besar Indonesia di negara yang
bersangkutan.
 Permohonan pemanggilan sebagaimana tersebut pada angka (10) tidak perlu dilampiri
surang panggilan, tetapi permohonan tersebut dibuattersendiri yang sekaligus berfungsi
sebagai surat panggilan (relaas).Meskipun surat panggilan (relaas) itu tidak kembali atau
tidakdikembalikan oleh Direktorat Jenderal Protokol dan KonsulerDepartemen Luar
Negeri, panggilan tersebut sudah dianggap sah,resmi dan patut (Surat Edaran Mahkamah
Agung kepada KetuaPengadilan Agama Batam Nomor :
055/75/91/I/UMTU/Pdt./1991tanggal 11 Mei 1991).
 Tenggang waktu antara pemanggilan dengan persidangan sebagaimanatersebut dalam
angka (10) dan (11) sekurangkurangnya 6 (enam) bulansejak surat permohonan
pemanggilan dikirimkan.

Permasalahan Seputar Pemanggilan

 Sering terjadi verzet karena pemanggilan tidak patut.


 Berita acara pemanggilan (relaas) tidak jelas dan tidak lengkapsehingga hakim ragu
dalam menilai sah tidaknya panggilan.
 Panggilan tidak disampaikan ditempat tinggal/diamnya pihak yangdipanggil.
 Pemanggilan dilakukan bukan pada hari dan jam kerja
 Stempel/cap dinas Desa/Kelurahan masih terjadi perbedaan pendapat.

D. PUTUSAN VERSTEK
Pengertian verstek tidak terlepas kaitannya dengan fungsi beracara dan
penjatuhanputusan atas perkara yang disengketakan, yang memberi wewenang kepada hakim
menjatuhkan putusan tanpa hadirnya penggugat atau tergugat. Jadi verstek merupakan
suatukewenangan hakim untuk mengambil putusan tanpa kehadiran penggugat atau
tergugatpadahal pengadilan telah memanggil secara sah kedua belah pihak yang bersengketa
untuk menghadiri persidangan namun salah satu dari penggugat atau tergugat tidak
menghadiripersidangan .

Sehubungan dengan itu persoalan verstek tidak lepas kaitannya dengan ketentuanpasal
124 HIR (Pasal 77 Rv) dan pasal 125 ayat (1) HIR (Pasal 73 Rv.

a. Pasal 124 HIR , Pasal 77, Mengatur Verstek kepada Penggugat.


Berdasarkan Pasal diatas, hakim berwenang menjatuhkan putusan di luar hadir atau tanpa
hadir penggugat dengan syarat.
 Bila penggugat tidak hadir pada sidang yang ditentukan tanpa alasan yang sah,
 maka dalam peristiwa seperti itu, hakim berwenang memutus perkara tanpa
hadirnya penggugat yang disebut petusan verstek, yang memuat:
-membebaskan tergugat dari perkara tersrbut,
-menghukum penggugat membayar biaya perkara
 terhadap putusan verstek itu penggugat tidak dapat mengajukan perlawanan
(verzet) maupun upaya banding dan kasasi, sehingga terhadap putusan
tertutupupaya hukum,
 upaya yang dapat dilakukan penggugat adalah mengajukan kembali gugatan
itusebagai perkara baru dengan membayar biaya perkara.b.

b. Pasal 125 Aayat (1) HIR, Pasal 78 Rv, Mengatur verstek terhadapa tergugat
Berdasarkan Pasal tersebut kepada hakim diberi wewenang menjatuhkan putusan diluar
hadir atau tanpa hadirnya tergugat, dengan syarat;
 Apabila tergugat tidak datang menghadiri sidang pemeriksaan yang
ditentukantanpa alasan yang sah (default without reason)
 Dalam hal seperti itu, hakim menjatuhkan putusan verstek yang berisi diktum:
-Mengabulkan gugatan seluruhnya tau sebagiannya, atau
-Menyatakan gugatan tidak dapat diterima apabila gugatan tidak mempunyaidasar
hukum.

Tujuan VERSTEK
Tujuan utama sistem verstek dalam hukum acara adalah untuk mendorong para pihak
menaati tata tertib beracara, sehingga proses pemeriksaan penyelesaian perkara terhindar
darianarki atau kesewenagan.Memperhatikan akibat buruk yang terjadi, yaitu apabila keabsahan
prosespemeriksaan digantungkan atas kehadiran para pihak atau tergugat, undang-undang
perlumengantisipasinya melalui acara pemeriksaan verstek. Pemeriksaan dan penyelesaian
perkaratidak mutlak digantungkan atas kehadiran tergugat di persidangan. Apabila ketidak
hadiranitu tanpa alasan yang sah (unreasonable default), dapat diancam dengan penjatuhan
putusantanpa hadir (verstek). Meskipun penerapan verstek tidak imperatif, namun
pelembagaannyadalam hukum acara dianggap sangat efektif menyelesaikan perkara.

Bentuk Putusan Verstek

Mengenai bentuk putusan verstek yang dapat dijatuhkan, diatur dalam Pasal 125 ayat(1)
HIR, Pasal 149 RBG, dan Pasal 78 Rv.

Pasal 125 ayat (1) berbunyi:Jika tergugat tidak datang pada hari perkara itu diperiksa,
atau tidak pula menyuruhorang lain menghadap mewakilinya, meskipun ia dipanggil dengan
patut makagugatan itu diterima dengan tidak hadir (verstek), kecuali kalau nyata kepada
PNbahwa pendakwaan itu melawan hak atau tidak beralasan.Bentuk putusan verstek yang
dijatuhkan pengadilan berdasarkan pasal diatas yaitu:

1. Mengabulkan Gugatan Penggugat


Bentuk putusan verstek yang pertama, mengabulkan gugatan penggugat. Apabila hakim
hendak menerapkan acara verstek, pada prinsipnya, putusan yang harus
dijatuhkanmengabulkan gugatan penggugat.
 Mengabulkan Seluruh Gugatan. Apabila perkara diputus melalui acara verstek
harus ditegakan secara konsekuenketentuan yang dimaksud yaitu mengabulkan
seluruh gugatan persis seperti yangdirincikan dalam petitum gugatan.
 Boleh Mengabulkan Sebagian Saja. Sangat objektif dan rasional menerapkan
pengabulan sebagai gugatan melalui putusanverstek, namun dalam mengabulkan
permohonan penggugat dalam hal putusanverstek harus melihat segi keadilannya,
dimana dalam petitum meinta 10 kalilipat jumlah yang didalilkan dalam gugatan
maka hakim akan mempertimbangkan dari segikeadilannya, apakah seluruh atau
sebagian yang menjadi permohonan pengugat akandikabulkan oleh hakim,
sepanjang petitum gugatan benar-benar sesuai denagn dalilgugatan, serta dalil
gugatannya mempunyai landasan hukum yang kuat, objektif danrasional.
2. Menyatakan Gugatan Tidak Dapat Di Terima
Hakim harus menyatakan gugatan tidak dapat diterima apabila:
 Melawan hukum atau ketertiban dan kesusilaan (unlawful), dan
 Tidak beralasan dan tidak mempunyai dasar hukum (no basic reason).
3. Menolak Gugatan Penggugat
Jika menurut pertimbangan hakim, gugatan yang diajukan tidak didukung alat buktiyang
memenuhi batas minimal pembuktian, hakim dapat menjatuhkan putusan verstek yang
memuat diktum: Menolak guhatan penggugat. Sekiranya penggugat keberatanterhadap
putusan itu, ia dapat mengajukan banding berdasarkan Pasal 8 ayat (1)Undang-Undang
No. 20 Tahun 1947.
Penolakan gugatan merupakan putusan yang bersifat positif sehingga apabila
putusanberkekuatan hukum tetap, pada putusan melekat ne bis en idem berdasarkan
Pasal1917 KUHPerdata.

Syarat Putusan verstek

Dalam hal ini yang akan di bahas adalah acra verstek terhadap tergugat, perihal
syaratsahnya penerapan acara verstek kepada tergugat, merujuk kepada ketentuan Pasal 125
ayat(1) HIR atau Pasal 78 Rv.

Dari pasal-pasal tersebut dapat dikemukakan syarat-syarat sebagai berikut ;

1) Tergugat Telah Dipanggil dengan Sah dan Patut


 Yang melaksanakan panggilan juru sita (Pasal 338 jo. Pasal 390 ayat (1)
HIR.Apabila diluar dari yuridiksi relatif yang dimilikinya maka pemanggilan
akanberdasarkan pasal 5 Rv.
 Bentuknya dengan surat panggilan (Pasal 390 ayat 1, Pasal 2 ayat 3 Rv)
Panggilandilakukan dalam bentuk:
- Surat tertulis yang disebut surat panggilan atau relaas Panggilan (bericht, report)
- Panggilan tidak sah dalam bentuk lisan (oral) karena secara teknis yustisial,
sangatsulit atau tidak dapat dibuktikan kebenarannya sehingga dapat
merugikankepentingan tergugat.
 Cara pemanggilan yang sah (Pasal 390 ayat (1) dan (3) atau Pasal 6 ke-7 Rvd.
 Jarak waktu pemanggilan dengan hari sidang, agar panggilan sah dan patut,
harusberpedoman kepada Pasal 122 HIR atau Pasal 10Rv.
- Dalam keadaan normal, digantungkan pada faktor jarak tempat kediaman
tergugatdengan gedung PN:
 8 (delapan) hari, apabila jaraknya tidak jauh,
 14 (empat belas) hari, apabila jaraknya agak jauh, dan
 20 (dua puluh) hari apabila jaraknya jauh.
- Dalam keadan mendesak, menurut Pasal 122 HIR, dalam keadaan mendesak
jarak waktunya dapat dipersingkat, tetapi tidak boleh kurang dari 3 (tiga) hari.

2) Tidak Hadir Tanpa Alasan yang sah


Tergugat tidak datang menghadiri panggilan sidang tanpa alasan yang sah
(defaultwithout reason). Syarat ini ditegaskan dalam Pasal 125 ayat(1) HIR:
 Tergugat tidak datang pada hari perkara itu diperiksa, atau
 Tidak menyuruh orang lain sebagai kuasa yang bertindak mewakilinya,
 Padahal tergugat telah dipanggil dengan patut, tetapi tidak menghiraukan
danmenaati penggilan tanpa alasan yang sah,
 Dalam kasus seperti itu, hakim dapat dan berwenag menjatuhkan ptusuan
verstek,yaitu putusan diluar hadir tergugat.

Penerapan alasan yang sah Pasal 125 ayat (1), tidak mengatur tentang hal ini. Akantetapi,
bertitik tolak dari pendekatan kepatutan dihubungkan dengan prinsip. fair trial, tidak adil
menghukum tergugat dengan putusan verstek, apabila ketidak hadirannya disebabkanalasan
yang masuk akal (common sense) secara objektif.

Tidak dibenarkan menerapkan acara verstek karena ketidak hadiran terggat sebagaiberikut:

 Disebabkan tergugat ditugaskan oleh atasan bertugas di luar kota atau daerah
 Karena sakit yang dikuatkan dengan keterangan dokter
 Berada diluar negri didukung dengan surat keterangan dari pihak yangberkompeten
untuk itu
 Sedang menjalankan tugas yang di perintahkan atasan yang tidak dapatditinggalkan.

Yang berwenag menilai alasan tersebut apakah layak dan patut adalah kewenagan
darihakim, Penggugat dapat mengajukan putusan verstek kepada hakim, namun yang
tetapberwenang dalam mengabil putusan verstek tersebut adalah hakim.

Eksekusi Putusan Verstek

Dasar hukum mengenai eksekusi putusan verstek diatur dalam Pasal 128 HIR, joPasal
195 HIR. Putusan Verstek tidak dapat dieksekusi sebelum lewat tenggang 14 hari daritanggal
pemberi tahuan putusan, putusan verstek harus diberitahukan kepada tergugat.

Patokan tennggang waktu mengajukan verstek diatur dalam Pasal 129 ayat (2)
HIR,menurut ketentuan tersebut patokan tenggang waktu yang diterapkan sebagai landasan
umumadalah 14 hari dari tanggal pemberitahuan putusan verstek kepada penggugat.
Eksekusi terhadap putusan verstek baru dapat dijalankan apabila lewat tenggangwaktu
mangajukan verstek baru, dan selama tenggang masih berlaku, tergugat tidak mengajukan
perlawanan (verzet). Eksekusi baru dapat dijalankan apabila putusan tersebuttelah memperoleh
kekuatan hukum yang tetap, Pasal 128 ayat (1) HIR.

Dapat di eksekusi sebelum lewat 14 hari atas alasan sangat perlu dapat
dilaksanakaneksekusi putusan verstek, meskipun tenggang waktu mengajukan perlawanan
belum lewat,pengecualian tersebut diatur dalam Pasal 128 ayat (2) HIR. Ketentua Pasal 180 HIR
yangmemberi wewenang kepada ketua Pengadilan Negri melaksanakan putusan lebih dahulu
(vitvoerbaar bij voorraad) meskipun tergugat mengajukan perlawanan atau banding.

Terdapat keadaan yang sangat perlu syarat ini disebut dengan tegas dalam Pasal 128ayat
(2) HIR dengan mempergunakan keadaan yang sangat perlu. Aada perintah daripenggugat agar
putusan verstek dilaksanakan terlebih dahulu meskipun belum lewat 14 haridari tanggal
pemberitahuan. Permohonan harus dibarengi dengan alsan-alasan yang benar-benar memenuhi
katagori. Dari syarat-syarat diatas yang dianggap sah dan memenuhi syarat putusan verstek yang
bersifat kumulatif bukan alternative.

Perdamaian Menurut Hukum Acara Perdata


Pasal 1851 KUH Perdata: “Perdamaian adalah suatu persetujuan dengan mana kedua
belah pihak dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang, mengakhiri
suatu perkara yang sedang bergantung ataupun mencegah timbulnya suatu perkara.
Persetujuan ini tidaklah sah, melainkan jika dibuat secara tertulis”.
Pasal 130 HIR / Pasal 154 R .Bg;

(1) Apabila pada hari yang telah ditentukan kedua belah pihak hadir dalam
persidangan, maka pengadilan dengan perantara ketua sidang berusaha
mendamaikan kedua belah pihak yang berperkara”.

(2) jika perdamaian tercapai pada waktu persidangan dilaksanakan maka dibuat suatu
akta perdamaian yang mana kedua belah pihak dihukum untuk melaksanakan
perjanjian perdamaian itu. Akta perdamaian ini mengikat para pihak yang
membuatnya dan dijalankan sebagai putusan biasa”.
mekanisme dan teknik usaha perdamaian tersebut diserahkan kepada hakim yang
bersangkutan, maka berhasil atau tidaknya usaha perdamaian tersebut dengan sendirinya
akan tergantung pada usaha maksimal dari hakim yang bersangkutan. Hakim yang
menyidangkan perkara itu harus berusaha semaksimal mungkin agar para pihak mau
berdamai dan mengakhiri sengketa yang sedang berlangsung. Tidaklah cukup bila hakim
yang menyediakan perkara itu hanya sekedar menanyakan kesediaan berdamai kepada
masing-masing pihak. Bila hakim tersebut aktif memberikan motivasi kepada para pihak
yang berperkara, maka besar kemungkinan usaha perdamaian itu akan berhasil mencapai
kesepakatan. Jika damai berhasil dilaksanakan maka dibuat akte damai yang selanjutnya
bila para pihak memerlukannya dapat ditetapkan sebagai putusan perdamaian yang
mengikat para pihak seperti putusan yang telah inkrah.

Penerapan Lembaga Damai Dalam Proses Perkara di Pengadilan

Pada persidangan perkara perdata yang telah ditetapkan kedua belah pihak hadir,

maka hakim harus berusaha mendamaikan mereka (Ps. 130 HIR, 154 Rbg).13 Salah
satu hasil Rakernas Mahkamah Agung RI di Yogyakarta pada tanggal 24 s/d 27
September 2001 adalah pemberdayaan Pengadilan Tingkat Pertama dalam menerapkan
upaya perdamaian (lembaga dading sebagaimana ditentukan dalam Pasal 130 HIR/154
Rbg dan pasal-pasal lainnya dalam hukum acara yang berlaku di Indonesia, khususnya
Pasal 132 HIR/156 R.Bg. Sehubungan dengan hal tersebut di atas guna mencapai
pembatasan Kasasi secara substansial dan prosedural. Mahkamah Agung RI telah
memberi petunjuk kepada semua hakim melalui Surat Edaran Mahkamah Agung No. 1
Tahun 2002.

Kiat-kiat yang harus dilaksanakan oleh seorang hakim yang bertindak sebagai

mediator atau fasilitator sebagai berikut:15 Pertama, mediator harus netral, hakim
harus berada ditenga-tengah para pihak yang bersengketa, tidak boleh memihak dan
tidak boleh mempunyai kepentingan apapun di dalamnya; Kedua, mengisolasi proses
mediasi, tidak boleh terpengaruh dari kondisi internal maupun eksternal; Ketiga,
mediator atau fasilisator tidak berperan sebagai hakim, ia bukan hakim yang menentukan
siapa yang salah dan benar, juga bukan bertindak dan berperan sebagai penasehat hukum,
tidak pula berperan sebagai penasehat atau pengobat, mediator hanya berperan sebagai
penolong

Anda mungkin juga menyukai