Anda di halaman 1dari 12

PORTOPOLIO

TEORI-TEORI PERKEMBANGAN ANAK


Mata Kuliah Keperawatan Anak

Disusun Oleh :

Nama : 1. KAVITA YULIANI (202002030048)


2. HILDA AZ-ZAHRA GADHAFI (202002030060)
Kelas :B
Semester :4

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN
PEKALONGAN
TAHUN 2022
TEORI-TEORI PERKEMBANGAN ANAK

1. PERKEMBANGAN KOGNITIF MENURUT PIAGET


a. Pengetian
Teori perkembangan kognitif versi Jean Piaget merupakan teori konstruktivis
kognitif yang menjelaskan, bahwa anak akan terus berinteraksi dengan lingkungan
sekitarnya. Hasil dari interaksi anak tersebut, akan menghasilkan suatu hal yang
bernama skema atau skemata atau disebut pula sebagai schemal.
Skemata atau skema berarti, jenis-jenis pengetahuan memiliki fungsi untuk
membantu seorang individu melakukan interperasi serta memhami lingkungan
sekitarnya. Sifat utama dari skema ialah bahwa skema akan terus bermodifikasi,
bergerak, dinamis, berkelanjutan atau tidak dapat berhenti di satu titik saja.
Agar skema mampu terus bergerak sesuai dengan sifat yang dimiliki, maka
skema pun dibantu dengan dua proses penting bernama asimilasi serta akomodasi.
Asimilasi ialah aktivitas untuk mendapatkan sebuah informasi baru agar nantinya
informasi tersebut, dimasukan ke dalam skema yang ada. Sedangkan, akomodasi
ialah proses yang terjadi ketika pengetahuan baru masuk ke dalam skema lalu
diubah menjadi skema dalam bentuk yang baru.
Dalam teori perkembangan kognitif anak versi Jean Piaget, anak usia dini akan
terpengaruh oleh aktivitas yang berkelanjutan dengan skema, asimilasi serta
akomodasi secara terus menerus, hingga akhirnya terbentukalah keseimbangan
yang baru atau equilibrium berkali-kali.
Teori perkembangan kognitif Jean Piaget menjelaskan bahwa kemampuan dari
kognitif anak dapat berkembang secara bertahap pada rentang waktu yang
berbeda-beda, termasuk perkembangan dalam mengamati ilmu pengetahuan.
Apabila seorang anak dipaksa untuk memiliki kemampuan yang tidak tepat
dan tidak sesuai dengan waktu perkembangannya, maka akan menyebabkan
gangguan pada periode emas anak.
Teori dari Jean Piaget ini disebut pula dengan teori genetic epistemology,
karena teorinya menjelaskan mengenai perkembangan kemampuan intelektual
anak dalam masa pertumbuhan.
b. Tahapan Perkembangan Kognitif Anak dalam Teori Piaget
 Tahap Sensorimotor (Usia 18 - 24 bulan)
Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga
dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk
melalui diferensiasi refleks bawaan tersebut. Periode sensorimotor adalah
periode pertama dari empat periode. Piaget berpendapat bahwa tahapan ini
menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial penting
dalam enam sub-tahapan:

1. Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam


minggu dan berhubungan terutama dengan refleks.
2. Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu
sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan
munculnya kebiasaan-kebiasaan.
3. Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia
empat sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan
koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.
4. Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari
usia sembilan sampai duabelas bulan, saat berkembangnya
kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen
walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda
(permanensi objek).
5. Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua
belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama
dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan.
6. Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama
dengan tahapan awal kreativitas.

 Tahap Praoperasional (Usia 2 - 7 Tahun)


Tahap ini dimulai sekitar 2 tahun dan berlangsung hingga kira-kira 7
tahun. Selama periode ini, anak berpikir pada tingkat simbolik tapi belum
menggunakan operasi kognitif. Artinya, anak tidak bisa menggunakan
logika atau mengubah, menggabungkan, atau memisahkan ide atau
pikiran.
Perkembangan anak terdiri dari membangun pengalaman tentang dunia
melalui adaptasi dan bekerja menuju tahap (konkret) ketika ia bisa
menggunakan pemikiran logis. Selama akhir tahap ini, anak secara mental
bisa merepresentasikan peristiwa dan objek (fungsi semiotik atau tanda),
dan terlibat dalam permainan simbolik.

 Tahapan Operasional Konkrit (Terjadi pada usia 7 – 11 tahun)


Tahapan ketiga dalam perkembangan kognitif muncul pada rentang
usia 7 hingga 11 tahun. Ada ciri pada tahapan ketiga ini, yaitu penggunaan
logika yang memadai. Kemudian pada tahapan ketiga pula, ada beberapa
sub penting lainnya. Berikut penjelasannya.
1. Pengurutan, sub tahapan ini ialah kemampuan untuk mampu
mengurutkan objek sesuai dengan bentuk, ukuran serta ciri
lainnya.
2. Klasifikasi, ialah kemampuan anak untuk memberikan nama serta
mengidentifikasi serangkaian benda sesuai dengan ukuran,
tampilan serta karakteristik lain. Termasuk dalam gagasan bahwa
serangkaian benda dapat menyertakan benda lain dalam rangkaian
identifikasi tersebut. Pada sub tahapan ini, anak tidak lagi
memiliki keterbatasan logika animisme.
3. Decentering, pada sub tahapan ini, anak mulai
mempertimbangkan aspek-aspek dari permasalahan hingga
mampu memecahkannya.
4. Reversibility, merupakan sub tahapan di mana anak akan mulai
paham bahwa jumlah atau benda dapat diubah, lalu dikembalikan
lagi pada keadaan awalnya.
5. Konservasi, ialah sub tahapan di mana anak mulai memahami
bahwa panjang, kuantitas serta jumlah benda tidak berhubungan
dengan tampilan maupun pengaturan dari suatu objek atau benda
tertentu.
6. Penghilangan sifat egosentris, anak akan mampu melihat suatu hal
dari sudut pandang orang lain dan tidak lagi memiliki sifat
egosentris.
 Tahapan Operasional Formal (Terjadi pada usia 11 tahun hingga anak
dewasa)
Tahapan terakhir perkembangan kognitif ialah tahapan operasional
formal yang dialami oleh oleh anak usia 11 tahun hingga ia dewasa. Ciri
khasa dari tahapan keempat ini ialah anak mampu berpikir secara abstrak
serta mampu menalar lebih logis. Anak juga memiliki kemampuan untuk
menrik kesimpulan dari informasi yang ia dapatkan.
Dalam tahapan yang terakhir ini, anak mampu memahami beragam hal
seperti bukti logis, cinta serta nilai. Anak tidak akan melihat segala
sesuatunya hanya dalam bentuk putih atau hitam, tetapi ada warna-warna
lain dari informasi yang telah ia dapatkan.
Apabila dilihat dari faktor biologisnya, tahapan terakhir ini akan
muncul ketika pubertas dan menandai masuknya seseorang ke dunia
dewasa baik secara penalaran moral, kognitif, fisiologis, perkembangan
psikoseksual serta perkembangan sosial.

c. Keempat tahapan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:


 Walau tahapan-tahapan itu bisa dicapai dalam usia bervariasi tetapi
urutannya selalu sama. Tidak ada ada tahapan yang diloncati dan tidak ada
urutan yang mundur.
 Universal (tidak terkait budaya).
 Bisa digeneralisasi: representasi dan logika dari operasi yang ada dalam
diri seseorang berlaku juga pada semua konsep dan isi pengetahuan.
 Tahapan-tahapan tersebut berupa keseluruhan yang terorganisasi secara
logis.
 Urutan tahapan bersifat hirarkis (setiap tahapan mencakup elemen-elemen
dari tahapan sebelumnya, tapi lebih terdiferensiasi dan terintegrasi).
 Tahapan merepresentasikan perbedaan secara kualitatif dalam model
berpikir, bukan hanya perbedaan kuantitatif.
2. PERKEMBANGAN PSIKOSEKSUAL MENURUT SIGMUD FREUD
A. Pengertian
Teori perkembangan psikoseksual Sigmud Freud adalah salah satu teori yang
paling terkenal, akan tetapi juga salah satu teori yang paling kontroversial. Freud
percaya kepribadian yang berkembang melalui serangkaian tahapan masa kanak-
kanak di mana mencari kesenangan-energi dari id menjadi fokus pada area sensitif
seksual tertentu. Energi psikoseksual, atau libido , digambarkan sebagai kekuatan
pendorong di belakang perilaku.
Menurut Sigmund Freud, kepribadian sebagian besar dibentuk oleh usia lima
tahun. Awal perkembangan berpengaruh besar dalam pembentukan kepribadian
dan terus mempengaruhi perilaku di kemudian hari.
Jika tahap-tahap psikoseksual selesai dengan sukses, hasilnya adalah
kepribadian yang sehat. Jika masalah tertentu tidak diselesaikan pada tahap yang
tepat, fiksasi dapat terjadi. fiksasi adalah fokus yang gigih pada tahap awal
psikoseksual. Sampai konflik ini diselesaikan, individu akan tetap “terjebak”
dalam tahap ini. Misalnya, seseorang yang terpaku pada tahap oral mungkin
terlalu bergantung pada orang lain dan dapat mencari rangsangan oral melalui
merokok, minum, atau makan.

B. Tahapan teori psikoseksual Sigmud Freud


 Tahap Oral (0-1 tahun)
Pada tahap ini, bayi mendapatkan kesenangan dari mulutnya. Selain
menyusui, bayi akan memainkan mulutnya dengan jari misalnya, dan terus
mengeksplor bagian tersebut dengan memasukkan segala jenis benda ke
mulutnya.
Menurut Freud, selama tahap pertama perkembangan ini, libido
manusia terletak di mulutnya. Artinya mulut adalah sumber utama
kesenangan. “Tahap ini terkait dengan menyusui, menggigit, mengisap,
dan menjelajahi dunia dengan memasukkan sesuatu ke dalam mulut,” kata
Dr Dana.
Mengunyah permen karet berlebihan, menggigit kuku, dan mengisap
jempol bisa jadi berawal dari terlalu sedikit atau terlalu banyak kepuasan
oral anak pada tahapan ini. “Makan berlebihan dan merokok juga berakar
pada perkembangan yang buruk dari tahap pertama ini,” tambahnya.
 Tahap Anal (2-3 tahun)
Pada tahap anal, Freud percaya bahwa fokus utama dari libido adalah
pada pengendalian kandung kemih dan buang air besar. Konflik utama
pada tahap ini adalah pelatihan toilet anak harus belajar untuk
mengendalikan kebutuhan tubuhnya. Mengembangkan kontrol ini
menyebabkan rasa prestasi dan kemandirian.
Menurut Sigmund Freud, keberhasilan pada tahap ini tergantung pada
cara di mana orang tua pendekatan pelatihan toilet. Orang tua yang
memanfaatkan pujian dan penghargaan untuk menggunakan toilet pada
saat yang tepat mendorong hasil positif dan membantu anak-anak merasa
mampu dan produktif. Freud percaya bahwa pengalaman positif selama
tahap ini menjabat sebagai dasar orang untuk menjadi orang dewasa yang
kompeten, produktif dan kreatif.
Namun, tidak semua orang tua memberikan dukungan dan dorongan
bahwa anak-anak perlukan selama tahap ini. Beberapa orang tua ‘bukan
menghukum, mengejek atau malu seorang anak untuk kecelakaan.
Menurut Freud, respon orangtua tidak sesuai dapat mengakibatkan hasil
negatif. Jika orangtua mengambil pendekatan yang terlalu longgar, Freud
menyarankan bahwa-yg mengusir kepribadian dubur dapat berkembang di
mana individu memiliki, boros atau merusak kepribadian berantakan. Jika
orang tua terlalu ketat atau mulai toilet training terlalu dini, Freud percaya
bahwa kepribadian kuat-analberkembang di mana individu tersebut ketat,
tertib, kaku dan obsesif.

 Tahap Phalic (3 - 5 tahun)


Pada tahap phallic , fokus utama dari libido adalah pada alat kelamin.
Anak-anak juga menemukan perbedaan antara pria dan wanita. Freud juga
percaya bahwa anak laki-laki mulai melihat ayah mereka sebagai saingan
untuk ibu kasih sayang itu. Kompleks Oedipus menggambarkan perasaan
ini ingin memiliki ibu dan keinginan untuk menggantikan ayah. Namun,
anak juga kekhawatiran bahwa ia akan dihukum oleh ayah untuk perasaan
ini, takut Freud disebut pengebirian kecemasan.
Istilah Electra kompleks telah digunakan untuk menggambarkan satu
set sama perasaan yang dialami oleh gadis-gadis muda. Freud,
bagaimanapun, percaya bahwa gadis-gadis bukan iri pengalaman penis.
Akhirnya, anak menyadari mulai mengidentifikasi dengan induk yang
sama seks sebagai alat vicariously memiliki orang tua lainnya. Untuk anak
perempuan, Namun, Freud percaya bahwa penis iri tidak pernah
sepenuhnya terselesaikan dan bahwa semua wanita tetap agak terpaku
pada tahap ini. Psikolog seperti Karen Horney sengketa teori ini,
menyebutnya baik tidak akurat dan merendahkan perempuan. Sebaliknya,
Horney mengusulkan bahwa laki-laki mengalami perasaan rendah diri
karena mereka tidak bisa melahirkan anak-anak.

 Tahap Latent (6 - 12 tahun)


Periode laten adalah saat eksplorasi di mana energi seksual tetap ada,
tetapi diarahkan ke daerah lain seperti pengejaran intelektual dan interaksi
sosial. Tahap ini sangat penting dalam pengembangan keterampilan sosial
dan komunikasi dan kepercayaan diri.
Freud menggambarkan fase latens sebagai salah satu yang relatif stabil.
Tidak ada organisasi baru seksualitas berkembang, dan dia tidak
membayar banyak perhatian untuk itu. Untuk alasan ini, fase ini tidak
selalu disebutkan dalam deskripsi teori sebagai salah satu tahap, tetapi
sebagai suatu periode terpisah.

 Tahap Genital (12 tahun ke atas)


Pada tahap akhir perkembangan psikoseksual, individu mengembangkan
minat seksual yang kuat pada lawan jenis. Dimana dalam tahap-tahap awal
fokus hanya pada kebutuhan individu, kepentingan kesejahteraan orang
lain tumbuh selama tahap ini. Jika tahap lainnya telah selesai dengan
sukses, individu sekarang harus seimbang, hangat dan peduli. Tujuan dari
tahap ini adalah untuk menetapkan keseimbangan antara berbagai bidang
kehidupan.
3. PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL MENURUT ERIKSON
A. Pengertian
Teori dari Erikson tentang perkembangan manusia dikenal dengan istilah
perkembangan psikososial. Teori psikososial Erikson ini merupakan salah satu teori
terbaik mengenai kepribadian yang ada dalam psikologi. Seperti Sigmund Freud,
Erikson juga mempercayai bahwa kepribadian seseorang akan berkembang melalui
beberapa tingkatan tertentu
Salah satu elemen yang penting dari tingkatan psikososial Erikson adalah
perkembangan mengenai persamaan ego, suatu perasaan sadar yang kita kembangkan
melalui proses interaksi sosial. Perkembangan ego akan selalu berubah berdasarkan
pengalaman dan informasi baru yang didapatkan seseorang sebagai hasil dari
interaksinya dengan orang lain. Ego yang sempurna menurut Erikson adalah yang
mengandung tiga aspek utama yaitu:
1. Faktualitas – Yaitu kumpuan fakta dan data yang dapat diverifikasi dengan
metode kerja yang digunakan, sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan
2. Universalitas – Berkaitan dengan kesadaran akan kenyataan atau sense of
reality, menggabungkan hal yang praktis dan konkrit dengan pandangan
mengenai seluruh semesta
3. Aktualitas – Yaitu suatu cara untuk memperkuat hubungan dengan orang
lain agar mencapai tujuan bersama. Erikson juga mempercayai bahwa
kemampuan untuk memotivasi sikap dan perbuatan seseorang dapat memicu
suatu perkembangan menjadi positif, hal inilah yang kemudian mendasari
penyebutan teorinya sebagai Teori Perkembangan Psikososial

Dasar dari teori Erikson adalah sebuah konsep yang mempunyai tingkatan.
Ada delapan tingkatan yang menjadi bagian dari teori psikososial Erikson, yang akan
dilalui oleh manusia. Setiap manusia dapat naik ke tingkat berikutnya walaupun tidak
sepenuhnya tuntas mengalami perkembangan pada tingkat sebelumnya. Setiap
tingkatan dalam teori Erikson berhubungan dengan semua bidang kehidupan yang
artinya jika setiap tingkatan itu tertangani dengan baik oleh manusia, maka individu
tersebut akan merasa pandai. Sebaliknya jika tingkatan – tingkatan tersebut tidak
tertangani dengan baik, akan muncul perasaan tidak selaras pada orang tersebut.
Erikson percaya bahwa dalam setiap tingkat, seseorang akan mengalami konflik atau
krisis yang akan menjadi titik balik dalam setiap perkembangannya. Menurut
pendapatnya, konflik – konflik ini berpusat pada perkembangan kualitas psikologi
atau kegagalan dalam pengembangan kualitas tersebut. Selama masa ini, potensi
pertumbuhan pribadi meningkat sejalan dengan potensi kegagalannya pula.

B. Tahapan Perkembangan Erikson

1. Fase Bayi (0-18 bulan)


Krisis atau konflik utama yang dialami pada fase ini adalah rasa
Percaya vs Curiga, dimana pada tahap ini berperan besar dalam menentukan
apakah dia akan mudah percaya atau curiga kepada orang lain. Orang yang
paling berperan penting pada fase ini adalah ibu atau orang lain yang berperan
sebagai ibu.
Aktivitas utama yang dilakukan pada fase ini adalah ketergantungan
pada ibu dan mengekspresikan rasa frustasinya. Selain itu pada fase ini, bayi
tersebut seringkali merasa takut pada lingkungan sekitar terutama yang tidak
dikenalnya dengan baik.
2. Fase Kanak-kanak )18 bulan – 3 tahun)
Krisis utama yang dialami pada fase ini adalah Otonom vs Malu-malu,
dimana fase ini banyak menentukan rasa percaya diri dari sang anak saat
beranjak dewasa nanti. Pada fase ini, sosok yang paling berperan penting
adalah kedua orangtua atau sosok yang dianggap orang tua.
Aktivitas utama yang dilakukan pada fase ini adala bicara, berjalan,
harapan yang menonjol, dan mulai belajar untuk menunda kesenangan. Pada
fase ini, anak-anak cenderung stres apabila berpisah dengan sosok ibu.
3. Fase Awal Anak Kecil (3-5 tahun)
Pada fase ini seluruh anggota di keluarga sang anak sangat berperan
besar dengan pertumbuhan sang anak. Krisis emosi yang paling dirasakan
pada fase ini adalah Inisiatif vs Rasa bersalah, disinilah sang anak belajar
banyak mengenai apa yang boleh dan tidak boleh serta mencoba untuk
mengerjakan segala sesuatu sendiri.
Aktivitas atau perilaku utama yang menonjol pada fase ini adalah
bertambahnya kosakata yang dikuasai dan mulai melakukan interaksi dengan
kelompok sebaya. Namun, pada fase ini anak-anak cenderung merasa bersalah
dan minder yang diekpresikan dengan menjauhi kelompok atau menangis.
4. Fase Anak Kecil (5-13 tahun)
Pada fase ini, krisis utama yang dialami adalah rasa Percaya diri vs
Rendah Diri terutama ketika berada dalam kelompok sebaya. Hal ini juga
didasari oleh fakta bahwa pihak yang sangat berperan adalah sekolah dan
tetangga, dimana komunitas anak tersebut sudah meluas dan tidak terbatas
pada anggota keluarga lagi.
Pada fase ini sang anak cenderung lebih aktif secara fisik dan lebih
kompetitif sehingga mereka lebih menyukai aktifitas yang bersifat kompetitif
seperti olahraga, game, dll. Namun, perlu berhati-hati karena pada fase ini
sang anak akan sangat aktif dan sangat marah jika ada pembatasan. Disini
orang tua harus bijak dalam mengatur aktifitas sang anak.
5. Fase Remaja (13-21 tahun)
Fase ini adalah fase paling banyak menghabiskan tenaga bagi orang tua
karena pada saat ini krisis utama yang dihadapi adalah Identitas vs Kekacauan
Peran, dimana mereka sedang berusaha mencari jati diri dan memiliki emosi
yang tidak stabil. Sosok yang berperan pada fase ini adalah kelompok dan
model kepemimpinan, sehingga di fase ini sang anak akan mudah terbawa
emosi kelompok dan nekat melakukan aksi berbahaya atas nama kelompok.
Pada fase ini juga sang anak memiliki hasrat seksual yang lebih aktif
sehingga patut diberikan pengertian yang baik mengenai hubungan seksual.
Selain itu, keinginan untuk mencari identitas dan menjadi sosok yang berguna
membuat mereka marah jika harus tergantung pada orang lain.
6. Fase Dewasa (21-40 tahun)
Setelah melewati fase remaja, kini sang anak telah menjadi dewasa dan
memiliki emosi yang lebih stabil. Namun, pada fase ini tetaplah ada krisis
yang dialami yaitu Keintiman vs Isolasi dimana pada fase ini orang tersebut
sedang berusaha mencari pasangan atau justru menjauhkan dirinya dari
berbagai macam hubungan, semuanya tergantung dari berbagai pengalaman
yang dialaminya.
Oleh karena itu, sosok yang sangat berperan pada fase ini adalah
pasangan lawan jenis dimana stres utama yang dialami pada fase ini biasanya
berhubungan dengan lawan jenisnya seperti takut jika bercerai/putus. Tidak
hanya mencari pasangan, di fase ini orang tersebut juga sibuk membangun
karir dan mencapai tujuan hidup.
7. Fase Paruh Baya (40-60 tahun)
Setelah mengalami berbagai macam hal dan masalah, di fase ini
seseorang memiliki krisis utama Peduli dan Pemandu Keturunan vs Stagnansi
dimana orang tersebut cenderung suka berbagi pengalaman dan ilmu, serta
ingin meninggalkan suatu warisan. Namun demikian adanya kemungkinan
seseorang justru merasa tidak berguna karena pernah mengalami kegagalan
besar di hidupnya.
Pada fase ini keluarga kembali memiliki peran yang penting dalam
hidupnya, selain itu institusi atau pekerjaan tempat dia bernaung juga berperan
besar. Hal utama yang dilakukan pada fase ini umumnya adalah sibuk
membuat ide untuk generasi masa depan dan mencapai tujuan hidupnya.
Sedangkan, hal yang dapat membuatnya sangat stres adalah adanya interupsi
pada pekerjaannya dan perpisahan keluarga.
8. Fase Lansia (>60 tahun)
Akhirnya tibalah kita pada fase akhir kehidupan manusia yaitu fase
lansia dimana krisis utama yang dialami pada fase ini adalah Integritas vs
Putus Asa. Rasa integritas cenderung muncul karena adanya rasa tanggung
jawab yang besar akan peran yang didapatnya selama masa muda sedangkan
seringkali rasa putus asa ini muncul karena perasaan kecewa atas ketidak
berhasilan yang pernah dialaminya.
Pada fase ini, sosok yang berpengaruh adalah siapapun yang dapat
membuat dirinya merasa berguna. Oleh karena itu, untuk kamu yang memiliki
lansia di rumahnya usahakanlah untuk selalu mengucapkan "terima kasih"
untuk segala bantuan yang diberikannya meski sekecil apapun. Karena ucapan
terima kasih tersebut membuat seseorang merasa dirinya berguna.
Pada fase lansia ini, aktivitas utama yang paling disenanginya adalah
berbagi pengalaman sehingga mereka akan sangat senang jika ada teman
bicara. Sedangkan hal yang paling membuatnya stres adalah perasaan tidak
berguna lagi oleh orang-orang di sekelilingnya.

Anda mungkin juga menyukai