Anda di halaman 1dari 47

FORMULASI DAN UJI AKTIVITAS SEDIAAN GEL

EKSTRAK ETANOL DAUN TEH HIJAU (Camellia sinensis L.)


SEBAGAI PENGHAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI
Propionibacterium acnes

PROPOSAL SKRIPSI

Disusun Oleh:

Nama : Asnawi
NIM : 620190157

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS SAINS, FARMASI DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MATHLA’UL ANWAR
BANTEN
2021
LEMBAR PENGESAHAN

FORMULASI DAN UJI AKTIVITAS SEDIAAN GEL EKSTRAK ETANOL


DAUN TEH HIJAU (Camellia sinensis L.) SEBAGAI PENGHAMBAT
PERTUMBUHAN BAKTERI Propionibacterium acnes

Dipersiapkan dan disusun oleh:


Nama : Asnawi
NIM : 620190157

Setelah membaca naskah proposal skripsi ini dengan seksama, menurut


pertimbangan kami, telah memenuhi persyaratan ilmiah sebagai suatu proposal
skripsi dan layak untuk diseminarkan.

Pandeglang, ……………..……….2021

Panitia Seminar

Pembimbing Utama Penguji I

Cory Novi, S.Si., M.Sc, _________________________


………………………….

Pembimbing Pendamping Penguji II

apt. Sumarlin US. S.Far


……………………….. _________________________

Mengetahui,

Ketua Program Studi Farmasi

apt. Dimas Danang I, S.Farm., M. Farm.


LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Setelah membaca naskah proposal penelitian ini dengan seksama, menurut


pertimbangan kami, telah memenuhi persyaratan ilmiah sebagai suatu proposal
skripsi dan layak untuk diseminarkan.

Pandeglang,…………………………….2021

Mengetahui dan menyetujui :

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Cory Novi, S.Si., M.Sc, apt. Sumarlin US. S.Far


NIDN.0407038603 NIDN.
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum. Wr. Wb

Alhamdulilahi Robil ‘ Alamin, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat

Allah Swt. Karena hanya engan rahman dan rahim serta hidayah-Nya, sehingga

penulisan proposal dengan judul “Formulasi Sediaan Gel Ekstrak Etanol Daun

Teh Hijau (Camellia sinensis L.)“ Sebagai Penghambat Pertumbuhan

Propionibacterium Acnes” dapat diselesaikan tepat pada waktunya, walaupun

masih secara sederhana. Sholawat serta salam teruntuk yang terkasih yakni Nabi

besar Muhammad Saw, beserta keluarga dan sahabatnya yang telah

menyampaikan dan menjelaskan hukum-hukum Al-Qur’an sehingga dari

merekalah penulis tahu tentang “kebenaran”.

Penulisan proposal ini dipersiapkan dan disusun untuk melengkapi syarat-

syarat guna menyelesaikan setudy di Universitas Mathla'ul Anwar, program S1

Farmasi . Disamping itu, penulisan peroposal ini, juga merupakan salah satu

indikator dalam mengukur peningkatan dan kemampuan karya mahasiswa.

Penulis sadari sepenuhnya bahwa penulisan proposal ini tidak lepas dari bantuan

berbagai pihak, sesuai dengan pepetah menyatakan “Orang yang berhenti

berterima kasih berarti telah tertidur dari kehidupanya”, oleh karena itu terima

kasih setidaknya bisa menjadi bukti betapa kehidupan bisa dihargai sesederhana

apapun. Meskipun ucapan terimakasih tidak sanggup membalasnya, namun hal ini

dengan segala kerendahan dan ketulusan hati penulis haturkan ucapan terima

kasih yang sedalam-dalamnya kepada:


1. Lambang Satria Himmawan, S.KM., M.KM, selaku Dekan Fakultas Sains,
Farmasi dan Kesehatan Universitas Mathla’ul Anwar (FSFK-UNMA)
Banten.
2. apt. Dimas Danang Indriatmoko, M.Farm, selaku Ketua Program Studi
Farmasi Fakultas Sains, Farmasi dan Kesehatan Universitas Mathla’ul
Anwar (FSFK-UNMA) Banten.
3. Cory Novi, S.Si., M.Sc, selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah
tmembimbing penulis yang penuh perhatian dan sabar membimbing.
4. apt. Sumarlin US. S.Far, selaku Dosen Pembimbing Pendamping yang telah
tmembimbing penulis yang penuh perhatian dan sabar membimbing.

5. Staf dan dosen Fakultas Sains, Farmasi dan Kesehatan Universitas


Mathla’ul Anwar (FSFK-UNMA) Banten
6. Keluarga terkasih yang selalu dengan ikhlas dan setia memberikan semangat
dan dukungan, baik secara moril maupun materil dan juga untaian do’a yang
selalu di panjatkan dalam setiap langkah yang penulis lakukan.
Akhir kata penulis menyadari bahwa penyusunan proposal skripsi ini
masih banyak kekurangan, kesalahan dan sangat jauh dari sempurna.
Semoga proposal skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis pada
khususnya dan pembaca pada umumnya.

Pandeglang…………2022

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia adalah negeri yang kaya akan keanekaragaman hayati salah

satunya adalah tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat. Ada banyak spesies

yang bisa kita manfaatkan untuk menunjang kehidupan kita, baik sebagai

bahan makanan ataupun sebagai bahan pengobatan. Pemanfaatan tanaman

sebagai bahan obat akhir-akhir ini semakin popular dimasyarakat. Semakin

mahalnya harga obat-obatan membuat masyarakat mencari alternatif lain

untuk pengobatan.

Salah satu tanaman yang memiliki potensi sebagai pengobatan

alamiah dalam mengatasi jerawat yaitu daun teh hijau (Camellia sinensis L).

Teh hijau telah lama bermanfaat dalam pengobatan tradisional antara lain

untuk pengobatan jerawat. Daun teh hijau (Camellia sinensis L) dilaporkan

memiliki senyawa aktif utama katekin yang berfungsi sebagai bakteri (Asri

dkk., 2020) Propionibacterium acnes adalah bakteri gram positif anaerob

yang memiliki bentuk sel batang, tidak membentuk spora dan dapat tumbuh

di udara. Bakteri ini mampu melakukan fermentasi glukosa sehingga

menghasilkan asam propionat dan setat dalam jumlah yang banyak

(Narulita, 2017).

Bentuk sediaan kosmetik yang sering digunakan adalah gel. Gel

adalah sediaan setengah padat yang jernih, tembus cahaya, dan mengandung
zat aktif, merupakan disperse koloid mempunyai kekuatan yang disebabkan

oleh jaringan yang saling berikatan pada fase terdispersi (Elmitra., 2017).

Berdasarkan penelitian Seno Aulia dkk (2015), didapatkan hasil

bahwa pengujian mikrobiologi dari ekstrak daun fraksi-fraksi dan daun teh

hijau terhadap P. acnes dan S. aerus menunjukkan bahwa fraksi etil asetat

memberikan hambatan paling besar dibandingkan dengan ekstrak air dan

fraksi air. Konsentrasi hambat minimum (KHM) dari fraksi etil asetat

terhadap aktivitas bakteri P. acnes adalah 2% dengan diameter hambat

14,15 mm sedangkan konsentrasi hambat minimum (KHM) dari fraksi etil

asetat terhadap aktivitas S. aerus adalah 2% dengan diameter hambat 14,84

mm. golongan senyawa atau metabolit sekunder dari ekstrak serta fraksi-

fraksi daun teh hijau yang diduga dapat menghambat aktivitas bakteri uji

yaitu flavonoid, polifenol, tanin, monoterpenoid-seskuiterpenoid dan

steroid-triterpenoid.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, diperlukan

penelitian lebih lanjut terhadap daun teh hijau. Dalam penelitian ini penulis

memformulasikannya menjadi sediaan gel, agar lebih mudah untuk

diaplikasikan. Oleh karena itu penulis mengambil judul “Formulasi dan

Uji Aktivitas Sediaan Gel Ekstrak Etanol Daun Teh Hijau (Camellia

sinensis L) Sebagai Penghambat Pertumbuhan Bakteri

Propionibacerium acnes”.
1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dari penelitian ini

adalah :

1. Apakah ekstrak daun teh hijau dapat diformulasikan menjadi sediaan gel?

2. Berapakah konsentrasi yang efektif dalam sediaan gel ekstrak etanol

daun teh hijau sebagai penghambat pertumbuhan bakteri

Propionibacterium acnes

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui apakah ekstrak daun teh hijau dapat diformulasikan

menjadi sediaan gel?

2. Untuk mengetahui konsentrasi yang efektif sediaan gel ekstrak etanol

daun teh hijau sebagai penghambat pertumbuhan bakteri

Propionibacterium acnes

1.4. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini, maka diharapkan dapat memberikan manfaat yang baik

bagi penulis, mahasiswa, perguruaan tinggi, dan masyarakat. Adapun

penelitian yang dilakukan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Bagi Penulis

Penulis dapat membuat sediaan gel dari ekstrak teh hijau sehingga dapat

membuat inovasi baru yang belum pernah dilakukan.


2. Bagi Institusi

Penelitian ini dapat menjadi referensi, bahan perbandingan penelitian

dan memberikan sumbangan pemikiran untuk konsentrasi Farmasi

jurusan Farmasi Fakultas Sains, Farmasi dan Kesehatan Universitas

Mathla’ul Anwar Banten.

3. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi

bahwa ekstrak daun teh hijau dapat digunakan sebagai gel serta

kedepannya diharapkan bisa dijadikan alternatif pemilihan gel dari

bahan alam.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Teh Hijau

Teh hijau sangat popular di Cina dan Jepang, teh ini sering disebut teh

yang tidak mengalami oksidasi. Bagi masyarakat Indonesia teh dikenal

sebagai jenis minuman paling menyegarkan yang popular, dapat dikonsumsi

baik dalam keadaan panas, dingin, tawar, atau ditambah rempah, gula pasir,

atau gula batu (Fg Winarno & Lisa, 2015). Sejarah dari teh hijau ini berasal

dari negara cina, yang telah menggunakan teh hijau sebagai pendukung

pengobatan sejak 4.000 tahun yang lalu. Dan saat ini para peneliti nutrisi

telah menemukan bahwa teh hijau (Camellia sinensis L,) memiliki manfaat

bagi kesehatan. Belakangan ini, bukti baru telah ditemukan dengan minum

teh secara rutin dapat menurukan kadar kolestrol,dan meyeimbangkan kadar

tersebut (Lany, 2015).

Aktifitas biologis yang paling penting dari daun teh hijau (Camellia

sinensis L,) sehingga memiliki aktifitas anti oksidan yang sangat kuat dari

daun teh hijau (Camellia sinensis L.) yang disebabkan oleh kandungan

senyawa. Katekin pada daun teh hijau (Camellia sinensis L.) dapat mengikat

peroksida radikal dalam tubuh dengan cara menekan cara reaksi berantai dan

mamapu memperlambat peroksidase lipid (Negah, 2020).


2.1.1. Klasifikasi Teh Hijau

Menurut Agrotek (2020), klasifikasi teh hijau adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae
Sub divisi : Angiospermae
Divisi : permatophytea
Class : Dicotyledone
Subkelas : Chorripettalae
Ordo : Crantroemiaceae
Famili : Tjeaccae
Genus : Cammellia
Species : Camellia sinensis

Gambar 2.1 Daun Teh Hijau (Camellia sinensis L.) (Dokumen pribadi, 2021)

2.1.2. Deskripsi

Tanaman teh hijau adalah salah satu tanaman perdu berdaun hijau

(evergreen shrub) yang bisa tumbuh dengan tinggi 6 sampai dengan 9m

diwilayah perkebunan. Perkebunan teh dipertahankan ketinggian hingga

1m dengan pemangkasaan secara berkala. Hal tersebut dilakukan untuk

mempermudah pemetikan daun agar didapatkan tunas-tunas daun teh yang

cukup banyak. Pada umumnya tanaman teh tumbuh didaerah yang

memiliki iklim tropis dengan ketinggian antara 200 s/d 2000 mdpl dengan

suhu cuaca 140 C sampai dengan 250 C.


1. Daun

tanaman teh berdaun tunggal yang tumbuh berselang-seling, pada cabang

yang tumbuh dari ketiak daun dibagian bawah tajuk helaian daun berbentuk

langset, tulang daun menyirip, dan ujungnya berbentuk runcing. Tepi daun

lancip pergerigi daun muda warnanya lebih terang dan memiliki ukuran

lebih besar dari pada daun tua yaitu sekitar 2,5 sampai 25 cm dan pucuk nya

lebih banyak rambutnya. Sedangkan daun tua berwarna hijau kelam dan

memiliki permukaan lebih licin dibanding daun muda.

2. Akar

Tanaman teh memiliki perakaran tunggang dan cabangnya hanya sedikit.

Tanaman teh juga mempunyai perakaran yang dangkal dan cukup peka

terhadap keadaan fisik tanah. Akar teh mempunyai kemampuan dapat

menembus tanah yang keras sangat terbatas. Pada akar, tedapat lapisan

menyerupai gabus dan memiliki fungsi untuk mencegah keluar masuknya

air dan sebagai tempat menyimpan makanan yang sebagian besar adalah

karbohirat.

3. Batang

Tanaman teh memiliki batang yang tumbuh lurus dan berjumlah banyak,

tetapi batangnya berukuran kecil. Jika batangnya tidak dipangkas maka akan

tumbuh membentuk tajuk seperti tanaman cemara.

4. Bunga
Tanaman teh memiliki bunga yang termasuk dalam pengertian bunga

tunggal yang keluar dari ketiak daun pada cabang-cabang dan ujung batang.

Selain itu bunga teh memiliki kelopak yang berjumlah sekitar 5-6 helai

dengan warna putih dan berbau harum.

5. Buah dan Biji

Buah tanaman teh masih berwarna hijau bersel tiga dengan dinding yang

cukup tebal pada awalnya buah akan tampak mengkilap tetapi setelah tua

akan berubah warna menjadi lebih suram dan berstektur kasar (Syakir.,

2010).

2.1.3.Manfaat Daun Teh Hijau

Daun teh dapat digunakan sebagai obat pelangsing, karena memiliki

kandungan tanin dan bahan aktif lain yang mampu melarutkan lemak. Teh

digunakan sebagai obat diare ringan, meningkatkan pengeluaran urin,

(diuretik) meningkatkan daya tahan tubuh, dan menangkal keracunan

senyawa alkaloid maupun logam berat (Prapti., 2013).

Daun teh hijau mengandung katekin yang tinggi, yang telah

diketahui memiliki sifat-sifat antioksidan, antibakteri dan anti virus alami

dengan cara demikian melindungi terhadap kanker dan membantu untuk

menurukan kolestrol dan mengatur penggumpalan darah (supriyatna dkk.,

2014)

2.1.4.Kandungan Kimia
Dalam daun teh hijau terdapat kandungan komponen yang mudah

menguap dan sangat berperan dalam memberikan cita rasa yang khas pada

teh. Komponen tersebut adalah volatif, bahan kimia yang terdapat dalam teh

terbagi menjadi 4 kelompok besar yaitu substansi fenol (katekin, flavonol),

substansi bukan fenol (karbohidrat, substansi pektin, alkaloid, klorofil),

substansi aromatik (fraksi karbohidrat, fenolat, karbonil, fraksi netral bebas

karbonil), dan enzim (invertase, amilase, protease. Peroksidase) (Zuhaida,

2019).

2.2. Bakteri

Kata bakteri berasal dari Bahasa Yunani yaitu ‘’bacterion’’ yang

artinya batang atau tongkat. Mikroba yang bersel satu biasanya disebut

dengan sebutan bakteri. Beberapa negara didunia belum setuju terhadap

klasifikasi spesies bakteri termasuk penggunaan istilah dalam biologi (Diah,

2004). Bakteri digolongkan menjadi 2 macam berdasarkan dari

pewarnaannya, yaitu Bakteri Gram Negatif dan Bakteri Gram Positif.

Pewarnaan gram, dapat digunakan untuk determinasi bakteri dengan melihat

pada hasil akhir pewarnaan dari bakteri. Bakteri gram positif berwarna ungu

sedangkan bakteri gram negatif berwarna merah hal ini dilihat setelah hasil

pewarnaan. Perbedaan pada warna bakteri terjadi karena komposisi dinding

sel pada bakteri gram negatif lebih rumit dibandingkan bakteri gram positif

(Harti, 2015).

Tabel 2.1 Perbedaan Bakteri Gram Positif dengan Bakteri Gram Negatif
(Fardiaz, 1992)
No Keterangan Gram Positif Gram Negatif
Ketahanan terhadap
1 Lebih sensitif Lebih tahan lama
penisilin
Kebanyakan
2 Kebutuhan nutrient spesies relatif Relatif sederhana
kompleks
Kandungan Kandungan lipid
3 Komposisi dinding sel
lipid rendah tinggi
50% berat 10% berat kering
4 Berat
kering sel sel

2.2.1. Kriteria Zona Hambat Bakteri

Tabel 2.2 Kriteria Zona Hambat Bakteri Menurut Hellen (2020)


sebagai berikut :

Luas Zona Hambat Kekuatan


Zona Hambat >20 mm Daya Hambat Sangat Kuat
Zona Hambat >10-20 mm Daya Hambat Kuat
Zona Hambat 5-10 mm Daya Hambat Sedang
Zona Hambat <5 mm Daya Hambat Lemah

Keterangan : Zona hambat I >20 mm memiliki kekuatan daya hambat


sangat kuat. Zona hambat II 10-20 mm memiliki
kekuatan daya hambat kuat. Zona hambat III 5-10 mm
memiliki kekuatan daya hambat sedang. Zona hambat IV
0-5 mm memiliki kekuatan daya hambat lemah.

2.3. Propionibakterium acnes

Propionibacterium acnes berperan pada patogenesis jerawat yang

dapat menyebabkan inflamasi. Propionibacterium acnes berbentuk batang

dan dapat hidup diudara serta menghasilkan spora. Inflamasi bisa muncul

karena kerusakan stratum corneum dan stratum germinativum dengan cara

mensekresikan bahan kimia yang menghancurkan dinding pori. Jerawat

dapat timbul karena asam lemak dan minyak kulit tersumbat.

Propionibacterium acnes berperan terhadap patogenesis jerawat dengan


menghasilkan lipase yang dapat memecah asam lemak bebas dari lipid kulit.

Asam lemak tersebut dapat mengakibatkan inflamasi pada jaringan ketika

berhubungan dengan sistem imun serta mendukung terjadinya jerawat.

Propionibacterium acnes termasuk bakteri yang tumbuh relatif lambat yang

termasuk bakteri gram positif. Pada salah satu penelitian menunjukkan ada

beberapa gen yang dapat menghasilkan enzim untuk meluruhkan kulit dan

protein, yang mungkin imunogenik (mengaktifkan sistem kekebalan tubuh).

Ciri penting dari bakteri Propionibacterium acnes adalah berbentuk batang

yang tidak teratur dan bisa dilihat pada pewarnaan gram positif. Bakteri

bisa hidup diudara dan tidak menghasilkan endospora. Bakteri dapat

berbentuk filamen bercabang maupun campuran antara bentuk

batang/filament dengan bentuk kokoid (Khan dkk., 2009).

2.3.1 Klasifikasi Propionibacterium acnes (Khan dkk.,2009)

Kerajaan : Bacteria
Filum : Actinobacteria
Kelas : Actinobacteridae
Bangsa : Actinomycetales
Suku : Propionibacteriaceae
Marga : Propionibacterium
Jenis : Propionibacterium acnes

Gambar 2.2. Propionibacterium acnes (Felix,2020)


2.4. Definisi Jerawat
Menurut Ning Harmanto (2006) Jerawat adalah kondisi dimana terjadi

penyumbatan pada polikel rambut yang disebabkan oleh produksi minyak

berlebih sehingga menyebabkan inflamasi. Banyak yang beranggapan

bahwa jerawat hanya menyerang muka, tetapi jerawat juga bisa menyerang

bagian tubuh lain, seperti dibagian punggung, dada dan lengan atas.

Propionibacterium acnes dapat merusak stratum corneum dan stratum

germinat dengan cara mengeksresikan bahan kimia sehingga dinding pori-

pori menjadi hancur dan dapat menimbulkan inflamasi pada kulit, hal ini

merupakan mekanisme terjadinya jerawat. Jika jerawat disentuh maka akan

terjadi inflamasi dan permukaan kulit menjadi mengeras (Sugita dkk.,

2020).

2.5. Simplisia

Simplisia bahan alamiah berupa tanaman utuh, bagian tanaman, atau

eksudat tanaman yang digunakan sebagai obat dan belum mengalami

pengolahan atau mengalami pengolahan secara sederhana serta belum

merupakan zat murni, kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah

dikeringkan (BPOM, 2011).

Suatu simplisia banyak mengandung senyawa yang mempunyai

khasiat pengobatan, yang dikenal sebagai senyawa fitokimia, yaitu

kelompok senyawa alami yang bisa dimanfaatkan untuk menjaga kesehatan

dan mengobati penyakit. Senyawa fitokimia tanaman yang memberikan efek

farmakologis adalah kelompok senyawa metabolit sekunder, antara lain


golongan minyak atsiri, flavonoid, alkaloid, steroid, dan triterpenoid yang

akan memberikan warna, aroma, dan rasa yang sangat spesifik pada

tanaman asalnya (Hernani, 2011).

Berdasarkan asalnya simplisa dibedakan menjadi tiga, yaitu:

1. Simplisia Nabati

Simplisa nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh,

bagian tanaman atau eksudat tanaman (Nurhayati, 2008). Yang dimaksud

dengan eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari

tanaman atau yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-

zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya

(Melinda, 2014).

2. Simplisia Hewani
Simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat

berguna yang dihasilkan oleh hewan (Meilisa, 2009) dan belum berupa

zat kimia murni (Nurhayati,2008).

3. Simplisia Mineral

Simplisia mineral adalah simplisia yang berupa bahan pelican

atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana

dan belum berupa zat kimia murni (Ningsih., 2016).


2.5.1. Cara Pembuatan Simplisia

a Pengumpulan Bahan Baku

Sebelum melakukan pembuatan simplisia hal pertama yang perlu

dilakukan yaitu pengumpulan bahan baku baik simplisia nabati, hewani

atau simplisia mineral. Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia

berbeda-beda tergantung pada bagian tanaman pada saat panen, waktu

panen dan lingkungan tempat tumbuh.

b Sortasi Basah

Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-

bahan asing lainnya dari simplisia.

c Pencucian

Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran

lainnya yang melekat pada simplisia.

d Perajangan

Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses perajangan.

Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses

pengeringan, pengepakan, dan penggilingan

e Pengeringan

Tujuan pengeringan adalah untuk mendapatkan simplisia yang tidak

mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama.

f Sortasi Kering

Sortasi kering yaitu memisahkan kotoran atau partikel yang

kemungkinan menempel pada saat proses pengeringan.


g Pengepakan dan Penyimpanan

Penyimpanan simplisia perlu diperhatikan beberapa hal yang dapat

mengakibatkan kerusakan simplisia yaitu cara pengepakan,

pembungkusan, dan pewadahan.

h Pemeriksaan Mutu

Pemeriksaan mutu simplisia dilakukan pada waktu penerimaan atau

pembelian dari pedagang simplisia. Simplisia yang diterima harus

berupa simplisia murni dan memenuhi persyaratan umum untuk

simplisia (DepKes RI, 1985).

2.6. Metode Ekstraksi

Ekstraksi berasal dari perkataan “extrahere”.”to draw out”, yang

artinya menarik sari. Ekstraksi yaitu suatu cara penarikan satu atau lebih zat

dari bahan asal. Khasiat dari bahan asal tersebut umumnya dapat ditarik

tetapi khasiatnya tidak dapat berubah. Ekstraksi yaitu memilih salah satu

cara penarikan yang tepat dengan cairan yang sesuai disertai pemisahan

ampas yang hasil penarikannya akan menghasilkan preparat galenik yang

dikehendaki. Ekstraksi pada umumnya dikerjakan untuk simplisia yang

mengandung zat-zat yang berkhasiat atau zat-zat lain untuk keperluan

tertentu. Simplisa (hewan/tumbuhan) mengandung bermacam-macam zat

atau senyawa tunggal, sebagian mengandung khasiat pengobatan, misalnya

bermacam-macam minyak atsiri, alkaloid, glukosida, damar, oleoresin,

lemak dan sebagainya. Jenis-jenis gula zat pati, zat lendir, albumin, protein,
pektin, selulosa, dan lain-lain. Umumnya mempunyai daya larut dalam

cairan pelarut tertentu, dan sifat-sifat kelarutan ini dimanfaatkan dalam

ekstraksi (Syamsuni, 2006).

Ekstraksi adalah proses penarikan komponen aktif (minyak atsiri)

yang terkandung dalam tanamn menggunakan bahan pelarut yang sesuai

dengan kelarutan komponen aktifnya (Sri dan Suyanti,2012). Tujuan utama

ekstraksi adalah mendapatkan atau memisahkan sebanyak mungkin zat-zat

yang memiliki khasiat sebagai pengobatan (concentrata) dari zat-zat yang

tidak berfaedah, agar lebih mudah dipergunakan (kemudian diabsorpsi, rasa

pemakaian, dan lain-lain) dan disimpan dibandingkan simplisia asal, dan

tujuan pengobatannya lebih terjamin (Syamsuni, 2006).

Menurut Suroto Hadi Saputra (2020), dalam melakukan

pengambilan bahan aktif yang terdapat didalam bahan dikenal dengan

beberapa metode atau cara ekstraksi yaitu :

1. Maserasi

Proses ekstraksi secara dingin pada umumnya tidak memerlukan

pemanasan. Hal ini diperuntukan untuk bahan alam yang mengandung

komponen kimia yang tidak tahan terhadap pemanasan dan bahan alam

yang mempunyai tekstur yang lunak. Metode maserasi termasuk

ekstraksi secara dingin. Metode maserasi merupakan cara penyarian yang

sederhana yaitu dengan cara merendam serbuk simplisia dalam penyari

selama beberapa hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya.

Metode maserasi digunakan untuk menyari simplisia mengandung


komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak

mengandung zat yang mudah mengembang seperti benzoin, stiraks dan

lilin. Penggunaan metode maserasi misalnya pada sampel yang berupa

daun.

2. Perkolasi

Perkolasi adalah cara penarikan senyawa aktif dengan mengalirkan

penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Prinsip ekstraksi

secara perkolasi adalah serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu wadah

bejana berbentuk silinder, yang bagian bawah silinder diberi sekat wadah

berpori, cairan penyari dialirkan dari bagian atas ke bagian bawah

melalui serbuk simplisia, dan cairan penyari akan melarutkan zat aktif

dalam sel simplisia yang melalui sampel dalam kondisi jenuh. Gerakan

kebawah disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan tekanan

penyari dari cairan diatasnya, dikurangi dengan gaya kapiler yang

cenderung untuk menahan gerakan kebawah.

3. Sokletasi

Sokletasi merupakan proses penyarian simplisia secara

berkelanjutan, dimana cairan penyari dipanaskan sampai menguap, uap

cairan penyari terkondensasi menjadi molekul air oleh pendingin balik

dan turun menyari simplisia didalam kelongsong dan kemudian masuk

kembali kedalam labu alas bulat setelah melewati pipa sifon, jika
diidentifikasi oleh kromatografi lapis tipis (KLT) tidak memberikan

noda.

2.7. Pelarut

Pelarut adalah suatu zat yang melarutkan zat pelarut, untuk menghasilkan

suatu larutan, beberapa contoh pelarut diantaranya:

1. Pelarut Etanol

Etanol adalah pelarut yang baik untuk alkaloid, glukosida, damar-damar

dan minyak atsiri, tetapi tidak untuk jenis gom, gula dan albumin. Etanol

juga menyebabkan enzim-enzim tidak bekerja, termasuk peragian, serta

menghalagi pertumbuhan jamur dan sebagian besar bakteri sehingga

disamping sebagai cairan penyari, juga berguna sebagai pengawet.

Campuran air-etanol, yaitu hidroalkoholik menstrum, lebih baik dari

pada air saja. Beberapa zat berkhasiat memiliki kelarutan yang hampir

sama baiknya dalam air-etanol dan dalam spiritus fort sehingga biaya

produksi dengan air etanol akan lebih murah. Kadar alkohol dalam cairan

hidroalkoholik menstruum tergantung pada sifat zat yang akan ditarik.

(Syamsuni, 2006).

2. Pelarut metanol

Metanol juga dikenal sebagai metil alkohol, wood alcohol atau spiritus

adalah senyawa kimia dengan rumus kimia CH3OH. Metanol merupakan

bentuk alkohol yang paling sederhana. Pada keadaan atmosfer berbentuk


cairan yang ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar,

dan beracun dengan bau yang khas (berbau lebih ringan dari pada

etanol). Methanol digunakan sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut,

bahan bakar dan sebagai bahan additif bagi etanol industri. (Maulida dan

Zulkarnaen, 2010).

3. Pelarut N-heksana

Pelarut n-heksana adalah pelarut nonpolar yang bersifat stabil dan mudah

menguap, selektif melarutkan dan mengekstrak pewangi dalam jumlah

besar. N-heksana merupakan jenis pelarut nonpolar sehingga n-heksana

dapat melarutkan senyawa-senyawa nonpolar (Maulida dan Zulkarnaen,

2010).

2.8. Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia merupakan penelitian pendahuluan yang bertujuan untuk

mengetahui golongan senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman, yang

biasanya punya aktivitas biologi, secara tepat dan teliti. Oleh karena itu,

skrining fitokimia mengambil peran sangat besar dalam tahapan awal

analisis fitokimia. Skrining fitokimia pada dasarnya berupa uji kualitatif

yang sebagian besar reaksi warna (Damin.,2006).

1. Skrining Alkaloid
Alkaloid adalah senyawa-senyawa organik yang terdapat dalam

tumbuh-tumbuhan, bersifat basa dan struktur kimianya mempunyai

sistem lingkar heterosiklis dengan nitrogen sebagai hetero atomnnya.

Alkaloid yang struktur kimianya tidak mengandung oksigen hanya ada

beberapa saja. Nitrogen dalam lingkar struktur kimia alkaloid,

menyebabkan alkaloid tersebut bersifat alkali. Sehingga golongan

senyawa ini disebut senyawa alkaloid (Damin.,2006).

Tumbuhan dikotil merupakan sumber utama dari alkaloid, untuk

mendapatkan alkaloid dari tumbuh-tumbuhan digunakan cara ekstraksi.

Beberapa alkaloid dengan struktur kimia yang sederhana, telah dapat

dibuat secara sintesis didalam laboratorium. Ada beberapa cara yang

telah digunakan untuk mengidentifikasi alkaloid misalnya mikroskopik

kristal, kelarutan dalam berbagai jenis pelarut, sifat farmakologisnya,

spectrum absorpsi dan perputaran optis (Damin.,2006).

2. Skrining Saponin

Saponin merupakan senyawa metabolit sekunder tanaman yang

terdiri dari komponen gula yaitu glukosa, galaktosa, asam glukoronat,

xilosa, ramnosa, atau metil pentose yang berikatan dengan komponen

non gula maupun aglikon yang bersifat hidrofobik. Aglikon ini juga

sering dikenal dengan istilah sapogenin. Komponen aglikon dapat berupa

steroid atau triterpenoid. Saponin juga memiliki karakteristik dapat

membentuk busa/ sabun (Anuraga.,2019)

3. Skrining Tannin
Tanin adalah zat organik yang kompleks yang terdiri dari senyawa

fenolik. Tanin merupakan senyawa aktif metabolit sekunder yang

diinformasikan mempunyai beberapa khasiat sebagai antibakteri, dengan

cara menghambat pertumbuhan mikroba yang mekanismenya merusak

dinding sel dan membentuk ikatan protein fungsional sel pada mikroba

mikroba. Selain itu, tanin juga merupakan senyawa yang bersifat lipofilik

sehingga mudah terikat pada dinding sel dan mengakibatkan kerusakan

dinding sel (Sudira dkk.,2011). Enzim reverse transcriptase dan DNA

topoisomerase terhambat sehingga sel bakteri tidak terbentuk (Septiana

dkk.,2016). .

4. Skrining Flavonoid

Flavonoid merupakan turunan dari fenol, yang dapat menyebabkan

denaturasi dan koagulasi protein sel bakteri. Senyawa flavonoid dapat

memanfaatkan perbedaan kepolaran antara lipid penyusun sel bakteri

dengan gugus alkohol pada senyawa flavonoid (Suryani dkk., 2019).

Kuersetin merupakan golongan senyawa flavonol yang memiliki

mekanisme kerja sebagai antibakteri dengan menghambat sintesis

peptidoglikan yang mengakibatkan kerusakan pada morfologi bakteri,

menghambat aktivitas ẞ-laktamase, menghambat sintesa asam lemak,

tetapi meningkatkan protein amida I dan amida II pada sel bakteri

(Siriwong et al., 2016). Warna merah hingga lembayung pada saat

pengujian flavonoid menandakan adanya senyawa flavanon, flavonol,

flavanonol, dan dihidroflavonol (Hanani.,2015).


5. Skrining Steroid dan Triterpenoid

Steroid merupakan golongan lipid yang diturunkan dari senyawa jenuh

yang dinamakan siklopentanoperhidrofenantrena, yang memiliki inti

dengan empat cincin. Beberapa turunan steroid yang penting yaitu

alkohol steroid atau sterol. Senyawa steroid terdapat dalam setiap

makhluk hidup. Triterpenoid merupakan komponen tumbuhan yang

mempunyai bau dan dapat diisolasi dari bahan nabati dengan

penyulingan minyak atsiri (Robinson, 1995).

2.9. Gel

Gel adalah sediaan setengah padat yang jernih, tembus cahaya, dan

mengandung zat aktif, merupakan disperse koloid mempunyai kekuatan

yang disebabkan oleh jaringan yang saling berikatan pada fase terdispersi

(Elmitra., 2017). Gel yang baik harus memenuhi persyaratan seperti

homogen yaitu bahan obat dan dasar gel harus yang mudah larut dan

terdispersi dalam air atau pelarut yang cocok sehingga pembagian dosis

sesuai dengan tujuan terapi yang diharapkan, memiliki daya lekat tinggi,

mudah merata bila dioleskan, mudah tercucikan oleh air dan memberikan

rasa lembut bila digunakan (Sari, 2017).

Sifat-sifat gel yang diharapkan dalam sediaan gel topikal antara

lain memiliki sifat aliran tiksotropik, daya sebar baik, tidak berminyak,

mudah dicuci, sebagai emolien, ringan (khususnya untuk jaringan yang

mudah mengelupas), tidak mengeluarkan noda, dapat bercampur dengan


bahan tambahan lain, larut air atau dapat bercampur dengan air (Ofner &

klech-Gellot, 2007).

2.9.1. Preformulasi Bahan Sediaan Gel

1. CMC-Na

Pemerian : Serbuk atau granul berwarna putih sampai krim

Kelarutan : Mudah larut dan terdispersi dalam air membentuk larutan

koloidal, akan terapa CMC-Na tidak larut dalam etanol,eter maupun

pelarut organik lain.

Fungsi : Bahan penyalut, stabilisator (DepKes RI., 1979).

2. Gliserin

Pemerian : Cairan seperti sirup, jernih tida berwarna tidak berbau dan

manis diikutu rasa hangat

Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, dan dengan etanol 95%

praktis tidak larut dalam kloroform P,dalam eter p dan dalam minyak

lemak

Fungsi : Zat tambahan / pembasah (DepKes RI., 1979)

3. Propilenglikol

Pemerian : Cairan kental, jernih, tidak berwarna, rasa khas

Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, dengan aseton, tidak

bercampur dengan minyak lemak.(FI edisi IV, 1995).

4. Aquadest

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna dan berbau

Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, dengan aseton


Fungsi : Zat tambahan/ pelarut (DepKes RI., 1979)

2.9.2.Keuntungan dan kerugiaan Sediaan Gel

1. Keuntungan sediaan gel

a Kemampuan penyebarannya baik pada kulit

b Efek dingin yang dijelaskan melalui penguapan lambat dari kulit

c Tidak ada penghambatan fungsi rambut secara fisiologis

d Kemudahan pencuciannya dengan air yang baik

e Pelepasan obatnya baik (Voight, 1994)

2. Kekurangan sediaan gel

Sediaan gel harus menggunakan zat aktif yang larut didalam air

sehingga diperlukan penggunaan peningkat kelarutan seperti sulrfaktan

agar gel dapat jernih pada berbagai perubahan temperatur, tetapi gel

tersebut sangat mudah dicuci atau hilang ketika berkeringat, kandungan

surfaktan yang tinggi dapat menyebabkan iritasi (Lieberman

dkk.,1998).

2.9.4.Basis Gel

Berdasarkan komposisinya basis gel dapat dibedakan menjadi basis gel

hidrofobik dan gel hidrofilik (Ansel, 1989).

1. Basis gel hidrofobik

Basis hidrofobik terdiri dari partikel-partikel anorganik. Apabila

ditambahkan ke dalam fase pendispersi, bilamana ada hanya sedikit

sekali interaksi antara kedua fase. Berbeda dengan bahan hidrofilik,


bahan hidrofobik tidak secara spontan menyebar, tetapi harus dirangsang

dengan prosedur yang khusus (Ansel, 1989).

2. Basis Gel hidrofilik

Basis gel hidrofilik umumnya adalah partikel-partikel organik yang besar

dan dapat dilarutkan atau disatukan dengan molekul dari fase

pendispersi. Istilah hidrofilik berarti suka pada pelarut. Pada umumnya

karena daya tarik menarik pada pelarut dari bahan-bahan hidrofilik

kebalikan dari tidak adanya daya tarik menarik dari bahan hidrofobik,

sistem koloid hidrofilik biasanya lebih mudah untuk dibuat dan memiliki

stabilitas yang lebih besar. Gel hidrofilik umumnya mengandung

komponen bahan pembengkak, air, penahan lembab dan bahan pengawet

(Voigt, 1995).

2.10. Metode Pembuatan Gel

Dalam pembuatan gel, semua bahan harus dilarutkan dahulu pada

pelarut atau zat pembawanya sebelum penambahan gelling agent (Allen,

2002). Jika pada formulasi terdapat pelarut organik yang polar (seperti

etanol, propilen glikol), selulosa didispersikan pada fase organik kemudian

ditambahkan fase air. Agar serbuk tersebar dan untuk mencegah

penggumpalan, maka temperatur pelarut awal harus dapat digunakan untuk

membatasi penggumpalan dan disolusi yang tidak baik, yaitu digunakan air

panas dan diaduk dengan shear secara cepat sehingga partikelpartikel

terdispersi sebelum lapisan permukaannya mengembang dan melekat


(lengket). Kemudian ditambahkan air dingin supaya pengembangan gel

sempurna (Gibson, 2001).

2. 11 Medi-klin gel

Medi-klin gel adalah sediaan topikal berbentuk gel, mengandung

antibiotik semisintetik yaitu Clindamycin phosphate 1.2% dan Tretinoin

0.025%. Tretinoin bekerja dengan mengeliminasi peningkatan keratinisasi

dan penebalan epitel folikel dengan cara mempercepat pergantian sel.

Clindamycin phosphate bekerja dengan cara menghambat produksi enzim

dan inflamasi atau faktor aktivasi oleh P. acnes pada sebum. Obat ini

digunakan untuk pengobatab acne vulgaris yang disertai lesi inflamasi dan

komedo tertutup dan terbuka. 

2.12 Kerangka Pemikiran

Daun teh hijau mengandung katekin yang


berfungsi sebagai anti bakteri.

Jerawat merupakan kondisi dimana terjadinya Propionibacterium acnes


produksi terjadinya kelenjar minyak berlebih adalah bakteri utama
sehingga menyebabkan penyumbatan pada saluran penyebab jerawat
polikel rambut dan pada pori-pori kulit

2. 13 Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini yaitu :

1. Daun teh hijau dapat diformulasikan mejadi sediaan gel


2. Sediaan gel ekstrak etanol daun teh hijau (Camellia sinensis L.) efektif
sebagai penghambat pertumbuhan bakteri P.acnes.
2.14 Penelitian Relevan

Tabel 2.2 Penelitian Relevan

Nama
Judul
Penulis dan Hasil Publikasi
Penelitian
Tahun
Seno A,A. Pengujian didapatkan hasil bahwa Indonesia
Putranti A. & ekstrak air dan pengujian mikrobiologi journal of
Yesi D fraksi-fraksi dari ekstrak daun fraksi- pharmaceuti
daun teh hijau fraksi dan daun teh hijau cal science
terhadap terhadap and
aktivitas Propionibacterium acnes twchnology,
bakteri dan Staphylococus aerus 2015 (I)
penyebab menunjukkan bahwa
jerawat fraksi etil asetat
P.acnes dan memberikan hambatan
S.aerus paling besar
dibandingkan dengan
ekstrak air dan fraksi air.
Konsentrasi hambat
minimum (KHM) dari
fraksi etil asetat terhadap
aktivitas bakteri P. acnes
adalah 2% dengan
diameter hambat 14,15
mm sedangkan
konsentrasi hambat
minimum (KHM) dari
fraksi etil asetat terhadap
aktivitas S. aerus adalah
2% dengan diameter
hambat 14,84 mm.
golongan senyawa atau
metabolit skunder dari
ekstrak serta fraksi-fraksi
daun teh hijau yang
diduga dapat
menghambat aktivitas
bakteri uji yaitu
flavonoid, polifenol,
tanin, monoterpenoid-
seskuiterpenoid dan
steroid-triterpenoid.

Herwin, Uji Aktivitas nilai konsentrasi hambat Jurnal


Zulhisda P.S, Antibakteri minimum ekstrak etanol fakultas
Siska N dari Sediaan daun teh hijau terhadap farmasi
(2018) Krim Ekstrak p. acnes dan s. aerus umi, As-
Etanol Herba 0,1% dan nilai Syifa, 10(4)
Tumbuhan konsentrasi bunuh :2085-4714
Balsem minimum ekstrak etanol
(Polygala daun ampas teh hijau
paniculata L.) terhadap p.acnes dan
Terhadap s.aerus yaitu 4%.
Bakteri diameter zna hambat
Propionibacte terbesar ekstrak etanol
rium acnes daun dan ampas teh hijau
Penyebab yaitu pada konsentrasi
Jerawat 8% dengan diameter zona
hambat rata-rata teh
hujau yaitu 18,11 mm
terhadap p.acnes dan
18,05 terhadap s.aerus.
sedangkan diameter zona
hambat rata-rata ampas
teh hijau terhadap
p.acnes yaitu 17.45 mm
dan 15,68 mm terhadap
s.aerus
A. Perbandingan Hasil uji aktivitas Jurnal
Wulandari, Aktivitas antibakteri ekstrak daun Fitofarmak
Y. Farida, Ekstrak Daun kelor dan teh hijau serta a Indonesia,
dan S. Kelor dan Teh kombinasi ekstrak pada 2020;
Taurhesia Hijau Serta berbagai konsentrasi 7(2)23-29
(2020) Kombinasi memberikan perbedaan
Sebagai Anti nyata terhadap bakteri
Bakteri penyebab jerawat
Penyebab Propionibacterium dan
Jerawat Staphylococus aerus
dengan melihat luas zona
hambat yang dihasilkan
pada setiap konsentrasi
ekstrak tunggal dan
kombinasi. Hasil uji
aktivitas antibakteri
terhadap Staphylococus
aerus menunjukan bahwa
KHM ekstrak daun kelor
dan daun teh hijau
berturut-turut adalah
2,5% dan 1,25% dengan
zona hambat 8 mm dan 7
mm, sedangkan KHM
untuk Propionibacterium
dengan zona hambat 9
mm dan 5 mm. aktivitas
antibakteri terbaik
kombinasi ekstrak daun
kelor dan teh hijau pada
rasio 1:2 terhadap bakteri
Staphylococus aerus dan
Propionibacterium
dengan zona hambat
berturut-turut 16 ± 0,471
mm dan 16 ± 0,942 mm,
kandungan daun kelor
adalah quercetin dan
daun teh hijau adalah
katekin sebagai
antibakteri
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Metode yang diambil dari penelitian ini adalah metode eksperimental

sesuai dengan anggapan dasar serta hipotesis dalam penelitian ini bahwa

eksperimen yang dimaksudkan yaitu dengan melakukan uji langsung pada

bahan dan objek.

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian akan dilakukan pada bulan Desembr 2021 -

Februari 2022. Tempat di Lab Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat

Penelitian Biologi-LIPI Cibinong, Laboratorium STFM Tangerang, dan Pusat

Penelitian Ilmu Pengetahuan Teknologi (PUSPITEK) Serpong.


3.3. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu pisau, alumunium foil,

blender, ayakan mesh 100, bejana kaca, batang pengaduk, kertas saring,

corong, label, rotary evaporator, pot gel, laminar air flow,incubator, api

Bunsen, mistar, cawan petri, kaca transfaran pH meter, universal, autoklav,

tabung reaksi.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ekstrak teh hijau,

CMC-Na, gliserin, propilenglikol, aquadest, etanol 96%, nutrient agar ( Na

bakteri P.acnes ).

3.4 Cara Kerja

3.4.1.Determinasi Tanaman

Determinasi tanaman teh hijau akan dilaksanakan di Lab Badan Riset

dan Inovasi Nasional (BRIN) Cibinong-Bogor

3.4.2.Pembuatan Serbuk Simplisia

Daun teh hijau segar berwarna hijau yang didapat dari desa Cikotok,

diambil dari pohonnya sebanyak 5000 gram kemudian dicuci menggunakan

air mengalir untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada daun,

kemudian dilakukan perajangan dan dijemur pada sinar matahari dengan

ditutupi kain hitam, daun kelor yang sudah dikeringkan kemudian disortasi

kering untuk menghilangkan partikel atau kotoran yang menempel pada saat

pengeringan, kemudian diblender menjadi bentuk serbuk.


3.4.3. Ekstraksi Daun Teh Hijau Dengan Metode Maserasi

Serbuk daun teh hijau dimaserasi menggunakan etanol 96% dengan

perbandingan 1:2 selama 3 x 24 jam. Selanjutnya disaring menggunakan

kertas saring dan diambil filtratnya. Ampas sisa penyaringan kemudian

diremaserasi kembali menggunakan etanol 96%. Prosedur ini dilakukan

sebanyak 2x dengan perbandingan yang sama. selanjutnya filtrat hasil

maserasi diuapkan dengan Rotary Evaporator hingga diperoleh ekstrak

kental etanol daun teh hijau.

3.4.4. Skrining Fitokimia

1. Uji Alkaloid

Masukkan 0,5 gram ekstrak daun teh hijau yang telah ditimbang kedalam

tabung reaksi, kemudian ekstrak dilarutkan dalam HCl, ditambahkan 2-3

tetes pereaksi dragendorff (larutan potasium bismut iodida), jika

endapan berwarna merah maka positif mengandung alkaloid, selanjutnya

jika ditetesi 2-3 tetes pereaksi mayer (larutan potasium merkuri iodida)

dan menghasilkan endapan berwarna kuning maka ekstrak daun teh hijau

positif mengandung senyawa alkaloid (Tiwari et al., 2011).

2. Uji Flavonoid

Ditimbang 0,5 gram ekstrak daun teh hijau dimasukan kedalam tabung

reaksi, kemudian ditambahkan dengan etanol 70%, tambahkan 5-6 tetes

HCl pekat, membentuk warna merah maka positif mengandung flavonoid


dan jika hasilnya warna orange maka positif mengandung senyawa

flavon (Tiwari et al., 2011).

3. Uji Saponin

Ditimbang sebanyak 0,5 gram ekstrak daun teh hijau, dimasukkan

kedalam tabung reaksi, ditambahkan dengan 2 ml air sampai semua

bagian ekstrak benar-benar terendam, kemudian dikocok kuat-kuat.

Terdapat busa setelah pengocokan, kemudian biarkan selama 10 menit

jika busa tetap konstan maka ekstrak positif mengandung senyawa

saponin (Tiwari et al., 2011)

4. Uji Tanin

Ditimbang sebanyak 0,5 gram ekstrak daun teh hijau, masukkan kedalam

tabung reaksi lalu tambahkan 3 ml air hangat atau sampai ekstrak

terendam sempurna. Ekstrak ditetesi 1-2 tetes FeCl3 1%, jika terbentuk

warna biru tua atau hijau kehitaman maka ekstrak positif mengandung

senyawa tanin (Markham, 1988).

5. Uji Steroid dan Triterpenoid

Ditimbang sebanyak 0,5 gram ekstrak daun teh hijau, masukkan kedalam

tabung reaksi lalu tambahkan 2-3 tetes asam asetat anhidra, aduk secara

perlahan beberapa saat sampai kering, kemudian tambahkan 1-2 tetes

asam sulfat pekat dan diamati pewarnaan yang timbul. Warna merah atau

ungu terdapat adanya senyawa triterpenoid sedangkan warna hijau atau

biru terdapat adanya senyawa steroid (Komang, dkk 2016).


3.4.4 Formula Sediaan Gel

Tabel 3.1 Formula sediaan gel ekstrak etanol daun teh hijau dibuat

masing-masing formulasi 20 gram (Afra dkk, 2017)

Nama Bahan F1 F2 F3 F4 Ket


Ekstrak Daun Zat aktif
0 5 7,5 10
teh hijau
CMC-Na 1 1 1 1
Gliserin 2 2 2 2 pembasah
propilengliko
1 1 1 1
l
Aquadest
20 20 20 20 Pelarut
Add
Keterangan : Kontrol (+) mediklin gel
Kontrol (-) basis gel

3.5. Metode Pembuatan Gel

Ekstrak dilarutkan dalam sebagian air, kemudian dipanaskan dan

ditambahkan CMC-Na. Kemudian gliserin, propilenglikol, dan air

ditambahkan sambil terus dilakukan pengadukan, hingga terbentuk gel.

Setelah itu dimasukan kedalam pot atau wadah gel.

3.6. Evaluasi Sediaan Gel


1. Uji Organoleptik

Pengamatan dilihat secara langsung, bentuk, warna, dan bau. Gel biasanya

jernih dengan konsistensi setengah padat (Ansel., 1989).

2. Uji Homogenitas

Pengujian homogenitas dilakukan dengan cara sampel gel dioleskan pada

sekeping kaca transfaran, sediaan harus menunjukan susunan yang

homogen dan tidak terlihat adaya butiran kasar (Ditjen POM,1985).

3. Uji pH

Penentuan pH sediaan dilakukan dengan menggunakan stip pH universal

yang dicelupkan kedalam sampel gel yang telah di encerkan.pH sediaan

gel harus sesuai dengan pH kulit 4,5-6,5 (Tranggono, 2007).

4. Uji Daya Lekat

Uji daya lekat dilakukan untuk mengetahui daya melekatnya gel dilakukan

dengan cara meletakan 0,25 gram gel diatas 2 objek gelas kemudian diberi

beban seberat 50 gram dan ditekan selama 5 menit lalu dilepas kembali.

Syarat daya lekat yang baik untuk sediaan topikal tidak kurang dari 4 detik

(Ulaen,et al., 2012).

5. Uji Daya Sebar

Sebanyak 0,5 gram sampel diletakan diatas kaca bulat berdiameter 15 cm

kaca lainnya diletakan diatasnya dan dibiarkan selama 1 menit setelah itu

diukur diameternya. Selanjutnya ditambahkan beban seberat 150 gram dan

didiamkan selama 1 menit lalu diukur diameternya. Syarat daya sebar yang

baik 5-7 cm (Garg et al.,2002).


3.7. Sterilisasi Alat

Alat-alat yang digunakan disterilkan terlebih dahulu. Alat-alat gelas

seperti gelas ukur, beker glass, labu takar, tabung reaksi dan erlenmeyer

ditutup lubangnya dengan menggunakan kapas yang dibalut dengan kain kasa

steril lalu dibungkus dengan kertas perkamen. Kemudian semuanya

disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121ºC dengan tekanan selama 15-20

menit. Laminar air flow disterilkan dengan cara dibersihkan dari debu lalu

disemprot dengan etanol 70%. Jarum ose disterilkan dengan cara pemijaran

dengan melewatkannya pada nyala api selama 20 detik.

3.7.1 Pembuatan Medium Pembenihan Nutrien Agar

Tabel 3.2 Komposisi Nutrient Agar ( NA )

Komposisi Satuan
Pepton from meat 5g
Meat Extract 3g
Agar 12 g
Air Suling ad 1L

Cara pembuatan : Timbang sebanyak 23 gram serbuk nutrient agar

(siap pakai), larutkan dalam 1 liter akuadest lalu panaskan sampai

mendidih dan larut seluruhnya. Kemudian disterilkan dalam autoklaf

pada suhu 121°C selama 15-20 menit. Media nutrient agar dituang

sebanyak 10 ml kedalam cawan petri dan 5 ml kedalam tabung reaksi

untuk media agar miring, biarkan memadat dan disimpan dalam lemari

pendingin (Alex dkk, 1980).


3.7.2 Peremajaan Bakteri Uji

Bakteri uji dari stok kultur diremajakan dengan cara menggores 1-

2 jarum ose biakan bakteri pada media agar miring NA, lalu diinkubasi

selama 24-48 jam pada suhu 30-37ºC (Alex dkk, 1980).

3.7.3 Pembuatan Suspensi Bakteri


Ambil koloni bakteri dari media agar miring sebanyak 1-2 ose

kemudian disuspensikan kedalam NaCl fisiologis dalam tabung reaksi

dan dikocok sampai homogen. Kekeruhan suspensi bakteri diukur

dengan alat spektrofotometer (DepKes, 1979).

3.8. Uji Aktifitas Antibakteri dengan Metode Sumuran

1. Teteskan suspensi bakteri sebanyak 0,1 ml kedalam tabung reaksi yang

berisi 10 ml media nutrient agar lalu homogenkan.

2. Tuangkan diatas cawan petri yang berisi 10 ml media nutrient agar yang

telah memadat lalu ratakan.

3. Cawan petri tersebut digoyangkan beberapa kali secara horizontal agar

suspensi bakteri ini merata pada seluruh permukaan agar, kemudian

biarkan memadat selama ± 15 menit sampai media memadat.

4. Buat lubang sumuran pada media agar dengan menggunakan cork

boorner kemudian beri tanda untuk masing-masing lubang sumuran


(kontrol positif, kontrol negatif, dan formulasi krim) ulangi sebanyak 3

kali.

5. Timbang sediaan sebanyak 50 mg (kontrol positif, negatif, dan

formulasi) kemudian diletakkan menggunakan mikropipet pada masing-

masing lubang sumuran yang telah diberi tanda.

6. Cawan petri diinkubasi pada suhu 30-37ºC selama 24 jam.

7. Diukur zona hambat dengan menggunakan jangka sorong digital.

Menurut Nurhasanah dan Dede (2020) zona hambat dapat dihitung


dengan cara :

Gambar 3.1 Pengukuran diameter zona hambat

Rumus : ( Dv – Dc ) + ( DH – Dc )
2

Keterangan :

L : Luas Zona Hambat


D1 : Luas Zona Hambat Horizontal
D2 : Luas Zona Hambat Vertikal
D3 : Diameter Sumuran
3.9. Diagram Alir

Daun Teh hijau


Berwarna Hijau
- Disortasi basah
- Pencucian
- Pengeringan
- Disortasi kering
- Dihaluskan
Serbuk Simplisia
- Dimaserasi 3 x 24 jam menggunakan etanol 96% dengan
perbandingan 1:2
- Disaring (diambil filtrat)
- Ampas diremaserasi kembali (dilakukan sebanyak 2x)
- Filtrat diuapkan menggunakan rotary evaporator pada suhu
50OC dengan kecepatan 60 rpm
Ekstrak Kental Evaluasi Sediaan Krim
1. Uji organoleptik
Bentuk
Warna
Bau
Skrining Fitokimia Formulasi Krim Ekstrak 2. Uji Homogenitas
Etanol Daun Teh Hijau.) 3. Uji Ph
- Uji Alkaloid dengan konsentrasi F2
- Uji Flavonoid 4. Uji Daya Lekat
(5%), F3 (7,5%), dan F4 5. Uji Daya Sebar
- Uji Saponin (10%)
- Uji Tanin
- Steroid Kontrol (+) mediklin gel
- Triterpenoid
F1 : Kontrol (-) basis gel
Uji Aktivitas Antibakteri
Menggunakan metode sumuran
pada suhu 30-37oC, selama 24
jam

Analisis data

Gambar 3.2 Diagram Alir

3.10. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan dan

pengukuran secara langsung terhadap :

a Evaluasi fisik yang terdiri dari :

1. Uji Organoleptik

2. Uji Homogenitas

3. Uji pH

4. Uji Daya Lekat

5. Uji Daya Sebar

b .Uji daya hambat terhadap bakteri Propionibacterium acnes dihitung

menggunakan rumus dan dikonversikan kedalam tabel.

1. Menurut Nurhasanah & Dede zona hambat dapat dihitung dengan cara

( D 1−D3 ) +(D 2−D3 )


Rumus : L
2

Keterangan :
L : Luas Zona Hambat
D1 : Luas Zona Hambat Horizontal
D2 : Luas Zona Hambat Vertikal
D3 : Diameter Sumuran

3.11 Analisis Data

Data zona hambat dari hasil uji aktivitas antibakteri sediaan gel dan

uji sifat fisik yang meliputi, uji pH, uji daya lekat, uji daya sebar,

dan viskositas akan dilakukan analisis statistik dengan uji Anova

satu arah, apabila kedua syarat uji Anova tersebut terpenuhi, yaitu

data terdistribusi normal dan homogen. Jika kedua syarat tidak

terpenuhi maka digunakan analisis statistik dengan uji Kruskal-

Wallis, jika terdapat perbedaan maka dilanjutkan dengan uji Mann-

Whitney. Sedangkan data hasil uji homogenitas, dan organoleptik

dianalisis secara deskriptif

Anda mungkin juga menyukai