Anda di halaman 1dari 11

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN SEMARANG


JURUSAN KEPERAWATAN SEMARANG
2019

LAPORAN PENDAHULUAN
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

A. Pengertian
Penyakit gagal ginjal kronik atau Chronic Kidney Disease adalah suatu konsisi
klinis penurunan fungsi ginjal yang bersifat irreversible sehingga diperlukan terapi
sesuai derajat penyakit yang dialami (Setiati, 2015). Menurut Infodapatin (2017),
gagal ginjal kronik merupakan kerusakan ginjal pada gagal ginjal kronik dengan
penurunan Laju Filtrasi Glomerolus (LFG) yaitu kurang dari 60mL/min/1.73m 2
terjadi selama minimal 3 bulan.

1. Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik


Menurut Setiati (2015) dan Ariani (2016) gagal ginjal kronik diklasifikasikan
sebagai berikut :
a. Derajat 1
Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau sekitar ≥90 ml/mn/1.73m 2.
walaupun LGF normal, namun kerusakan ginjal terdeteksi oleh tes lain.
b. Derajat 2
Kerusakan ginjal dengan LGF 60 – 90 ml/mn/1.73m2. Pada penderita di
derajat 1 dan 2 disarankan untuk memeriksakan LGF pertahun untuk
memantau kondisi ginjal.
c. Derajat 3
Kerusakan ginjal sedang dengan LGF 30 – 59 ml/mn/1.73m 2. Di stage ini
penderita perlu pemeriksaan LGF setiap 6 bulan sekali.
d. Derajat 4
Kerusakan ginjal berat dengan LFG 15 – 29 ml/mn/1.73m 2. penderita sudah
merasakan gejala – gejala ginjalnya terganggu sehingga perlu dilakukan
pemeriksaan 3 bulan sekali.
e. Derajat 5
Tahap ini sudah kondisi gagal ginjal dengan laju LGF <15 ml/mn/1.73m 2 dan
harus melakukan pemeriksaan beberapa kali untuk memastikan diagnosis.
f. Derajat 5
Tahap ini sudah kondisi gagal ginjal dengan laju LGF <15 ml/mn/1.73m 2 dan
harus melakukan pemeriksaan beberapa kali untuk memastikan diagnosis.

B. Etiologi
Gagal ginjal merupakan gangguan fungsi ginjal dengan berbagai faktor penyebabnya.
Menurut Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) tahun 2000 dalam Setiati,
2015 penyebab gagal ginjal yaitu
- Glomerulonefritis dengan insiden 46.39 %
- Diabetes Melitus baik tipe I dan II dengan insiden 18.65%. Jumlah ini lebih
rendah dibanding dengan Amerika Serikat tahun 1995 – 1999 dengan insiden 44%
- Obstruksi dan infeksi dengan insiden 12.85%
- Hipertensi dengan insiden 8.46%
- Untuk 13,65% disebabkan oleh faktor lain seperti penggunaan obat – obatan,
penyakit sistemik, atau penyakit lain.

C. Patofisiologi
Gagal ginjal diawali dengan pengurangan massa ginjal yang akan
menyebabkan hipertrofi struktural dan fungsional dimana hal tersebut merupakan
usaha ginjal dalam mengkompensasi di nefron yang masih tersisa dengan perantara
molekul vasoaktif seperti sitokinin dan growth factor. Setelah itu ginjal akan
mengalami hiperfertilisasi, meningkatnya tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus
yang menyebabkan seklerosis nefron. Adanya hiperfertilisasi dan seklerosis nefron
maka fungsi ginjal akan menurun. Sebagai respon atas perubahan fungsi ginjal maka
hormon – hormon seperti renin, angiotensin dan aldoseteron akan disekresi untuk
mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
Pada gagal ginjal stadium awal, kerusakan ginjal akan terdeteksi dengan
pemeriksaan walaupun nilai LFG normal dan kehilangan daya cadang ginjal (renal
reserve). Secara perlahan fungsi ginjal akan menurun dan kadar urea dan kreatinin
akan meningkat. Jika berlanjut, LFG akan meningkat hingga 60% namun disini klien
belum mengalami keluhan. Baru kemudian di stadium III ketika LFG mencapai 30%
klien akan mulai merasakan keluhan seperti nafsu makan turun, nokturia, mual, BB
turun dan badan lemah.
Di stadium IV dengan LFG 15% klien akan mengalami tanda dan gejala
uremia seperti anemia, tekanan darah tinggi, muntah , gangguan metabolisme kalsium
dan fosfor dan mudah terkena infeksi baik di saluran perncernaan maupun di bagian
tubuh lainnya. Di stadium ini keseimbangan cairan akan terganggu ditandai dengan
klien mengalami hipo atau hipervolemi dan gangguan elektrolit seperti meningkatnya
natrium dan kalium di dalam tubuh karena mengalami retensi. Sedangkan paada stage
terakhir, klien sudah mengalami gagal ginjal dan perlu terapi pengganti ginjal seperti
hemodialisis.
D. Manifestasi Klinis
Menurut Kozier (2011) manisfestasi klinis gagal ginjal kronik sebagai berikut :
a. Pertambahan berat badan
- Pertambahan 2% = FVE ringan
- Pertambahan 5% = FVE sedang
- Pertambahan 8% = FVE berat
b. Denyut nadi kuat, takikardi
c. Membran mukosa lembap, mual, muntah
d. Distensi vena sentral dan perifer dengan pengosongan vena yang lambat
e. Asupan haluaran cairan lebih banyak daripada output cairan
f. Mengalami hipertensi atau tekanan darah tinggi
g. Pada sistem pernafasan akan terdengar suara ronki basah di paru, dispneu dan
napas pendek.
h. Terjadi kelemahan otot dan paralisis
i. Psikologi terganggu dengan kebingungan mental

E. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada gagal ginjal kronik menurut Ariani (2016) dan Setiati
(2016) yaitu :
1. Anemia
Biasanya terjadi paling awal daripada komplikasi lainnya. Penurunan
eritroprotein, pemendekan usia sel darah merah, perdarahan gastrointestinal akibat
iritasi oleh toksin dan kehilangan darah selama hemodialisis yang menyebabkan
anemia.
Menurut NHANES II dalam Nindy Maulidya, Miftahul Arifin, dan Ida Yuliana
pada tahun 2016 I, pasien pradialisis dengan LGF <60 ml/menit/1,73m 2 atau pada
penderita gagal ginjal kronik dengan stadium III – V memiliki kemungkinan 50%
terkena anemia dengan kadar hemoglobin <12 g/dl.
2. Osteodistrofi Renal
Setelah anemia, osteodistrofi renal merupakan komplikasi gagal ginjal kronik
kedua .
3. Hiperkalemia
Hiperkalemia terjadi karena penurunan eksresi, asidosis metabolic, katabolisme,
dan masukan diet yang berlebihan.
4. Perdikardititis
Retensi produk sampah uremik dan dialisis yang adekuat menyebabkan
perikarditis, efusi
5. Penyakit tulang
Terjadi akibat metabolisme vitamin D yang abnormal, peningkatakan kadar
alumunium dan kadar kalsium dalam serum yang rendah.

F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien gagal ginjal kronik menurut Sahang & Rahmawati
(2018) adalah sebagai berikut :
1. Menimbang berat badan harian
Menurut Lewis, Heitkemper, Dirksen, O’Berian dan Bucher pada tahun 2007
dalam Agrainin dan Putri 2016), menyatakan pemantauan berat badan dilakuan
untuk mengetahui perubahan berat badan secara signifikan dalam kurun waktu
24 jam dengan kenaikan 1 kg. Hal tersebut menunjukkan kemungkinan
tambahan akumulasi cairan pada tubuh sebanyak 1 liter (Sahang &
Rahmawati , 2018).

2. Pemantauan Intake dan output cairan


Pemantuan intake harus dilakukan guna membatasi cairan yang masuk pada
psien gagal ginjal kronik karena fungsi ginjal sudah menurun. Pemantauan
selama 24 jam menggunakan chart intake output yang diisi oleh perawat
maupun keluarga, sehingga perlu memperkenal chart intake output kepada
keluarga klien. Jadi ketika klien sudah pulang ke rumah, keluarga bisa
memantau intke output klien secara mandiri (Angraini & Putri, 2016).
Intake cairan merupakan cairan yang masuk ke dalam tubuh yang berasal dari
minum & makanan, sedangkan pada pasien yang dirawat akan ditambah dari
cairan infus dan obat yang diberikan. Dari minum, intake rata – rata pada
dewasa minimum 1.500ml/24 jam, namun kebutuhannya adalah 2.500 ml
dimana 1000 ml yang lain didapat dari makanan. Untuk output cairan
merupakan cairan yang menjadi penyeimbang asupan cairan harian rata – rata
orang dewaasa sebesar 2.500 mL. Output cairan bisa berasal dari urin dan
kehilangan yang tidak dirasakan (insisible losses) feses, kulit, dan keringat.
Pada urin dewasa, haluarannya sekitar 0,5 – 1 cc/kg/jam. (Kozier, 2011)

Kisaran Kebutuhan Cairan Harian (Kozier, 2011)


Usia Berat Badan Rata – mL/24 jam
Rata (kg)
3 hari 3.0 250 – 300
1 tahun 9.5 1.150 – 1.300
2 tahun 11.8 1.350 – 1.500
6 tahun 20.0 1.800 – 2.000
10 tahun 28.7 2.000 – 2.500
14 tahun 45 2.200 – 2.700
18 tahun (orang dewasa) 54 2.200 – 2.700

Untuk intake cairan dari infus, bisa dihitung dengan rumus sebagai berikut :
jumlah kebutuhan cairan× faktor tetesan
Tetes /menit=
Waktu pemberian ( jam ) × 60menit

Faktor tetesan infus :


- Makro : 1 cc = 15 tetes,
1 cc = 20 tetes
- Mikro : 1 cc = 60 tetes

Untuk output cairan

Kisaran Haluaran Cairan orang dewasa (Kozier, 2011)


Rute Jumlah (mL)
Urin 1.400 – 1.500
Kehilangan yang tidak dirasakan
(insisible water losses)
Paru 350 – 400
Kulit 350 – 400
Keringat 100
Feses 100 – 200
Total 2.300 – 2.600

3. Perhitungan Balance Cairan


Untuk menghitung keseimbangan cairan maka kita harus menghtung IWL
dalam 24 jam dahulu, yaitu dengan rumus sebagai berikut :
(15 × BB)
IWL=
24 jam
Jika suhu klien berubah – ubah maka rumus IWL setiap kenaikan suhu :
[ (10 % ×cairan masuk ) × jumlah kenaikan suhu ] + IWLnormal
24 jam

Cairan masuk = minuman+minuman+cairan infus+obat-obatan


Cairan keluar = urin+feses+muntah+IWL

Selanjutnya kita menghitung keseimbangan cairan dengan :


Balance cairan = cairan masuk – cairan keluar

G. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gagal Ginjal Kronik


a. Pengkajian
Berisi informasi – informasi biografi klien seperti nama, tempat tanggal lahir,
pendidikan, pekerjaan, status perkawinan , alamat, nomor CM dan diagnosa medis
yang telah ditetapkan oleh dokter. Selain itu juga berisi informasi singkat
wali/penanggungjawab klien selama berada dirawat di rumah sakit.
b. Riwayat Keperawatan
i. Riwayat Keperawatan Sekarang
Kondisi klien dengan penyakit yang diderita saat ini sudah berapa lama,
disertai deskripsi tanda dan gejala yang klien rasakan dan terapi yang
sudah klien dapatkan dalam upaya mengatasi penyakit. Tanyakan apakah
ini pertama kalinya klien menderita penyakit ini.
ii. Riwayat Keperawatan Dahulu
Kaji apakah memiliki penyakit kronis seperti gagal ginjal kronik, diabetes
melitus dan hipertensi. Kaji juga riwayat pengobatan yang dilakukan
dimasa lalu dan riwayat alergi terhadap obat.
iii. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji apakah anggota keluarga yang sedarah ada yang menderita penyakit
yang sama, penyakit yang menular, atau penyakit kronis lainnya seperti
diabetes, jantung dan hipertensi.

c. Pemeriksaan Fisik
Menurut Morton (2016) dan Kozier (2011), pemeriksaan fisik dilakukan sebagai
berikut :
1. Kaji bagaimana keadaan umum klien dan periksa kesadaran klien dengan teori
Glau Coma Scale (GCS)
2. Kaji tanda – tanda vital seperti tekanan darah, respiratory rate (RR), nadi, dan
suhu dengan tepat.
3. Kaji berat badan dan tinggi badan klien.
4. Kulit :
- inspeksi ekskremitas dan trunkus untuk dilihat warna dan tanda ekskoriasi,
memar atau pendarahan
- Palpasi untuk memeriksa kelembapan, kekeringan, suhu dan edema
(periksa dengan ditekan untuk melihat kemudahan dan kecepatan turgor
kulit)
5. Mata :
- Inspeksi : memeriksa pergerakan bola mata dan pupil, warna sklera,
konjungtiva
- Palpasi : secara lembut palpasi denganmata tertup untuk memeriksa
teksturnya, jika abnormal terasa lunak
6. Mulut :
Inspeksi lidah dan mulur untuk memperhatikan ada genangan dibawah saliva
dan periksa jika abnormal membran mukosa tampak kering & kusam , lidah
kering, bibir pecah – pecah
7. Sistem kardiovaskuler & pernafasan :
- Inspeksi untuk melihat frekuensi, irama, kedalaman dan upaya pernafasan,
pada jantung periksa vena jugularis biasanya terjadi distensi dan vena
jugularis datar
- Palpasi untuk melihat apakah ada angktan, pulsasi, dan getaran pada area
prekordial
- Perkusi jantung untuk mengetahui adakah batas – batas jantung dan paru
dengan terdengar sonor atau redup.
- Auskultasi untuk memeriksa frekuensi dan irama jantung, bunyi jantung
tambahan jika kelebihan cairan sering kali terdengar bunyi jantung ketiga
atau keempat. Perhatikan juga kualitas bunyi vesikular dan bunyi
tambahan napas (ronki kering, meng-ngik, bunyi gesekan)
8. Abdomen
- Inspeksi untuk melihat kebersihan, kedapatan lesi dan bentuk perut
- Auskultasi pada bisisng usus dan arteri renalis untuk mendengar adanya
bruit (bunyi hembusan/seperti mur mur pada jantung) dengan stetoskop
diatas dan di sebelah kiri umbilkal. Jika terdapat bruit tandanya penurunan
aliran darah ke ginjal.
- Perkusi di bagian kostovertebral dan jika pasien merasa nyeri
kemungkinan terjadi inflamasi, dan perkusi abdomen untuk mengetahui
gelombang cairan atau bunyi redup yang berpindah
- Palpasi untuk mengetahui apakah ada nyeri tekan pada ginjal dan
pembesaran. Jika asites lakukan pengkuran perut
9. Ekskremitas
Periksa kualitas nadi perifer, amati adakah tremor, parestesia, baal dan
kelemahan. Palpasi kuku jari tangan dan kaki dengan memeriksa warna,
bentuk, dan waktu pengisian kapiler.
d. Pemeriksaan Penunjang
Ada beberapa tes yang dapat digunakan untuk menetukan kadar kerusakan ginjal
menurut Ariani (2016) :
1. Tes Urin
Pada gagal ginjal, dalam darah klien akan mengandung protein atau darah
dalam urin. Untuk mengetahuinya dengan pengambilan sample urin yang akan
dicek di laboratorium. Lebih baik sample urin yang digunakan urin pertama di
pagi hari untuk menghindari sel rusak pada urin.
2. Laju Filtrasi Glomerulus (LFG)
Perhitungan LFG melibatkan pengambilan sample darah dan dihitung
berdasarkan usia, jenis kelamin, dan kelompok etnis. Hasil LFG berupa
presentasi kapasitas fungsi ginjal normal.
Perhitungan LFG dengan rumus Kockroft-Gault :
( 140−umur ) × BB
LFG=
mg
72× kreatinin plasma ( )
dl
Keterangan : untuk perempuan dikalikan 0.85 dan satuan LFG =
ml/mn/1.73m2
3. Pemindaian
Pengurangan massa ginjal akan membuat ginjal berubah bentuk dan sebelum
terjadi, pemindaian dilakukan untuk mengetahui apakah ada penyumbatan
aliran urin pada ginjal. Pemindaian dilakukan dengan USG, computerised
tomography (CT) atau MRI.
4. Biopsi Ginjal
Pengambilan sample kecil dari jaringan ginjal dengan memeriksa sel-sel
dengan mikroskop .
5. Menentukan Stadium
Setelah seluruh pemeriksaan dilakukan maka kita bisa melakukan
pengklasifikasian untuk menentukan stadium atau derajat gagal ginjal kronik
sehingga kita bisa melakukan intervensi dan implementasi keperawatan yang
tepat.
e. Diagnosa Keperawatan
- Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang
meningkat
- Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema
sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)
- Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia,
mual, muntah
- Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder:
kompensasi melalui alkalosis respiratorik
- Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis
- Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak
adekuat, keletihan

Anda mungkin juga menyukai