Disusun Oleh:
KELAS C 2019
Dosen Pengampu:
Puji syukur penulis penjatkan ke hadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya
maka saya sebagai penulis, dapat menyelesaikan penyusunan makalah Hukum
Pengelolaan lahan Gambut yang berjudul “Pelaksanaan dan Strategi Konservasi
Linkungan Pada Ekosistem Hutan Lahan Gambut”. Di dalam makalah ini tertuang
jabaran mengenai fungsi, peraturan, permasalahan dan metoda dalam konervasi
hutan gambut di Indonesia.
Penulisan makalah ini merupakan bentuk ujian akhir semester mata kuliah
Hukum Pengelolaan Lahan gambut Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa
masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi,
mengingat akan keterbatasan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik
dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan
pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih
yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan
makalah ini terutama kepada bapak Oktarianus Kurniawan, S.H., M.kn. dosen
pengampu mata kuliah Hukum Pengelolaan lahan Gambut. Penyusunan makalah
ini tidak dapat berjalan dengan baik tanpa adanya bantuan dan bimbingan dari
semua pihak.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat berguna dan
berfungsi dengan baik serta menambah wawasan para pembacanya.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan Penulisan
1.3 Ruang Lingkup
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Fungsi Ekosistem Hutan Gambut
2.2 Peraturan Terkait Ekosistem Hutan Gambut
2.3 Permasalahan pada Ekosistem Hutan Gambut
2.4 Metoda Konservasi Ekosistem Hutan Gambut
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
pertanian di sekitarnya menjadi kering dan asam, tidak produktif, dan akhirnya
menjadi lahan tidur, bongkor, dan mudah terbakar. Hutan gambut mempunyai
nilai konservasi yang sangat tinggi dan fungsi-fungsi lainnya seperti fungsi
hidrologi, cadangan karbon, dan biodiversitas yang penting untuk kenyamanan
lingkungan dan kehidupan satwa. Jika ekosistemnya terganggu maka intensitas
dan frekuensi bencana alam akan makin sering terjadi, sehingga diperlukan upaya
pemeliharaan dan pemanfaatan lingkungan hutan gambut dalam bentuk
konservasi agar komponen penting lingkungan dapat dipertahankan untuk masa
yang akan datang.
2
BAB III
PEMBAHASAN
3
(empat ratus lima puluh hingga delapan ratus
lima puluh per seratus), dan lebih dari 850%
(delapan ratus lima puluh per seratus) dari
bobot keringnya atau hingga 90% (sembilan
puluh per seratus) dari volumenya.
Karena sifatnya itu, gambut memiliki
kemampuan sebagai penambat (reservoir) air
tawar yang cukup besar sehingga dapat
menahan banjir saat musim hujan dan
sebaliknya melepaskan air tersebut pada
musim kemarau.
Kegiatan pertanian di wilayah pasang surut
akan memperoleh manfaat besar dari
keberadaan rawa gambut di wilayah hulu,
Pencegahan instrusi air laut sebagai sumber air tawar untuk irigasi dan
memasok air tawar secara terus menerus
guna menghindari atau mitigasi intrusi air
asin.
Di beberapa wilayah pedesaan pesisir, rawa
gambut bisa jadi merupakan sumber air yang
Pasokan air
dapat digunakan untuk keperluan minum dan
irigasi untuk beberapa bulan selama setahun.
Penyimpanan karbon Nilai keanekaragaman hayati yang dapat
ditangkap diperkirakan sebesar US $ 3 (tiga)
per hektar per tahun, tidak termasuk nilai
intrinsik jenis, potensi ekowisata serta bahan-
bahan farmasi yang dapat dipasarkan secara
internasional (Tacconi 2003). Hutan rawa
gambut di asia tenggara semakin
menunjukkan peran pentingnya sebagai bank
gen, terutama karena semakin menyusutnya
4
peran hutan dataran rendah akibat kegiatan
pembalakan dan konversi lahan. Bagi
berbagai jenis satwa, lahan gambut
menyediakan habitat yang sangat penting,
khususnya pada wilayah yang bersambung
dengan air tawar dan hutan bakau.
Habitat hidup liar Meskipun tidak sebanyak di ekosistem hutan
tropis, ekosistem lahan gambut menyediakan
habitat penting yang unik bagi berbagai jenis
satwa dan tumbuhan, beberapa diantaranya
hanya terbatas pada ekosistem gambut. Di
Taman Nasional Berbak Jambi tercatat
sekitar 250 (dua ratus lima puluh) jenis
burung termasuk 22 (dua puluh dua) jenis
burung bermigrasi.
Sungai berair hitam juga memiliki tingkat
endemisme ikan yang sangat tinggi. Di
samping itu, lahan gambut juga merupakan
habitat ikan air tawar yang merupakan
komoditas dengan nilai ekonomi tinggi dan
penting untuk dikembangkan, baik sebagai
ikan konsumsi maupun sebagai ikan
ornamental. Beberapa jenis ikan yang
memiliki nilai ekonomi tinggi, termasuk
gabus (chana striata), toman (channa
micropeltes), jelawat, dan tapah (wallago
leeri).
Sementara itu, beberapa jenis satwa telah
termasuk dalam kategori langka dan
terancam punah serta memiliki nilai ekologis
yang luar biasa dan tidak tergantikan,
5
sehingga sangat sulit untuk dikuantifikasi
secara finansial. Beberapa jenis tersebut
diantaranya adalah harimau sumatera
(panthera tigris), beruang madu (helarctos
malayanus), gajah sumatera (elephas
maximus), dan orang utan (pongo pymaeus).
Seluruh jenis tersebut dilindungi berdasarkan
peraturan perlindungan di Indonesia serta
masuk dalam appendix I CITES dan IUCN
Red List dalam katagori endanger species.
Tidak kurang dari 300 (tiga ratus) jenis
tumbuhan telah tercatat di hutan rawa
gambut Sumatera. Di Taman Nasional
Berbak Jambi, misalnya kawasan ini
merupakan pelabuhan bagi keanekaragaman
Habitat tumbuhan genetis dan ekologis dataran rendah pesisir di
Sumatera. Sejauh ini telah tercatat tidak
kurang dari 260 (dua ratus enam puluh) jenis
tumbuhan (termasuk 150 jenis pohon dan 23
jenis palem), sejauh ini merupakan jumlah
jenis terbanyak yang pernah diketahui
6
Hutan rawa gambut memiliki nilai alam liar
yang luar biasa, jauh dari keramaian dan
Alam liar hiruk pikuk perkotaan. Hal ini merupakan
modal yang sangat berharga untuk
pengembangan pariwisata alam.
7
Walaupun tidak semua undang-undang di atas terkait secara langsung,
namun memiliki implikasi secara tidak langsung. Pada tataran undang-undang,
maka UU No. 5 tahun 1990 akan terkait dengan gambut yang berada pada
wilayah konservasi (taman nasional, cagar alam, dan lain-lain). Demikian juga
UU No. 41 tahun 1999 yang akan terkait dengan gambut yang berada di dalam
kawasan hutan. Sedangkan untuk sektor perkebunan, maka UU No. 18 tahun
2004 akan menjadi acuan bagi komoditi perkebunan yang ada di lahan gambut
(misal : kelapa sawit). Pada aspek keruangan, UU No. 27 tahun 2007 akan
berimplikasi pada kesatuan hidrologis gambut dan kesesuaiannya dengan tata
ruang. Dari keseluruhannya pada UU No. 32 tahun 2009 paling memiliki
kaitan erat dan menjadi aturan yang memayungi ekosistem gambut.
8
berada pada fungsi budidaya. Dalam hal ekosistem gambut berada pada rawa,
maka peraturan pemerintah tentang Rawa juga menjadi relevan dalam
beberapa pengaturannya. Terakhir, tahun 2014 Pemerintah menerbitkan
Peraturan mengenai perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut yang
memang secara khusus memberikan pengaturan terkait gambut
9
cukup mendasar terhadap ekosistem gambut, yaitu ketentuan mengenai
kedalaman gambut yang perlu dilindungi.
10
sungai di sekitarnya tanpa kendali, sehingga lahan gambut tersebut di musim
kemarau menjadi kering dan mudah terbakar. Sebagai akibat kerusakan lahan
gambut dalam satu dasawarsa terakhir di Pulau Sumatera, telah menyebabkan
penyusutan kandungan karbon sebesar ± 3,5 milyar ton karbon.
11
pemahaman mengenai keberadaan populasi dan habitat dari kehidupan
penghuni kawasan lahan gambut yang mengandung potensi penting namun
juga memiliki sifat keterbatasan.
12
1. Seluruh masyarakat yang bergantung pada sumberdaya hutan, mempunyai
tanggungjawab pada: keanekaragaman hayati, keteraturan iklikm, udara
bersih, konservasi air dan tanah, ketahanan pangan, hasil kayu dan non
kayu, jasa energi, obat-obatan, serta nilai-nilai budaya.
2. Kebutuhan planet dan manusia dapat diselaraskan, dan hutan mempunyai
potensi untuk memberikan potensi bagi penyelamatan lingkungan,
pengentasan kemiskinan, keadilan sosial, peningkatan kesejahteraan
manusia, modal bagi generasi sekarang dan akan datang.
3. Penyelarasan kebutuhan planet bumi dan manusia tidak dapat dilakukan
hanya oleh satu pihak, melainkan perlu kerjasama semua pihak.
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut :
1. Secara umum lahan gambut memiliki peranan hidrologis yang penting
karena secara alami berfungsi sebagai cadangan (reservoir) air dengan
kapasitas yang sangat besar.
2. Terdapat tiga tataran peraturan yang terkait dengan ekosistem hutan
gambut yakni Undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan Keppres/Inpres/
KeMen.
3. Peraturan terbaru yang dijadikan pedoman dalam pengelolaan ekosistem
hutan gambut adalah PP No.71 tahun 2014 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Ekosistem Gambut.
4. Kerusakan lahan gambut yang paling dominan adalah kegiatan
pembakaran lahan gambut.
5. Metoda konservasi ekosistem hutan gambut terdiri atas inventarisasi,
interpretasi, identifikasi, akses, perlindungan dan pemanfaatan lahan
gambut.
3.2 Saran
Saran penulis terhadap materi uraian adalah sebagai berikut:
1. Diupayakan kegiatan konservasi ekosistem lahan gambut dapat
terselenggara dengan baik dan holistik menggunakan prinsip integralistik
pembangunan berkelanjutan
2. Diharapkan peraturan terbaru yang dikeluarkan pemerintah dalam bentuk
PP No.71 tahun 2014 dapat dilaksanakan dengan sebaik mungkin sesuai
denga nisi dari pasal-pasal yang tercantum di dalamnya.
3. Dikarenakan oleh kegiatan pembakaran lahan gambut diidetifikasi sebagai
penyebab kerusakan yang paling dominan, maka sebaiknya dilakukan tata
14
ulang kelola lahan gambut dengan bekerja sama dengan masyarakat sekitar
sehingga pengelolaan dan pemantauan dapat dioptimalkan.
15
DAFTAR PUSTAKA
Adhi, W. 1986. Pengelolaan Lahan Rawa Pasang Surut dan lebak. Jurnal Litbank
Pertanian 5: 1-9.
Bahri, Maswar. 2011. Ekosistem Lahan Gambut. Diakses dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24260/4/Chapter
%20II.pdf pada hari Minggu tanggal 17 April 2016 pukul 08.14 WIB.
Booth RK, Lamentowicz M, Charman DJ. 2010. Preparation and Analysis of
Testate Amoebae in Peatland Palaeoenvironmental Studies. Mires and
Peat 7:17.
Deputi III KLH. 2013. Relevansi Moratorium Hutan Alam Primer dan Lahan
Gambut terhadap Upaya Pengurangan Emisi GRK di Lahan Gambut.
Diakses dari http://indones ia.wetlan ds.org/Po rtals/28/P DF/3.% 20P
APARAN%20DEPUTI%20III%20MORATORIUM%20GBT- REV %20
Huda.pdf pada hari Minggu tanggal 17 April 2016 pukul 12.10 WIB
Driessen, P.M. 1977. Formation, Properties, Reclamation and Agricultural
Potential of Indonesian Mmbrogeneos Lowland Peats. Soil Reseaceha
Intitute.
Golley, F.B. (Ed.). 1977. Ecological Succession. Benchmark Papers In Ecology
V. 5. Dowden. Hutchinson and Rose, Inc., Stroudsburg. Pennsylvania
Rusandi, rio.
Indonesia Peatland Network. 2010. Lahan Gambut dan Keanekaragaman Hayati.
Diakses dari http://www.cifor.org/ipn-toolbox/wp-content/uploads/p
df/C1.pdf pada hari Sabtu tanggal 16 April 2016 pukul 19.20 WIB.
Indrarto, Giorgio Budi. 2014. Aspek Legalitas dari Perlindungan dan
Pengelolaan Gambut di Indonesia. Diakses dari http://www.cifor.org/ipn-
toolbox/wp-content/uploads/pdf/A3.pdf pada hari Minggu tanggal 17
April 2016 pukul 10.41 WIB.
Maryati, dkk. 2014. Ekosistem Hutan Rawa Gambut. Diakses dari
http://ekotum116bekosistemhutanrawagambut.blogspot.co.id/2014/05/mak
16
alah-ekosistem-hutan-rawa-gambut_23.html pada hari Sabtu tanggal 16
April 2016 pukul 13.32 WIB.
Sukadri, Doddy. 2014. Kerusakan Lahan Gambut dan Upaya Konservasi. Diakses
dari https://aguraforestry.com/2013/12/02/kerusakan-lahan-gambut-dan-
upaya-konservasinya/ pada hari Minggu tanggal 17 April 2016 pukul
12.12 WIB
Wetland International. 2011. Lahan Gambut dalam National REDD+ Strategy
Indonesia.
17