Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

HUKUM PENGELOLAAN LAHAN GAMBUT

“Pelaksanaa dan Strategi Konservasi Linkungan Pada Ekosistem

Hutan Lahan Gambut”

Disusun Oleh:

Hengki Agusprianto (193030601167)

KELAS C 2019

Dosen Pengampu:

Oktarianus Kurniawan, S.H., M.kn.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN KEBUDAYAAN RISET DAN


TEKNOLOGI
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
FAKULTAS HUKUM
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis penjatkan ke hadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya
maka saya sebagai penulis, dapat menyelesaikan penyusunan makalah Hukum
Pengelolaan lahan Gambut yang berjudul “Pelaksanaan dan Strategi Konservasi
Linkungan Pada Ekosistem Hutan Lahan Gambut”. Di dalam makalah ini tertuang
jabaran mengenai fungsi, peraturan, permasalahan dan metoda dalam konervasi
hutan gambut di Indonesia.
Penulisan makalah ini merupakan bentuk ujian akhir semester mata kuliah
Hukum Pengelolaan Lahan gambut Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa
masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi,
mengingat akan keterbatasan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik
dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan
pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih
yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan
makalah ini terutama kepada bapak Oktarianus Kurniawan, S.H., M.kn. dosen
pengampu mata kuliah Hukum Pengelolaan lahan Gambut. Penyusunan makalah
ini tidak dapat berjalan dengan baik tanpa adanya bantuan dan bimbingan dari
semua pihak.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat berguna dan
berfungsi dengan baik serta menambah wawasan para pembacanya.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan Penulisan
1.3 Ruang Lingkup
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Fungsi Ekosistem Hutan Gambut
2.2 Peraturan Terkait Ekosistem Hutan Gambut
2.3 Permasalahan pada Ekosistem Hutan Gambut
2.4 Metoda Konservasi Ekosistem Hutan Gambut
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan salah satu negara dengan keanekaragaman hayati dunia
Salah satu habitat yang memililki keunikan dan keanekaragaman hayati yang
tinggi adalah hutan gambut. Dalam skala regional, Indonesia memiliki area
gambut terluas yaitu berkisar antara 20-27 juta ha yang kaya akan
keanekaragaman hayati endemik dengan pusat keanekaragaman hayati tertinggi
berada di Kalimantan. Dewasa ini lahan gambut di Indonesia mempunyai tingkat
kerentanan dan ancaman yang tinggi akibat perubahan lahan dari hutan ke
penggunaan lain, kebakaran, perkebunan dan permukiman. Meningkatnya
ancaman terhadap kelestarian lahan gambut seperti kebakaran dan konversi
menjadi area perkebunan, menjadikan ancaman juga terhadap kelestarian
keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya.
Hutan gambut dapat didefinisikan sebagai hutan yang terdapat pada daerah
bergambut yakni daerah yang digenangi air tawar dalam keadaan asam pada pH
3,5-4 dan di dalamnya terdapat penumpukan bahan-bahan tanaman yang telah
mati. Ekosistem hutan gambut merupakan suatu tipe ekosistem hutan yang cukup
unik karena tumbuh di atas tumpukan bahan organik yang melimpah. Daerah
gambut pada umumnya mengalami genangan air tawar secara periodik dan
lahannya memiliki topografi bergelombang kecil sehingga menciptakan bagian-
bagian cekungan tergenang air tawar. Tanah gambut merupakan tanah yang
tersusun dari bahan organik, baik dengan ketebalan bahan organik lebih dari 45
cm ataupun terdapat secara berlapis bersama tanah mineral pada ketebalan
penampang 80 cm serta mempunyai tebal lapisan bahan organik lebih dari 50 cm.
Berkurang atau hilangnya kawasan hutan gambut akan menurunkan
kualitas lingkungan, bahkan  menyebabkan banjir pada musim hujan serta
kekeringan dan kebakaran pada musim kemarau. Upaya pendalaman saluran
untuk mengatasi banjir dan pembuatan saluran baru untuk mempercepat
pengeluaran air justru menimbulkan dampak yang lebih buruk, yaitu lahan

1
pertanian di sekitarnya menjadi kering dan asam, tidak produktif, dan akhirnya
menjadi lahan tidur, bongkor, dan mudah terbakar. Hutan gambut mempunyai
nilai konservasi yang sangat tinggi dan fungsi-fungsi lainnya seperti fungsi
hidrologi, cadangan karbon, dan biodiversitas yang penting untuk kenyamanan
lingkungan dan kehidupan satwa. Jika ekosistemnya terganggu maka intensitas
dan frekuensi bencana alam akan makin sering terjadi, sehingga diperlukan upaya
pemeliharaan dan pemanfaatan lingkungan hutan gambut dalam bentuk
konservasi agar komponen penting lingkungan dapat dipertahankan untuk masa
yang akan datang.

1.2 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui fungsi-fungsi dari ekosistem hutan gambut
2. Menganalisis peraturan yang berkaitan dengan ekosistem hutan gambut
3. Mempelajari permasalahan yang berkaitan dengan ekosistem hutan gambut
4. Menganalisis metoda yang digunakan dalam konservasi ekosistem hutan
gambut.

1.3 Ruang Lingkup


Ruang lingkup materi dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Membuat suatu uraian mengenai ekosistem hutan gambut melingkupi
pelaksanaan dan strategi konservasi lingkungannya.
2. Uraian ini meliputi fungsi, peraturan, permasalahan dan metoda yang
digunakan dalam konservasi ekosistem hutan gambut.
3. Latar belakang perlindungan dan pengelolaan hutan gambut.
4. Dasar-dasar teori yang secara langsung mendukung pembuatan makalah dan
analisis diuraikan secara lengkap dalam bentuk narasi.

2
BAB III
PEMBAHASAN

2.1 Fungsi Ekosistem Hutan Gambut


Secara ekologis ekosistem hutan rawa gambut merupakan tempat
pemijahan ikan yang ideal selain menjadi habitat berbagai jenis satwa liar
termasuk jenis-jenis endemik. Dengan kata lain, hutan rawa gambut merupakan
sumber daya biologis yang penting yang dapat dimanfaatkan dan dikonservasi
untuk memperoleh manfaat yang lestari. Lahan gambut memiliki peranan
hidrologis yang penting karena secara alami berfungsi sebagai
cadangan (reservoir) air dengan kapasitas yang sangat besar. Jika tidak
mengalami gangguan, lahan gambut dapat menyimpan air sebanyak 0,8 - 0,9
m3/dtk. Dengan demikian lahan gambut dapat mengatur debit air pada musim
hujan dan musim kemarau.
Nilai penting inilah yang menjadikan lahan rawa gambut harus dilindungi
dan dipertahankan kelestariannya. Untuk dapat memanfaatkan sumberdaya alam
termasuk lahan rawa gambut secara bijaksana perlu perencanaan yang teliti,
penerapan teknologi yang sesuai dan pengelolaan yang tepat. Fungsi dan manfaat
ekosistem gambut mengacu pada kegunaan, baik langsung maupun tidak langsung
bagi masyarakat. Beberapa fungsi dan manfaat dapat diringkas pada Tabel 3.1
berikut.

Tabel 3.1 Fungsi dan Manfaat Hutan Rawa Gambut


Fungsi Hutan Rawa Gambut Manfaat dan Penggunaan
Pengaturan banjir dan arus larian Mitigasi banjir dan kekeringan di wilayah
hilir. Gambut memiliki porositas yang tinggi
sehingga mempunyai daya serap air yang
sangat besar. Menurut jenisnya, gambut
saprik, hemik, dan fibrik dapat menampung
air berturut-turut sebesar 451% (empat ratus
lima puluh satu per seratus), 450-850%

3
(empat ratus lima puluh hingga delapan ratus
lima puluh per seratus), dan lebih dari 850%
(delapan ratus lima puluh per seratus) dari
bobot keringnya atau hingga 90% (sembilan
puluh per seratus) dari volumenya.
Karena sifatnya itu, gambut memiliki
kemampuan sebagai penambat (reservoir) air
tawar yang cukup besar sehingga dapat
menahan banjir saat musim hujan dan
sebaliknya melepaskan air tersebut pada
musim kemarau.
Kegiatan pertanian di wilayah pasang surut
akan memperoleh manfaat besar dari
keberadaan rawa gambut di wilayah hulu,
Pencegahan instrusi air laut sebagai sumber air tawar untuk irigasi dan
memasok air tawar secara terus menerus
guna menghindari atau mitigasi intrusi air
asin.
Di beberapa wilayah pedesaan pesisir, rawa
gambut bisa jadi merupakan sumber air yang
Pasokan air
dapat digunakan untuk keperluan minum dan
irigasi untuk beberapa bulan selama setahun.
Penyimpanan karbon Nilai keanekaragaman hayati yang dapat
ditangkap diperkirakan sebesar US $ 3 (tiga)
per hektar per tahun, tidak termasuk nilai
intrinsik jenis, potensi ekowisata serta bahan-
bahan farmasi yang dapat dipasarkan secara
internasional (Tacconi 2003). Hutan rawa
gambut di asia tenggara semakin
menunjukkan peran pentingnya sebagai bank
gen, terutama karena semakin menyusutnya

4
peran hutan dataran rendah akibat kegiatan
pembalakan dan konversi lahan. Bagi
berbagai jenis satwa, lahan gambut
menyediakan habitat yang sangat penting,
khususnya pada wilayah yang bersambung
dengan air tawar dan hutan bakau.
Habitat hidup liar Meskipun tidak sebanyak di ekosistem hutan
tropis, ekosistem lahan gambut menyediakan
habitat penting yang unik bagi berbagai jenis
satwa dan tumbuhan, beberapa diantaranya
hanya terbatas pada ekosistem gambut. Di
Taman Nasional Berbak Jambi tercatat
sekitar 250 (dua ratus lima puluh) jenis
burung termasuk 22 (dua puluh dua) jenis
burung bermigrasi.
Sungai berair hitam juga memiliki tingkat
endemisme ikan yang sangat tinggi. Di
samping itu, lahan gambut juga merupakan
habitat ikan air tawar yang merupakan
komoditas dengan nilai ekonomi tinggi dan
penting untuk dikembangkan, baik sebagai
ikan konsumsi maupun sebagai ikan
ornamental. Beberapa jenis ikan yang
memiliki nilai ekonomi tinggi, termasuk
gabus (chana striata), toman (channa
micropeltes), jelawat, dan tapah (wallago
leeri).
Sementara itu, beberapa jenis satwa telah
termasuk dalam kategori langka dan
terancam punah serta memiliki nilai ekologis
yang luar biasa dan tidak tergantikan,

5
sehingga sangat sulit untuk dikuantifikasi
secara finansial. Beberapa jenis tersebut
diantaranya adalah harimau sumatera
(panthera tigris), beruang madu (helarctos
malayanus), gajah sumatera (elephas
maximus), dan orang utan (pongo pymaeus).
Seluruh jenis tersebut dilindungi berdasarkan
peraturan perlindungan di Indonesia serta
masuk dalam appendix I CITES dan IUCN
Red List dalam katagori endanger species.
Tidak kurang dari 300 (tiga ratus) jenis
tumbuhan telah tercatat di hutan rawa
gambut Sumatera. Di Taman Nasional
Berbak Jambi, misalnya kawasan ini
merupakan pelabuhan bagi keanekaragaman
Habitat tumbuhan genetis dan ekologis dataran rendah pesisir di
Sumatera. Sejauh ini telah tercatat tidak
kurang dari 260 (dua ratus enam puluh) jenis
tumbuhan (termasuk 150 jenis pohon dan 23
jenis palem), sejauh ini merupakan jumlah
jenis terbanyak yang pernah diketahui

Hutan rawa gambut menempati kawasan


yang khusus pada bentang alam dataran
rendah, membentuk mosaik ekologi yang
Bentang alam tersusun dari tipe vegetasi khas pada hutan
bakau, diantara hamparan pantai tua,
pinggiran sungai serta pertemuan dengan
hutan rawa air tawar

6
Hutan rawa gambut memiliki nilai alam liar
yang luar biasa, jauh dari keramaian dan
Alam liar hiruk pikuk perkotaan. Hal ini merupakan
modal yang sangat berharga untuk
pengembangan pariwisata alam.

Rawa gambut menyediakan sumber alam


yang luar biasa, termasuk berbagai jenis
tumbuhan kayu yang memiliki nilai ekonomi
tinggi, seperti ramin (gonystylus bancanus),
jelutung (dyera costulata) dan meranti
(shorea spp).
Sumber hasil alam
Beberapa studi sosial-ekonomi menunjukkan
bahwa ketergantungan masyarakat sekitar
terhadap hutan rawa gambut dapat mencapai
hingga 80% (delapan puluh per seratus) dan
ini lebih tinggi dari ketergantungan mereka
terhadap usaha pertanian.

2.2 Peraturan Terkait Ekosistem Hutan Gambut


2.2.1 Undang-undang
1. Undang-undang No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam
Hayati dan Ekosistemnya.
2. Undang-undang No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan
3. Undang-undang No. 39 tahun 2014 tentang Perkebunan
4. Undang-undang No.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang
5. Undang-undang No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup

7
Walaupun tidak semua undang-undang di atas terkait secara langsung,
namun memiliki implikasi secara tidak langsung. Pada tataran undang-undang,
maka UU No. 5 tahun 1990 akan terkait dengan gambut yang berada pada
wilayah konservasi (taman nasional, cagar alam, dan lain-lain). Demikian juga
UU No. 41 tahun 1999 yang akan terkait dengan gambut yang berada di dalam
kawasan hutan. Sedangkan untuk sektor perkebunan, maka UU No. 18 tahun
2004 akan menjadi acuan bagi komoditi perkebunan yang ada di lahan gambut
(misal : kelapa sawit). Pada aspek keruangan, UU No. 27 tahun 2007 akan
berimplikasi pada kesatuan hidrologis gambut dan kesesuaiannya dengan tata
ruang. Dari keseluruhannya pada UU No. 32 tahun 2009 paling memiliki
kaitan erat dan menjadi aturan yang memayungi ekosistem gambut.

2.2.2 Peraturan Pemerintah


1. PP No.68 tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan
Pelestarian Alam
2. PP No.44 tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan
3. PP No.45 tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan
4. PP No.26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
5. PP No.27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan
6. PP No.37 tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
7. PP No.73 tahun 2013 tentang Rawa
8. PP No.71 tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem
Gambut
Pada tataran Peraturan Pemerintah, terdapat sedikitnya 8 peraturan
pemerintah yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan gambut.
Diawali dengan peraturan pemerintah tentang kawasan suaka alam dan
kawasan pelestarian alam yang merupakan landasan bagi perlindungan
ekosistem. Perencanaan kehutanan dan perlindungan hutan yang akan terkait
dengan gambut yang berfungsi lindung dan berada pada kawasan hutan juga
diatur melalui peraturan pemerintah. Selain itu, peraturan pemerintah tentang
izin lingkungan juga akan terkait dengan pemanfaatan ekosistem gambut yang

8
berada pada fungsi budidaya. Dalam hal ekosistem gambut berada pada rawa,
maka peraturan pemerintah tentang Rawa juga menjadi relevan dalam
beberapa pengaturannya. Terakhir, tahun 2014 Pemerintah menerbitkan
Peraturan mengenai perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut yang
memang secara khusus memberikan pengaturan terkait gambut

2.2.3 Keputusan Presiden/ Instruksi Presiden/ Peraturan Menteri


1. Keppres No.32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung
2. Keppres No.82 tahun 1995 tentang Pengembangan Lahan Gambut untuk
Pertanian Tanaman Pangan di Kalimantan Tengah
3. Keppres No. 80 tahun 1999 tentang Pedoman Umum Perencanaan dan
Pengelolaan Kawasan Pengembangan Lahan Gambut di Kalimantan
Tengah
4. Inpres No.2 tahun 2007 tentang Percepatan Rehabilitasi dan Revitalisasi
Kawasan Pengembangan Lahan Gambut di Kalimantan Tengah
5. PerMen Pertanian No.41 tahun 2009 tentang Pedoman Pemanfaatan Lahan
Gambut untuk Budidaya Kelapa Sawit
6. Inpres No.10 tahun 2011 dan no.6 tahun 2013 tentang Penundaan
Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer
dan Lahan Gambut
7. PerMen Kehutanan No.41 tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan
Menteri Kehutanan No.32 tahun 2010 tentang Tukar Menukar Kawasan
8. PerMen Negara Lingkungan Hidup No.10 tahun 2010 tentang Mekanisme
Pencegahan Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup yang
berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan/atau Lahan
Pada tataran yang paling rendah, terdapat Keputusan Presiden, Instruksi
Presiden dan juga Peraturan Menteri yang mengatur beberapa hal terkait
gambut. Walaupun tingkatannya dalam hierarki peraturan perundangan di
Indonesia berada di bawah Undang-undang dan Peraturan Pemerintah, namun
dalam konteks gambut, pengaturan awal yang terkait secara langsung adalah
Keputusan Presiden No. 32 tahun 1990 dan memberikan pengaturan yang

9
cukup mendasar terhadap ekosistem gambut, yaitu ketentuan mengenai
kedalaman gambut yang perlu dilindungi.

2.3 Permasalahan pada Ekosistem Hutan Gambut


2.3.1 Kerusakan Lahan Gambut
Perlu dipahami bahwa keberadaan, fungsi dan dampak akibat kerusakan
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya tidak mengenal batas-batas
wilayah administrasi (misalnya batas kabupaten, batas propinsi atau bahkan
batas negara). Pengelolaan sumber daya alam hayati yang kurang baik
(misalnya eksploitasi yang berlebihan, dan sebagainya) di daerah hulu/daerah
tinggi (upstream, upperland) dampaknya tidak hanya dirasakan di derah yang
bersangkutan, melainkan akan dirasakan oleh daerah-daerah dibawahnya
(downstream, lowland).
Sebagian  besar lahan gambut di Indonesia kini mengalami kerusakan
yang cukup mengkhawatirkan sebagai akibat dari adanya kegiatan-kegiatan
yang kurang/tidak  berwawasan lingkungan.  Kegiatan yang merusak antara
lain pembakaran lahan gambut dalam rangka persiapan lahan pertanian,
perkebunan, pemukiman dan lain-lain; penebangan hutan gambut yang tidak
terkendali (baik legal maupun ilegal) untuk diambil kayunya, pembangunan
saluran-saluran irigasi/parit/kanal untuk tujuan pertanian maupun transportasi.
Kegiatan-kegiatan diatas tidak hanya menyebabkan rusaknya fisik
lahan/hutan gambut (seperti amblasan/subsiden, terbakar dan berkurangnya
luasan gambut), tapi juga menyebabkan hilangnya fungsi gambut sebagai
penyimpan (sink) dan penyerap (sequester) karbon, sebagai daerah resapan air
yang mampu mencegah banjir pada wilayah disekitarnya pada musim hujan
dan mencegah intrusi air asin pada musim kemarau.
Disamping itu, kerusakan hutan dan lahan gambut juga menyebabkan
hilangnya keanekaragaman hayati dan sumber daya alam didalamnya. 
Keberadaan parit dan sluran di lahan gambut (baik untuk mengangkut kayu,
produk pertanian maupun lalu lintas air) tanpa adanya sistem pengatur air
yang memadai telah menyebabkan keluarnya air dari dalam tanah gambut ke

10
sungai di sekitarnya tanpa kendali, sehingga lahan gambut tersebut di musim
kemarau menjadi kering dan mudah terbakar. Sebagai akibat kerusakan lahan
gambut dalam satu dasawarsa terakhir di Pulau Sumatera, telah menyebabkan
penyusutan kandungan karbon sebesar ± 3,5 milyar ton karbon.

2.3.2 Masalah Pengelolaan dan Pemanfaatan Lahan Gambut


1. Kurang memperhatikan prinsip-prinsip ekologi dan karakteristik ekosistem
gambut, sehingga mengakibatkan timbulnya berbagai masalah.
2. Pengelolaan ekosistem gambut tidak berbasis kesatuan hidrologis gambut.
3. Pengelolaan ekosistem gambut kurang memperhatikan sifat dan
karakteristik gambut.
4. Kebijakan RTRW belum mempertimbangkan sifat dan karakteristik
gambut.
5. Kurangnya data dan informasi tentang ekosistem gambut.

2.4 Metoda Konservasi Ekosistem Hutan Gambut


a.   Identifikasi dan Inventarisasi Potensi Kawasan Lahan gambut
Kegiatan identifikasi dan inventarisasi potensi ekosistem lahan gambut
merupakan  langkah yang harus dilakukan sebelum upaya pemanfaatan dan
konservasi dapat dilaksanakan secara terpadu dan menyeluruh. Upaya ini
masih perlu dilakukan mengingat luasnya wilayah negara kita.
b.   Interpretasi Fungsi Kawasan Lahan Gambut dan Sosialisasi ke
Masyarakat Luas
Informasi-informasi mengenai apa itu kawasan/ekosistem lahan gambut,
potensi, fungsi dan manfaatnya sangat penting bagi masyarakat yang sebagian
besar tidak mengetahuinya.
c.    Identifikasi Manfaat Berkelanjutan
Pemanfaatan terhadap potensi ekosistem lahan gambut hanya mungkin
dilakukan sepanjang hal tersebut dilakukan berdasarkan pengetahuan dan

11
pemahaman mengenai keberadaan populasi dan habitat dari kehidupan
penghuni kawasan lahan gambut yang mengandung potensi penting namun
juga memiliki sifat keterbatasan.

d.   Akses Bagi Pemanfaatan Berkelanjutan Bagi Masyarakat Sekitar


Setelah upaya identifikasi manfaat berkelanjutan tersebut dilakukan, upaya
selanjutnya adalah mengembangkan kegiatan pemanfaatan yang berkelanjutan
dan menyediakan akses bagi masyarakat, terutama masyarakat sekitar
kawasan lahan gambut, agar mereka benar-benar dapat merasakan manfaat
dari keberadaan kawasan lahan gambut tersebut sehingga pada gilirannya
mereka dapat menjadi pelestari kawasan lahan gambut.
e.   Perlindungan Terhadap Kawasan Lahan gambut
Mengingat ekosistem lahan gambut tidak mengenal batas administrasi
pemerintahan maka upaya konservasi haruslah dilakukan melalui pendekatan:
 Melindungi hutan yang tumbuh diatas kawasan lahan gambut.
 Menetapkan suatu kawasan tertentu untuk dikelola sebagai perwakilan
konservasi ekosistem lahan gambut.
 Melakukan tindakan pemanfaatan dengan menerapkan kaidah-kaidah
konservasi secara terencana dan konsisten, misalnya untuk kegiatan
ekowisata. Didalam pengembangan ekowisata dan berprinsip
ekowisata, kelestarian obyek dan kelestarian sumber daya sudah
terpatri, demikian pula manfaat bagi masyarakat sekitar.
f.     Pemanfaatan Bijaksana Ekosistem Lahan Gambut Secara
Berkolaborasi
Sasarannya adalah terwujudnya akses bagi para pihak untuk ikut berbagi
peran, tanggung jawab dan mendapatkan manfaat secara adil terhadap
ekosistem lahan gambut. Pengelolaan Bersama merujuk pada proses dan alat
pemecahan masalah, penanganan peluang atau pengelolaan kepentingan
bersama dalam pengelolaan SDAH&E, selaras dengan rekomendasi dari
Kongres kehutanan Dunia :

12
1. Seluruh masyarakat yang bergantung pada sumberdaya hutan, mempunyai
tanggungjawab pada: keanekaragaman hayati, keteraturan iklikm, udara
bersih, konservasi air dan tanah, ketahanan pangan, hasil kayu dan non
kayu, jasa energi, obat-obatan, serta nilai-nilai budaya.
2. Kebutuhan planet dan manusia dapat diselaraskan, dan hutan mempunyai
potensi untuk memberikan potensi bagi penyelamatan lingkungan,
pengentasan kemiskinan, keadilan sosial, peningkatan kesejahteraan
manusia, modal bagi generasi sekarang dan akan datang.
3. Penyelarasan kebutuhan planet bumi dan manusia tidak dapat dilakukan
hanya oleh satu pihak, melainkan perlu kerjasama semua pihak.

13
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut :
1. Secara umum lahan gambut memiliki peranan hidrologis yang penting
karena secara alami berfungsi sebagai cadangan (reservoir) air dengan
kapasitas yang sangat besar.
2. Terdapat tiga tataran peraturan yang terkait dengan ekosistem hutan
gambut yakni Undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan Keppres/Inpres/
KeMen.
3. Peraturan terbaru yang dijadikan pedoman dalam pengelolaan ekosistem
hutan gambut adalah PP No.71 tahun 2014 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Ekosistem Gambut.
4. Kerusakan lahan gambut yang paling dominan adalah kegiatan
pembakaran lahan gambut.
5. Metoda konservasi ekosistem hutan gambut terdiri atas inventarisasi,
interpretasi, identifikasi, akses, perlindungan dan pemanfaatan lahan
gambut.

3.2 Saran
Saran penulis terhadap materi uraian adalah sebagai berikut:
1. Diupayakan kegiatan konservasi ekosistem lahan gambut dapat
terselenggara dengan baik dan holistik menggunakan prinsip integralistik
pembangunan berkelanjutan
2. Diharapkan peraturan terbaru yang dikeluarkan pemerintah dalam bentuk
PP No.71 tahun 2014 dapat dilaksanakan dengan sebaik mungkin sesuai
denga nisi dari pasal-pasal yang tercantum di dalamnya.
3. Dikarenakan oleh kegiatan pembakaran lahan gambut diidetifikasi sebagai
penyebab kerusakan yang paling dominan, maka sebaiknya dilakukan tata

14
ulang kelola lahan gambut dengan bekerja sama dengan masyarakat sekitar
sehingga pengelolaan dan pemantauan dapat dioptimalkan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Adhi, W. 1986. Pengelolaan Lahan Rawa Pasang Surut dan lebak. Jurnal Litbank
Pertanian 5: 1-9. 
Bahri, Maswar. 2011. Ekosistem Lahan Gambut. Diakses dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24260/4/Chapter
%20II.pdf pada hari Minggu tanggal 17 April 2016 pukul 08.14 WIB.
Booth RK, Lamentowicz M, Charman DJ. 2010. Preparation and Analysis of
Testate Amoebae in Peatland Palaeoenvironmental Studies. Mires and
Peat 7:17.
Deputi III KLH. 2013. Relevansi Moratorium Hutan Alam Primer dan Lahan
Gambut terhadap Upaya Pengurangan Emisi GRK di Lahan Gambut.
Diakses dari http://indones ia.wetlan ds.org/Po rtals/28/P DF/3.% 20P
APARAN%20DEPUTI%20III%20MORATORIUM%20GBT- REV %20
Huda.pdf pada hari Minggu tanggal 17 April 2016 pukul 12.10 WIB
Driessen, P.M. 1977. Formation, Properties, Reclamation and Agricultural
Potential of Indonesian Mmbrogeneos Lowland Peats. Soil Reseaceha
Intitute.
Golley, F.B. (Ed.). 1977. Ecological Succession. Benchmark Papers In Ecology
V. 5. Dowden. Hutchinson and Rose, Inc., Stroudsburg. Pennsylvania
Rusandi, rio.
Indonesia Peatland Network. 2010. Lahan Gambut dan Keanekaragaman Hayati.
Diakses dari http://www.cifor.org/ipn-toolbox/wp-content/uploads/p
df/C1.pdf pada hari Sabtu tanggal 16 April 2016 pukul 19.20 WIB.
Indrarto, Giorgio Budi. 2014. Aspek Legalitas dari Perlindungan dan
Pengelolaan Gambut di Indonesia. Diakses dari http://www.cifor.org/ipn-
toolbox/wp-content/uploads/pdf/A3.pdf pada hari Minggu tanggal 17
April 2016 pukul 10.41 WIB.
Maryati, dkk. 2014. Ekosistem Hutan Rawa Gambut. Diakses dari
http://ekotum116bekosistemhutanrawagambut.blogspot.co.id/2014/05/mak

16
alah-ekosistem-hutan-rawa-gambut_23.html pada hari Sabtu tanggal 16
April 2016 pukul 13.32 WIB.
Sukadri, Doddy. 2014. Kerusakan Lahan Gambut dan Upaya Konservasi. Diakses
dari https://aguraforestry.com/2013/12/02/kerusakan-lahan-gambut-dan-
upaya-konservasinya/ pada hari Minggu tanggal 17 April 2016 pukul
12.12 WIB
Wetland International. 2011. Lahan Gambut dalam National REDD+ Strategy
Indonesia.

17

Anda mungkin juga menyukai