13 Bab VI Fix PDF Free
13 Bab VI Fix PDF Free
PEMBAHASAN
130
131
1991 dan mulai dilakukan injeksi pada tahun 1993. Lapangan kedua adalah
lapangan Bangko yang berada di Indonesia dan beroperasi di onshore dengan
tenaga pendorong aquifer support (water influx). Rata-rata permeabilitasnya yaitu
530 mD dengan porositas 25%. Lapangan ini mulai dikembangkan pada tahun
1970 dan mulai dilakukan injeksi pada tahun 1992. Lapangan ketiga yaitu
lapangan Meren yang terletak di Nigeria. Reservoir sandstone lapangan ini
beroperasi di offshore dengan gabungan tenaga pendorong aquifer support dan
gas-cap-expansion. Rata-rata permeabilitasnya 1000 mD dan memiliki porositas
27%. Lapangan ini mulai dikemabangkan mulai tahun 1965 dan mulai dilakukan
injeksi pada tahun 1984.
Setelah melakukan review study case, maka evaluasi pertama kali perlu
dilakukan secara field-level. Untuk melihat secara field level, dilakukan
pengecekan secara umum untuk melihat tingkat kebagusan suatu lapangan.
Beberapa poin untuk melihat hal ini adalah mengetahui drive mekanisme,
recovery factor dan pore volume injected (PVI), perubahan tekanan terhadap
waktu, VRR, kurva decline produksi atau kenaikan produksi, performa GOR dan
WOR, apakah air injeksi hilang dan memecah lapisan atau tidak. Untuk
mengetahui apakah air yang diinjeksi hilang dan tidak memberikan dampak
produksi dilihat dari VRR.
VRR (voidage replacement ratio) yang dinyatakan sebagai perbandingan
fluida injeksi terhadap produksi memiliki peran untuk mengetahui apakah injeksi
bekerja secara efektif atau tidak. Nilai VRR lebih besar dari 1 dan tekanan
reservoir cenderung tidak meningkat mengindikasikan terjadi masalah injection
loss. Sedangkan, apabila VRR lebih kecil dari 1 dan tekanan reservoir cenderung
tidak turun mengindikasikan bahwa terdapat tenaga pendorong berupa water
influx dari zona aquifer.
Pada Lampiran B terdapat grafik VRR masing-masing lapangan.
Lapangan El trapical memiliki grafik penurunan rate oil saat VRR berada
dibawah 100% dan mengalami kenaikan saat injeksi ditambahkan dan VRR lebih
besar dari 100%. Ini menunjukkan bahwa lapangan ini tidak terdapat aquifer
support berupa water influx. Pada lapangan Bangko di Lampiran B terdapat
aquifer support. Hal ini ditunjukkan dari kenaikan oil rate yang cukup stabil
132
walaupun besar VRR tidak konstan di nilai 100%. Sedangkan, untuk lapangan
Meren juga terdapat aquifer support.
Analisa konektivitas adalah analisa yang digunakan untuk melihat dari
respon sumur produksi terhadap analisa injeksi. Sebelum trend antara injeksi dan
produksi memiliki kemiripan, ada jeda waktu dimana tahapan inilah yang disebut
tahap fillup.
Pada analisa ini dilakukan dengan melihat trend liquid produksi dan tren
injeksi. Apabila kedua tren ini memiliki kemiripan maka perencanaan waterflood
bisa dinyatakan berhasil dan dilakukan evaluasi berikutnya.
Evaluasi selanjutnya dilakukan dengan memperhatikan GOR, water cut,
dan static pressure vs waktu untuk mengetahui area yang perlu untuk diketahui
karakteristiknya. Pada area dengan water cut 70% produksi GOR dibawah Rs, dan
kecilnya static pressure menjadi prioritas utama untuk dilakukan operasi
waterflood. Apabila kita lihat di Lampiran C berupa map persebaran GOR dan
water cut dari lapangan El trapical, maka solusi yang perlu dilakukan adalah
dengan menaikkan injection rate, melakukan pengeboran sumur injeksi, atau
melakukan convert producer to injector (CTI). Sedangkan untuk area yang
memiliki water cut tinggi >95% dan GOR senilai dengan Rs, maka perlu
dilakukan penurunan injeksi air.
Pada Lampiran C Gambar 4 – Gambar 7 mengilustrasikan map
lapangan El Trapical setelah dilakukan waterflood. Setelah melakukan detail
analisa ini, dapat disimpulkan tingkat maturitas dari map yang ada. Bagian selatan
lebih mature dan memiliki GOR yang nilainya mendekati Rs. Pada waktu yang
sama bagian utara menunjukkan rendahnya watercut, GOR lebih besar dari Rs,
dan rendahnya static pressure membuat area ini memiliki peluang untuk
dikembangkan. Pengembangan dapat dilakukan dengan meletakkan sumur infill
dan CTI pada area ini.
Evaluasi yang bisa dilakukan selanjutnya adalah dengan melakukan
plotting pada total liquid production. Untuk mengetahui lebih detail, maka perlu
diketahui apakah total liquid flat karena memang contrainst dari surface facilities
atau mengalami kenaikan. Apabila mengalami kenaikan perlu juga dikaitkan
dengan hubungan penambahan sumur baru atau hanya mengoptimalkan efek
injeksi.
133
water. Sedangkan, pada Y-axis di plot untuk oil vs date. Setiap titik pada plot
merepresentasikan 1 sumur dan dengan cepat dapat dianalisa sebagai berikut.
Jika koordinat sumur berada di koordinat 1,1 maka sumur belum
mengalami perubahan. Hal ini tidak perlu menghabiskan waktu sepanjang semua
sumur telah di tes pada periode waktu tersebut.
Jika laju total liquid meningkat, maka sumur produksi merespon injeksi
air. Respon ini akan ditunjukkan pada kuadran 1 (kemiringan 45 derajat) terletak
di atas titik koordinat (1,1).
Jika laju total liquid menurun, maka akan ditunjukkan pada garis
kemiringan 45 derajat juga, tetapi di bawah (1,1) titik koordinat. Sumur-sumur ini
memiliki masalah seperti efisiensi artificial lift seperti pompa, problem
mechanical, atau kondisi reservoir yang buruk.
Jika oil dan rate air meningkat, maka perlu dikaitkan dengan analisa water
cut nya. Jika prosentase water cut meningkat, maka dapat diketahui perilaku khas
dalam analisa waterfloooding. Titik sumur dalam plot akan jatuh di bagian bawah
3450. Titik yang jatuh terlalu jauh dari slope memiliki kemungkinan problem
seperti channeling.
Jika water cut berkurang, titik sumur pada plot akan jatuh di bagian atas
garis kemiringan 45 derajat. Perilaku ini bukan perilaku umum suatu reservoir
tetapi dapat terjadi ketika produksi sumur awal terkontaminasi dengan fluida
completions, jadi setelah waktu produksi, produksi minyak real baru dicatat.
Analisa block level memiliki tujuan untuk mengevaluasi efisiensi dari
kinerja waterflood yang memberikan insight baru untuk menemukan peluang
baru. Saat suatu lapangan memiliki ribuan sumur, maka ini akan sangat berguna
untuk membagi lapangan ke beberapa group area. Untuk mengetahui boundaries
dari sumur maka perlu dilakukan simulasi pressure boundaries atau streamline
simulation. Setiap block termasuk produser dan injektor.
PVI Per year adalah banyaknya fluida yang diinjeksikan ke pori. Pada
industri wateflood PVI dikatakan ekonomis ketika mencapai 1.5-2 PVI. Dengan
asumsi 2 PVI dan rata-rata suatu lapangan wateflood memiliki umur 20 tahun,
maka didapatkan rata-rata 0.1 PVI/year. Pattern dengan PVI/year yang rendah
akan baik untuk menemukan peluang baru dalam menambahkan injeksi di
135
sekitarnya. Apabila suatu PVI lebih besar dari 0.2 per year maka evaluasi yang
bisa dilakukan adalah mengurangi injektor.
Rekomendasi dalam water injection rate pada sumur injeksi perlu
diletakkan di tengah sebuah pattern. VRR perlu ditentukan pada harga optimum
agar fluida yang diinjeksikan tidak hilang, namun memiliki efek berhasil
mengefisiensikan perolehan minyak. Jika injeksi rate lebih kecil dari yang
direkomendasikan dan pressure pada kondisi maksimal maka sebaiknya melihat
lokasi untuk meletakkan lokasi sumur infill atau melakukan converting well.
Dalam analisa secara well level perlu dilakukan pegecekan sumur secara
detail. Pada sumur yang terletak di pattern tertentu, perlu dilakukan pengecekan
mana saja sumur yang pompanya yang mati. Hal ini dilakukan untuk melakukan
evaluasi sebelum adanya pengeboran sumur baru atau workover. Perlu dilakukan
pula analisa kinerja sumur injeksi untuk memeriksa plugging atau terjadi
fracturing dari sumur menggunakan plot rate dan pressure vs time. Sebagai
tambahan, hall plot digunakan untuk melakukan evaluasi injektivitas terutama jika
perubahan kualitas air injeksi terjadi.
Pada Gambar 15 di Lampiran G terdapat type plot producer. Respon
waterflood ditunjukkan saat GOR menurun berdasarkan penambahan waktu dan
liquid meningkat begitu juga watercutnya. Gambar 16 menunjukkan hall plot
yang ditunjukkan oleh 2 sumur yang meggambarkam bahwa sumur ini memiliki
tingkat keberhasilan yang berbeda dalam merespon operasi waterflood yang telah
dilakukan. Untuk kurva yang bersambung mengalami out of injection, dan kurva
yang satunya menunjukkan keberhasilan ditunjukkan dari trendline yang cukup
konstan.
Dalam melakukan analisa secara kesluruhan maka terdapat perbedaan
berbagai respon yang disebabkan factor base production dan kinerja sumur infill,
banyaknya alokasi fluida injeksi vertical jika dilakukan comingle production, dan
efisiensi flood front areal dan vertikal.