Anda di halaman 1dari 6

BAB VI

PEMBAHASAN

Proses evaluasi waterflooding dilakukan untuk mengevaluasi kinerja


reservoir mulai dari tingkat lapangan, pattern, dan well level. Dalam melakukan
evaluasi waterflood digunakan metode monitoring surveillance dimana cara ini
relative simple dan efektif karena analisa ini merupakan analisa dari berbagai plot
untuk mengetahui apakah reservoir merespon waterflood hingga menaikkan
produksi minyak. Beberapa plot dan maps didapatkan dari data yang diolah
menggunakan software OFM. Data produksi dan karakteristik reservoir menjadi
variable utama yang digunakan dalam analisis waterflooding. Dalam menganalisa
tingkat field ada beberapa indikator yang perlu diperhatikan seperti drive
mechanism, recovery factor, pore volume injected, static pressure, VRR, GOR,
WOR, dan kapasitas injeksi yang bisa dilakukan. Hasil dari evaluasi yang
dilakukan dapat diimplementasikan untuk menaikkan produksi tanpa melakukan
infill drilling.
Dalam melakukan evaluasi waterflooding, evaluasi dilakukan pertama kali
dengan melakukan analisa secara lapangan (field level). Dimana proses ini
dilakukan dengan melihat respon reservoir yang ditunjukkan dari grafik analisa
konektivitas. Dalam beberapa kasus tertentu ada pula kasus dengan cara
menginjeksilkan air ke dalam beberapa lapisan dan melihat respon pertama yang
ditunjukkan oleh masing-masing lapisan. Dalam praktik injeksi air ini perlu
dibedakan apakah injeksi yang dilakukan adalah secondary recovery ataupun
pressure maintenance. Perbedaan keduanya terletak pada di lapisan mana air
diinjeksikan. Pada secondary recovery injeksi dilakukan di lapisan minyak,
sedangkan untuk pressure maintenance dilakukan di lapisan air. Hal ini penting
untuk menjustifikasi jenis operasi yang dilakukan.
Pada Lampiran A terdapat data contoh kasus yang mendeskripsikan
karakteristik lapangan yang merupakan perbandingan 3 lapangan yaitu El trapical
Field, Bangko, dan Meren.
Lapangan pertama El Trcapical yang berada di Argentina beroperasi di
onshore dengan tenaga pendorong solution gas drive. Rata-rata permeabilitas nya
75 mD dan porositas sebesar 17%. Lapangan ini dikembangakan mulai tahun

130
131

1991 dan mulai dilakukan injeksi pada tahun 1993. Lapangan kedua adalah
lapangan Bangko yang berada di Indonesia dan beroperasi di onshore dengan
tenaga pendorong aquifer support (water influx). Rata-rata permeabilitasnya yaitu
530 mD dengan porositas 25%. Lapangan ini mulai dikembangkan pada tahun
1970 dan mulai dilakukan injeksi pada tahun 1992. Lapangan ketiga yaitu
lapangan Meren yang terletak di Nigeria. Reservoir sandstone lapangan ini
beroperasi di offshore dengan gabungan tenaga pendorong aquifer support dan
gas-cap-expansion. Rata-rata permeabilitasnya 1000 mD dan memiliki porositas
27%. Lapangan ini mulai dikemabangkan mulai tahun 1965 dan mulai dilakukan
injeksi pada tahun 1984.
Setelah melakukan review study case, maka evaluasi pertama kali perlu
dilakukan secara field-level. Untuk melihat secara field level, dilakukan
pengecekan secara umum untuk melihat tingkat kebagusan suatu lapangan.
Beberapa poin untuk melihat hal ini adalah mengetahui drive mekanisme,
recovery factor dan pore volume injected (PVI), perubahan tekanan terhadap
waktu, VRR, kurva decline produksi atau kenaikan produksi, performa GOR dan
WOR, apakah air injeksi hilang dan memecah lapisan atau tidak. Untuk
mengetahui apakah air yang diinjeksi hilang dan tidak memberikan dampak
produksi dilihat dari VRR.
VRR (voidage replacement ratio) yang dinyatakan sebagai perbandingan
fluida injeksi terhadap produksi memiliki peran untuk mengetahui apakah injeksi
bekerja secara efektif atau tidak. Nilai VRR lebih besar dari 1 dan tekanan
reservoir cenderung tidak meningkat mengindikasikan terjadi masalah injection
loss. Sedangkan, apabila VRR lebih kecil dari 1 dan tekanan reservoir cenderung
tidak turun mengindikasikan bahwa terdapat tenaga pendorong berupa water
influx dari zona aquifer.
Pada Lampiran B terdapat grafik VRR masing-masing lapangan.
Lapangan El trapical memiliki grafik penurunan rate oil saat VRR berada
dibawah 100% dan mengalami kenaikan saat injeksi ditambahkan dan VRR lebih
besar dari 100%. Ini menunjukkan bahwa lapangan ini tidak terdapat aquifer
support berupa water influx. Pada lapangan Bangko di Lampiran B terdapat
aquifer support. Hal ini ditunjukkan dari kenaikan oil rate yang cukup stabil
132

walaupun besar VRR tidak konstan di nilai 100%. Sedangkan, untuk lapangan
Meren juga terdapat aquifer support.
Analisa konektivitas adalah analisa yang digunakan untuk melihat dari
respon sumur produksi terhadap analisa injeksi. Sebelum trend antara injeksi dan
produksi memiliki kemiripan, ada jeda waktu dimana tahapan inilah yang disebut
tahap fillup.
Pada analisa ini dilakukan dengan melihat trend liquid produksi dan tren
injeksi. Apabila kedua tren ini memiliki kemiripan maka perencanaan waterflood
bisa dinyatakan berhasil dan dilakukan evaluasi berikutnya.
Evaluasi selanjutnya dilakukan dengan memperhatikan GOR, water cut,
dan static pressure vs waktu untuk mengetahui area yang perlu untuk diketahui
karakteristiknya. Pada area dengan water cut 70% produksi GOR dibawah Rs, dan
kecilnya static pressure menjadi prioritas utama untuk dilakukan operasi
waterflood. Apabila kita lihat di Lampiran C berupa map persebaran GOR dan
water cut dari lapangan El trapical, maka solusi yang perlu dilakukan adalah
dengan menaikkan injection rate, melakukan pengeboran sumur injeksi, atau
melakukan convert producer to injector (CTI). Sedangkan untuk area yang
memiliki water cut tinggi >95% dan GOR senilai dengan Rs, maka perlu
dilakukan penurunan injeksi air.
Pada Lampiran C Gambar 4 – Gambar 7 mengilustrasikan map
lapangan El Trapical setelah dilakukan waterflood. Setelah melakukan detail
analisa ini, dapat disimpulkan tingkat maturitas dari map yang ada. Bagian selatan
lebih mature dan memiliki GOR yang nilainya mendekati Rs. Pada waktu yang
sama bagian utara menunjukkan rendahnya watercut, GOR lebih besar dari Rs,
dan rendahnya static pressure membuat area ini memiliki peluang untuk
dikembangkan. Pengembangan dapat dilakukan dengan meletakkan sumur infill
dan CTI pada area ini.
Evaluasi yang bisa dilakukan selanjutnya adalah dengan melakukan
plotting pada total liquid production. Untuk mengetahui lebih detail, maka perlu
diketahui apakah total liquid flat karena memang contrainst dari surface facilities
atau mengalami kenaikan. Apabila mengalami kenaikan perlu juga dikaitkan
dengan hubungan penambahan sumur baru atau hanya mengoptimalkan efek
injeksi.
133

Pada lampiran Gambar 8 terdapat data lapangan Bangko dimana kapasitas


fasilitas produksi mencapai maksimum yaitu 55.000 bpd. Dalam hal ini
optimalisasi produksi sangat bagus sehingga perlu dilakukan upgrade kapasitas
peralatan produksi. Gambar 9 menunjukkan data lapangan Meren yaitu nilai
VRR diatas 100% dalam 15 tahun terakhir dan berhasil membuat trendline
mengalami kenaikan.
Pore volume Injected (PVI) yaitu banyaknya fluida yang diinjeksikan ke
pori-pori reservoir. Plot yang digunakan adalah RF Vs. PVI yang dapat digunakan
untuk mengetahui drive mekanisme dan tingkat maturity lapangan. Dengan plot
yang dibuat oleh Ganes Thakur, maka untuk mengetahui tenaga pendorong dapat
dilakukan dengan melakukan overlay terhadap Gambar 5.1. pada bab
sebelumnya. Pada satu grafik bisa dilakukan analisa beberapa layer seperti yang
ditunjukkan pada Lampiran E.
Validasi konfigurasi pattern dihitung dari total rata-rata rate produksi dan
injeksi. Cara yang baik untuk melihat performa pada level ini dengan menghitung
rata-rata total fluida produksi dan injeksi setiap sumur pada kondisi reservoir.
Setelah dilakukan perhitungan rata-rata maka dihitunglah ratio antara produksi
dan injeksi (I/P). Pattern dengan pola five-spot memberikan perbandingan 1:1 I/P
rasio, sehingga diperlukan 1 injektor setiap 1 produser. Jik I/P rasio adalah 2:1,
maka inverted seven spot pattern akan lebih optimal, dan jika perbandingannya
3:1 I/P rasio maka yang paling cocok adalah inverted nine spot pattern (Thakur
and Satter 1998). Pada kasus diatas lapangan El-Trapical memiliki perbandingan
2:1, sehingga yang digunakan adalah inverted seven spot. Pada kasus lapangan
Bangko dan Meren perbandingan I/P antara 4-7 sehingga mengindikasikan nilai
injeksi relative lebih besar daripada produksi. 2 kasus lapangan ini menggunakan
pola peripheral dengan rata-rata 0.5 – 10 darcies dengan aquifer support.
ABC plot digunakan apabila suatu lapangan memiliki ribuan sumur yang
tersebar untuk mengindentifikasi performa semua sumur dengan sebuah plot.
ABC Plot yaitu after before compare yang dianalisa menggunakan data well test
dari 2 waktu yang berbeda dibandingkan oil dan air (fluida) diantara 2 waktu
tersebut. Pada X-axis perbandingan di plot antara current water dan previous
134

water. Sedangkan, pada Y-axis di plot untuk oil vs date. Setiap titik pada plot
merepresentasikan 1 sumur dan dengan cepat dapat dianalisa sebagai berikut.
Jika koordinat sumur berada di koordinat 1,1 maka sumur belum
mengalami perubahan. Hal ini tidak perlu menghabiskan waktu sepanjang semua
sumur telah di tes pada periode waktu tersebut.
Jika laju total liquid meningkat, maka sumur produksi merespon injeksi
air. Respon ini akan ditunjukkan pada kuadran 1 (kemiringan 45 derajat) terletak
di atas titik koordinat (1,1).
Jika laju total liquid menurun, maka akan ditunjukkan pada garis
kemiringan 45 derajat juga, tetapi di bawah (1,1) titik koordinat. Sumur-sumur ini
memiliki masalah seperti efisiensi artificial lift seperti pompa, problem
mechanical, atau kondisi reservoir yang buruk.
Jika oil dan rate air meningkat, maka perlu dikaitkan dengan analisa water
cut nya. Jika prosentase water cut meningkat, maka dapat diketahui perilaku khas
dalam analisa waterfloooding. Titik sumur dalam plot akan jatuh di bagian bawah
3450. Titik yang jatuh terlalu jauh dari slope memiliki kemungkinan problem
seperti channeling.
Jika water cut berkurang, titik sumur pada plot akan jatuh di bagian atas
garis kemiringan 45 derajat. Perilaku ini bukan perilaku umum suatu reservoir
tetapi dapat terjadi ketika produksi sumur awal terkontaminasi dengan fluida
completions, jadi setelah waktu produksi, produksi minyak real baru dicatat.
Analisa block level memiliki tujuan untuk mengevaluasi efisiensi dari
kinerja waterflood yang memberikan insight baru untuk menemukan peluang
baru. Saat suatu lapangan memiliki ribuan sumur, maka ini akan sangat berguna
untuk membagi lapangan ke beberapa group area. Untuk mengetahui boundaries
dari sumur maka perlu dilakukan simulasi pressure boundaries atau streamline
simulation. Setiap block termasuk produser dan injektor.
PVI Per year adalah banyaknya fluida yang diinjeksikan ke pori. Pada
industri wateflood PVI dikatakan ekonomis ketika mencapai 1.5-2 PVI. Dengan
asumsi 2 PVI dan rata-rata suatu lapangan wateflood memiliki umur 20 tahun,
maka didapatkan rata-rata 0.1 PVI/year. Pattern dengan PVI/year yang rendah
akan baik untuk menemukan peluang baru dalam menambahkan injeksi di
135

sekitarnya. Apabila suatu PVI lebih besar dari 0.2 per year maka evaluasi yang
bisa dilakukan adalah mengurangi injektor.
Rekomendasi dalam water injection rate pada sumur injeksi perlu
diletakkan di tengah sebuah pattern. VRR perlu ditentukan pada harga optimum
agar fluida yang diinjeksikan tidak hilang, namun memiliki efek berhasil
mengefisiensikan perolehan minyak. Jika injeksi rate lebih kecil dari yang
direkomendasikan dan pressure pada kondisi maksimal maka sebaiknya melihat
lokasi untuk meletakkan lokasi sumur infill atau melakukan converting well.
Dalam analisa secara well level perlu dilakukan pegecekan sumur secara
detail. Pada sumur yang terletak di pattern tertentu, perlu dilakukan pengecekan
mana saja sumur yang pompanya yang mati. Hal ini dilakukan untuk melakukan
evaluasi sebelum adanya pengeboran sumur baru atau workover. Perlu dilakukan
pula analisa kinerja sumur injeksi untuk memeriksa plugging atau terjadi
fracturing dari sumur menggunakan plot rate dan pressure vs time. Sebagai
tambahan, hall plot digunakan untuk melakukan evaluasi injektivitas terutama jika
perubahan kualitas air injeksi terjadi.
Pada Gambar 15 di Lampiran G terdapat type plot producer. Respon
waterflood ditunjukkan saat GOR menurun berdasarkan penambahan waktu dan
liquid meningkat begitu juga watercutnya. Gambar 16 menunjukkan hall plot
yang ditunjukkan oleh 2 sumur yang meggambarkam bahwa sumur ini memiliki
tingkat keberhasilan yang berbeda dalam merespon operasi waterflood yang telah
dilakukan. Untuk kurva yang bersambung mengalami out of injection, dan kurva
yang satunya menunjukkan keberhasilan ditunjukkan dari trendline yang cukup
konstan.
Dalam melakukan analisa secara kesluruhan maka terdapat perbedaan
berbagai respon yang disebabkan factor base production dan kinerja sumur infill,
banyaknya alokasi fluida injeksi vertical jika dilakukan comingle production, dan
efisiensi flood front areal dan vertikal.

Anda mungkin juga menyukai