Anda di halaman 1dari 5

PENDAHULUAN

Kecemasan adalah pengalaman subjektif dari individu dan tidak dapat diobservasi
secara langsung serta merupakan suatu keadaan emosi tanpa objek yang spesifik. Kecemasan
terjadi sebagai akibat dari ancaman terhadap harga diri yang sangat mendasar bagi
keberadaan individu.7 Kecemasan dikomunikasikan secara interpersonal dan merupakan
bagian dari kehidupan sehari-hari, menghasilkan peringatan yang berharga dan penting untuk
memelihara keseimbangan diri dan melindungi diri. 2,9
Stuart dan Sundeen mengidentifikasi tingkat kecemasan menjadi 4 tingkat yaitu:
kecemasan ringan, kecemasan sedang, kecemasan berat, dan kecemasan tingkat panik.
Kecemasan dalam tingkat ringan dan sedang dapat berpengaruh positif dalam performa
belajar siswa, salah satunya dapat meningkatkan motivasi belajar. Namun sebaliknya, dapat
berpengaruh buruk apabila kecemasan tersebut dalam tingkat berat ataupun panik. 10 Dua
penelitian di Surakarta menunjukkan bahwa rata-rata tingkat kecemasan siswa kelas XII
berada pada kategori sedang.4,5
Kecemasan dianggap sebagai salah satu faktor penghambat dalam belajar yang dapat
mengganggu kinerja fungsi-fungsi kognitif seseorang, seperti dalam berkonsentrasi,
mengingat, pembentukan konsep dan pemecahan masalah.7 Kecemasan dapat berperan dalam
timbulnya kelelahan emosional. Gejala kecemasan juga dapat berbentuk gangguan fisik
(somatik), seperti: gangguan pada saluran pencernaan, sering buang air, sakit kepala,
gangguan jantung, sesak di dada, gemetaran bahkan pingsan.4,10
Sebagai contoh pada penelitian Liu et.al. pada 20 pelajar Amerika Serikat yang
menderita asma ringan menunjukkan bahwa tingkat kecemasan para pelajar ini meningkat
selama periode ujian dan hal ini dapat memicu peradangan pada saluran nafas sehingga
meningkatkan keparahan penyakit asma mereka.3 Jika kecemasan yang di alami tidak dapat
diatasi oleh para siswa maka dapat berakibat pada menurunnya kemampuan siswa dalam
mengerjakan soal pada waktu ujian nasional sehingga dapat menyebabkan siswa tersebut
dinyatakan tidak lulus karena tidak memenuhi standar minimal nilai kelulusan yang
ditetapkan.6
METODE
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
pengembangan (Develpoment Research). Penelitian ini diadakan untuk mengembangkan
instrumen kecemasan siswa terhadap sekolah. Dengan dikembangkannya instrumen
kecemasan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi praktis bagi guru, orang tua siswa,
dan kepala sekolah.
Pengembangan instrumen kecemasan belajar siswa dikembangkan dari langkah-
langkah pengembangan instrumen yang diungkapkan oleh Fernandes, yang diterapkan seperti
tahapan pengembangan instrumen yang dipaparkan sebagai berikut:
1. Tahap I
a. Mengembangkan blue print teoretik dari variabel kecemasan.
b. Pengembangan kisi-kisi berdasarkan blue print teoretik.
c. Penulisan butir-butir instrumen.
2. Tahap II
a. Uji coba ahli /ekspert validity.
b. Uji coba terbatas selanjutnya dianalisis menggunakan metode butir total (path
whole method) pada indikator kecemasan.
c. Perbaikan instrumen .
3. Tahap III
Uji coba secara lebih luas dengan mengunakan subjek sesuai dengan subjek yang
memadai 10 kali N dengan menggunakan analisis faktor.
4. Tahap IV
Analisis hasil uji pemakaian
i. Uji validitas
ii. Uji reliabilitas
iii. Analisis vaktor
Populasi penelitian ini adalah siswa kelas VII dan VIII SMPN 6 Kisaran, Sumatera Utara.
Jumlah sampel yang diuji adalah sebanyak 160 dengan teknik pengambilan sampel
menggunakan multistage random sampling.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Langkah awal yang diambil dalam penelitian ini dimulai dengan validasi ahli. Dari
langkah ini akan diperoleh data kuantitatif berupa penilaian setiap item pada instrument yang
telah dibuat. Penilaian dilakukan oleh tiga ahli yang hasilnya dihitung menggunakan formula
indeks validitas interrater yang selanjutnya akan dibandingkan dengan tabel Rater Aiken.
Tabel Rater Aiken yang menggunakan tiga rater dengan empat skala bertaraf signifikansi
0,05 menunjukkan nilai 1,00. Jika penilaian item menunjukkan >1,00, maka item diterima
tetapi jika nilai item dari rater <1,00 maka item ditolak. Item dalam skala manajemen
kecemasan yang menunjukkan hasil perhitungan >1,00 yaitu 12 item dengan sembilan
indikator. Hal ini berarti menunjukkan bahwa 12 item dalam skala diterima sedangkan 15
item lain ditolak. Setelah itu dilanjutkan dengan melakukan revisi instrumen dan mengadakan
uji coba pertama yaitu uji keterbacaan instrumen.
Uji keterbacaan instrumen yang peneliti lakukan adalah dengan cara memberikan
instrumen yang telah peneliti buat kepada 160 peserta didik. Keterbacaan berkaitan dengan
keadaan tulisan atau cetakan yang jelas, mudah, menarik, dan menyenangkan untuk dibaca.
Dengan demikian, tingkat keterbacaan suatu instrumen diukur dari pihak pembaca. Pada
langkah ini, instrumen yang telah dibuat diberikan pada peserta didik tetapi dalam jumlah
yang terbatas yaitu 160 peserta didik. Peserta didik diminta untuk membaca kalimat-kalimat
dari butir pernyataan, fokus dari kegiatan ini peserta didik diminta untuk mengidentifikasi
kalimat yang sulit dipahami, kalimat yang terlalu panjang dan maksud yang kurang jelas.
Langkah selanjutnya adalah merevisi instrumen jika ada yang perlu disempurnakan.
Kemudian setelah diadakan revisi yang kedua baru dilaksanakan uji coba kedua yaitu uji
coba agak luas.
Uji coba kedua yaitu uji coba agak luas dengan cara, instrumen yang telah direvisi
tahap kedua diberikan kepada peserta didik untuk diisi sesuai dengan kondisi peserta didik
tapi masih dalam jumlah yang terbatas yaitu 60 peserta didik. Dalam kegiatan uji coba yang
kedua ini, peserta didik diminta untuk mengisi jawaban dari instrumen yang diberikan sesuai
dengan kondisi masing-masing peserta didik. Hasil isian kemudian dianalisa validitas dan
reliabilitasnya. Validitas meliputi validitas isi, validitas butir sedangkan reliabilitasnya
merupakan reliabilitas instrumen. Uji validitas isi disesuaikan dengan kisi-kisi yang telah
peneliti buat dengan mengacu pada indikator masing-masing manajemen kecemasan.
Indikator dengan butir soal dikatakan sudah baik jika semua indikator sudah
terwakili dalam butir soal. Namun, bila ada yang belum terwakili maka dilakukan revisi pada
soal dalam indicator tersebut. Sedangkan untuk validitas butir dilakukan dengan
menggunakan analisis faktor. Analisis faktor dilakukan dengan memerhatikan nilai KMO dan
Bartlett Test dengan mengolah hasil jawaban peserta didik. Pada nilai KMO, jika hasil uji
nilainya >0,05 maka item tersebut valid dan jika hasil uji nilainya <0,05 maka butir soal
dikatakan tidak valid. Pada nilai Bartlett Test, jika menunjukkkan nilai menuju 0,00 maka
sesuai. Peneliti menghitung nilai KMO dan Bartlett Test dengan menggunakan SPSS 20 for
Windows. Berikut merupakan hasil pengolahan nilai KMO dan Bartlett Test dengan
menggunakan SPSS for Windows 20.

Tabel 1. Uji KMO dan Bartlettt\ Test


Uji Validitas Hasil
KMO 0,739
Bartlett Test 0,000

Berdasarkan table 1, nilai KMO menunjukkan hasil 0,739 dan Bartlett Test 0,000
yang berarti validasi konstruk pada skala tersebut tergolong cukup baik. 1 Setelah itu
dilakukan uji reliabilitas untuk menguji kekonsistenan pada setiap item. Peneliti
menggunakan uji reliabilitas dengan Alpha Cronbach. Uji Alpha Cronbach dilakukan dengan
menggunakan bantuan SPSS for Windows 20.00. Berikut merupakan hasil uji reliabilitas
dengan menggunakan Alpha Cronbach.

Tabel 2. Hasil Uji Reliabilitas Alpha Cronbach


Cronbach’s Alpha N of items
0,829 15

Berdasarkan tabel 2, nilai yang diperoleh yaitu 0,8 > 0,6 yang berarti 20 item dalam
skala manajemen kecemasan yang dibuat oleh peneliti reliabel. Hasil uji reliabilitas skala
dengan 20 item yang memiliki nilai 0,8 tersebut menunjukkan dengan kategori sangat kuat.8
Selanjutnya dilakukan uji coba ketiga yaitu uji coba luas dengan cara instrumen
yang telah direvisi diberikan kepada peserta didik untuk diisi sesuai dengan kondisi peserta
didik sebanyak 160 peserta didik. Pada uji ini, selain diadakan uji validitas isi dan butir soal
juga dilakukan uji validitas konstruk. Uji validitas kembali dilakukan dengan analisis faktor.
Analisis faktor dilakukan dengan memerhatikan nilai KMO dan Bartlett Test dengan
mengolah hasil jawaban peserta didik. Berikut merupakan hasil pengolahan nilai KMO dan
Bartlett Test dengan menggunakan SPSS 20 for Windows.
Tabel 3. Uji KMO dan Bartlett Test
Uji Validitas Hasil
KMO 0,765
Bartlett Test 0,000
Berdasarkan tabel 3, nilai KMO menunjukkan hasil 0,736 dan Bartlett Test 0,00
yang berarti validasi konstruk pada skala tersebut tergolong cukup baik. 1 Setelah dilakukan
uji analisis analisis faktor, maka dilakukan uji reliabilitas. Uji reliabilitas dimaksudkan untuk
menguji kekonsistenan pada setiap item. Peneliti menggunakan uji reliabilitas dengan Alpha
Cronbach. Uji Alpha Cronbach dilakukan dengan menggunakan bantuan SPSS 20 for
Windows. Berikut merupakan hasil uji reliabilitas dengan menggunakan Alpha Cronbach.
Tabel 4. Hasil Uji Reliabilitas Alpha Cronbach
Cronbach’s Alpha N of items
0,856 15

Berdasarkan tabel 4, nilai yang diperoleh yaitu 0,856 > 0,6 yang berarti 0,856 item
dalam skala manajemen kecemasan yang dibuat oleh peneliti adalah reliabel. Hasil uji
reliabilitas skala dengan 15 item yang memiliki nilai 0,8 tersebut menunjukkan dengan
kategori kuat.8
Langkah selanjutnya akan dihasilkan instrumen final yang merupakan instrumen
baku untuk mengukur manajemen kecemasan peserta didik. Secara umum penelitian ini
menghasilkan instrumen final pengukuran manajemen marah sebanyak 15 item yang terdiri
dari 4 indikator.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut: (1)
instrumen pengukuran manajemen kecemasan berbentuk skala sebanyak 15 item dengan
alternatif jawaban sangat sesuai, sesuai, tidak sesuai, dan sangat tidak sesuai; (2) penelitian
pengembangan ini menghasilkan 4 indikator untuk memahami kecemasan: kecemasan yang
menimbulkan aktivitas mental, Perhatian yang menunjukkan arah yang salah, Distress secara
fisik, perilaku yang kurang tepat (3) Reliabilitas instrumen sebesar 0,856 termasuk kategori
kuat.

REFERENSI

[1] Andrew, Gary M., and Ronald E. Moir. Information-decision systems in education. FE


Peacock, 1970.
[2] Hawari, Dadang. Manajemen stress, cemas dan depresi. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2001.
[3] Liu, Lin Ying, et al. "School examinations enhance airway inflammation to antigen
challenge." American journal of respiratory and critical care medicine 165.8 (2002):
1062-1067.
[4] Puspitasari, Yulia Putri. Hubungan antara dukungan sosial teman sebaya dengan
kecemasan menjelang ujian nasional (UN) pada siswa kelas XII reguler SMA Negeri 1
Surakarta. Diss. UNDIP, 2010.
[5] Putri Pratiwi, Amalia. HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN AKADEMIS DENGAN
SELF-REGULATED LEARNING PADA SISWA RINTISAN SEKOLAH BERTARAF
INTERNASIONAL DI SMA NEGERI 3 SURAKARTA. Diss. Universitas Diponegoro,
2009.
[6] Santrock, John W., and John W. Santrock. "Psikologi Pendidikan edisi kedua." (2007).
[7] Stewart, Donald W., et al. "Canadian dental students’ perceptions of their learning
environment and psychological functioning over time." Journal of Dental
Education 70.9 (2006): 972-981.
[8] Sugiyono, Prof. "Metode penelitian kombinasi (mixed methods)." Bandung:
Alfabeta (2015).
[9] Sukmadinata, Nana Syaodih. "Landasan psikologi proses pendidikan." (2003).
[10] Walasary, Sammy A., Anita E. Dundu, and Theresia Kaunang. "Tingkat Kecemasan
pada Siswa Kelas XII SMA Negeri 5 Ambon dalam Menghadapi Ujian Nasional." e-
CliniC 3.1 (2015).

Anda mungkin juga menyukai