Anda di halaman 1dari 65

IDENTIFIKASI SPESIES DERMATOFITA PADA HELM

TUKANG BECAK

Oleh :
JEMSLY MAJU JOEL SIMANJUNTAK
NIM : 130100064

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
IDENTIFIKASI SPESIES DERMATOFITA PADA HELM
TUKANG BECAK

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh :
JEMSLY MAJU JOEL SIMANJUNTAK
NIM : 130100064

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
i
ii

ABSTRAK

Latar Belakang : Dermatofita dan nondermatofita adalah golongan jamur yang


menyebabkan mikosis superfisialis. Mikosis superfisialis adalah infeksi jamur
yang terutama mengenai lapisan keratin kulit, rambut, dan kuku . Dermatofita
dapat menyebabkan penyakit dermatofitosis.Helm tukang becak dapat menjadi
media yang baik dalam penularan dermatofitosis pada masyarakat awam.
Tujuan : Mengidentifikasi spesies dermatofita yang terdapat pada Helm yang
digunakan tukang becak yang berlokasi di salah satu pangkalan tukang becak di
kota Medan.
Metode : Jenis penelitian ini adalah deskriptif observasional dengan rancangan
potong lintang. Penelitian ini mendeskripsikan spesies dermatofita pada 30 helm
tukang becak yang didapatkan dari 30 subjek tukang becak yang berbeda.
Hasil : Penelitian ini menunjukkan bahwa 25 tukang becak (83,3%) tidak pernah
membersihkan helm yang digunakan dan 5 tukang becak (16,7%) pernah
membersihkan helm yang digunakan. Pada pemeriksaan jamur dengan media
Sabaroud dextrose agar (SDA) ditemukan pada kerokan helm didapatkan 100 %
hasil positif (+) koloni jamur. Pada pemeriksaan pewarnaan KOH didapatkan
beberapa spesies berbeda,yaitu sebanyak 16 (53,3%) jamur menyebabkan
dermatofitosis, dan 14 (46,7%) jamur lainnya dari golongan yang bukan
dermatofita.
Kesimpulan : Penelitian ini menunjukkan bahwa dalam helm tukang becak
terdapat Trichophyton mentagrophytes 7 (23,3%), T.scholenii 2 (6,7%),
T.violaceum 2 (6,7%), M.audonii 4 (13,3%), M,Gyepsum 1 (3,3%)

Kata kunci: dermatofita, helm tukang becak.


iii

ABSTRACT

Backgrgound : Dermatophytes and nondermatophytes are groups of fungi that


cause superficial mycoses. Superficial mycoses is a fungal infection that primarily
infected the keratin layer of the skin, hair, and nails. Dermatophytes can cause
cause dermatofitosis. The pedicab driver’helm can be a good medium in the
transmission of Dermatofitosis to the people.
Objective : To identify the species of dermatophyte that found on a helm that used
by pedicab driver in one of pedicab place in Medan city .
Methods : This study is a descriptive observational approach cross-sectional
design. This study describes the species of dermatophyte on 30 helms of pedicab
driver’s helm from 30 different pedicab drivers .
Results : This study shows that 25 pedicab drivers ( 83,3 % ) never clean the
helms and 5 pedicab drivers (16,7%) ever clean the helms. On examination of
fungal culture with Sabaroud dextrose agar (SDA) medium of scraping helm,
found 100% positive (+) colonies of fungi. On direct examination of KOH found
some dermatophyte species, namely 16 (53,3%) fungi cause dermatofitosis and 14
(46,7%) other fungi cause nondermatophyte.
Conclusion : This study shows that the helm of pedicab driver cantained
Trichophyton mentagrophytes 7 (23,3%), T.scholenii 2 (6,7%), T.violaceum 2
(6,7%), M.audonii 4 (13,3%), M,Gyepsum 1 (3,3).

Keywords: dermatophyte, pedicab driver’s helm.


iv

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, oleh
karena kasih-Nya telah memampukan penulis untuk menyelesaikan penelitian
skripsi dengan judul “Identifikasi Dermatofita pada Helm Tukang Becak”.
Laporan hasil penelitian ini disusun sebagai rangkaian tugas akhir dalam
menyelesaikan pendidikan di program studi Sarjana Kedokteran, Pendidikan
Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini penulis banyak menemukan
kesulitan. Namun, berkat bantuan dari banyak pihak penulis dapat menyelesaikan
penelitian karya tulis ilmiah. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
dan penghargaan setingi-tinginya kepada:
1. 1.Dr. dr. Aldy S Rambe Sp.S (K) selaku dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Sutomo Kasiman, Sp. PD, Sp.JP (K), selaku komisi etik penelitian
bidang kesehatan Fakultas Kedokteran Sumatera Utara yang telah
memberikan izin penelitian
3. Dr. dr. Imam Budi Putra, MHA, Sp.KK dan Dr. dr. Dina Keumala Sari, MG,
Sp.GK selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan tenaga, pikiran, dan
waktu untuk memberikan bimbingan dan masukan-masukan dalam proses
penulisan proposal penelitian karya tulis ilmiah ini.
4. Dr.dr. Fidel G Siregar M.ked (OG) , Sp.OG (K) dan dr. Feby Harahap Sp.PA
selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang
membangun untuk penelitian ini.
5. Ibu Raffidah, S. Si yang membantu penulis melaksanakan penelitian di
Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
6. Pemilik tukang becak pemilik helm yang bersedia menjadi partisipan dalam
penelitian ini.
7. Kedua orang tua penulis yakni, H.Simanjuntak dan E.Siahaan dan juga
saudara, Pretty, Yanty, Desy, Wansry dan Arby yang telah mendoakan,
v

memberikan dukungan baik moril maupun materil dalam menyelesaikan


penelitian ini.
8. Sahabat-sahabat penulis, Asnat Sinaga, Febsar Tarigan ,Nehemia S. Hawan,
dan Daniel Situmorang yang telah memberikan dukungan, motivasi dan
bantuan kepada penulis.
9. Teman-teman kelompok bimbingan penelitian penulis, Mutiara Langit biru
damanik dan OK. Hafiz yang telah memberikan saran, kritikan dan motivasi
selama penelitian. Juga teman-teman stambuk 2013 lainnya yang telah
memberikan bantuan kepada penulis.
10. Semua pihak yang telah memberikan bantuan langsung maupun tidak
langsung.
Penulis menyadari bahwa penulisan penelitian skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan karya tulis
ilmiah ini di kemudian hari.

Medan, 19 Desember 2016

Jemsly M J Simanjuntak
vi

DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................... i
ABSTRAK.............................................................................................. ii
ABSTRACT............................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ............................................................................ iv
DAFTAR ISI .......................................................................................... vi
DAFTAR TABEL .................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. ix
DAFTAR SINGKATAN ........................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1


1.1. Latar Belakang ...................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................. 3
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................... 3
1.4. Manfaat Penelitian ................................................................. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 5


2.1. Dermatomikosis..................................................................... 5
2.2. Dermatomikosis Superfisialis ................................................ 5
2.3. Dermatofitosis ....................................................................... 6
2.3.1. Defenisi ....................................................................... 6
2.3.2. Etiologi ....................................................................... 6
2.3.3. Gambaran klinis ........................................................... 12
2.4. Nondermatofitosis ................................................................. 15
2.4.1. Defenisi ....................................................................... 15
2.4.2. Etiologi ........................................................................ 15
2.4.3. Gambaran klinis ........................................................... 17
2.5. Jamur Kontaminan................................................................. 18
2.5.1. Aspergillus sp............................................................... 18
2.5.2. Penicillium ................................................................... 18
2.6. Penegakan Diagnosis ............................................................. 19
2.6.1. Pemeriksaan langsung .................................................. 19
2.6.2. Pembiakan atau kultur .................................................. 20
2.6.3. Reaksi imunologis (alergi) ........................................... 21
2.6.4. Biopsi atau pemeriksaan histopatologi.......................... 21
2.6.5. Pemeriksaan dengan sinar Wood .................................. 22

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP ............... 23


3.1. Kerangka Teori Penelitian ..................................................... 23
3.2. Kerangka Konsep Penelitian .................................................. 24
vii

BAB 4 METODE PENELITIAN.......................................................... 25


4.1. Jenis Penelitian ...................................................................... 25
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................ 25
4.2.1. Waktu penelitian .......................................................... 25
4.2.2. Tempat penelitian ......................................................... 25
4.3. Populasi dan Sampel .............................................................. 25
4.3.1. Populasi ....................................................................... 25
4.3.2. Sampel ......................................................................... 25
4.4. Teknik Pengumpulan Sampel ................................................ 26
4.5. Bahan dan Cara Kerja ............................................................ 26
4.5.1. Pengambilan bahan ...................................................... 26
4.5.2. Pemeriksaan laboratorium ............................................ 27
4.6. Pengolahan dan Analisa Data................................................. 27
4.6.1. Pengolahan data ........................................................... 27
4.6.2. Analisa data ................................................................. 28
4.7. Defenisi Operasional ............................................................. 28
4.7.1. Dermatofita .................................................................. 28
4.7.2. Tukang becak ............................................................... 28
4.7.3. Helm tukang becak....................................................... 28
4.7.4. Pemeriksaan KOH........................................................ 29
4.7.5. Kultur jamur ................................................................ 29

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ......................... 30


5.1. Hasil Penelitian...................................................................... 30
5.1.1. Deskripsi tempat penelitian ........................................ 30
5.1.2. Deskripsi karakteristik subjek penelitian .................... 30
5.1.3. Deskripsi karakteristik sampel penelitian.................... 30
5.1.4. Distribusi sampel berdasarkan lama penggunaan helm 31
5.1.5. Distribusi sampel berdasarkan riwayat helm dibersihkan 31
5.1.6. Distribusi cara membersihkan helm ............................ 32
5.1.7. Distribusi hasil pemeriksaan KOH ............................. 32
5.1.8. Distribusi hasil kultur ................................................. 32
5.1.9. Distribusi hasil berdasarkan lama penggunaan helm ... 33
5.1.10. Distribusi hasil berdasarkan riwayat helm dibersihkan 34
5.2. Pembahasan ........................................................................... 35

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ................................................ 37


6.1. Kesimpulan ........................................................................... 37
6.2. Saran .................................................................................... 37

DAFTAR PUSTAKA ............................................................ 38


LAMPIRAN ............................................................................ 40
viii

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman


Tabel 5.1. Distribusi sampel berdasarkan lama penggunaan .................... 31
Tabel 5.2. Distribusi sampel berdasarkan riwayat helm dibersihkan ........ 31
Tabel 5.3. Distribusi cara membersihkan helm ........................................ 32
Tabel 5.4 Distribusi hasil pemeriksaan KOH ........................................... 32
Tabel 5.5 Distribusi hasil kultur ............................................................. 33
Tabel 5.6 Distribusi hasil kultur berdasarkan lama penggunaan helm ...... 34
Tabel 5.7. Distribusi hasil kultur berdasarkan riwayat helm dibersihkan... 34
ix

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


Gambar 2.1. Makroskopis Epidermophyton floccosum........................... 7
Gambar 2.2. Mikroskopis Epidermophyton floccosum .......................... 7
Gambar 2.3. Makroskopis Microsporum audouinii ............................. .... 7
Gambar 2.4. Mikroskopis Microsporum audouinii ................................. 7
Gambar 2.5. Makroskopis Microsporum canis ............................. .......... 8
Gambar 2.6. Mikroskopis Microsporum canis ....................................... 8
Gambar 2.7. Makroskopis Microsporum gypseum ................................. 8
Gambar 2.8. Mikroskopis Microsporum gypseum ... ............................... 8
Gambar 2.9. Makroskopis Trichophyton mentagrophytes ..................... 9
Gambar 2.10. Mikroskopis Trichophyton mentagrophytes ....................... 9
Gambar 2.11. Makroskopis Trichophyton rubrum ................................... 10
Gambar 2.12. Mikroskopis Trichophyton rubrum .................................... 10
Gambar 2.13. Makroskopis Trichophyton schoeleinii .............................. 10
Gambar 2.14. Mikroskopis Trichophyton schoenleinii ............................. 10
Gambar 2.15. Makroskopis Trichophyton tonsurans ............................... 11
Gambar 2.16. Mikroskopis Trichophyton tonsurans ................................ 11
Gambar 2.17. Makroskopis Trichophyton verrucosum ............................ 11
Gambar 2.18. Mikroskopis Trichophyton verrucom ................................ 11
Gambar 2.19. Makroskopis Trichophyton violaceum ............................... 12
Gambar 2.20. Mikroskopis Trichophyton violaceum ............................... 12
Gambar 2.21. Makroskopis Malasezia furfur .......................................... 15
Gambar 2.22. Mikroskopis Malasezia furfur ........................................... 15
Gambar 2.23. Makroskopis Piedra hortai ................................................ 16
Gambar 2.24. Mikroskopis Piedra hortai ................................................ 16
Gambar 2.25. Makroskopis Cladosporium werneckii .............................. 16
Gambar 2.26. Mikroskopis Cladosporium werneckii ............................... 16
Gambar 2.27. Makroskopis Trichosporon beigelii ................................... 17
Gambar 2.28. Mikroskopis Trichosporon beigelii .................................... 17
x

Gambar 3.1. Kerangka Teori Penelitian .................................................. 23


Gambar 3.2. Kerangka Konsep Penelitian .............................................. 24
xi

DAFTAR SINGKATAN

KOH : Kalium Hidroksida

SDA : Sabaroud Dextrose Agar


xii

DAFTAR LAMPIRAN

Judul Halaman
Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup .............................................................. 40
Lampiran 2 Lembar Penjelasan Menjadi Partisipan penelitian ..................... 41
Lampiran 3 Surat Persetujuan (Informed Consent) ...................................... 42
Lampiran 4 Status Penelitian ....................................................................... 43
Lampiran 5 Surat Ethical Clearence ........................................................... 44
Lampiran 6 Surat Pengantar Penelitian ke Departemen Mikrobiologi
FK USU ................................................................................... 45
Lampiran 7 Surat Selesai Melakukan Penelitian di Laboratorium
Mikrobiologi FK USU ............................................................. 46
Lampiran 8 Gambar Pengambilan Sampel Penelitian (helm) ....................... 47
Lampiran 9 Gambar Saat Melakukan Penelitian di Laboratorium FK USU . 48
Lampiran 10 Gambar Makroskopis .............................................................. 49
Lampiran 11 Gambar Mikroskopis ............................................................... 50
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mikosis Superfisialis adalah infeksi jamur yang terutama mengenai lapisan
keratin kulit, rambut dan kuku.1
Data epidemiologis menunjukkan bahwa penyakit kulit karena jamur superfisial
(mikosis superfisialis) merupakan penyakit kulit paling banyak di masyarakat
,baik di pedesaan maupun perkotaan, tidak hanya di negara berkembang tetapi
juga negara maju.Meskipun penyakit ini tidak fatal, namun karena bersifat kronik
dan residif, serta tidak sedikit yang resisten terhadap obat anti jamur, maka
penyakit ini dapat menyebabkan gangguan kenyamanan dan menurunkan kualitas
hidup penderitanya.2
Di Indonesia,angka yang tepat untuk menunjukkan insidensi mikosis
superfisialis belum ada. Data insidensi dermatomikosis superfisialis tahun
1996,1997,dan 1998 di berbagai rumah sakit pendidikan dokter di Indonesia
menunjukkan angka persentase terhadap seluruh kasus dermatosis yang bervariasi
mulai dari 2,93% (Semarang) yang terendah hingga 27,6% (Padang) yang
tertinggi .3
Mikosis Superfisialis dikelompokkan secara umum menjadi 2 bagian
1
besar,yaitu : dermatofitosis dan non dermatofitosis.
Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk,
misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan
oleh golongan jamur dermatofita. Dermatofita ialah jamur yang menjadi parasit
kulit, meliputi Microsporum, Epidermophyton, dan Trichophyton. Golongan
jamur ini mempunyai sifat mencernakan keratin.4
Berdasarkan data epidemiologi, kasus dermatofitosis masih banyak
ditemukan.Pada penelitian retrospektif pada tahun 2011 ,menunjukkan angka
kejadian dermatofitosis di Divisi Mikologi Unit Rawat Jalan (URJ) Kesehatan Kulit
dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya periode 2008-2010 sebesar 56,2% dari
keseluruhan kasus dermatomikosis superfisialis.5Angka kejadian dermatofitosis di

1
2

Indonesia pada tahun 2009-2011 bervariasi yaitu antara 29,4-75%, RS dr. Pirngadi
Medan didapatkan sebesar 43,5%, RS dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta sebesar
39,3%, dan RS dr. Hasan Sadikin Bandung sebesar 64,9%.6
Pada penelitian retrospektif yang dilakukan oleh Divisi Mikologi Unit Rawat
Jalan Poli Kulit Kelamin RSU Dr. Soetomo Surabaya Periode 2006-2007, spesies
terbanyak penyebab dermatofitosis adalah M. audiouinii (14,6%), T. Rubrum
(12,2%), serta T. mentagrophytes (7,3%). Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat
bahwa penyebab dermatofitosis terbanyak adalah Trichophyton sp. 7
Dermatofitosis dibagi atas beberapa bentuk. Pembagian yang lebih praktis dan
dianut oleh para spesialis kulit ialah yang berdasarkan lokasi, yaitu tinea kapitis, tinea
barbe, tinea kruris, tinea pedis et manum, tinea unguium, dan tinea korporis.8
Tinea kapitis merupakan salah satu mikosis superfisialis yang disebabkan
oleh spesies dermatofita.Tinea kapitis menyerang kulit dan rambut kepala.
Kelainan ini dapat ditandai dengan lesi bersisik,kemerah-merahan,alopesia dan
kadang-kadang terjadi gambaran klinis yang lebih berat,yang disebut kerion. 4
Tinea kapitis merupakan salah satu infeksi yang sering terjadi pada anak anak
3-14 tahun.Pada penelitian di Surabaya,kasus tinea kapitis tahun 2001-2006 di RS
Dr.Soetomo didapatkan pasien terbanyak tinea kapitis pada anak anak <14 tahun
10
yaitu 93,3 % ( Laki laki 54,5% dan perempuan 37,5%). Namun penelitian lain
di India , kasus penderita tinea kapitis juga terjadi pada orang dewasa, dengan
didapatkannya 4,9% dari total kasus tinea kapitis11. Hal ini menunjukkan bahwa
pada orang dewasa,tinea kapitis juga bisa terjadi.
Seseorang dapat tertular jamur dermatofita melalui kontak langsung dengan
manusia dan hewan yang terinfeksi atau membawa jamur patogen, maupun secara
tidak langsung melalui tanaman, kayu yang di hinggapi jamur, barang-barang atau
pakaian, debu, atau air.9
Di samping cara penularan tersebut, untuk timbulnya kelainan-kelainan di
kulit tergantung dari beberapa faktor: Faktor virulensi dari dermatofita, Faktor
trauma, Faktor suhu dan kelembapan, keadaan sosial serta kurangnya kebersihan,
dan juga faktor umur dan jenis kelamin. Selain faktor di atas masih ada faktor
3

faktor lain seperti faktor perlindungan tubuh (topi,sepatu dan sebagainya) juga
dapat mempermudah penyakit infeksi jamur ini. 9
Pada penelitian tentang tinea kapitis yang dilakukan di Iraq , didapatkan 30
(25%) dari 120 kasus tinea kapitis pada pasien yang menggunakan pelindung
kepala yaitu sering tukar ganti topi dan 86 (71,7%) karena riwayat tidur
bersama.12
Pada penelitian kali ini, peneliti akan mencoba mengidentifikasi spesies
dermatofita pada helm tukang becak (sebagai faktor resiko pertumbuhan dan
infeksi) dermatofita.

1.2 Rumusan Masalah


Apakah pada helm yang digunakan tukang becak terdapat spesies dermatofita?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengidentifikasi spesies dermatofita pada helm yang digunakan tukang
becak di salah satu pangkalan becak yang bertempat di Jalan Parkiran Carrefour,
Pasar V Padang Bulan, Kecamatan Medan Baru, Kota Medan.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui apakah helm tukang becak bisa menjadi tempat
pertumbuhan spesies dermatofita.

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk :
1. Manfaat keilmuan
Menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang dermatofita yang mungkin
tumbuh pada helm.
2. Manfaat bagi masyarakat
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang ada atau
tidaknya dermatofita yang mungkin tumbuh pada helm.
4

b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terhadap


masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan helm.
3. Manfaat bagi Tukang becak
Penelitian ini diharapkan memberikan informasi kepada tukang becak tentang
pentingnya menjaga kebersihan helmnya untuk menghindari kemungkinan
infeksi dermatofita pada kulit dan rambut kepala.
4. Manfaat Bagi peneliti
Sebagai data dalam melaksanakan penelitian-penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dermatomikosis
Dermatomikosis mempunyai arti umum, yaitu semua penyakit jamur yang
menyerang kulit.4 Faktor-faktor yang memegang peranan untuk terjadinya
dermatomikosis adalah iklim yang panas, higiene yang kurang, adanya sumber
penularan disekitarnya, penggunaan antibiotik, steroid dan sitostatika yang
meningkat, adanya penyakit kronis dan penyakit sistemik lainnya.13

2.2. Dermatomikosis Superfisialis


Dermatomikosis superfisialis adalah infeksi jamur yang menyerang lapisan luar
kulit, kuku, dan rambut. Dermatomikosis superfisialis dibagi dalam dua bentuk, yaitu
dermatofitosis dan nondermatofitosis. Perbedaan keduanya terletak pada infeksi di
kulit. Golongan dermatofitosis menyerang atau menimbulkan kelainan di dalam
epidermis, mulai dari stratum korneum sampai stratum basalis , sedangkan golongan
nondermatofitosis hanya pada bagian superfisialis dari epidermis. Hal ini disebabkan
dermatofita mempunyai afinitas terhadap keratin yang terdapat pada epidermis,
rambut, dan kuku sehingga infeksinya lebih dalam.14
Berdasarkan habitat dan cara penularannya dermatomikosis superfisialis
dibagi atas:
1. Geofilik, terutama hidup di tanah sebagai habitatnya dan secara sporadis
menginfeksi manusia. Infeksi biasanya melalui kontak dengan tanah dan menyebar
melalui spora yang dapat hidup selama bertahun-tahun di mantel dan alat kosmetik.
Mikroorganisme patogen tersering adalah Microsporium gypseum.15
2. Zoofilik, spesies ini biasanya ditemukan pada hewan dan ditularkan melalui
kontak langsung maupun tidak langsung melalu bulu hewan yangterinfeksi
dan melekat di pakaian, atau sebagai kontaminan pada rumahatau tempat tidur
hewan, tempat makanan dan minuman hewan, misalnyaMicrosporum canis. 15

5
6

3. Antropofilik, terutama menyerang manusia sebagai hospesnya. Penularan


dapat terjadi melalui kontak langsung dengan manusia maupun tidak langsung
melalui lantai kolam renang dan udara sekitar rumah sakit/klinik, dengan atau
tanpa reaksi peradangan.15

2.3. Dermatofitosis
2.3.1. Defenisi
Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk,
misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut dan kuku, yang disebabkan
jamur golongan dermatofita.4

2.3.2. Etiologi
Dermatofita termasuk kelas fungi imperfecti, yang terbagi dalam tiga genus,
yaitu Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton. Selain sifat keratofilik
masih banyak sifat yang sama di antara dermatofita, misalnya sifat faali,
taksonomis, antigenik, kebutuhan zat makanan untuk pertumbuhannya, dan
penyebab penyakit. Hingga kini dikenal sekitar 41 spesies dermatofita, masing
masing 2 spesies Epidermophyton, 17 spesies Microsporum, dan 21 spesies
Trichophyton.4
1. Epidermophyton
Genus Epidermophyton memiliki karakteristik berdinding halus, memproduksi
2-4 sel makrokonidia. Tidak menghasilkan mikrokonidia. 15,16,17
a. Epidermophyton floccosum
Epidermophyton floccosum memiliki gambaran makroskopis berbentuk
seperti bulu dengan warna kuning kehijauan pada permukaan dan kuning
kecoklatan pada bagian dasar sedangkan gambaran mikroskopis tidak ada
dijumpai mikrokonidia tetapi dijumpai banyak makrokonidia berbentuk
gada. Berdinding tipis dan halus.15,16,17
7

Gambar 2.1. Makroskopis Gambar 2.2. Mikroskopis


Epidermophyton floccosum Epidermophyton floccosum

2. Microsporum
Genus Microsporum memproduksi banyak makrokonidia yang mempunyai
karakteristik multisepta, berdinding tebal, dinding sel echinulate atau
verrucose yang tebal dengan ukuran 7-20 x 30-160 µm dan sedikit atau tidak
ada mikrokonidia yang berbentuk seperti tetesan air atau elips, terikat
langsung ke sisi hipa dengan ukuran 2.5-3.5 x 4-7 μm.15,16,17
a. Microsporum audouinii
Makroskopis : Bentuk koloni datar dan berwarna putih keabuan pada
permukaan dan kecoklatan pada bagian dasar.
Mikroskopis : Dapat dijumpai terminal klamidokonidia dan hifa berbentuk
sepertisisir.15,16,17

Gambar 2.3. Makroskopis Gambar 2.4. Mikroskopis


Microsporum audouinii Microsporum audouinii
8

b. Microsporum canis
Makroskopis: Bentuk koloni datar berwarna putih kekuningan, dengan
alur-alurradial yang rapat. Pada bagian dasar berwarna kekuningan
Mikroskopis: Terdapat beberapa mikrokonidia dan banyak makrokonidia
berdinding tebal dan bergerigi dengan knob pada ujungnya. 15,16,17

Gambar 2.5. Makroskopis Gambar 2.6. Mikroskopis


Microsporum canis Microsporum canis

c. Microsporum gypseum
Makroskopis: Koloni berbentuk granuler dengan pigmen coklat
kekuningan.
Mikroskopis: Ditemukan beberapa mikrokonidia dan sejumlah
makrokonidia berdinding tipis tanpa knob. 15,16,17

Gambar 2.7. Makroskopis Gambar 2.8. Mikroskopis


Microsporum gypseum Microsporum gypseum
9

2. Trichophyton
Genus Trichophyton memproduksi banyak mikrokonidia dengan karakteristik
berbentuk piriform sampai clavate dengan ukuran 2-3 x 2-4mm dan sedikit
atau tidak ada makrokonidia yang memiliki karakteristik berdinding tipis dan
halus, berbentuk clavate sampai fusiform dengan ukuran 4-8 x 8-50 mm in
size.15,16,17
a. Trichophyton mentagrophytes
Makroskopis: Koloni berwarna putih krem dengan permukaan seperti
gundukan.Dasar tidak berwarna hingga coklat.
Mikroskopis: Dijumpai banyak mikrokonidia bulat yang bergerombol,
jarangyang berbentuk cerutu, terkadang dijumpai hifa spiral.15,16,17

Gambar 2.9. Makroskopis Gambar 2.10. Mikroskopis


Trichophyton mentagrophytes Trichophyton mentagrophytes

b. Trichophyton rubrum
Makroskopis: Koloni berwarna putih bertumpuk di tengah dan maroon
pada tepinya, berwarna maroon pada bagian dasar.
Mikroskopis: Beberapa mikrokonida berbentuk seperti tetesan air, dan
makrokonidia berbentuk pensil jarang di jumpai. 15,16,17
10

Gambar 2.11. Makroskopis Gambar 2.12. Mikroskopis


Trichophyton rubrum Trichophyton rubrum

c. Trichophyton schoenleinii
Makroskopis: Koloni berupa tumpukan tidak beraturan dengan warnaputih
kekuningan hingga coklat.
Mikroskopis: Dijumpai hifa dengan knob berbentuk tanduk rusa, dan
dijumpai banyak klamidokonidia.15,16,17

Gambar 2.13. Makroskopis Gambar 2.14. Mikroskopis


Trichophyton schoenleinii Trichophyton schoenleinii

d. Trichophyton tonsurans
Makroskopis: bentuk dan warna koloni bervariasi. Dapat berbentuk
sepertitepung sampai beludru. Dapat berwarna putih, krem, kuning,coklat
ataumaroon. Warna dasar biasanya merah.
Mikroskopis: Banyak mikrokonidia beraneka bentuk dan
kadangmakrokonidia berbentuk cerutu.15,16,17
11

Gambar 2.15. Makroskopis Gambar 2.16. Mikroskopis


Trichophyton tonsurans Trichophyton tonsurans

e. Trichophyton verrucosum
Makroskopis: Koloni kecil dan bertumpuk, kadang datar, warna
putihhingga abu kekuningan.
Mikroskopis: Rantai klamikonidia pada SDA. Makrokonidia yang panjang
dan tipis seperti “ekor tikus”.15,16,17

Gambar 2.17. Makroskopis Gambar 2.18. Mikroskopis


Trichophyton verrucosum Trichophyton verrucosum

f. Trichophyton violaceum
Makroskopis: Seperti lilin dan bertumpuk, warna merah violet.
Denganwarna dasar violet.
Mikroskopis: hifa irreguler dengan klamikonidia di antaranya. Pada
SDAtidak ada mikro atau makrokonidia.15,16,17
12

Gambar 2.19. Makroskopis Gambar 2.20. Mikroskopis


Trichophyton violaceum Trichophyton violaceum

2.3.3. Gambaran klinis


Manifestasi klinis dipengaruhi berbagai faktor antara lain spesies jamur,jumlah
inokulum, bagian organ yang terkena infeksi dan status kekebalansipenderita.
Gejala klasik dari dermatofitosis adalah “ringworm” kelainan berupalingkaran yang
disertai reaksi inflamasi dan sisik halus di tepi lesi. 1
Berdasarkan pada bagian tubuh yang diserang dermatofitosis dibagi atas:
1. Tinea pedis (Athlete’s foot, ringworm of the foot, kutu air)
Tinea pedis ialah dermatofitosis pada kaki, terutama pada sela-sela jari dan
telapak kaki yang umumnya bersifat kronis. Jamur utama penyebab tinea pedis
ialah: Trichophyton rubrum, Trichophyton mentagrophytes.18 Bentuk-bentuk
tinea pedis adalah:
a. Bentuk interdigitalis yaitu adanya gambaran fisura yang dikelilingi
sisikhalus dan tipis di antara jari IV dan V yang dapat meluas ke bawah
jari (subdigital) dan juga kesela jari yang lain. 4
b. Bentuk moccasinfoot memiliki gambaran kulit yang menebal dan bersisik
pada seluruh kaki, dari telapak, tepi sampai punggung kaki,
4
eritemabiasanya ringan dan terutama terlihat pada bagian tepi lesi.
c. Bentuk subakut terlihat vesikel, vesiko-pustul dan kadang-kadang bula. Isi
vesikel berupa cairan jernih yang kental, yang setelah pecah,meninggalkan
sisik berbentuk lingkaran . Kelainan ini dapat mulai pada daerah sela jari,
kemudian meluas ke punggung kaki atau telapak kaki. 4
13

2. Tinea manum
Tinea manum adalah dermatofitosis pada tangan. Semua bentuk yang dilihat
dikaki dapat terjadi pula pada tangan.4Mikroorganisme penyebab tersering
adalah Trichophyton rubrum, Trichophyton mentagrophytes, Trichophyton
tosurans, Epidermophyton floccosum .15
3. Tinea unguium(dermatophytic onychomycosis, ringworm of the nail)
Tinea unguium adalah kelainan kuku yang sering disebabkan oleh jamur
Trichophyton rubrum, Trichophyton mentagrophytes dan Epidermophyton
floccosum.18 Gejala klinis dari penyakit ini adalah adanya lesi mengenai satu
kuku atau lebih pada jari tangan atau kaki. Permukaan kuku tidak rata,
berwarna kekuningan, tebal dan rapuh.Kelainan dimulai dari bagian distal.
Penyembuhan memerlukan waktu yang lama . 4
4. Tinea kruris (eczema marginatum, dhobie itch, jockey itch, ringworm ofthe groin)
Tinea kruris adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah perinium, dan
sekitar anus.Penyebab yang terbanyak adalah Epidermophyton floccosum
Trichophyton mentagrophytes, dan Trichophyton rubrum.18
Lesi kulit dapat terbatas pada daerah genito-krural saja, atau meluas ke daerah
sekitar atau bagian tubuh yang lain. Peradangan pada tepi lebih nyata daripada
daerah tengahnya. Bila penyakit ini menjadi menahun, dapat berupa bercak
hitam disertai sedikit sisik. Erosi dan keluarnya cairan biasanya akibat
garukan.4
5. Tinea korporis (tinea sirsinata, tinea glabrosa,Scherende Flechte,
kurap,herpes sircine trichophytique)
Tinea korporis merupakan dermatofitosis pada kulit tubuh tidak berambut
(glabrous skin ) yang sering disebabkan oleh Microsporum spp dan
Trichophyton spp.18Kelainan yang dilihat dalam klinik merupakan lesi bulat
atau lonjong, berbatas tegas terdiri atas eritema, skuama, kadang-kadang
dengan vesikel dan papul di tepi. Lesi-lesi pada umumnya merupakan bercak-
bercak terpisah satu dengan yang lain. Kelainan kulit dapat pula terlihat
sebagai lesi-lesi dengan pinggir yang polisiklik, karena beberapa lesi kulit
yang menjadi satu.4
14

6. Tinea kapitis (ringworm of the scalp)


Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit dan rambut kepala yang sering
disebabkan oleh spesies dermatofita dari genus Microsporum dan genus
Trichophyton kecuali T.concentricum. Tinea kapitis seringditemukan pada
anak berusia tiga sampai dua belas tahun Gejala klinis dari tinea kapitis
bergantung pada etiologinya.15
a. Tipe Inflamasi
Inflamasi pada tinea kapitis merupakan hasil dari reaksi hipersensitifitas
terhadap infeksi. Batas spektrum inflamasi mulai dari folikulitis berpustul
sampai kerion. Lesi tersebut biasanya terasa gatal dan mungkin
disertainyeri, limfadenopati servikal posterior, demam, dan lesi tambahan
pada kulit yang gundul.
b. Noninflamasi
Rambut di daerah yang terinfeksi berubah warna menjadi abu-abu dan
kurang bercahaya serta patah di level yg hanya sedikit di atas kulit
kepala.Kerontokan rambut yang nyata jarang terjadi. Hiperkeratin yang
melingkar dan area botak yang bersisik yang disebabkan patahnya rambut
merupakan tanda yang mudah dikenali. Lesi biasanya terjadi di daerah
oksiput.
c. Tipe “Black dot”
Kerontokan rambut bisa terjadi dan bisa juga tidak terjadi. Jika terjadi
kerontokan, kumpulan bintik hitam akan terlihat di kulit kepala yang
botak.
d. Tipe Favus
Tipe ini ditandai dengan krusta kuning yang tebal sampai folikel-folikel
rambut yang mengarahkan terjadinya kebotakan berparut.
15

2.4. Nondermatofitosis
2.4.1. Defenisi
Nondermatofitosis adalah mikosis superfisial yang disebabkan jamur yang
tidak dapat mengeluarkan zat yang dapat mencerna keratin kulit, biasanya
menyerang kulit yang paling luar.19

2.4.2. Etiologi
1. Malasasezia furfur
Makroskopis: Koloni berwarna krem-kekuningan, halus atau kasar, bekilau
atau kusam
Mikroskopis: Ditemukan fragmen hifa bercabang dengan berbagai ukuran.17

Gambar 2.21. Makroskopis Gambar 2.22. Mikroskopis


Malasasezia furfur Malasasezia furfur

2. Piedra hortai
Makroskopis: Koloni berwarna coklat atau hitam dengan bagian tengah yang
lebih tinggi dan datar pada bagian tepi. Dengan tekstur lembut.
Mikroskopis: Ditemukan hifa bersepta dan bercabang dengan dinding
tebal,bersamaan dengan sejumlah pembesaran sel seperti klamidokonia
diantara sel.17
16

Gambar 2.23. Makroskopis Gambar 2.24 . Mikroskopis


Piedra hortai Piedra hortai

3. Clasdoporium werneckii
Makroskopis: Koloni awalnya basah, berlumpur, seperti ragi, dan berwarna
hitam kemudian menjadi olive-black dan ditutupi oleh miselium
hitamkeabuan.
Mikroskopis: Koloni muda menunjukan spora yang bervariasi dari
warna,berbentuk oval atau elips, satu atau dua sel spora bersepta. 17

Gambar 2.25. Makroskopis Gambar 2.26. Mikroskopis


Clasdoporium werneckii Clasdoporium werneckii

4. Trichosporon beigelii
Makroskopis: Koloni tumbuh dengan cepat, seperti ragi, dan berwarna kuning
pucat. Semakin lama permukaan menjadi keriput, bagian tengah
menumpuk,dan warna menjadi kuning gelap.
17

Mikroskopis: Ditemukan hifa hialin bersepta yang dapat berfragmentasi


menjadi oval, atau persegi panjang, artrospore berukuran 3-9 μm x 2-4
µm.Blastospora terdapat pada satu atau lebih bagian pada artrospora. 17

Gambar 2.27. Makroskopis Gambar 2.28. Mikroskopis


Trichosporon beigelii Trichosporon beigelii

2.4.3. Gambaran klinis


1. Pitiriasis versikolor
Pitiriasis versikolor berhubungan dengan pertumbuhan yang berlebihan dari
flora normal Pityrosporum orbiculare yang identik dengan Malasasezia
furfur.18
2. Pitirosporum folikulitis
Pitirosporum folikulitis adalah penyakit kronis pada folikel polisebasea yang
disebabkan oleh spesies Pityrosporum yang identik dengan Malasasezia furfur4.
3. Piedra
Piedra adalah infeksi jamur pada rambut, ditandai dengan benjolan(nodus)
sepanjang rambut, dan disebabkan oleh Piedra hortai (black piedra) atau
Trichosporon beigelii (white piedra) .4
4. Tinea nigra palmaris
Tinea nigra memiliki tanda khas berupa makula tidak berskuama berwarna
coklat sampai hitam. Bagian yang paling sering terkena adalah palmar, tetapi
dapat juga mengenai plantar dan permukaan kulit lainnya.Penyebab penyakit
ini adalah Cladosporium wemeckii dan Cladosporium mansonii. Gejala klinis
berupa kelainan kulit telapak tangan berupa bercak-bercak tengguli hitam dan
18

sekali-sekali bersisik. Penderita umumnya berusia di bawah 19 tahun dan


penyakitnya berlangsung kronik.4
5. Ketombe (Dandruff)
Ketombe adalah kelainan yang ditandai dengan sisik berwarna putih sampai
kekuningan pada kulit kepala. Malassezia spesies adalah spesies jamur yang
diduga berperan sebagai agen penyebab terjadinya ketombe. Kondisi stres,
kelelahan, cuaca ekstrim, produksi minyak pada kulit yang berlebihan,
penggunaan sampo, dan gangguan neurologi memudahkan seseorang
menderita ketombe .19
6. Otomikosis
Otomikosis adalah infeksi jamur kronik atau subakut pada liang telinga luar
dan lubang telinga luar, yang ditandai dengan inflamasi eksudatif dan gatal.
Penyebab utamanya adalah jamur-jamur kontaminan,misalnya Aspergilus,
Penisilium, dan Mukor .4

2.5. Jamur Kontaminan


2.5.1. Aspergillus sp.
Aspergillus sp. sangat umum dijumpai di dalam maupun di luar
ruangan,sehingga kebanyakan orang menghirup spora jamur setiap hari.
Menghirup spora Aspergillus sp. tidak berbahaya pada orang dengan sistem
kekebalan tubuh yangsehat. Namun, bagi orang yang sistem kekebalannya
melemah, menghirup sporaAspergillus sp. dapat menyebabkan infeksi di paru-
paru atau sinusitis. Ada sekitar 180 spesies Aspergillus, tetapi yang diketahui
dapat menyebabkan infeksi pada manusia kurang dari 40 spesies. Aspergillus
fumigatus adalah spesies yang paling sering menginfeksi manusia .20

2.5.2. Penicillium
Penicillium adalah salah satu jamur yang dapat dijumpai di beragam habitat
seperti tanah, udara, lingkungan dalam ruangan dan berbagai produk makanan.
Penicillium marneffei adalah satu-satunya spesies dari genus Penicillium yang dapat
menginfeksi manusia, dan sering menjadi infeksi penyerta pada pasien HIV.21
19

2.6. Penegakan Diagnosis


Selain dari gejala-gejala khas setiap jamur, diagnosis suatu penyakit jamur
harus dibantu pemeriksaan laboratorium, yaitu:

2.6.1. Pemeriksaan langsung


Untuk melihat apakah ada infeksi jamur perlu dibuat preparat langsung dari
kerokan kulit, rambut, atau kuku. Sediaan dituangi larutan KOH 10-40%dengan
maksud melarutkan keratin kulit atau kuku sehingga akan tinggal kelompok hifa.
Sesudah 15 menit atau sesudah dipanasi di atas api kecil, jangan sampai menguap,
dilihat di bawah mikroskop, dimulai dengan pembesaran 10 kali.14
Adanya elemen jamur tampak berupa benang-benang bersifat kontur ganda.
Selain itu, tampak juga bintik spora berupa bola kecil sebesar 1-3 mikrometer.14
Bahan-bahan yang diperlukan untuk diperiksa didapat dari :
1. Kulit
Bahan diambil dan dipilih dari bagian lesi yang aktif, yaitu daerah pinggir.
Terlebih dahulu dibersihkan dengan alkohol 70% lalu dikerok dengan skalpel
sehingga memperoleh skuama yang cukup. Letakan di atas gelas objek, lalu
dituangi dengan KOH 10%.14
2. Rambut
Rambut yang dipilih adalah rambut yang terputus-putus atau rambut yang
warnanya tak mengilat lagi, tuangi KOH 20%, lihat adanya infeksi endotrik
atau ektotrik.14
3. Kuku
Bahan yang diambil adalah masa detritus dari bawah kuku yang sudah rusak
atau dari bahan kukunya sendiri, selanjutnya dituangi dengan KOH 20-40%
dan dilihat di bawah mikroskop, dicari hifa atau spora.Dengan preparat
langsung ini, sebenarnya diagnosis suatu dermatomikosis sudah dapat
ditegakkan. Penentuan etiologi spesies diperlukan untuk keperluan penentuan
prognosis, kemajuan terapi dan epidemiologis.14
20

2.6.2. Pembiakan atau kultur


Pembiakan dilakukan dalam media agar saboroud pada suhu kamar (25-30ºC),
kemudian dalam satu minggu dilihat dan dinilai apakah ada perubahan atau
pertumbuhan jamur. Faktor pH juga berperan untuk pertumbuhan jamur, pH yang
optimal sekitar 5,6. Sedangkan bakteri tidak dapat tumbuh pada pembenihan agar
saboroud. Untuk mencegah tumbuhnya jamur kontaminan/saprofit dapat
ditambahkan antibiotik sikloheksimid pada agar saboroud .1
Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
1. Bentuk koloni
a. Koloni ragi
Makroskopis tampak bundar, lunak, atau lembek denganpermukaan halus
atau rata dan mengkilat, tidak berpigmen, warna kekuningan, seperti
koloni bakteri. Bila diperiksa secara mikroskopis hanya didapati sel-sel
ragi yang berupa sel yang bulat dan tampak seolah-olah mempunyai dua
dinding dan kadang-ada tunas (satu tunas besardengan tunas bola yang
kecil yang disebut "BUDDING"), misalnya pada kandida.14
b. Koloni menyerupai ragi
Secara makroskopis tampak lembek, permukaan halus, mengkilat,dan
warnanya putih kekuningan. Secara mikroskopis tampak sebagai sel
tunggal dan kadang-kadang tampak miselium semu (sel-sel panjang, tetapi
tidak khas dan tidak bersekat). Juga ada sel yang berbentuk bulat dan
kadang-kadang ada yang bertunas.14
c. Koloni filamen
Secara makroskopis tampak seperti kapas berupa benang halus,permukaan
dan pinggir tidak rata, dan menonjol di atas permukaan
media.Mikroskopis tampak sebagai hifa sejati, yaitu benang-benang yang
bersifat kontur ganda, berinti dan mempunyai sekat, misalnya:
trichophyton, microsporum dan epidermopiton. Kadang-kadang tampak
bentuk campuran, yaitu pembiakan pada temperatur 37ºC dapat
menghasilkan koloni ragi, tetapi pada temperatur kamar akan
14
menghasilkan koloni filamen, misalnya sporotrikosis.
21

2. Bentuk hifa
Bentuk hifa ini dapat dibedakan dalam beberapa jenis, yaitu:
a. Menurut fungsinya hifa dibagi menjadi hifa vegetatif yaitu hifa yang
berfungsi untuk perkembangan dan mengambil makanan dan hifa
reproduktif yaitu hifa dikhususkan untuk membentuk atau memperbanyak
diri dengan spora.14
b. Menurut jenisnya hifa bibagi menjadi hifa berseptum dan hifa tidak
berseptum (sunositik).14
3. Bentuk spora
Bentuk spora dapat dibagi menjadi:
a. Spora seksual yaitu spora yang dibentuk dalam suatu organ khusus yang
sebelumnya terjadi penggabungan dari dua hifa. 14
b. Spora aseksual yaitu spora yang langsung dibentuk oleh hifa tanpa melalui
penggabungan dari hifa-hifa reproduktif.14

2.6.3. Reaksi imunologis (alergi)


Dengan menyuntikkan secara intrakutan semacam antigen yang dibuat dari
koloni jamur, reaksi (+) berarti infeksi oleh jamur (+), misalnya :
1. Reaksi trikofitin yaitu menyuntikkan anntigen yang dibuat dari pembiakan
trikofitosis. Kalau (+) berarti ada infeksi trikofiton. 14
2. Reaksi histoplasmin yaitu menyuntikkan antigen yang dibuat dari pembiakan
histoplasma. Kalau (+) berarti infeksi oleh histoplasma (+). 14
3. Reaksi sporotrikin yaitu menyuntikkan antigen yang dibuat dari koloni
Sporotricium schenkii. Kalau (+) berarti infeksi oleh spesies sporotikum. 14

2.6.4. Biopsi atau pemeriksaan histopatologi


Khusus dilakukan untuk pemeriksaan penyakit jamur golongan mikosis dalam.
Dengan pewarnaan khusus dari suatu jaringan biopsi, dapat dicari elemen jamur dalam
jaringan tersebut. Pewarnaan khusus seperti pewarnaan gram dan He dapat mewarnai
elemen jamur dalam jaringan sehingga tampak lebih jelas. Selain itu, pemeriksaan
histopatologi sangat penting untuk melihat reaksi jaringan akibat infeksi jamur .14
22

2.6.5. Pemeriksaan dengan sinar Wood


Sinar wood adalah sinar ultraviolet yang setelah melewati suatu "saringan
wood", sinar yang tadinya polikromatis menjadi monokromatis dengan panjang
gelombang 3600 A. Sinar ini tidak dapat dilihat.Bila sinar ini diarahkan ke kulit
atau rambut yang mengalami infeksi oleh jamur-jamur tertentu, sinar ini akan
berubah menjadi dapat dilihat, denganmemberi warna yang kehijauan atau
flouresensi. Apabila pemeriksaan dengan cara ini memberi flouresensi,
pemeriksaan sinar wood disebut positif, dan apabila tidak ada flouresensi disebut
negatif. Jamur-jamur yang memberikan flouresensi adalah Microsporum lanosum,
Microsporum audouinii, M. Canis dan Malassezia furfur (penyebab tinea
versikolor) .14
BAB III
KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP
PENELITIAN

3.1. Kerangka Teori Penelitian


Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka kerangka teori dalam penelitian ini
adalah:

Faktor Resiko

A.Faktor Endogen Pertumbuhan


Jamur Di Helm
B.Faktor Eksogen
-Panas, Keringat

Diagnosa

Dermatofita -Pemeriksaan KOH

- Kultur Jamur

Dermatofitosis

Gambaran Klinis Etiologi

-Tinea Kapitis 1. Epidermophyton


-Tinea Manum 2. Microsporum
-Tinea Unguium
3. Trichophyton
-Tinea Kruris
-Tinea Korporis
-Tinea Korporis Gambar 3.1. Kerangka teori
--

23
24

3.2. Kerangka Konsep Penelitian

KOH
Helm Tukang Spesies
Becak Dermatofita
KULTUR

Gambar 3.2. Kerangka konsep.


BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional dengan rancangan
potong lintang (cross sectional).

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian


4.2.1. Lokasi penelitian
Lokasi pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan di salah satu
pangkalan tukang becak ,yang bertempat di Jalan Parkiran Carrefour, Pasar V
Padang Bulan, Kecamatan Medan Baru, Kota Medan, Provinsi . Pemeriksaan
dengan KOH dan kultur terhadap kerokan helm tukang becak yang dilakukan di
laboratorium Mikrobiologi FK USU.

4.2.2. Waktu penelitian


Dilakukan pada bulan Maret 2016 sampai dengan Desember 2016

4.3. Populasi dan Sampel


4.3.1. Populasi
Populasi adalah semua helm tukang becak di pangkalan becak Jalan Parkiran
Carrefour, Pasar V Padang bulan, Kecamatan Medan Baru, Kota medan.

4.3.2. Sampel
Sampel adalah helm pada tukang becak ,Medan yang memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi.
Kriteria inklusi dan eksklusi sampel penelitian ini adalah:
1. Kriteria Inklusi
a. Helm tukang becak yang berlokasi di salah satu pangkalan becak di kota
Medan.

25
26

b. Tukang becak yang bersedia menandatangani lembar persetujuan.


c. Helm yang hanya digunakan oleh satu tukang becak saja dan tidak
digunakan tukang becak lain.
d. Helm yang telah digunakan dan masih digunakan oleh tukang becak.
2. Kriteria Eksklusi
a. Tukang becak yang tidak bersedia menandatangani lembar persetujuan.
b. Sampel yang rusak saat dibawa dari tempat penelitian ke Lab
Mikrobiologi FK USU

4.4. Teknik Pengumpulan Sampel


Pengambilan sampel pada penelitian ini adalah total sampling, di mana
pengambilan sampel dengan cara semua jumlah populasi menjadi sampel dalam
penelitian ini.
𝑍𝑎2 . 𝑃. 𝑄 1,96 2 × 0,6 × 0,4
𝑛= = = 92,19 = 95
𝑑2 0,1 2

n = Besar sampel
Zα = Tingkat kemaknaan, skor Z untuk α= 0,05 (tingkat kepercayaan 95%) dari
table Zα adalah 1,96
P = Proporsi/ persentase kepositifan Candida = 60 %
Q = (1-P) 40%
d = Tingkat kesalahan yang dikehendaki
Karena keterbatasan di laboratorium Mikrobiologi FK USU, jadi, jumlah
sampel hanya berjumlah 30 sampel

4.5. Bahan dan Cara Kerja


Pada penelitian ini helm diambil dari tukang becak di salah satu pangkalan
tukang becak yang berlokasi Jalan Parkiran Carrefour, Pasar V Padang bulan,
Kecamatan Medan Baru, Kota Medan.

4.5.1. Pengambilan bahan


27

1. Tukang becak diberi penjelasan tentang manfaat dan tujuan penelitian.


2. Meminta persetujuan dan menandatangani lembar persetujuan.
3. Mewawancara tukang becak.
4. Mengambil sampel penelitian (helm).
5. Memberi label dan segera dibawa ke laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan.
4.5.2. Pemeriksaan laboratorium
Setelah sampai di laboratorium Mikrobiologi FK USU dilakukan pemeriksaan
KOH dan dikultur pada media Sabouraud Dextrose Agar (SDA).
Cara pemeriksaan KOH adalah :
1. Sediaan dioleskan pada object glass.
2. Tetesi KOH 10-20 % .
3. Tutup dengan cover glass.
4. Diamkan 15-20 menit.
5. Periksa dibawah mikroskop dengan pembesaran 40x.
Cara kultur jamur adalah:
1. Sediaan diletakkan diatas permukaan media Sabouraud Dextrose Agar
2. Biarkan dalam suhu kamar selama 1-3 minggu sambil dilihat
pertumbuhannya.
3. Melakukan identifikasi spesies jamur dengan membuat sedian basah dengan
Lactophenol Cotton Blue sebagai mounting fluid dengan metode cellophane
tape mount dari hasil kultur.
4. Lihat sedian basah dibawah mokroskop.
Cara membuat sediaan basah:
1. Teteskan Lactophenol Cotton Blue sebanyak satu tetes diatas object glass.
2. Ambil sebagian kecil bagian jamur dari hasil kultur dengan menggunakan
selotip.
3. Tempelkan selotip tersebut diatas tetesan Lactophenol Cotton Blue.
4. Bersihkan object glass dengan dari sisa cairan Lactophenol Cotton Blue
dengan kertas tisu tanpa menekan sediaan.
28

4.6. Pengolahan dan Analisa Data


4.6.1. Pengolahan data
Data primer dari hasil wawancara, dan data hasil pemeriksaan laboratorium
ditabulasi kemudian disajikan dalam bentuk deskriptif.

4.6.2. Analisa data


Analisa data untuk melihat distribusi dan frekuensi dari setiap variabel.

4.7. Defenisi Opersional


4.7.1. Dermatofita
1. Dermatofita adalah golongan jamur yang memiliki sifat keratinofilik dan
keratolitik dan dapat menyebabkan dermatofitosis.
2. Cara ukur : Pemeriksaan mikologi.
3. Alat ukur : Pemeriksaan KOH dan kultur jamur.
4. Kategori : Ditemukan spora atau hifa pada pemeriksaan KOH dan
ditemukan spesies jamur pada kultur spesimen.
5. Skala pengukuran : Nominal.

4.7.2. Tukang Becak


1. Tukang becak adalah orang yang bekerja membawa becak.
2. Cara ukur : Wawancara.
3. Alat ukur : Lembar karakteristik sampel.
4. Kategori : Tukang becak yang bekerja saat itu.
5. Skala pengukuran : Nominal.

4.7.3. Helm Tukang becak


1. Helm tukang becak adalah helm yang digunakan oleh tukang becak sampai
sekarang
2. Cara ukur : Wawancara.
3. Alat ukur : Lembar karakteristik sampel.
29

4. Kategori : Karakteristik sisir.


5. Skala pengukuran : Nominal.

4.7.4. Pemeriksaan KOH


1. Pemeriksaan KOH adalah pemeriksaan dengan meneteskan larutan KOH
diatas bahan yang diambil dari helm yang ditaruh diatas gelas objek kemudian
sediaan ditutup dengan kaca penutup. Kemudian sediaan diperiksa dengan
menggunakan mikroskop.
2. Cara ukur : Pemeriksaan KOH.
3. Alat ukur : Larutan KOH dan kerokan bagian dalam helm.
4. Kategori : Ditemukan spora atau hifa (KOH positif).
5. Skala pengukuran : Nominal.

4.7.5. Kultur jamur


1. Kultur jamur adalah pembiakan menanam bahan klinis pada media buatan
yang terdiri dari medium Sabouraud Dextrose Agar (SDA) yang ditambahkan
antibiotik kemudian dilanjutkan pembuatan sediaan basah dengan
Lactophenol Cotton Blue kemudian sediaan dilihat dibawah mikroskop.
2. Cara ukur : Pemeriksaan kultur.
3. Alat ukur : Media buatan SDA dan spesimen.
4. Kategori : Ditemukan spesies jamur (kultur positif).
5. Skala pengukuran : Nominal.
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian


5.1.1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di salah satu pangkalan tukang becak yang berlokasi di
Jalan Parkiran Carrefour, Pasar V Padang Bulan, Kecamatan Medan Baru, Kota
Medan. Kemudian Sampel penelitian dibawa ke Laboratorium Mikrobiologi
Fakultas Kedokteran USU, Jalan. Dr.Mansyur No.5 untuk dilakukan Identifikasi
Dermatofita.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Subjek penelitian


Subjek dari penelitian ini adalah tukang becak yang berada di pangkalan tukang
becak yang berlokasi di Jalan Parkiran Carrefour, Pasar V Padang Bulan,
Kecamatan Medan Baru, Kota Medan. Tukang becak hanya menggunakan satu
helm saja untuk bekerja.Semua tukang becak pada penelitian ini berprofesi hanya
sebagai tukang becak dan tidak memiliki pekerjaan lain.

5.1.3. Deskripsi Karakteristik Sampel Penelitian


Sampel dari penelitian ini adalah helm yang diminta dari tukang becak di
salah satu pangkalan tukang becak. Bagian Helm yang diambil untuk
pemeriksaan adalah semua bagian dalam Helm yang bersentuhan dengan kepala
dengan cara mengeroknya dengan objek glass kemudian hasil kerokan disimpan
dan dibawa untuk pemeriksaan di Lab Mikrobiologi Fakultas Kedokteran USU.
Sebelumnya tukang becak diberikan surat penjelasan tentang penelitian ini dan
diberikan surat persetujuan penelitian untuk diisi dan ditandatangani.

30
31

5.1.4. Distribusi sampel berdasarkan lama penggunaan


Dari lama penggunaan helm yang didapatkan pada penelitian ini bervariasi
yaitu mulai ½ tahun, 1 tahun, 2 tahun, 3 tahun, 4 tahun, 5 tahun, 6 tahun, 7 tahun
dan 8 tahun.
Tabel 5.1. Distribusi Lama penggunaan Helm
Lama Helm n %
Digunakan (Tahun)
1 5 16,7
2 13 43,3
3 4 13,3
4 2 6,7
5 2 6,7
7 1 3,3
8 3 10
Total 30 100,0

Dari Tabel 5.1 diketahui bahwa dari 30 helm yang digunakan proporsi lama
penggunaan helm terbesar adalah 2 Tahun (43,3%) dan yang terkecil yaitu ½
tahun (3,3%)

5.1.5. Distribusi sampel berdasarkan riwayat helm dibersihkan


Dari distribusi riwayat helm dibersihkan didapatkan jumlah helm yang pernah
dibersihkan dan yang tidak pernah.

Tabel 5.2. Distribusi Helm berdasarkan riwayat helm dibersihkan


Riwayat Helm n (%)
Dibersihkan
Pernah 5 16,7
Tidak Pernah 25 83,3
Total 30 100,0

Dari Tabel 5.2 diketahui bahwa dari 30 helm tukang becak yang diambil untuk
penelitian, yang paling banyak adalah helm yang tidak pernah dibersihkan
sebanyak yaitu 25 helm (83,3 %) sedangkan jumlah helm yang dibersihkan
sebanyak 5 helm (16,7%). Dan tidak ada jadwal yang tetap dalam hal
membersihkan helm pada tukang becak.
32

5.1.6. Distribusi cara membersihkan helm


Dari distribusi cara membersihkan helm didapatkan helm didapatkan
keterangan helm dibersihkan dengan cara dicuci dengan sabun pembersih dan
dibersihkan dengan kain lap.
Tabel 5.3. Distribusi cara membersihkan helm
Cara Helm n (%)
Dibersihkan
Cuci dengan pembersih 0 0
Cuci dengan air 0 0
Dibersihkan dengan kain lap 5 100
Total 30 100,0

Dari Tabel 5.3 diketahui bahwa dari 5 (100%) helm yang pernah dibersihkan
tukang becak membersihkannya dengan cara dibersihkan dengan kain lap.

5.1.7. Distribusi Hasil pemeriksaan KOH


Dari hasil pemeriksaan langsung KOH pada kerokan helm didapatkan spora
dan hifa.

Tabel 5.4. Distribusi hasil pemeriksaan KOH 10%


Spora (+) (%) Spora(-) (%)
Hifa (+) 30 100 0 0
Hifa (-) 0 0 0 0
Total 30 100 0 0

Dari Tabel 5.4 Dapat diketahui bahwa dari pemeriksaan langsung KOH
didapatkan 30 (100%) helm positif (+) spora dan positif (+) hifa.

5.1.8. Distribusi hasil kultur


Dari distribusi hasil kultur didapatkan 9 spesies jamur yang teridentifikasi.
33

Tabel 5.5 Distribusi hasil kultur


Nama Golongan n %
Jamur
T.scholenii Dermatofita 2 6,7
T.mentagrophytes Dermatofita 7 23,3
T.violaceum Dermatofita 2 6,7
M.audonii Dermatofita 4 13,3
M.gyepsum Dermatofita 1 3,3
Penicillium spp Jamur lain 2 6,7
Cladosporidium spp Jamur lain 5 16,7
Aspergillus spp Jamur lain 6 20
Mucor spp Jamur lain 1 3,3
Total 30 100,0

Dari Tabel 5.5 didapatkan hasil bahwa, spesies jamur yang teridentifikasi pada
helm tukang becak didapatkan jamur dermatofita yang paling banyak yaitu
T.mentagrophytes sebanyak 7 sampel (23,3%), kemudian ditemukan spesies
dermatofita yang lain yaitu T.scholenii yaitu sebanyak 2 sampel (6,7%),
T.violaceum yaitu sebanyak 2 sampel (6,7%), M.audonii yaitu sebanyak 4 sampel
(13,3%), M.gyepsum yaitu sebanyak 1 sampel (3,3%) , selain itu ditemukan juga
jamur golongan lain (bukan dermatofita) yaitu Penicillium spp yaitu sebanyak 2
sampel (6,7%), Cladosporidium spp yaitu sebanyak 5 sampel ( 16,7%),
Aspergillus spp yaitu sebanyak 6 sampel (20%), mucor spp yaitu sebanyak 1
sampel (3,3%).

5.1.9. Distribusi Hasil Kultur Berdasarkan Lama Penggunaan Helm


Dari distribusi hasil kultur berdasarkan lama penggunaan helm didapatkan
jamur dermatofita, jamur negatif dan jamur lain.
34

Tabel 5.6 Distribusi hasil kultur Berdasarkan Lama Penggunaan Helm


Lama Helm Digunakan Dermatofita Jamur Lain
(Tahun) n (%) n (%)
1 3 (10%) 2 (6,7%)
2 7 (23,3) 6 (20%)
3 1 (3,3%) 3 (10%)
4 0 (0%) 2 (6,7%)
5 2 (6,7%) 0 (0%)
7 1 (3,3%) 0 (0%)
8 2 (6,7%) 1 (3,3%)
Total 16 (53,3%) 14 ( 46,7%)

Dari tabel 5.6. dapat diketahui bahwa hasil kultur positif dermatofita
terbanyak terdapat pada helm dengan lama penggunaan 2 tahun yaitu sebanyak 7
helm (23.3%) dan yang terkecil pada helm penggunaan ½ tahun yaitu 1 helm
(3.3%).

5.1.10. Distribusi Hasil Kultur Berdasarkan Riwayat Helm Dibersihkan


Dari distribusi hasil kultur berdasarkan lama penggunaan helm didapatkan
jamur dari golongan dermatofita dan jamur lain didapatkan jumlah masing masing
spesies jamur dari riwayat helm dibersihkan.

Tabel 5.7 Distribusi hasil kultur Berdasarkan Riwayat Helm dibersihkan

Spesies jamur Golongan Dibersihkan Tidak


n (%) Dibersihkan
n (%)
T.Scholenii Dermatofita 1 (3,3%) 1 (3,3%)
T.Mentagrophytes Dermatofita 2 (6,7%) 5 (16,7%)
T.violaceum Dermatofita 1 (3,3%) 1 (3,3%)
M.Audonii Dermatofita 0 (0%) 4 (13,3%)
M.Gyepsum Dermatofita 0 (0%) 1 (3,3%)
Penicillium spp Jamur lain 0 (0%) 2 (6,7%)
Cladosporidium spp Jamur lain 0 (0%) 5 (16,7%)
Aspergillus spp Jamur lain 0 (0%) 6 (20,0%)
Mucor spp Jamur lain 1 (3,3%) 0 (3,3%)
Total 5 (16,7%) 25 (83,3%)
35

Dari tabel 5.7 didapatkan 25 helm tidak pernah dibersihkan dan 5 helm
dibersihkan. Dari hasil kultur 5 helm yang pernah dibersihkan didapatkan 4
(13,3%) helm positif (+) spesies dermatofita dan 1 (3,3%) positif (+) jamur lain,
Sedangkan dari 25 helm yang tidak pernah dibersihkan didapatkan 12 (40%) helm
positif dermatofita dan 13 (43,3%) helm positif (+) jamur lain.

5.2. Pembahasan
Dari hasil penelitian ini didapatkan 30 sampel helm dari masing masing orang
yang berbeda. Dari 30 sampel tersebut didapatkan 13 helm (43,3%) telah
digunakan selama 2 tahun, 4 helm (13,3)% selama 1 tahun, 4 helm (13,3)%
selama 3 tahun, 3 helm (10%) selama 8 tahun, 2 helm (6,7%) selama 4 tahun, 2
helm (6,7%) selama 5 tahun, 1 helm (3,3%) selama ½ tahun dan 1 helm (3,3%)
selama 7 tahun. Dari 30 sampe helm yang digunakan pada penelitian ini diketahui
juga 25 helm (83,3%) tidak pernah dibersihkan dan sisanya yaitu hanya 5 (6,7%)
helm yang pernah dibersihkan.
Penularan dermatofitosis (penyakit yang disebabkan dermatofita) dapat
terjadi melalui peralatan yang dipakai bersama maupun dari sumber lain seperti
fasilitas umum dan fasilitas olahraga. 8Pada sebuah penelitian di Jakarta Selatan
mendapatkan bahwa dermatofitosis memiliki hubungan dengan demografi, gaya
hidup dan prilaku seorang pasien.3
Dari hasil pewarnaan KOH didapatkan 30 (100%) sediaan kerokan helm
teridentifikasi positif (+) spora dan hifa, dan dari hasil pemeriksaan kultur dengan
Media Saboraud Dextrose Agar (SDA) didapatkan Dermatofita sebesar 16
(53,3%) dan 14 (46,7%) jamur dari golongan lain.
Dari 16 dermatofita yang teridentifikasi pada kultur di Media Saboraud
Dextrose Agar (SDA), didapatkan 5 spesies dermatofita yaitu T.Mentagrophytes
sebanyak 7 (23,3)%, T.violaceum sebanyak 2 (6,7%), T.schlenii sebanyak 2
(6,7%), M.audonii sebanyak 4 (13,3%), dan M.gyepsum sebanyak 1(3,3%).
Kemudian 14 jamur yang bukan dermatofita lainnya terdiri dari Penicillium spp
sebanyak 2 (6,7%), Cladosporidium spp sebanyak 5 (16,7%), Aspergillus spp
sebanyak 6 (20%), dan Mucor Spp sebanyak 1 (3,3%).
36

Dalam teori semua jenis jamur dermatofita dapat menyebabkan tinea kapitis
yaitu jamur dermatofita baik dari genus Trichophyton, Microsporum, dan
Epidermophyton yang mennginfeksi kulit superfisialis kepala manusia kecuali
Spesies Trichophyton concentricum.22
Trichophyton rubrum dilaporkan merupakan jenis dermatofita yang paling
sering menyebabkan gejala klinis di India diikuti Trichophyton mentagrophytes,
sedangkan Trichophyton violaceum adalah spesies yang paling sering
menyebabkan tinea kapitis diikuti Trichophyton rubrum, Trichophyton tonsurans,
dan Trichophyton schoenleinii.22
Dari hasil penelitian ini ditemukan spesies dermatofita pada helm tukang
becak sebanyak 16 (53,3%) dari total 30 sampel. Dimana spesies terbanyak
berasal dari genus Trichophyton yaitu Trichophyton Mentagrophytes yang
merupakan salah satu spesies yang bisa menginfeksi kepala manusia ,sedangkan
spesies lain yang teridentifikasi yaitu T.violaceum , T.schlenii, M.audonii , dan
M.gyepsum. Tidak ada jadwal yang teratur pada tukang becak dalam hal
membersihkan helmnya.
Dari penelitian didapatkan hasil bahwa beberapa spesies dermatofita dapat
tumbuh pada helm yang digunakan tukang becak.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1.Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian indentifikasi dermatofita pada helm tukang becak
didapatkan kesimpulan sebagai berikut :
1. Spesies dermatofita yang ditemukan pada helm tukang becak adalah
Trichopyton mentagrophytes 7(23,3%), Trichophyton scholenii 2
(6,7%),Trichophyton violaceum 2 (6,7%), Microsporum audonii 4 (13,3%),
Micriosporum gyepsum 1 (3,3%).
2. Helm tukang becak dapat merupakan tempat pertumbuhan jamur spesies
dermatofita.

6.2. Saran
Dari hasil penelitian yang dilakukan, peneliti ingin memberikan saran kepada :
Tukang becak
Bagi tukang becak disarankan untuk selalu menjaga kebersihan helm supaya
tidak menjadi tempat pertumbuhan jamur spesies dermatofita.

37
38

DAFTAR PUSTAKA

1. Kumala, Widyasari, 2006. Mikologi Dasar Kedokteran. Jakarta: Penerbit


Universitas Trisakti.

2. Soebono, H., 2001. Dermatomikosis Superfisialis. Jakarta ; Balai Penerbit


FKUI.

3. Riani, Eva, 2014. Hubungan antara Karakteristik Demografi, Gaya Hidup dan
Perilaku Pasien Puskesmas di Jakarta Selatan dengan Dermatofitosis. Ejournal
Kedokteran Indonesia. pp. 353-357.

4. Budimulja, Unandar, 2011. „Mikosis‟, dalam: Djuanda, A., Hamzah, M.,


Aisah, S. (eds). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.Edisi Ke-6. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI.

5. Citrashanty I, Suyoso S. Mikosis superfisialis di divisi mikologi Unit Rawat


Jalan Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya periode
2008-2010. BIKKK 2011; 23(3): 200-6.

6. Bramono K, SuyosoS, Indriatmi W, Ramali LM, Widaty S, Ervianti E, editors.


Dermatomikosis superfisialis. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2013.

7. Hidayati, Afif Nurul., Suyoso, Sunarso., P,desy Hinda., Sandra, Emilian.


Mikosis Superfisialis di Divisi Mikologi Unit Rawat Jalan Penyakit Kulit dan
Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya Tahun 2003-2005

8. Nenoff, P., Krüger, C., Ginter-Hanselmayer, G., & Tietz, H.J., 2014.
Mycology - an update. Part 1: Dermatomycoses: causative agents,
epidemiology and pathogenesis. J Dtsch Dermatol Ges. pp. 188-209.

9. Budimulja U. Mikosis. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu


Penyakit Kulit dan Kelamin (Edisi ke-6). Jakarta: Badan Penerbit FKUI, 2011;
p. 89-105.

10. SMF Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Unair / RSU Dr. Soetomo. Atlas
Penyakit Kulit dan Kelamin. Surabaya : Airlangga University Press. 2007.

11. Kumarh L, Dugra d, Banerjee U, Khanna N. Kerion in n elderly woman 2003;


http://www.emedicine.com [ diakses 24 November 2007].

12. Ardestani MS, Shokravi FA, Rakhshani F, Shirvani ZG. Effective health
education program on reduction of tinea capitis; a quasi-experimental study on
primary school-age children. Iranian J of Clin Infect Dis 2010; 5(4):213-7
39

13. Adiguna, M.S., 2001. „Epidemiologi Dermatomikosis di Indonesia‟, dalam:


Budimulja, Unandar et al (eds).Dermatomikosis Superfisialis Pedoman Untuk
Dokter danMahasiswa Kedokteran. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

14. Siregar, R.S., 2004. Penyakit Jamur Kulit.Edisi2. Jakarta: EGC.

15. Wolff, Klaus, Goldsmith, Lowell A., Katz, Stephen I., Gilchrest, Barbara A.,
Paller, Amy S., & Leffell, David J., 2008. Fitzpatrick‟s Dermatology in
General Medicine.7th ed. USA: The McGraw-Hill Companies, Inc.

16. Winn, Washington C. et al, 2006. Koneman‟s Color Atlas and Textbook of
Diagnostic Microbiology. 6th ed. USA: Lippincott Williams & Wilkins

17. Frey, D., Oldfield, & R.J., Bridger, R.C., 1985. A Colour Atlas of Phatogenic
Fungi. Holland: Smeets-Weert.

18. Havlickova, B., Czaika, Viktor A., & Friedrich, M., 2008. Epidemiological
Trends in Skin Mycoses Worldwide. Blackwell Publishing Ltd. pp.2-15.

19. Rudramurthy, S.M., Honnavar, P., Dogra S., Yegneswaran P.P., Handa, S, &
Chakrabarti, A., 2014. Association of Malassezia species with dandruff.
Indian J Med Res. pp. 431-437.

20. CDC, 2016. Available


from:http://www.cdc.gov/fungal/diseases/aspergillosis/causes.html [Accesed 8
January 2016]

21. Cao, C. et al, 2011. Common Reservoirs for Penicillium marneffei Infection in
Humans and Rodents, China. Emerging Infectious Deseases.

22. Poluri, L.V., Indugula, J.P, Kondapaneni, S.L., 2015. Clinicomycological


Study of Dermatophytosis in South India. J Lab Phsycians. pp. 84-89.
40

Lampiran 1
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Jemsly Maju Joel Simanjuntak


Jenis Kelamin : Laki - Laki
Tempat / Tanggal Lahir : Sipahutar / 01 April 1996
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Sipahutar, Kec.Sipahutar, Kab.Tapanuli Utara

Riwayat Pendidikan :
1. Sekolah Dasar Negeri 174581 Sipahutar (2001-
2007)
2. Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Sipahutar
(2007-2010)
3. Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Sipahutar (2010-
2013)
4. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
(2013-sekarang)
41

Lampiran 2

LEMBAR PENJELASAN MENJADI PARTISIPAN PENELITIAN

Saya yang bernama Jemsly Maju Joel Simanjuntak adalah mahasiswa


Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Sumatera Utara. Saat ini saya
sedang melakukan penelitian tentang “Identifikasi Dermatofita Pada Helm
Tukang becak”. Penelitian ini merupakan salah satu kegiatan dalam
menyelesaikan tugas akhir di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Dalam penelitian ini saya akan melakukan pemeriksaan pada helm yaitu
Pewarnaan KOH dan penanaman spesimen di media SDA dari kerokan helm yang
saudara gunakan dalam bekerja untuk mengidentifikasi spesies jamur dermatofita
yang tumbuh pada helm saudara, untuk keperluan tersebut saya mengharapkan
partisipasi saudara untuk menjadi partisipan dalam penelitian.
Dengan menjadi partisipan penelitian, saya mengharapkan saudara dapat
menyerahkan helm yang saudara gunakan untuk menjadi bahan penelitian.
Hak saudara sebagai partisipan:
1. Identitas pribadi dan semua informasi yang saudara berikan akan
dirahasiakan dan hanya akan digunakan untuk keperluan penelitian ini
2. Mendapat souvenir berupa makanan dan minuman ringan sebagai bentuk
terima kasih.
Atas perhatian dan kesediaan saudara menjadi partisipan dalam penelitian
ini saya ucapkan terima kasih.
Medan, Desember 2016
Peneliti

Jemsly M J Simanjuntak
42

Lampiran 3
SURAT PERSETUJUAN
(INFORMED CONSENT)

Yang bertandatangan di bawah ini :


Nama :
Umur :
Alamat :
Menyatakan bahwa:
1. Saya telah mendapat penjelasan segala sesuatu mengenai penelitian
“Identifikasi Dermatofita Pada Helm” .
2. Setelah saya memahami penjelasan tersebut, dengan penuh kesadaran dan
tanpa paksaan dari siapapun bersedia ikut serta dalam penelitian ini dengan
kondisi:
a. Data yang diperoleh dari penelitian ini akan dijaga kerahasiaannya dan
hanya dipergunakan untuk kepentingan ilmiah.
b. Apabila saya inginkan, saya boleh memutuskan untuk keluar / tidak
berpartisipasi lagi dalam penelitian ini tanpa harus menyampaikan alas an
apapun.

Medan, _______ 2016

Pemilik helm

(.....................................)
43

Lampiran 4

STATUS PENELITIAN

NO

I.Identitas Partisipan

-Nama Pemilik Helm :

-Jenis Kelamin :

2.identitas Sampel

- Lama penggunaan helm :

- Riwayat Sisir dibersihkan :

*Ya :

*Tidak

3. Hasil Kultur :

4. Hasil Pewarnaan KOH :


44

Lampiran 5

SURAT ETHICAL CLEARANCE


45

Lampiran 6

Surat Pengantar Penelitian Ke Departemen Mikrobiologi FK USU


46

Lampiran 7

SURAT SELESAI PENELITIAN DI LAB MIKROBIOLOGI FK USU


47

Lampiran 8

Gambar Pengambilan Sampel ke Tukang becak


48

Lampiran 9

Gambar Pemeriksaan Jamur Di Lab Mikrobiologi FK-USU


49

Lampiran 10

Gambar Mikroskopis hasil penelitian


50

Lampiran 11

GAMBAR MIKROSKOPIS HASIL PENELITIAN


51

Anda mungkin juga menyukai