Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sirosis hepatis merupakan perubahan jaringan hati yang ditandai dengan regenerasi
nodular yang bersifat difus dan dikelilingi oleh septa-septa fibrosis. Perubahan distorsi
tersebut dapat mengakibatkan peningkatan aliran darah portal, disfungsi sintesis
hepatosit, serta meningkatakan risiko karsinoma hepatoseluler (KHS) (Chritanto,2014).
Sirosis hepatis merupakan salah satu penyebab utama beban kesehatan di dunia. Menurut
Studi Global Burden Disease 2010, Sirosis hepatis termasuk 20 penyebab kematian
terbanyak di dunia 1,3% dari seluruh kematian dunia dan 6 besar penyebab kematian di
Indonesia (Wolf, 2015).
Di Indonesia sirosis hepatis menempati urutan ke-6 besar penyebab kematian terbanyak
di indonesia dengan persentase 3%, menurut hasil dan adanya peningkatan data dari tahun
2007 sampai ke tahun 2013. Dari jumlah 7 penduduk menjadi 14 juta penduduk yang
menderita penyakit sirosis hepatis pada tahun 2013. Sirosis hepatis disebabkan
diantaranya oleh hepatis B dan C, jika tidak ditangani virus ini akan terus menyebar dan
membuat kerusakan hati. (Riskesdas, 2013).
Menurut Riskesdas 2018, prevalensi sirosis hepatis berdasarkan diagnosis di Provinsi
Jawa Barat adalah 0,4% sedangkan pada tahun 2013 sebesar 0,3%. Sedangkan prevalensi
tertinggi berada di Provinsi Papua dibandingkan Provinsi lainnya di Indonesia, yaitu pada
kisaran 0,7%. Prevalensi sirosis di Provinsi Jawa Barat tahun 2018 meningkat
dibandingkan tahun 2013 (Riskesdas, 2018).
Menurut data Dinas kesehatan provinsi Jawa Barat (2017), sirosis hepatis tidak termasuk
dalam 10 penyakit besar se Jawa Barat, namun salah satu penyebab sirosis hepatis, angka
kejadian hepatitis B di Jawa Barat sebanyak 10 kasus pada tahun 2017 (Depkes, 2017).
Masalah keperawatan yang timbul dari klien dengan sirosis hepatis menurut (Doenges,
2014) adalah nyeri akut, nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, kelebihan volume cairan,
gangguan atau resiko tinggi pola nafas tidak efektif, resiko tinggi cedera, resiko tinggi
perubahan proses berfikir berhubungan dengan perubahan fisiologis: peningkatan kadar
amonia serum, kaetidakmampuan hati untuk detoksifikasi enzim atau obat tertentu,
gangguan pola tidur, gangguan harga diri atau citra tubuh, kurang pengetahuan.
Untuk itu peran perawat sangatlah penting dalam memberikan asuhan keperawatan pada
pasien dengan masalah sirosis hepatis. Asuhan keperawatan yang professional diberikan

1
melalui pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian, penetapan diagnosa,
pembuatan intervensi, impelementasi keperawatan, dan mengevaluasi hasil tindakan
keperawatan.
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk membuat makalah yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Sirosis Hepatis”.

1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu menggambarkan asuhan keperawatan pada klien dengan sirosis hepatis.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu memahami konsep dasar sirosis hepatis.
b. Mampu memahami konsep dasar asuhan keperawatan pada klien dengan sirosis
hepatis.
c. Mampu mengidentifikasi pengkajian pada klien dengan dengan sirosis hepatis.
d. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan sirosis hepatis.
e. Mampu menetapkan intervensi keperawatan pada klien dengan sirosis hepatis.
f. Mampu melaksanakan implementasi keperawatan pada klien dengan sirosis
hepatis.
g. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada klien dengan sirosis hepatis.

1.3 Sistematika Penulisan


Langkah-langkah ataupun tahapan yang ditempuh dalam menyelesaikan penulisan ini:
BAB I PENDAHULUAN: Latar Belakang, Tujuan Penulisan, Sistematika Penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA: Anatomi Fisiologi, Definisi, Etiologi, Manifestasi
Klinis, Patoflow Diagram, Pemeriksaan Diagnostik, Komplikasi, Penatalaksanaan
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN SIROSIS HEPATIS: Pengkajian, Diagnosa,
Intervensi, Implementasi, Evaluasi.
BAB IV PENUTUP: Kesimpulan dan Saran
DAFTAR PUSTAKA

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Fisiologi
a. Definisi Hati
Hati mempunyai peranan yang sangat penting, yaitu menerima darah melalui usus.
Karena hati sebagai alat penerima darah, maka tidak heran jika ia akan berisiko
mengalami kerusakan akibat adanya virus yang ikut terserap di dalamnya. Kerusakan
akut pada hati dapat menjadi sangat besar, sehingga terkadang menyebabkan
kematian, dalam beberapa hari (gagal dari hati). Kebanyakan hal ini disebabkan oleh
zat beracun. Kerusakan akut yang lebih ringan dapat pula terjadi. Biasanya, hal ini
terjadi karena adanya virus dari berbagai jenis yang masuk ke vena porta, yang
kemudian diterima oleh hati. (Misnadiarly, 2012).
Fungsi hati adalah sebagai filter semua darah yang datang dari usus melalui vana
porta, kemudian meyimpannya dan mengubah bahan-bahan makanan yang diterima
vena vorta. Selanjutnya bahan-bahan makanan tersebut dikirim ke dalam darah sesuai
dengan kebutuhan (Nugroho, 2012)
Kebanyakan, orang yang mengalami penyakit hati berat diakibatkan mengonsumsi
jamur beracun, keracunan fosfor kuning, dan pada sedikit kasus disebabkan
pemakaian obat-obat tertentu, seperti gas anastesi halothane atau setelah infeksi
hepatitis (Misnadiarly, 2012). Pada hasil autopsi semua sel-sel hati netrotik dan
adanya kelainan otak. Uji faal hati juga sangat khas, sebagian eritrosit tua (bilirubin)
tidak lagi dieksresikan dan akan tertimbun didalam darah (S. Naga, 2012).

3
Sumber: Nugroho, 2012
b. Anatomi Hati
Hati adalah organ terbesar dalam tubuh, berat rata-rata sekitar 1.500 gr atau 2% berat
badan orang dewasa normal, dan ukuran hati bayi adala 10 % dari ukuran hati orang
dewasa. Hati merupakan organ lunak yang lentur dan tercetak oleh struktur
sekitarnya. Hati memiliki permukaan superior yang cembung dan terletak di bawah
kubah kanan diagfragma dan sebagian kubah kiri. Bagian bawah hati berbentuk
cekung dan merupakan atap dari ginjal kanan, lambung pancreas dan usus. Hati
memiliki empat lobus. Dua lobus yang berukuran besar dan jelas terlihat adalah lobus
kanan yang berukuran besar, sedangkan lobus yang berukuran lebih kecil, berbentuk
baji adalah lobus kiri. Dua lobus lainnya lobus kaudatus dan kuadratus yang berada di
permukaan posterior. Permukaan hati diliputi oleh peritoneum viseralis, kecuali
daerah kecil pada permukaan posterior yang melekat langsung pada diafragma. Di
bawah peritoneum terdapat jaringan ikat yaitu kapsula Glisson, bagian paling tebal
kapsula ini membentuk rangka untuk cabang vena porta, arteri hepatica, dan saluran
empedu. Porta hepatis adalah fisura pada hati tempat masuknya vena porta dan arteri
hepatica serta tempat keluarnya duktus hepatica. (Syaifuddin, 2013).

Sumber: Syaifuddin, 2013

4
c. Fisiologi Hati
Menurut (Guyton & Hall, 2012) hati mempunyai fungsi yaitu:
1. Metabolisme karbohidrat
Fungsi hati dalam metabolisme karbohidrat adalah menyimpan glikogen dalam
jumlah besar, mengkonversi galaktosa dan fruktosa menjadi glukosa,
glukoneogenesis dan membentuk banyak senyawa kimia yang penting dari hasil
perantara metabolisme karbohidrat.
2. Metabolisme lemak
Fungsi hati yang berkaitan dengan metabolisme lemak, antara lain : mengoksidasi
asam lemak untuk menyuplai energi bagi fungsi tubuh yang lain, membentuk
sebagian besar kolesterol, fosfolipid dan lipopprotein, membentuk lemak dari
protein dan karbohidrat.
3. Metabolisme protein
Fungsi hati dalam metabolisme protein adalah deaminasi asam amino,
pembentukan ureum untuk mengeluarkan amonia dari cairan tubuh, pembentukan
protein plasma dan interkonversi beragam asam amino dan membentukan
senyawa lain dari asam amino.
4. Lain-lain
Fungsi hati yang lain diantaranya hati merupakan tempat penyimpanan vitamin,
hati sebagai tempat menyimpan besi dalam bentuk feritin, hati membentuk zat-zat
yang digunakan untuk koagulasi darah dalam jumlah banyak dan hati
mengeluarkan atau mengekskresikan obat-obatan, hormon dan zat lain.

2.1. Definisi
Istilah Sirosis diberikan pertama kali oleh Laennec 1919, yang berasal dari kata kirrhos
yang berarti kuning oranye (orange yellow) (Diyono, 2013).
Sirosis Hepatis merupakan penyakit hati menahun ditandai adanya pembentukan jaringan
ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan proses peradangan, nekrosis sel hati yang
luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul, sehingga menimbulkan
perubahan sirkulasi mikro dan makro sel hepar tidak teratur (Nugroho, 2012).
Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium akhir penyakit hati kronis.
Penyakit ini ditandai dengan adanya pengerasan hati yang akan menyebabkan penurunan
fungsi hati, perubahan bentuk hati, serta terjadinya penekanan pada pembuluh darah

5
sehingga mengganggu aliran darah vena porta yang akhirnya bisa menyebabkan
hipertensi. (Sherlock, 2012).

2.2. Etiologi
Menurut Andra & Yessie (2013) ada empat tipe sirosis hepatis:
a. Sirosis laennec
Merupakan sirosis yang dihubungkan dengan penyalahgunaan alkohol kronik.
b. Sirosisis postnekrotik
Terdapat pita jaringan parut sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus (B dan C) yang
terjadi sebelumnya. Terjadi karena kelainan metabolik, infeksi, dan post intoksidasi
zat kimia.
c. Sirosis biliaris
Terbentuk jaringan parut disekitar saluran empedu/ duktus biliaris. Terjadi akibat
obstruksi biliaria post hepatik dan statis empedu sampai adanya penumpukan empedu
dalam massa hati sehingga terjadi kerusakan sel-sel hati.
d. Sirosis cardiac
Dikarenakan gagal jantung jangka lama yang berat.

2.3. Manifestasi Klinis


Menurut Setiati, 2014 yaitu:
a. Keluhan pasien
Biasanya pasien mengeluh pruritis, urin berwarna gelap, ukuran lingkar pinggang
meningkat, turunnya selera makan dan turunnya berat badan, ikterus (kuning pada
kulit dan mata) muncul belakangan.
b. Tanda klasik
Tanda klasik yang sering dijumpai antara lain: telapak tangan merah, pelebaran
pembuluh darah, ginekomastia bukan tanda yang spesifik, peningkatan waktu yang
protombin adalah tanda yang lebih khas, ensefalopi hepatis dengan hepatis fulminan
akut dapat terjadi dalam waktu singkat dan pasien akan merasa mengantuk, delirium,
kejang, dan koma dalam waktu 24 jam, onset enselopati hepatis dengan gagal hati
kronik lebih lambat dan lemah.

6
2.4. Patoflow Diagram

Penyebab/Etiologi:
Inflamasi hati MK: Nyeri Akut
1. Alkohol
2. Hepatitis virus B dan C
3. Kelainan Metabolik
Sirosis Hepatis Kelainan Hipertensi Varises
4. Infeksi
parenkim Portal Esofagus
5. Obstruksi biliaris
6. Gagal jantung jangka
lama
Fungsi hati terganggu Pendarahan GI,
Hematemesis melena
Tekanan hidrostatik
Gangguan
metabolisme Permeabilitas
Gangguan Gangguan Hipokalemia, Anemia
bilirubin vaskuler
pembentukan metabolisme zat
empedu besi
Bilirubin tak
terkonjuksi Asites dan Edema
Lemak tidak dapat
Gangguan asam folat Perifer
dielmusikan dan tidak
Ikterik dapat diserap oleh
Feses pucat, usus halus
urin gelap Penurunan produksi
sel darah merah MK: Kelebihan
Penumpukan garam Volume Cairan
MK: Ketidakseimbangan Nutrisi
empedu di bawah kulit kurang dari Kebutuhan Tubuh

7
Pruritis
Kelemahan

MK: Kerusakan integritas kulit


MK: Intoleransi Aktivitas

Terapi:
1. Memberikan cairan infus
2. Memberikan terapi transfusi: platelet, PRC, FFP
3. Memberikan terapi diuretik: Furosemid (Lasix)
4. Memberikan vitamin: zink
5. Memberikan terapi analgetik: Oksikodon
6. Memberikan pelunak feses
7. Memberikan proflaksis thrombosis vena provunda: stocking
kompresi sekuensial
8. Memasangkan selang NGT

8
2.5. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang menurut Price & Wilson, 2012:
a. Radiologis
1. Foto polos abdomen.
Tujuannya untuk dapat memperlihatkan densitas klasifikasi pada hati, kandung
empedu, cabang saluran-saluran empedu dan pankreas juga dapat
memperlihatkan adanya hepatomegalimegali atau asites nyata.
2. Ultrasonografi (USG).
Metode yang disukai untuk mendeteksi hepatomegalimegali atau kistik didalam
hati.
3. CT scan.
Pencitraan beresolusi tinggi pada hati, kandung empedu, pankreas, dan limpa:
menunjukan adanya batu, massa padat, kista, abses dan kelainan struktur: sering
dipakai dengan bahan kontras.
4. Magnetik Resonance Imaging (MRI) (Pengambilan gambar organ).
Pemakaian sama dengan CT scan tetapi memiliki kepekaan lebih tinggi, juga
dapat mendeteksi aliran darah dan sumbatan pembuluh darah; non invasive
b. Laboratorium
1. Ekskresi hati dan empedu: Mengukur kemampuan hati untuk mengonjugasi dan
mengekskresi pigmen empedu, antara lain:
a) Bilirubin serum direk (Terkonjugasi) meningkat apabila terjadi gangguan
ekskresi bilirubin terkonjugasi (Nilai normalnya 0,1-0,3 mg/dl).
b) Bilirubin serum indirek (Tidak terkonjugasi) meningkat pada keadaan
hemolitik dan sindrom Gilbert (Nilai normalnya 0,2-0,7 mg/dl).
c) Bilirubin serum total Bilirubin serum direk dan total meningkat pada
penyakit hepatoseluler (Nilai normalnya 0,3-1,0 mg/dl).
2. Metabolisme Protein
a) Protein serum total
Sebagian besar protein serum dan protein pembekuan disintesis oleh hati
sehingga kadarnya menurun pada berbagai gangguan hati. (Nilai normalnya
6-8 gr/dl), Albumin serum (Nilai normalnya: 3,2-5,5 gr/dl), Globulin serum
(Nilai normalnya: 2,0-3,5 gr/dl)
b) Massa Protrombin (Nilai normalnya: 11-15 detik)

9
Meningkat pada penurunan sintesis protrombin akibat kerusakan sel hati atau
berkurangnya absorpsi vitamin K pada obstruksi empedu. Vitamin K penting
untuk sintesis prothrombin. Prothrombin time (PT) memanjang (akibat
kerusakan sintesis protombin dan faktor pembekuan)
3. Biopsi hepar dapat memastikan diagnosis bila pemeriksaan serum dan
pemeriksaan radiologis tak dapat menyimpulkan

2.6. Komplikasi
Komplikasi sirosis hepatis yang utama adalah hipertensi portal, asites, peritonitis
bakterail spontan, pendarahan varises esophagus, sindroma hepatorenal, ensefalopati
hepatikum, dan kanker hati menurut Nurdjanah, dikutip oleh Siti, 2014 yaitu:
a. Hipertensi Portal
Adalah peningkatan hepatik venous pressure gradient (HVPG) lebih 5 mmHg.
Hipertensi portal merupakan suatu sindroma klinis yang sering terjadi. Bila gradient
tekanan portal (perbedaan tekanan antara vena portal dan vena cava inferior) diatas
10-20 mmHg, komplikasi hipertensi portal dapat terjadi.
b. Asites
Penyebab asites yang paling banyak pada sirosis hepatis adalah hipertensi portal,
disamping adanya hipoalbuminemia (penurunan fungsi sintesis pada hati) dan
disfungsi ginjal yang akan mengakibatkan akumulasi cairan dalam peritonium.
c. Varises Gastroesofagu
Varises gastroesofagus merupakan kolateral portosistemik yang paling penting.
Pecahnya varises esophagus (VE) mengakibatkan perdarahan varieses yang
berakibat fatal. Varises ini terdapat sekitar 50% penderita sirosis hepatis dan
berhubungan dengan derajat keparahan sirosis hepatis.
d. Peritonisis Bakterial Spontan
Peritonisis bakterial spontan (SBP) merupakan komplikasi berat dan sering terjadi
pada asites yang ditandai dengan infeksi spontan cairan asites tanpa adanya fokus
infeksi intraabdominal.
e. Ensefalopati Hepatikum
Sekitar 28% penderita sirtosis hepatis dapat mengalami komplikasi ensefalopi
hepatikum (EH). Mekanisme terjadinya ensefalopati hepatikum adalah akibat
hiperamonia, terjadi penutunan hepatic uptake sebagai akibat dari intrahepatic
portal-systemic shunts dan/atau penurunan sintesis urea dan glutamik.

10
f. Sindrom Hepatorenal
Merupakan gangguan fungsi ginjal tanpa kelainan organik ginjal yang ditemukan
pada sirosis hepatis lanjut. Sindrom ini sering dijumpai pada penderita sirosis hepatis
dengan asites refrakter. Sindroma Hepatorenal tipe 1 ditandai dengan gangguan
progresif fungsi ginjal dan penurunan klirens kreatinin secara berrmakna dalam 1-2
minggu. Tipe 2 ditandai dengan penurunan filtrasi glomerulus dengan peningkatan
serum kreatinin. Tipe 2 ini lebih baik prognosisnya dari pada tipe 1.

2.7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Menurut Lyndon Saputra (2014), penatalaksanaan medis pada sirosis hepatis yaitu
sebagai berikut:
1. Memberikan oksigen.
2. Memberikan cairan infus.
3. Memasang NGT (pada perdarahan).
4. Terapi transfusi: platelet, packed red cells, fresh frozen plasma (FFP).
5. Diuretik: spironolakton (Aldactone), Furosemid (lasix).
6. Sedatif: fenobarbital (Luminal).
7. Pelunak feses: dekusat.
8. Detoksikan Amonia: Laktulosa.
9. Vitamin: zink.
10. Analgetik: Oksikodon.
11. Antihistamin: difenhidramin (Benadryl).
12. Endoskopik skleroterapi: entonolamin.
13. Temponade balloon varises: pipa Sengstaken-Blakemore (pada perdarah aktif).
14. Profilaksis trombosis vena provunda: stocking kompresi sekuensial.

b. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut Black & Hawks (2014), penatalaksaan keperawatan sebagai berikut:
1. Mencegah dan memantau perdarahan.
Pantau klien untuk perdarahan gusi, purpura, melena, hematuria, dan
hematemesis. Periksa tanda vital sebagai pemeriksa tanda syok. Selain itu untuk
menceah perdarahan, lindungi klien dari cedera fisik jatuh atau abrasi, dan
diberikan suntikan hanya ketika benar-benar diperlukan, menggunakan jarum

11
suntik yang kecil. Instruksikan klien untuk menghindari nafas hidung dengan
kuat dan mengejan saat BAB. Terkadang pelunak fases diresepkan untuk
mencegah mengejan dan pecahnya varises.
2. Meningkatkan status nutrisi
Modifikasi diet: diet tinggi proten untuk membangun kembali jaringan dan juga
cukup karbohidrat untuk menjaga BB dan menghemat protein. Berikan
suplemen vitamin untuk menjaga kesehatan dan diberikan injeksi Vit K untuk
memperbaiki faktor bekuan.
3. Meningkatkan pola pernapasan efektif
Edema dalam bentuk asites, disamping menekan hati dan memengaruhi
fungsinya, mungkin juga menyebabkan nafas dangkal dan kegagalan pertukaran
gas, berakibat dalam bahaya pernafasan. Oksigen diperlukan dan pemeriksaan
AGD arteri. Posisi semi fowler, juga pengkuran lingkar perut setiap hari perlu
dilakukan oleh perawat.
4. Menjaga keseimbangan volume cairan
Dengan adanya asites dan edema pembatasan asupan cairan klien harus dipantau
ketat. Memantau asupan dan keluaran, juga mengukur lingkar perut.
5. Menjaga integritas kulit
Ketika tedapat edema, mempunyai resiko untuk berkembang kemungkinan lesi
kulit terinfeksi. Jika jaundis terlihat, lakukan mandi hangat-hangat kuku dengan
pemakai sabun non-alkalin dan penggunaan lotion.
6. Mencegah Infeksi
Pencegahan infeksi diikuti dengan istirahat adekuat, diet tepat, memonitor
gejala infeksi dan memberikan antibiotik sesuai resep.

12
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN SIROSIS HEPATIS
3.1. Pengkajian
Pengkajian sebagai langkah pertama proses keperawatan diawali dengan perawat
menerapkan pengetahuan dan pengalaman untuk mengumpulkan data tentang klien.
Diterapkannya pengetahuan ilmiah dan disiplin ilmu keperawatan bertujuan untuk
menggali dan menemukan keunikan klien dan masalah perawatan kesehatan personal
klien (Potter dan Perry, 2012).
Pengkajian menurut Brunner & Suddart, 2013 yaitu:
a. Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab)
Biasanya identitas klien/penanggung jawab dapat meliputi: nama, umur, jenis
kelamin, alamat, agama, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk rumah
sakit, diagnosa medis, nomor registrasi, hubungan klien dengan penanggung jawab.

b. Keluhan Utama
Pada awal sirosis hepatis biasaya orang dengan sirosis sering terungkap kondisinya
secara tidak sengaja ketika mencari pelayanan kesehatan untuk masalah lain.
Beberapa kondisi menjadi alasan masuk pasien yaitu dengan keluhan nyeri abdomen
bagian atas sebelah kanan, mual, muntah, dan demam. Sedangkan pada tahap lanjut
dengan keluhan adanya ikterus, melena, muntah berdarah. (Black & Hawks, 2014)

c. Riwayat Kesehatan Sekarang


Pada saat perawat melakukan pengkajian biasanya akan diperoleh komplikasi berat
dengan dasar fisiologis: asites disebabkan malnutrisi, GI muncul dari varises
esofagus (pembesaran vena), sehingga pasien mengeluhkan bengkak pada tungkai,
keletihan, anoreksia. (Black & Hawks, 2014)

d. Riwayat Kesehatan
Dahulu Biasanya adanya riwayat Hepatitis, pasca intoksikasi dengan kimia industri,
sirosis bilier dan yang paling sering ditemukan dengan riwayat mengonsumsi
alkohol.

13
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Sirosis Hepatis merupakan penyakit yang menular, jadi jika ada keluarga yang
menderita hepatitis maka akan menjadi faktor resiko.

f. Pola aktivitas sehari-hari


1. Nutrisi
Biasanya nafsu makan pasien akan berkurang, karena adanya mual, muntah.
2. Eliminasi
BAB: biasanya berwarna hitam (melena)
BAK: biasanya urine berwarna gelap
3. Personal Hygiene
Biasanya pasien mengalami defisit perawatan diri karena kelelahan
4. Pola Istirahat dan tidur
Biasanya pada ensefalopati pola tidur terbalik, malam hari terbangun dan siang
hari tertidur
5. Pola aktivitas
Biasanya aktivitas dibantu keluarga dan perawat karena adanya kelelahan

g. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum dan Tanda-tanda vital
Biasanya diperiksa tingkat kesadaran, bila pada ensefalopati hepatikum akan
terjadi penururnan kesadaran, tanda- tanda vital juga diperiksa untuk mengetahui
keadaan umum pasien
2. Kepala
Biasanya akan tampak kotor karena mengalami defisit perawatan diri
3. Wajah
Wajah biasanya tampak pucat
4. Mata
Biasanya sklera tampak ikterik dan konjungtiva tampak anemis
5. Hidung
Biasanya tampak kotor
6. Mulut
Adanya bau karateristik pernapasan yaitu fetor hepaticus

14
7. Telinga
Biasanya tampak kotor karena defisit perawatan diri
8. Abdomen
a) Inspeksi: Perut terlihat membuncit karena terdapat asites.
b) Palpasi: Terdapat nyeri tekan pada perut kuadran kanan atas, hepar teraba
membesar, terdapat shifting dullnes atau gelombang cairan
c) Perkusi: Redup
d) Auskultasi: Penurunan bising usus
9. Ekstremitas
Biasanya terdapat udem tungkai, penurunan kekuatan otot, eritema palmaris
pada tangan, jaundis dan CRT >2 detik.
10. Genitalia
Biasanya pada wanita menstruasi tidak teratur

3.2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang dapat terjadi pada pasien dengan sirosis hepatis yaitu
(SDKI, 2017):
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
b. Defisit nutrisi berhubungan dengan nafsu makan menurun
c. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi,
retensi natrium, hematemesis, melena.
d. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat badan.
e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan metabolisme dan
sirkulasi

3.3. Intervensi

No SDKI SLKI SIKI

1 Nyeri akut Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri


berhubungan dengan Ekspektasi: Observasi
agen pencedera fisik menurun 1. Identifikasi lokasi,
Gejala dan tanda Kriteria hasil: karakteristik, durasi,
mayor 1. Kemampuan frekuensi, kualitas, intensitas

15
Subjektif: menuntaskan nyeri
1. Mengeluh nyeri aktifitas 2. Identifikasi skala nyeri.
Objektif: meningkat 3. Identifikasi respons nyeri non
1. Tampak meringis 2. Keluhan verbal
2. Bersikap protektif nyeri 4. Identifikasi faktor yang
3. Gelisah menurun memperberat dan memperingan
4. Frekuensi nadi 3. Meringis nyeri
meningkat menurun Terapeutik
5. Sulit tidur 1. Berikan teknik
Gejala dan tanda nonfarmakologis untuk
minor mengurangi rasa nyeri
Subjektif: - 2. Kontrol lingkungan yang
Objektif: memperberat rasa nyeri
1. Tekanan darah (misal. suhu ruangan,
meningkat pencahayaan, kebisingan)
2. Nafsu makan Edukasi
berubah 1. Jelaskan penyebab, periode,
3. Menarik diri dan pemicu nyeri.
2. Jelaskan strategi meredakan
nyeri.
3. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

2 Defisit nutrisi Status Nutrisi Manajemen Nutrisi


berhubungan dengan Ekspektasi: Observasi
nafsu makan menurun membaik 1. Identifikasi status nutrisi
Gejala dan tanda Kriteria hasil: 2. Identifikasi alergi dan
mayor 1. Porsi intoleransi makanan
Subjektif: - makanan 3. Identifikasi makanan yang
Objektif: yang disukai
1. Berat badan dihabiskan

16
menurun minimal meningkat Teraupetik
10% di bawah 2. Kekuatan 1. Lakukan oral hygiene sebelum
rentang ideal otot makan, jika perlu
pengunyah 2. Fasilitasi menentukan
Gejala dan tanda
meningkat pedoman diet (misal. Piramida
minor
3. Kekuatan makanan).
Subjektif:
otot menelan 3. Sajikan makanan secara
1. Cepat kenyang
meningkat menarik dan suhu yang sesuai.
setelah makan
2. Kram/nyeri Edukasi
abdomen 1. Anjurkan posisi duduk, jika
3. Nafsu makan mampu.
menurun 2. Anjurkan diet yang
Objektif: diprogramkan.
1. Bising usus
Kolaborasi
hiperaktif
1. Kolaborasi pemberian
2. Membran mukosa
medikasi sebelum makan
pucat
(misal. Pereda nyeri,
3. Sariawan
antiemetic), jika perlu.
2. Kolaborasi dengan ahli gizi
menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu.
3 Kelebihan volume Keseimbangan Manajemen Hipervolemia
cairan berhubungan cairan Observasi
meningkat
dengan gangguan 1. Periksa tanda dan gejala
Ekspektasi:
mekanisme regulasi, Membaik hipervolemia (mis. Ortopnea,
retensi natrium, Kriteria hasil: dispnea, edema, JVP/CVP
1. Asupan
hematemesis, melena. cairan meningkat, refleks
Gejala dan Tanda meningkat hepatojugular positif, suara
2. Haluaran
Mayor urin npas tambahan)
Subjektif meningkat 2. Identifikasi penyebab
3. Asupan
1. Ortopnea makanan hipervolemia
meningkat 3. Monitor status hemodinamik
17
2. Dispenea 4. Edema (mis. frekuensi jantung,
menurun
3. Paroxysmal tekanan darah, MAP, CVP,
nocturnal dyspnea PAP, PCWP, CO, CI), jika
(PND) tersedia
Objektif Terapeutik
1. Ederma anasarka 4. Timbang berat badan setiap
dan/atau ederma hari pada waktu yang sama
perifer 5. Batasi asupan cairan dan garam
2. Berat badan 6. Tinggikan kepala tempat tidur
meningkat dalam 30-40°
waktu singkat Edukasi
3. Jugular Venous 1. Anjurkan melapor jika
Pressure (JVP) haluaran urine <0.5 ml/kg/jam
dan/atau Cental dalam 6 jam
Venous Pressure 2. Anjurkan melapor jika BB
(CVP) meningkat bertambah > 1 kg dalam
Gejala dan Tanda sehari
Minor Kolaborasi
Subjektif 7. Kolaborasi pemberian diuretik
(tidak tersedia) 8. Kolaborasi penggantian
Objektif kehilangan kalium akibat
1. Ditensi vena diuretik
jugularis 9. Kolaborasi pemberian
2. Terdengar suara continous renal replacement
nafas tembahan therapy (CRRT), jika perlu
3. Hepatomegali

18
3.4. Implementasi
Adalah tindakan keperawatan dari sebuah perencanaan yang langsung diberikan kepada
penderita. Tindakan keperawatan dibagi menjadi dua macam yaitu tindakan (dependen)
atau disebut juga kolaborasi, tindakan kolaborasi adalah tindakan yang berdasarkan
hasil keputusan bersama, yang kedua tindakan (independen) disebut juga dengan
tindakan mandiri (Wartonah, 2015).

3.5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan untuk menentukan
apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana keperawatan dilanjutkan,
merevisi rencana atau menghentikan rencana. (Manurung,2018)

19
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sirosis hepatis merupakan perubahan jaringan hati yang ditandai dengan regenerasi
nodular yang bersifat difus dan dikelilingi oleh septa-septa fibrosis. Perubahan distorsi
tersebut dapat mengakibatkan peningkatan aliran darah portal, disfungsi sintesis
hepatosit, serta meningkatakan risiko karsinoma hepatoseluler. Sirosis hepatis
merupakan salah satu penyebab utama beban kesehatan di dunia yaitu termasuk 20
penyebab kematian terbanyak di dunia dan 6 besar penyebab kematian di Indonesia
Masalah keperawatan yang timbul dari klien dengan sirosis hepatis adalah nyeri akut,
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, kelebihan volume cairan, gangguan atau resiko
tinggi pola nafas tidak efektif, resiko tinggi cedera, resiko tinggi perubahan proses
berfikir berhubungan dengan perubahan fisiologis: peningkatan kadar amonia serum,
kaetidakmampuan hati untuk detoksifikasi enzim atau obat tertentu, gangguan pola tidur,
gangguan harga diri atau citra tubuh, kurang pengetahuan.
Untuk itu peran perawat sangatlah penting dalam memberikan asuhan keperawatan pada
pasien dengan masalah sirosis hepatis. Asuhan keperawatan yang professional diberikan
melalui pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian, penetapan
diagnosa, pembuatan intervensi, impelementasi keperawatan, dan mengevaluasi hasil
tindakan keperawatan.

20
4.2 Saran
a. Bagi Instansi Rumah Sakit
Dapat memberikan sarana untuk dilakukan tindakan keperawatan sebagai salah satu
intervensi keperawatan sehingga dapat berjalan secara optimal dalam menurunkan
tingkat masalah pada pasien dengan sirosis hepatis.
b. Bagi Instansi Pendidikan
Sebagai bahan acuan dan referensi untuk bahan penelitian lebih lanjut serta dapat
diterapkan sebagai intervensi bagi mahasiswa dalam penanganan masalah pada
pasien dengan sirosis hepatis.
c. Bagi Penulis
Hasil studi kasus ini dapat dijadikan landasan untuk melakukan penelitian lebih
lanjut, dan dijadikan bahan perbandingan dalam melakukan studi kasus selanjutnya
mengenai asuhan keperawatan pada pasien dengan sirosis hepatis.
10.

21
DAFTAR PUSTAKA

Andra, S. W., & Yessie, M. P. 2013. KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan
Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika.
Black, J. M., & Hawks, J. H. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen klinis untuk
Hasil yang Diharapkan. Edisi 8. Jakarta: Salemba Medika.
Brunner & Suddarth. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 volume 2.
Jakarta: EGC
Diyono dan Sri Mulyanti. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan, Edisi 1.
Kencana Prenada Media Group
Guyton A, Hall J. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 11th ed. Jakarta: EGC
Kementrian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta:
Kemenkes RI
Manurung, S. 2018. Keperawatan Professional. Jakarta: Trans Info Media
Misnadiarly. 2012. Penyakit hati (liver). Jakarta: Pustaka Obor Populer
Naga, S.Sholeh. 2012. Buku Panduan Lengkap Ilmu Penyakit Dalam. Jogjakarta: Diva Press.
Nugroho, Taufan. 2011. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika
Nurdjanah S. Sirosis Hati. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata KM,
Setiati S. 2014. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke 6. Jakarta: Internal
Publishing
Potter, A & Perry, A. 2012. Buku ajar fundamental keperawatan; konsep, proses, dan
praktik, vol.2, edisi keempat. Jakarta: EGC,
Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. 2012. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: EGC;
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). 2018. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian RI tahun 2018. Diakses pada 17 maret 2022
Riskesdas. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kemenkes RI
Saputra, Lyndon dan Joan. M Robinson. 2014. Buku Ajar Visual Nursing Jilid Satu.
Tangerang Selatan: Binarupa Aksara Publisher
Sherlock S, Dooley J, Wolf DC. Ascites. Dalam: Sherlock S, Dooley J, (eds). 2012. Disease
of the liver and biliary system. 11th ed. USA: Blackwell science inc
Syaifuddin, H. 2013. Anatomi Fisiologi: Kurikulum Berbasis Kompetensi Untuk
Keperawatan & Kebidanan. Edisi 4. Jakarta: EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Edisi
1. Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi 1.
Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),  Edisi 1.
Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia
Wolf DC. 2015. Cirrhosis: Practice essentials, overview, epidemiology.
http://emedicine.medscape.com/article/185856-overview#showall Diakses pada 17
maret 2022.

22

Anda mungkin juga menyukai