Gagal Ginjal Kronik
Gagal Ginjal Kronik
B. Klasifikasi
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas derajat penyakit. Klasifikasi
ini dibuat atas dasar laju filtrasi glomerulus (LFG), yang dihitung dengan
mempergunakan rumus Kockcroft-Gault. 2
LFG (ml/mnt/1,73m2=
( 140 – umur ) ×berat badan
*)
72× kreatinin plasma (mg/dl)
Klasifikasi tersebut tampak pada tabel 2.
Tabel 1. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik1
LFG
Derajat Penjelasan (ml/menit/1,73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal / meningkat ≥90
C. Etiologi
Dua penyebab utama penyakit gagal ginjal kronis adalah diabetes melitus tipe 1 dan tipe
2 (44%) dan hipertensi (27%). Diabetes melitus adalah suatu keadaan dimana terjadi
peningkatan kadar glukosa dalam darah sehingga menyebabkan kerusakan pada organ-
organ vital tubuh seperti ginjal dan jantung serta pembuluh darah, saraf dan mata.
Sedangkan hipertensi merupakan keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah yang
jika tidak terkontrol akan menyebabkan serangan jantung, stroke, dan penyakit ginjal
kronik. Gagal ginjal kronik juga dapat menyebabkan hipertensi. Kondisi lain yang dapat
menyebabkan gangguan pada ginjal antara lain :3
a. Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis (10%), dapat menyebabkan inflamasi
dan kerusakan pada unit filtrasi ginjal. Merupakan penyakit ketiga tersering
penyebab gagal ginjal kronik
b. Penyakit keturunan seperti penyakit ginjal polikistik (3%) menyebabkan
pembesaran kista di ginjal dan merusak jaringan sekitar, dan asidosis tubulus.
c. Malformasi yang didapatkan oleh bayi pada saat berada di dalam rahim ibu.
Contohnya, penyempitan aliran urin normal sehingga terjadi aliran balik urin ke
ginjal. Hal ini menyebabkan infeksi dan kerusakan pada ginjal.
d. Lupus dan penyakit lain yang memiliki efek pada sistem imun (2%)
e. Penyakit ginjal obstruktif seperti batu saluran kemih, tumor, pembesaran glandula
prostat pada pria dan refluks ureter.
f. Infeksi traktus urinarius berulang kali seperti pielonefritis kronik.
g. Penggunaan analgesik seperti acetaminophen (Tylenol) dan ibuprofen (Motrin,
Advil) untuk waktu yang lama dapat menyebabkan neuropati analgesik sehingga
berakibat pada kerusakan ginjal.
h. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis dan stenosis arteri renalis.
i. Penyebab lainnya adalah infeksi HIV, penyakit sickle cell, penyalahgunaan heroin,
amyloidosis, gout, hiperparatiroidisme dan kanker. 3
D. Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada yang mendasarinya,
tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi lebih sama. Pengurangan massa
ginjal mengakibatkan hipertrofi struktura dan fungsional nefron yang masih tersisa
(surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul
vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya
hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus.
Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa
sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi
nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya
peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan
kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut. Aktivasi
jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth
factor seperti transforming growth factor (TGF-P) Beberapa hal yang juga dianggap
berperan terhadap terjadinya progresifitas Penyakit ginjal kronik adalah albuminuria,
hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk
terjadinya sklerosis dan fibroisis
glomerulus maupun tubulointerstisial.2
Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal
(renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat.
Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang
progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai
pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi
sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar
30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti, nokturia, badan lemah, mual, nafsu
makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien
memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti, anemia, peningkatan tekanan
darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain
sebagainya. Pasien juga
mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih infeksi saluran napas, maupun infeksi
saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau
hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada
LFG di bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien
sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis
atau tansplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal
ginjal.2
E. Penegakan Diagnosis
Manifestasi klinis penyakit ginjal kronis tidak spesifik dan biasanya ditemukan pada
tahap akhir penyakit. Pada stadium awal, penyakit ginjal kronis biasanya asimtomatik.
Tanda dan gejala penyakit ginjal kronis melibatkan berbagai sistem organ, diantaranya:4
a. Gangguan keseimbangan cairan: edema perifer, efusi pleura, hipertensi, peningkatan
JVP, asites;
b. Gangguan elektrolit dan asam basa: tanda dan gejala hiperkalemia, asidosis metabolik
(nafas Kussmaul), hiperfosfatemia;
c. Gangguan gastrointestinal dan nutrisi: metallic taste, mual, muntah, gastritis, ulkus
peptikum, malnutrisi;
d. Kelainan kulit: kulit terlihat pucat, kering, pruritus, pigmentasi kulit, ekimosis;
e. Gangguan neuromuskular: kelemahan otot, fasi kulasi,
f. gangguan memori. ensefalopati uremikum;
g. Gangguan metabolik endokrin: dislipidemia, gangguan metabolisme glukosa,
gangguan hormone seks;
h. Gangguan hematologi: anemia (dapat mikrositik hipokrom maupun normositik
normokrom), gangguan hemostasis.
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah lengkap: ureum meningkat, kreatinin serum meningkat. Dari
kadar kreatinin serum dapat dilakukan perhitungan estimasi LFG dengan rumus
Cockcrof-Gault atau studi MDRD
b. Pemeriksaa elektrolit: hiperkalemia, hipokalsemia, hiperfosfatemia, hipermagnesemia
c. Pemeriksaan kadar glukosa darah, profil lipid (hiperkolesterolemia,
hipertrigliseridemia, LDL meningkat)
d. Analisis gas darah: asidosis metabolik (pH menurun, HC03 menurun)
e. Urinalisis dan pemeriksaan albumin urin
f. Sedimen urin: sel tubulus ginjal, sedimen eritrosit, sedimen leukosit, sedimen
granuler kasar. Dan adanya eritrosit yang dismorfik merupakan tanda patognomonik
jejas ginjal;
g. Pemeriksaan protein urin kuantitatif 24 jam (PUK)
h. Pencitraan: USG ginjal; BNO-IVP
i. Biopsi ginjal
j. Pemeriksaan lain (untuk komplikasi): EKG. foto polos toraks, dan ekokardiografi.4
F. Penatalaksanaan
Perencanaan tatalaksana (action plan) Penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajatnya,
dapat dilihat pada tabel 4.2
Tabel 4. Rencana Tatalaksana Penyakit Ginjal Kronik Sesuai dengan
Derajatnya
LFG
Derajat Rencana tatalaksana
(m/mnt/1,73m2)
Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid, evaluasi
1 ≥90 perburukan (progression) fungsi ginjal,
memperkecil risiko kardiovaskular
Menghambat perburukan (progression) fungsi
2 60-89
ginjal
3 30-59 Evaluasi dan terapi komplikasi
4 15-29 Persiapan untuk terapi peng ganti ginjal
5 <15 Terapi pengganti ginjal
G. Komplikasi
Komplikasi akut
1. Hyperkalemia
Pada keadaan asidosis metabolik dimana konsentrasi ion H+ plasma
meningkat, maka ion hidrogen tersebut akan berdifusi ke dalam sel –sel ginjal
sehingga mengakibatkan kebocoran ion K+ ke dalam plasma. Peningkatan konsentrasi
ion H+ dalam sel ginjal akan menyebabkan peningkatan sekresi hidrogen, sedangkan
sekresi kalium di ginjal akan berkurang sehingga menyebabkan hiperkalemia.
Gambaran klinis dari kelainan kalium ini berkaitan dengan sistem saraf dan otot
jantung, rangka dan polos sehingga dapat menyebabkan kelemahan otot dan
hilangnya refleks tendon dalam, gangguan motilitas saluran cerna dan kelainan
mental.10
2. Asidosis metabolic
Pada gagal ginjal kronik, asidosis metabolik dapat terjadi akibat penurunan
kemampuan ginjal untuk mengeksresikan ion H+ disertai dengan penurunan kadar
bikarbonat (HCO3) dan pH plasma. Patogenesis asidosis metabolik pada gagal ginjal
kronik meliputi penurunan eksresi amonia karena kehilangan sejumlah nefron,
penurunan eksresi fosfat, kehilangan sejumlah bikarbonat melalui urin. Derajat
asidosis ditentukan oleh penurunan pH darah. Apabila penurunan pH darah kurang
dari 7,35 dapat dikatakan asidosis metabolik. Asidosis metabolik dapat menyebabkan
gejala saluran cerna seperti mual, muntah, anoreksia dan lelah. Salah satu gejala khas
akibat asidosis metabolik adalah pernapasan kussmaul yang timbul karena kebutuhan
untuk meningkatkan eksresi karbon dioksida untuk mengurangi keparahan asidosis.10
3. Hipertensi
Disebabkan karena ada kerusakan pada unit filtrasi ginjal sehingga
menyebabkan penurunan perfusi ginjal akhirnya menjadi iskemik ginjal. Hal tersebut
menyebabkan terjadinya pelepasan renin yang terdapat di aparatus juxtaglomerulus
sehingga mengubah angiotensinogen menjadi angitensin I. Lalu oleh converting
enzyme, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II memiliki efek
vasokonstriksi kuat sehingga meningkatkan tekanan darah. 10
4. Hiperfosfatemia
2. Anemia
Gangguan pembentukan eritropoietin di ginjal menyebabkan penurunan
produksi eritropoietin sehingga tidak terjadi proses pembentukan eritrosit
menimbulkan anemia ditandai dengan penurunan jumlah eritrosit, penurunan kadar
Hb dan diikuti dengan penurunan kadar hematokrit darah. Adanya toksik uremik pada
CKD akan mempengaruhi masa paruh dari sel darah merah menjadi pendek, pada
keadaan normal 120 hari menjadi 70 – 80 hari dan toksik uremik ini dapat mempunya
efek inhibisi eritropoiesis.10
3. Encephalopathy uremikum
Uremia menggambarkan tahap akhir dari gagal ginjal yang progresif dan
kegagalan multi organ, ini adalah hasil akumulasi metabolism dari protein dan asam
amino dan kegagalan dari katabolisme ginjal dan proses endokrinologi. Ensefalopati
uremikum adalah salah-satu manifestasi gagal ginjal, gejalanya berupa kelelahan,
malaise, sakit kepala, polyneuritis, perubahan status mental, kejang otot, dan koma.
4. Nefropati
Nefropati adalah penyakit ginjal akibat diabetes mellitus yang merupakan
penyebab utama ginjal di eropa. Ada 5 fase nefropati diabetika, fasi I adalah
hiperfiltrasi dengan peingkatan GFR,AER( albumin ekretion rate) dan hipertropi
ginjal. Fase II eksresi albumin relative normal (<30mg/24 jam) pada beberapa
penderita mungkin masih terdapat hiperfiltrasi yang mempunyai resiko lebih tinggi
dalam berkembang menjadi nefropati diabetic. Fase III terdapat mikroalbuminuria
(30-300mg/24jam). Fase IV difstick positif proteinuria, ekskresi albumin
>300/24jam, pada fase ini terjadi penurunan GFR dan biasanya terdapat hipertensi.
Fase V merupakan end stage renal disease, dialisa biasanya dimulai ketika GFRnya
sudah turun sampai 15ml/menit.
Diagnosis 7
Menentukan gangguan ginjal akut dengan menggunakan kriteria pRIFLE
Membedakan beberapa penyebab yang berbeda dengan menggunakan metode noninvasif
(urinalisis, pemeriksaan darah, dan ultrasonografi ginjal)
Penentuan diagnosis awal Suatu penyebab Obstruktif dan penyebab prerenal sangat
penting sebagal penentu tatalaksana yang cepat untuk mencegah timbulnya cedera ginjal
Terapi
Penatalaksanaan gangguan ginjal akut dibagi dalam 2 jenis:
a. Terapi konservatif
b. Terapi dialisis
Terapi Konservatif
Tujuan terapi konservatif untuk mencegah progresivitas kelebihan cairan, kelainan
elektrolit dan asam basa, Serta penanggulangan gejala uremia
Tahap Antisipatif
Mengantisipasi keadaan penyakit yang mempunyai risiko menimbulkan penyulit,
sehingga dapat melakukan penanggulangan sedini-dininya. Keadaan tersebut antara lain:
Tidak ada diuresis 48 jam sesudah lahir pada neonatus
Terdapat gambaran obstruksi saluran kemih pada USG pranatal
Dehidrasi
Pemakaian obat nefrotoksik jangka panjang atau kemoterapi
Pascabedah kardiovaskular
Referensi
1. Clinical Practice Guideline for the Evaluation and Management of Chronic Kidney Disease.
KDIGO 2012. January 2013 ;3:1
2. Atau no 8. Sudoyo, A. W dkk. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid
II. Edisi VI. Jakarta : Balai Penerbit FK UI ; 2016
3. Kamaludin Ameliana. 2010. Gagal Ginjal Kronik. Jakarta : Bagian Ilmu Penyakit Dalam
UPH.
4. A
5. No 10. Silbernagl, S dan Lang, F. Gagal Ginjal kronis. Teks & Atlas Berwarna
Patofisiologi. Cetakan I. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2007. p. 110 – 115.
6. Nilawati GAP. Kejadian Acute Kidney Injury dengan Kriteria pRIFLE pada Unit Perawatan
Intensif Anak Rumah Sakit Sanglah Denpasar. Sari Pediatri, Vol. 14, No. 3, Oktober 2012
7. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu
Kesehatan Anak. Edisi ke 5. Bandung: Penerbit Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK
UNPAD. 2014