Anda di halaman 1dari 5

Nama : Riz’qiana Wulansuci

NPM : 1720600021
Kelas :1B
Mata Kuliah : Pendidikan Pancasila
Fak./ Prodi : FKIP/ Pendidikan Matematika

BAB X
Bhinneka Tunggal Ika
A. Pengantar
Kelahiran suatu bangsa memiliki karakteristik, sifat, ciri khas serta keunikan
sendiri-sendiri yang sangat ditentukan oleh faktor-faktor yang mendukung kelahiran
bangsa tersebut. Adapun faktor-faktor yang mendukung kelahiran suatu bangsa
indonesia meliputi (1) faktor objektif yang meliputi faktor geografis-ekologis, dan
demografis, (2) faktor subjektif yaitu faktor historis, sosial, politik, dan kebudayaan
yang dimiliki bangsa indonesia (Suryo 2002).
Kondisi geografis-ekologis yang membentuk Indonesia sebagai wilayah
kepulauan yang beriklim tropis dan terletak di persimpangan jalan komunikasi antar
wilayah dunia di asia tenggara ikut mempengaruhi perkembangan kehidupan
demografis, ekonomi sosial dan kultural bangsa Indonesia.
Sebagaimana dijelaskan di muka menurut Mr. M. Yamin bahwa berdirinya
negara kebangsaan Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan kerajaan-kerajaan
lama yang merupakan warisan nenek moyang bangsa indonesia negara
kebangsaan indonesia terbentuk melalui tiga tahapan yaitu pertama, zaman
sriwijaya di bawah wangsa Syailendra yang bercirikan kedatuan. Kedua, negara
kebangsaan zaman Majapahit yang bercirikan keprabuan. Kemudian ketika negara
kebangsaan modern yaitu negara Indonesia merdeka (sekarang negara proklamasi
17 Agustus 1945) (Sekretariat negara RI., 1995 :11). Hal ini menunjukkan bahwa
bangsa Indonesia terbentuk melalui fase yang cukup panjang serta dalam suatu
proses historis sehingga membentuk suatu ikatan batin dalam memilih suatu
kehidupan dan cara untuk mencapai tujuan hidup bersama dalam suatu persekutuan
hidup yang disebut bangsa dan Negara Indonesia. Dalam hubungan ini bangsa
indonesia pada prinsipnya menyadari bahwa elemen-elemen masyarakat yang
membentuk bangsa indonesia ini tersusun atas berbagai macam faktor yang khas,
unik, dan berbeda baik etnis, geografis ,kultural, serta ciri primordial lainnya.
Robert de Ventos, sebagaimana dikutip manuel castel dalam bukunya the
power of identity suryo 2002 mengemukakan teori tentang munculnya identitas
nasional suatu bangsa sebagai hasil interaksi historis antara empat faktor penting
yaitu faktor primer faktor pendukung faktor penarik dan faktor reaktif faktor pertama,
mencakup etnisitas, teritorial, bahasa, agama, dan yang sejenisnya. Unsur-unsur
yang beraneka ragam yang masing-masing memiliki ciri khas nya sendiri-sendiri
menyatukan diri dalam suatu persekutuan hidup bersama yaitu bangsa Indonesia.
Kesatuan tersebut tidak menghilangkan keberanekaragaman, dan hal inilah yang
dikenal dengan Bhineka Tunggal Ika. Faktor kedua, meliputi pembangunan
komunikasi dan teknologi, lahirnya angkatan bersenjata modern dan pembangunan
lainnya dalam kehidupan negara. Dalam hubungan ini bagi suatu bangsa kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta pembangunan negara dan bangsa nya juga
merupakan suatu identitas nasional yang bersifat dinamis. Oleh karena itu bagi
bangsa indonesia proses pembentukan identitas nasional yang dinamis ini sangat
ditentukan oleh tingkat kemampuan dan prestasi bangsa indonesia dalam
pembangunan nasional dan negaranya. Faktor ketiga, mencakup kodifikasi bahasa
dalam gramatika yang resmi, tumbuhnya birokrasi dan pemantapan sistem
pendidikan nasional. Faktor keempat, meliputi penindasan dominasi dan pencarian
identitas alternatif yang melalui memori kolektif rakyat. Semangat perjuangan
pengorbanan menegakkan kebenaran dapat merupakan identitas untuk memperkuat
persatuan dan kesatuan bangsa indonesia
Keempat faktor tersebut pada dasarnya tercakup dalam proses pembentukan
identitas nasional bangsa indonesia yang telah berkembang dari masa sebelum
bangsa indonesia mencapai kemerdekaan dari penjajahan bangsa lain. Pencarian
identitas nasional bangsa indonesia pada dasarnya melekat erat dengan perjuangan
bangsa indonesia untuk membangun bangsa dan negara dengan konsep nama
indonesia. Oleh karena itu pembentukan identitas nasional indonesia melekat erat
dengan unsur-unsur lainnya seperti sosial, ekonomi, budaya, etnis, agama serta
geografis, yang saling berkaitan dan terbentuk melalui suatu proses yang cukup
panjang.

B. Dasar Hukum Lambang Negara Bhinneka Tunggal Ika


Bhinneka Tunggal Ika sebagaimana terkandung dalam lambang negara garuda
pancasila bersama-sama dengan Bendera Negara Merah Putih, Bahasa Negara
Bahasa Indonesia dan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya merupakan jati diri dan
identitas Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keempat simbol tersebut merupakan
cerminan dan manifestasi kedaulatan bangsa dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia di dalam tata pergaulan dengan negara-negara lain dalam masyarakat
internasional serta merupakan cerminan kemandirian dan eksistensi negara
indonesia yang merdeka bersatu berdaulat adil dan makmur. Hal tersebut bukan
hanya sekedar pengakuan atas indonesia sebagai bangsa dan negara melainkan
menjadi simbol atau lambang negara yang dihormati dan dibanggakan oleh seluruh
warga negara indonesia.
Dalam hubungan dengan lambang Negara Garuda Pancasila yang di dalamnya
terdapat seloka Bhineka Tunggal Ika telah diatur dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1945 dalam pasal 36A disebutkan bahwa lambang
negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Pasal
tersebut merupakan dasar yuridis konstitusional sekaligus merupakan pengakuan
dan penegasan secara yuridis formal dan resmi oleh negara tentang penggunaan
simbol-simbol tersebut sebagai jati diri bangsa dan dari identitas Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang lambang negara
bendera serta lagu kebangsaan antara lain :
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur tentang kejahatan
tindak pidana yang menggunakan Bendera Merah Putih; penundaan terhadap
bendera negara sahabat penundaan terhadap bendera merah putih dan
Lambang Negara Garuda Pancasila; serta penggunaan bendera Merah Putih
oleh mereka yang tidak memiliki hak menggunakannya seperti terdapat pada
Pasal 52a; Pasal 142a; Pasal 154a; dan Pasal 473.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 tentang Lambang Negara.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1958 tentang Penggunaan Lambang
Negara.
Undang-Undang tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara serta Lagu
Kebangsaan merupakan jaminan kepastian hukum, keselarasan, keserasian,
standarisasi, dan ketertiban dalam penggunaan bendera, bahasa, lambang
negara dan lagu kebangsaan.
Ketentuan tentang Lambang Negara termuat dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 24 Tahun 2009. Adapun makna lambang negara Garuda
Pancasila yang terdapat dalam undang-undang Republik Indonesia Nomor 24
tahun 2009 adalah sebagai berikut:
 Pasal 46
 Pasal 47 ayat (1) dan ayat (2)
 Pasal 48 ayat (1) dan (2) a, b, c, d, dan e
 Pasal 49
 Pasal 50

C. Bhinneka Tunggal Ika sebagai Local Wisdom Bangsa Indonesia


Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia Lambang Negara Republik
Indonesia Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika dituangkan
dalam peraturan pemerintah No. 66 Tahun 1951 yang disusun oleh panitia negara
yang diangkat oleh pemerintah dan duduk di dalamnya adalah Mr. Muhammad
Yamin.
Nama lambang negara garuda pancasila karena udud lambang yang
dipergunakan adalah burung garuda dan di dalamnya ada tameng memuat lambang
sila-sila pancasila dan disertai semboyan seloka Bhinneka Tunggal Ika dan seloka
itu tersurat di bawahnya. Jadi dalam lambang negara indonesia itu terdapat unsur
gambar burung garuda, simbol-simbol sila pancasila dan seloka Bhinneka Tunggal
Ika.
Burung garuda adalah merupakan kekayaan satuan nusantara sebagai salah
satu jenis burung bahkan terdapat secara luas di tanah bangsa serumpun dan
memiliki kesamaan kebudayaan yaitu madagaskar dan malags,i dan satwa itu
dahulu diistilahkan dengan nama Vurumahery yang berarti burung sakti. Sebagai
seekor satwa burung garuda mampu terbang tinggi, dan hal ini melukiskan cita-cita
bangsa indonesia di tengah-tengah masyarakat internasional (Ismaun, 1975:118).
Seloka ‘Bhinneka Tunggal Ika’ yang melambangkan realitas bangsa dan negara
indonesia yang tersusun dari berbagai unsur rakyat (bangsa) yang terdiri atas
berbagai macam suku, adat istiadat, golongan, kebudayaan, dan agama, wilayah
yang terdiri atas beribu-ribu pulau menyatu menjadi bangsa dan negara Indonesia.
Secara filologis istilah seloka itu diambil dari bahasa jawa kuno berasal dari zaman
kerajaan ke perapuhan majapahit yang zaman keemasan nya di bawah kekuasaan
Prabu Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajah Mada (1350-1364).
Jika dilakukan kajian melalui filsafat analitika bahasa, seloka Bhinneka Tunggal
Ika itu pada hakekatnya merupakan suatu frase. Secara linguistis makna struktural
seloka itu adalah ‘beda itu, satu itu’. Secara morfologis kata ‘Bhinneka’ berasal dari
kata polimorfemis yaitu ‘bhinna’ dan ‘ika’. Kata ‘bhinna’ berasal dari bahasa
Sansekerta ‘Bhid’ yang dapat diterjemahkan menjadi ‘beda’. Dalam proses linguistis
karena digabungkan dengan morfem ‘ika’ akan menjadi ‘bhinna’. ‘ika’ artinya itu,
‘bhinneka’ artinya beda itu, sedangkan ‘tunggal ika’ artinya satu itu.
Oleh karena itu jikalau diterjemahkan secara bebas maka makna ‘Bhinneka
Tunggal Ika’, Tan hana dharma mengrwa, adalah meskipun berbeda-beda akan
tetapi satu jua. Tidak ada hukum yang mendua (dualisme).

D. Makna Filosofis Bhinneka Tunggal Ika


Bangsa indonesia terbentuk melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang
sejak zaman kerajaan-kerajaan Sriwijaya, Majapahit serta dijajah oleh bangsa asing
selamat tiga setengah abad. Unsur masyarakat yang membentuk bangsa indonesia
terdiri atas berbagai macam suku bangsa, berbagai macam adat istiadat,
kebudayaan, dan agama serta berdiam dalam suatu wilayah yang terdiri atas beribu-
ribu pulau.
Sintesis persatuan dan kesatuan tersebut kemudian dituangkan dalam suatu
asas kerohanian yang merupakan suatu kepribadian serta jiwa bersama yaitu
pancasila. Oleh karena itu prinsip-prinsip nasionalisme indonesia yang berdasarkan
pancasila adalah bersifat ‘majemuk tunggal’. Adapun unsur-unsur yang membentuk
nasionalisme (bangsa) indonesia adalah sebagai berikut : (a) Kesatuan sejarah:
bangsa indonesia tumbuh dan berkembang dari suatu proses sejarah yaitu sejak
zaman prasejarah, zaman Sriwijaya, Majapahit kemudian datang penjajah, tercetus
Sumpah Pemuda 1928 dan akhirnya memproklamasikan sebagai bangsa yang
merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 dalam suatu wilayah negara Republik
Indonesia. (b) Kesatuan Nasib: yaitu bangsa indonesia terbentuk karena memiliki
kesamaan nasib yaitu penderitaan penjajahan selamat tiga setengah abad dan
memperjuangkan demi kemerdekaan secara bersama dan akhirnya mendapatkan
kegembiraan bersama atas karunia Tuhan yang Maha Esa tentang kemerdekaan.
(c) Kesatuan Kebudayaan: walaupun bangsa indonesia memiliki keanekaragaman
kebudayaan namun keseluruhan nya itu merupakan satu kebudayaan yaitu
kebudayaan nasional indonesia. Jadi kebudayaan nasional indonesia tumbuh dan
berkembang di atas akar-akar kebudayaan daerah yang menyusunnya (d) Kesatuan
Wilayah: bangsa ini hidup dari mencari penghidupan dalam wilayah ibu pertiwi yaitu
satu tumpah darah indonesia. (e) Kesatuan Asas Kerohanian: bangsa ini sebagai
satu bangsa memiliki kesamaan cita-cita, kesamaan pandangan hidup, dan filsafat
hidup yang berakar dari pandangan hidup masyarakat indonesia sendiri yaitu
pandangan hidup Pancasila (Notonegoro, 1975:106).
Oleh karena itu bangsa indonesia dalam membentuk suatu negara bukan
merupakan proses kausalitas manusia sebagai makhluk individu yang bebas
melainkan suatu proses kehendak bersama untuk membentuk suatu bangsa dalam
wilayah NKRI. Oleh karena itu esensi negara kesatuan bukanlah merupakan suatu
proses persatuan individu-individu dalam free fight dan penindasan melainkan suatu
persatuan yang didasarkan atas kehendak bersama dalam mewujudkan suatu
kesejahteraan bersama.
Sebagaimana dijelaskan diatas esensi negara kesatuan adalah terletak pada
pandangan ontologis tentang hakikat manusia sebagai subjek pendukung negara.
Hakikat negara persatuan bahwa negara adalah masyarakat itu sendiri. Masyarakat
pada hakekatnya mewakili diri pada penyelenggaraan negara menata dan mengatur
dirinya dalam negara dalam mencapai suatu tujuan hidupnya.
Negara kesatuan bukan dimaksudkan merupakan suatu kesatuan dari negara
bagian (federasi) melainkan kesatuan dalam arti keseluruhan unsur-unsur negara
yang bersifat fundamental. Demikian juga negara kesatuan bukanlah suatu kesatuan
individu-individu sebagaimana diajarkan dalam individualisme-liberalism, sebab
menurut paham negara kesatuan bahwa manusia adalah individu sekaligus juga
makhluk sosial. Oleh karena itu sifat kodrat manusia individu-makhluk sosial sebagai
basis ontologis (dasar fundamental) negara kesatuan itu adalah merupakan kodrat
yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Negara mengatasi semua golongan yang ada dalam masyarakat, negara tidak
memihak pada salah satu golongan, negara bekerja demi kepentingan seluruh
rakyat. Konsep negara yang demikian adalah merupakan konsekuensi logis dari
faham “negara adalah masyarakat itu sendiri” dan faham bahwa antara negara dan
masyarakat terdapat relasi hierarki neo genetik. Masyarakat adalah produk dari
interaksi antara segenap golongan yang ada di dalamnya. Masyarakat
mengorganisasikan diri dalam bentuk suatu negara dengan demikian negara adalah
produk dari interaksi antara golongan yang ada dalam masyarakat. Sebagai produk
yang demikian maka ‘logic in self’ bahwa negara mengatasi segenap golongan yang
ada dalam masyarakat (Besar, 1991:84).
Nilai filosofis persatuan, dalam kehidupan kenegaraan dan kebangsaan
menjadi kunci kemajuan suatu bangsa bagi bangsa indonesia yang kausa
materialisnya sebagai etnis,golongan, ras, agama serta primordial lainnya di
nusantara secara moral menentukan kesepakatan untuk membentuk suatu bangsa
yaitu bangsa Indonesia. Semangat moralitas bangsa itu oleh founding fathers kita
diungkapkan dalam suatu seloka, yang merupakan simbol semiotis moralitas bangsa
yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Hal ini mengandung nilai-nilai etis bahwa setiap
manusia apapun ras, etnis, golongan, agama, adalah sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa(sila I), pada hakekatnya sama berdasarkan harkat dan martabat manusia
yang beradab (sila II). Oleh karena itu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
ini harus mendasarkan pada kesadaran telah memiliki kesamaan pandangan untuk
mempersatukan diri dalam sebagai suatu bangsa yaitu bangsa indonesia (sila III),
memiliki kebebasan disertai tanggung jawab dalam hidup bersama (sila IV), untuk
mewujudkan suatu cita-cita bersama yaitu kesejahteraan seluruh rakyat warga
bangsa Indonesia (sila V).

Anda mungkin juga menyukai