Anda di halaman 1dari 10

Karna merupakan tokoh yang memegang peranan penting dalam wiracarita

Mahabharata.

Karna merupakan pendukung utama pihak Kurawa dalam perang besar melawan
Pandawa. Padahal sesungguhnya, Karna merupakan kakak tertua dari tiga di antara
lima Pandawa (Yudistira, Bima, dan Arjuna). Dalam bagian akhir perang besar
tersebut, Karna diangkat sebagai panglima pihak Kurawa, di mana ia akhirnya gugur
di tangan Arjuna.

Karna merupakan sosok pahlawan yang memiliki sifat-sifat kompleks. Meskipun


berada di pihak antagonis, namun ia terkenal sangat menjunjung tinggi nilai-nilai
kesatria. Sifatnya angkuh, sombong, suka membanggakan diri, namun juga seorang
dermawan yang murah hati kepada siapa saja, terutama fakir miskin dan kaum
brahmana. Kesaktiannya yang luar biasa membuat namanya terkenal sepanjang masa
dan disebut dengan penuh penghormatan.

Kelahiran

Seperti yang dikisahkan dalam cerita sebelumnya, seorang putri bernama Kunti yang
pada suatu hari ditugasi menjamu seorang pendeta tamu ayahnya, bernama Resi
Durwasa. Atas jamuan itu, Durwasa merasa senang dan menganugerahi Kunti sebuah
ilmu kesaktian semacam mantra yang dapat digunakan untuk memanggil dewa dan
mendapat anugerah seorang putra dari dewa tersebut.

Pada keesokannya Kunti mencoba mantra tersebut sambil memandang matahari terbit.
Akibatnya, dewa penguasa matahari yaitu Dewa Surya pun muncul dan siap
memberinya seorang putra.

Kunti yang ketakutan menolak karena ia sebenarnya hanya ingin mencoba keampuhan
mantra itu saja. Surya menyatakan dengan tegas bahwa mantra tersebut bukanlah
mainan. Dengan sabda sang dewa, Kunti pun mengandung. Namun Surya juga
membantunya segera melahirkan bayi tersebut. Surya lalu kembali ke kahyangan
setelah memulihkan kembali keperawanan Kunti.

Demi menjaga nama baik negaranya, Kunti yang melahirkan sebelum menikah
terpaksa membuang "putra Surya" yang ia beri nama Karna di sungai Aswa dalam
sebuah keranjang. Bayi itu kemudian terbawa arus sampai akhirnya ditemukan oleh
Adirata yang bekerja sebagai kusir kereta di Kerajaan Kuru (atau Kerajaan
Hastinapura).

Adirata dengan gembira menjadikan bayi tersebut sebagai anaknya. Karna sejak lahir
sudah memakai pakaian perang lengkap dengan anting-anting dan kalung pemberian
Dewa Surya.

Karna diasuh dan dibesarkan dalam keluarga Adirata, sehingga ia dikenal dengan
julukan Sutaputra atau anak kusir. Julukan lainnya yang lebih terkenal adalah
Radheya, yang bermakna "anak Radha" (istri Adirata).
Meskipun tumbuh dalam lingkungan keluarga kusir, Karna justru berkeinginan
menjadi seorang perwira kerajaan. Karna kecil lebih tertarik belajar ilmu perang
khususnya dalam ketrampilan memanah daripada meneruskan tradisi keluarganya
menjadi kusir kereta Raja.

karena Karna bukan dari kasta Ksatria, banyak orang yang mencemooh Karna karena
keinginanya yang besar ingin menjadi perwira.

Pada zaman tersebut seorang kasta sudra dilarang untuk menjadi prajurit/perwira
karena itu hanya untuk kasta ksatriya saja.

Atas saran Bisma, Karnapun berpetualang untuk mendalami ilmu perang. Karna
mencoba mendaftar ke perguruan Resi Drona yang saat itu sedang mendidik para
Pandawa dan Kurawa. Akan tetapi, Drona menolak menjadikan Karna sebagai murid
karena ia hanya sudi mengajar kaum ksatriya saja.

Karna yang sudah bertekad bulat memutuskan untuk mencari guru lain, dan ia pun
menyamar menjadi kaum Brahmana agar mendapatkan pendidikan dari Parasurama.

Parasurama adalah guru dari Bisma dan Guru Drona, jadi, Karna mendapatkan guru
yang lebih baik dari Guru Drona. Malangnya, Ia ketahuan berbohong lalu ia dikutuk
oleh Parasurama agar ilmu yang diajarkannya tidak berguna lagi untuk Karna.

Karna ketika dewasa sudah menguasai ilmu memanah dengan sempurna.

Menjadi Raja Angga

Ketika tiba waktunya, Drona mempertunjukkan hasil pendidikan para Pandawa dan
Kurawa di hadapan para bangsawan dan rakyat Hastinapura. Setelah melaui berbagai
tahap pertandingan, Drona akhirnya mengumumkan bahwa Arjuna (Pandawa nomor
tiga) adalah murid terbaiknya, terutama dalam hal ilmu memanah. Tiba- tiba Karna
muncul menantang Arjuna sambil memamerkan kesaktiannya.

Resi Krepa selaku pendeta istana meminta Karna supaya memperkenalkan diri
terlebih dahulu karena untuk menghadapi Arjuna haruslah dari golongan yang
sederajat. Mendengar permintaan itu, Karna pun tertunduk malu. Duryodana (Kurawa
tertua) maju membela Karna. Menurutnya, keberanian dan kehebatan tidak harus
dimiliki oleh kaum ksatriya saja. Namun apabila peraturan mengharuskan demikian,
Duryodana memiliki jalan keluar. Ia mendesak ayahnya, yaitu Dretarastra raja
Hastinapura, supaya mengangkat Karna sebagai raja bawahan di Angga.

Dretarastra yang berhati lemah tidak mampu menolak permintaan putra


kesayangannya itu. Maka pada hari itu juga, Karna pun resmi dinobatkan menjadi raja
Angga. Adirata muncul menyambut penobatan Karna. Akibatnya, semua orang pun
tahu kalau Karna adalah anak Adirata. Melihat hal itu, Bima (Pandawa nomor dua)
mengejeknya sebagai anak kusir sehingga tidak pantas bertanding melawan Arjuna
yang berasal dari kaum bangsawan. Sekali lagi Duryodana tampil membela Karna.
Suasana semakin tegang dan memanas. Namun tidak seorang pun yang menyadari
kalau Kunti jatuh pingsan di bangkunya setelah melihat kehadiran Karna. Kunti
langsung mengenalinya sebagai putra sulung yang pernah ia buang dari pakaian
perang dan perhiasan pemberian Surya yang melekat di tubuh Karna.

Suasana yang menegangkan itu diredakan oleh terbenamnya matahari. Dretarastra


membubarkan acara tersebut sehingga pertandingan antara Karna dan Arjuna
dihentikan

Sayembara Drupadi

Drupadi adalah putri dari Kerajaan Pancala yang kecantikannya membuat banyak raja
dan pangeran datang untuk melamar, termasuk Duryodana. Dalam hal ini, Drupada
(raja Pancala) telah mengumumkan sebuah sayembara memanah bagi siapa saja yang
ingin memperistri putrinya tersebut.

Sayembara tersebut ialah memanah boneka ikan yang berputar di atas arena, namun
tidak boleh melihatnya secara langsung, melainkan melalui bayangannya yang
terpantul di dalam baskom berisi minyak. Kalau dalam serial Mahabharata ANTV
digambarkan dengan tampilan ikan yang melayang di langit dan untuk membidiknya
harus melihat lewat bayangannya yang terpantul di air kolam dibawah ikan tersebut.

Akan tetapi, jangankan membidik ikan tersebut, mengangkat busur pusaka Kerajaan
Pancala yang konon milik Dewa Siwa saja para peserta tidak ada yang sanggup.

Karna kemudian maju, dengan penuh rasa hormat, ia berhasil mengangkat busur
pusaka tersebut dan dan hampir berhasil dengan tepat mengenai sasaran sayembara.
Namun tiba-tiba Drupadi menyatakan keberatan apabila Karna memenangkan
sayembara, karena dirinya tidak mau menikah dengan anak seorang kusir. Karna sakit
hati mendengarnya. Ia menyebut Drupadi sebagai wanita sombong dan pasti menjadi
perawan tua karena tidak ada lagi peserta yang mampu memenangkan sayembara sulit
tersebut selain dirinya.

Ucapan Karna membuat Drupada merasa khawatir. Raja Pancala itu pun membuka
pendaftaran baru untuk siapa saja yang ingin menikahi Drupadi, tanpa harus berasal
dari golongan ksatriya.

Arjuna yang saat itu sedang menyamar sebagai brahmana maju mendaftarkan diri.

Sayembara tersebut akhirnya berhasil dimenangkan olehnya. Arjuna kemudian


mempersembahkan Drupadi kepada ibunya sebagai oleh-oleh terbaik.

Tanpa melihat yang sebenarnya Kunti langsung memerintahkan supaya "oleh-oleh"


tersebut dibagi berlima. Akibatnya, kelima Pandawa pun bersama-sama menikahi
Drupadi sebagai istri mereka, demi melaksanakan amanat sang ibu.
Beberapa waktu kemudian, para Pandawa berhasil membangun sebuah kerajaan indah
bernama Indraprastha yang membuat pihak Kurawa merasa iri.

Melalui permainan dadu yang sangat licik, mereka berhasil merebut Indraprastha dari
tangan Pandawa, termasuk kemerdekaan kelima bersaudara itu.

Pada puncaknya, Yudistira (Pandawa tertua) dipaksa mempertaruhkan Drupadi demi


melanjutkan permainan. Drupadi akhirnya jatuh pula ke tangan Kurawa. Duryodana
kemudian menyuruh Dursasana untuk menyeret Drupadi dari kamarnya. Drupadi pun
dijambak dan diseret oleh Kurawa nomor dua itu menuju ruang permainan.

Karna yang masih menyimpan sakit hati kepada Drupadi mengumumkan bahwa
seorang wanita yang bersuami lima tidak pantas disebut sebagai istri, melainkan
pelacur.

Mendengar penghinaan Karna, Arjuna bersumpah kelak akan membunuhnya.


Duryodana pun memerintahkan Dursasana agar menelanjangi Drupadi di depan
umum. Namun, berkat pertolongan rahasia dari Basudewa Kresna, Drupadi berhasil
diselamatkan dan tidak bisa ditelanjangi.

Kutukan Brahmana

Karna pernah berguru kepada Parasurama yang juga pernah mengajar Drona dan
Bisma. Brahmana gagah berumur panjang tersebut memiliki pengalaman yang buruk
dengan kaum ksatriya. Untuk itu, Karna harus menyamar sebagai brahmana muda
agar bisa mendekatinya. Dengan cara tersebut Karna berhasil menjadi murid
Parasurama.

Kemampuan Karna menahan rasa sakit telah menyadarkan Parasurama bahwa


muridnya itu bukan dari golongan brahmana, melainkan seorang ksatriya asli.

Merasa telah ditipu, Parasurama pun mengutuk Karna. Kelak, pada saat pertarungan
antara hidup dan mati melawan seorang musuh terhebat, Karna akan lupa terhadap
semua ilmu yang telah ia ajarkan.

Kutukan kedua diperoleh Karna ketika ia mengendarai keretanya dan menabrak mati
seekor sapi milik brahmana yang sedang menyeberang jalan. Sang brahmana pun
muncul dan mengutuk Karna, kelak roda keretanya akan terbenam ke dalam lumpur
ketika ia berperang melawan musuhnya yang paling hebat.

Apabila Karna dilahirkan Kunti melalui anugerah Dewa Surya, maka, Arjuna lahir
melalui anugerah Dewa Indra. Menyadari kesaktian Karna, Dewa Indra merasa cemas
kalau Arjuna kelak sampai kalah jika bertanding melawan putra Dewa Surya itu.

Maka, Dewa Indra pun merencanakan merebut baju pusaka Karna dengan menyamar
sebagai seorang pendeta. Konon, jika mengenakan pakaian pusaka tersebut, Karna
tidak mempan terhadap senjata jenis apa pun.
Rencana Dewa Indra terdengar oleh Dewa Surya. Ia pun memberi tahu Karna. Namun
Karna sama sekali tidak risau. Ia telah bersumpah akan hidup sebagai seorang
dermawan sehingga apa pun yang diminta oleh orang lain pasti akan dikabulkannya.

Dewa Indra yang menyamar sebagai seorang resi tua datang menemui Karna saat
sedang sendirian. Ia meminta sedekah berupa baju perang dan anting-anting yang
dipakai Karna.

Karna pun mengiris semua pakaian pusaka yang melekat di kulitnya sejak bayi
tersebut menggunakan pisau. Dewa Indra terharu menerimanya. Ia pun membuka
samaran dan memberikan pusaka Indrastra baru berupa Vasavi shakti atau Konta
(yang bermakna "tombak") sebagai hadiah atas ketulusan Karna. Namun, pusaka
Konta hanya bisa digunakan sekali saja, setelah itu ia akan musnah.

Terbukanya Jati diri

Setelah masa hukuman atas kekalahan dalam permainan dadu berakhir, para Pandawa
pun muncul kembali untuk mendapatkan hak mereka atas Kerajaan Indraprastha.
Pihak Kurawa menolak dan memaksa Pandawa merebutnya dengan jalan perang.

Pandawa pun mengirim Kresna sebagai duta menuju Hastinapura. Dalam kesempatan
itu, Kresna menemui Karna dan mengajaknya berbicara empat mata. Ia menjelaskan
bahwa Karna dan para Pandawa sebenarnya adalah saudara seibu. Apabila Karna
bergabung dengan Pandawa, tentu Yudistira akan merelakan takhta Hastinapura
untuknya.

Karna sangat terkejut mendengar jati dirinya terungkap. Ia menghadapi dilema yang
sangat besar. Dengan penuh pertimbangan ia memutuskan tetap pada pendiriannya
yaitu membela Kurawa. Ia tidak mau meninggalkan Duryudana yang telah
memberinya kedudukan, harga diri, dan perlindungan saat dihina para Pandawa
dahulu.

Rayuan Kresna tidak mampu meluluhkan sumpah setia Karna terhadap Duryudana
yang dianggapnya sebagai saudara sejati.

Setelah pertemuan dengan Kresna, esok harinya Karna bertemu dengan Kunti. Kunti
menemui putra sulungnya itu saat bersembahyang di tepi sungai. Ia merayu Karna
supaya mau memanggilnya "ibu" dan sudi bergabung dengan para Pandawa.

Karna kembali bersikap tegas. Ia sangat menyesalkan keputusan Kunti yang dulu
membuangnya sehingga kini ia harus berhadapan dengan adik-adiknya sendiri sebagai
musuh. Ia menolak bergabung dengan pihak Pandawa dan tetap menganggap Radha
sebagai ibu sejatinya.

Meskipun demikian, Karna tetap menghibur kekecewaan Kunti. Ia bersumpah dalam


perang kelak, ia tidak akan membunuh para Pandawa, kecuali Arjuna.
Karna berjanji tidak akan membunuh pandawa yang lain karena dia hanya akan
membunuh Arjuna. "Dan Ibu akan tetap memiliki lima orang putera. Apakah Aku atau
Arjuna yang tetap hidup nantinya." Karna mengatakan hal itu karena dia sadar, selama
Arjuna ada dalam perlindungan Krishna, maka Arjuna tidak akan terkalahkan.

Peran di Perang Kurusetra

Perang besar antara kedua pihak tersebut akhirnya meletus. Pihak Kurawa memilih
Bisma (bangsawan senior Hastinapura) sebagai panglima mereka.

Terjadi pertengkaran di mana Bisma menolak Karna berada di dalam pasukannya,


dengan alasan Karna terlalu sombong dan suka meremehkan kekuatan Pandawa.
Sebaliknya, Karna pun bersumpah tidak sudi ikut berperang apabila pasukan Kurawa
masih dipimpin oleh Bisma.

Bisma akhirnya roboh pada pertempuran hari kesepuluh. Tokoh tua itu terbaring di
atas ratusan panah yang menembus tubuhnya. Karna muncul melupakan semua
dendam untuk menyampaikan rasa

prihatin.

Bisma mengaku bahwa ia hanya pura-pura mengusir Karna supaya tidak bertempur
melawan Pandawa.

Bisma mengetahui jati diri Karna sebagai kakak para Pandawa setelah diberi tahu oleh
Narada (maharesi kahyangan).

Seperti halnya Kresna dan Kunti, Bisma juga menyarankan supaya Karna bergabung
dengan para Pandawa. Namun sekali lagi Karna menolak saran tersebut.

Riwayat lain menyebutkan bahwa Bisma menolak kehadiran Karna dengan alasan
Karna pernah menghina gurunya Parashurama dan juga menghina seorang perempuan
yaitu Drupadi. Bisma tidak mau ada orang yang pernah menghina gurunya berada di
bawah komandonya. Oleh karena itu, Karna baru bergabung dalam perang Baratayuda
ketika Bisma sudah terpanah Srikhandi, di hari ke sebelas.

Kehadiran Karna sejak hari kesebelas segera membangkitkan semangat pihak Kurawa.
Ia menyarankan agar Duryodana memilih Drona sebagai pengganti Bisma, dengan
alasan Drona merupakan guru sebagian besar sekutu Kurawa.

Dengan terpilihnya Drona maka persaingan antara para pendukung Kurawa


memperebutkan jabatan panglima dapat dihindari.

Karna tampil dalam perang besar tersebut sebagai pendamping Drona.

Di hari ketiga belas, Abimanyu, anak Arjuna berhasil menerobos strategi Cakravyuha
yang digelar oleh Drona. Sejak dalam kandungan, Abimanyu sudah tahu cara
menerobos strategi militer itu karena Krishna menceritakan strategi perang kepada
adiknya Subhadra, istri Arjuna. Sayangnya, karena ibunya tertidur saat cerita itu,
maka Abimanyu hanya tahu cara menerobosnya saja, belum soal cara keluar dari
strategi itu.

Yang tahu cara melumpuhkannya hanyalah Arjuna dan Krishna. Sayangnya saat itu,
Arjuna dan Krishna terpancing untuk berperang di tempat yang berbeda.

Abimanyu berperang sendirian dengan gagah berani. Melihat hal itu, Duryodhana dan
Karna memutuskan untuk melemahkan Abimanyu dengan cara membokongnya.

Karna memanah busur dan kereta Abimanyu hingga busur dan kereta Abimanyu
hancur. Sehingga Abimanyu pun bertarung dengan tangan kosong saja. Maka
Jayadratha, raja Sindhu, berhasil membunuh Abimanyu setelah Abimanyu jadi bulan-
bulanan tentara Kurawa.

Mendengar hal itu, Arjuna bersumpah untuk membunuh Jayadratha esok hari sebelum
matahari terbenam, dan jika hal itu tidak terjadi maka Arjuna hendak membakar diri
bersama mayat anaknya.

Di hari keempat belas, Krisna menggunakan cakra untuk membuat matahari gelap
gulita. Para Kurawa bergembira karena Arjuna akan membakar diri. Jayadratha pun
keluar dari persembunyian, dan di saat itulah Arjuna menarik tali busur dan memanah
dengan tepat kepala Jayadratha.

Setelah itu, Khrisna menarik cakranya hingga matahari pun bersinar lagi. Tapi
pertempuran hari ke empat belas berbeda dengan hari- hari sebelumnya. Pada hari ke-
14 malam, perang tetap terjadi tanpa dihentikan sehingga melanggar aturan yang telah
disepakati.

Setelah matahari terbenam, pertempuran masih berlangsung. Gatotkaca anak Bima


yang setengah Raksasa mengobrak-abrik pasukan Kurawa. Semakin gelap kekuatan
Gatotkaca semakin bertambah. Drona pun mengalami luka-luka karena bertempur
dengan Gatotkaca. Melihat hal itu, Duryudhana dan Karna pun tampil membendung
serangan Gatotkaca. Duryudhana juga menderita luka parah akibat serangan
Gatotkaca. Dalam serial Mahabharata terbaru saat itu Gatotkaca berubah menjadi
Raksasa yang sangat besar dan Duryudhana berada di genggaman tangannya.

Karena semakin terdesak, Duryudhana meminta Karna untuk menggunakan segala


macam cara. Ia akhirnya mendesak Karna supaya menggunakan pusaka Vasavi shakti
atau Konta untuk membunuh Gatotkaca.

Akhirnya Karna mengeluarkan panah sakti pemberian Dewa Indra, Vasavi Shakti.
Dengan senjata itu, Gatotkaca pun gugur. Meskipun gugurnya Gatotkaca merugikan
kekuatan Pandawa, tapi Krishna tahu bahwa Karna sudah kehilangan senjata paling
ampuhnya sehingga Arjuna tidak akan pernah kalah dari Karna. Sesuai janji Indra,
Vasavi Shakti pun musnah hanya dalam sekali penggunaan. Kresna selaku penasihat
pihak Pandawa merasa senang karena Ia mengetahui kalau selama ini Karna
mempersiapkan Vasavi Shakti untuk membunuh Arjuna.

Setelah Drona gugur pada hari kelima belas, Duryudhana menunjuk Karna sebagai
panglima yang baru. Karna maju perang dengan Raja Shalya raja dari Kerajaan Madra
sebagai kusir keretanya, dengan harapan bisa mengimbangi Arjuna yang dikusiri
Kresna.

Shalya sendiri sakit hati karena merasa direndahkan oleh Karna. Sambil
mengemudikan kereta ia gencar memuji-muji kesaktian Arjuna untuk menakut-nakuti
Karna.

Pada hari keenam belas, Karna berhasil mengalahkan Yudistira, Bima, Nakula , dan
Sadewa , namun tidak sampai membunuh mereka sesuai janjinya di hadapan Kunti
dulu.

Ketika mengalahkan Bima. Dia mengatakan "Kau adalah adikku. Usiamu lebih muda
dari aku, maka aku tak akan membunuhmu."

Dia juga mengalahkan Yudhisthira, dan dia mengatakan; "Tampaknya, kau telah
melupakan apa yang telah diajarkan oleh guru-gurumu. Pergilah belajar lebih keras
lagi, dan jika kau sudah siap kembalilah bertarung denganku."

Demikian pula dia mengalahkan Nakula dan Sadewa. Tapi sesuai janjinya kepada
Kunti, dia tidak membunuh seorang pun dari Pandawa, kecuali Arjuna.

Karna kemudian meminta kusirnya, Raja Shalya, untuk mencari Arjuna. Setelah
melihat Arjuna, Karna melepaskan panah saktinya. Tapi Krisna menyelamatkan
nyawa Arjuna dengan membuat kereta kuda Arjuna ambles beberapa senti ke dalam
tanah, sehingga anak panah tidak mengenai kepala Arjuna.

Mengetahui diserang Karna, Arjuna membalas dengan ratusan panah yang


dirontokkan oleh Karna dengan anak-anak panah yang dilepaskannya juga, sehingga
Arjuna pun kehabisan anak panah.

Karna bertanding melawan Arjuna, Keduanya saling berusaha membunuh satu sama
lain. Pertempuran tersebut akhirnya tertunda oleh terbenamnya matahari.

Pada hari ketujuh belas, perang tanding antara Karna dan Arjuna dilanjutkan kembali.
Setelah bertempur dalam waktu yang cukup lama, kutukan atas diri Karna pun
menjadi kenyataan. Ketika Arjuna membidiknya menggunakan panah Pasupati, salah
satu roda keretanya terperosok ke dalam lumpur sampai terbenam setengahnya. Karna
tidak peduli, ia pun membaca mantra untuk mengerahkan kesaktiannya. Namun,
kutukan kedua juga menjadi kenyataan. Karna tiba-tiba lupa terhadap semua ilmu
yang pernah ia pelajari dari Parasurama.
Karna meminta Arjuna untuk menahan diri sementara ia turun untuk mendorong
keretanya agar kembali berjalan normal. Pada saat itulah Kresna mendesak agar
Arjuna segera membunuh Karna karena ini adalah kesempatan terbaik.

Arjuna ragu-ragu karena saat itu Karna sedang lengah dan berada di bawah. Kresna
mengingatkan Arjuna bahwa Karna sebelumnya juga berlaku curang karena ikut
mengeroyok Abimanyu sampai mati pada hari ketiga belas. Teringat pada kematian
putranya yang tragis tersebut, Arjuna pun melepaskan panah Pasupati yang melesat
memenggal kepala Karna. Karna pun tewas seketika.

Di dalam perang, setiap ada yang gugur, keluarga Pandawa menyelenggarakan Tarpan
Vidhi, sebuah ritual untuk menghormati dia yang gugur.

Ketika Karna gugur, Kunti pun meminta pelaksanaan ritual tersebut. Mendengar
permintaan Ibu Kunti, orang-orang pun memprotes. Maka Kunti menceritakan kepada
khalayak bahwa Karna adalah benar-benar anak kandung darinya, dan menceritakan
proses kejadian yang melahirkan Karna itu.

Mengetahui bahwa Karna adalah saudara kandung, maka para Pandawa meratapi diri
bahwa mereka telah melakukan pembunuhan terhadap saudara sendiri. Sementara
Yudhisthira meluapkan amarah kepada Ibu Kunti dan semua wanita yang tidak dapat
menyimpan rahasia.

Atas permintaan Karna sebelum meninggalnya, ritual pembakaran jenazah Karna


dipimpin langsung oleh Krisna. Dan sepanjang sejarah Mahabarata, hanya Karna lah
yang mendapat kehormatan seperti ini.

Krishna yang merupakan avatar dari Wishnu melakukan penghormatan kepada


seorang Karna. Dan setelah itu, Krishna datang kepada Gandhari, Ibu para Kurawa,
memberitahukan bahwa Karna sudah gugur.

Hal ini berarti semacam sinyal bahwa Kurawa pun akan musnah karena tidak ada lagi
kekuatan yang dapat membendung para Pandawa. Mengetahui hal itu, Gandhari
mengutuki Krisna bahwa jika keluarganya binasa karena kejadian seperti itu, maka
keluarga Krisna pun akan mengalami hal yang sama.

Hal ini ditegaskan Gandhari karena sebenarnya Krisna adalah satu satunya pihak yang
dapat menghindarkan perang saudara itu, namun Krishna tidak mau berbuat demikian.

Sepanjang hidupnya, Karna menikah dengan dua orang putri yaitu Vrushali dan
Supriya. Dari dua istri itu, Karna mempunyai sembilan orang putera yaitu Vrishasena,
Sudaman, Shatrunjaya, Dvipata, Sushena, Satyasea, Chitrasena, Susharma alias
Banasena dan Vrishakethu.

Vrusali adalah seorang tokoh wanita yang dalam serial Mahabharata Antv adalah
tetangga dan teman Karna waktu kecil. pada kisah tersebut Vrusali ikut pindah
bersama pandawa ke Indraprasta namun karena serangan ular akhirnya membuat ia
kembali lagi ke Hastinapura. Vrusali meminta bantuan Karna agar diizinkan kembali
ke Indraprasta. Demi janji dan permintaan Vrusali akhirnya Karna melepaskan
sementara jabatannya sebagai Raja Angga.

Satu-satunya anak Karna yang hidup setelah perang du Kurusetra adalah Vrishakethu.
Dia pada akhirnya menurut pada Pandawa. Bahkan dalam upacara Ashvamedha, dia
mengiringi Arjuna berperang melawan Sudhava dan Babruvahana. Selama acara itu,
Vrishakethu menikahi putri raja Yavanatha, raja dari sebuah kerajaan di Barat. Arjuna
membimbing Vrishakethu keponakannya itu menjadi seorang pemanah yang
mumpuni.

Hal lain yang dapat diceritakan dari Karna adalah ketika bertempur dengan Arjuna,
seekor ular kobra naik ke dalam kereta Karna dan memohon agar Karna mau
menggunakan bisa dari dirinya untuk memanah Arjuna. Hal ini dikarenakan dirinya
dendam dengan Arjuna yang pernah membakar sarangnya. Mendengar permintaan itu,
Karna menolak dengan tegas karena tidak mau mengkhianati rasa kemanusiaan
dengan menggunakan bisa ular di panah-panahnya.

Karna juga dipuji oleh Bishma dan Krishna karena kerendahan hatinya sekaligus
memiliki kemauan yang keras untuk meningkatkan kualitas dirinya.

Kehidupan Selanjutnya

Mahabharata bagian akhir, atau Swargarohanikaparwa , mengisahkan perjalanan


Yudistira naik ke surga. Di tempat yang serba indah itu ia merasa kecewa karena yang
dijumpainya justru arwah para Kurawa, bukan adik-adiknya. Ia kemudian diantar para
Kingkara untuk menemui keempat Pandawa yang sedang mengalami penyiksaan di
neraka. Di tempat mengerikan itu, ia menjumpai arwah keempat adiknya sedang
disiksa bersama para pahlawan besar lainya, misalnya Karna, Drestadyumna,
Abimanyu, Satyaki, dan lain-lain.

Meskipun demikian, Yudistira memilih berada di neraka daripada harus kembali ke


surga. Tiba-tiba keadaan pun berbalik. Yudistira dan para pahlawan tersebut kemudian
dimasukkan oleh ke dalam surga oleh para dewa sedangkan para penjahat, yaitu
Kurawa masuk ke dalam neraka.

Rupanya peyiksaan tersebut hanya bersifat sementara, selain untuk menguji keteguhan
hati Yudistira, juga untuk membersihkan dosa-dosa para pahlawan semasa hidup di
dunia dulu.

Dengan demikian, meskipun sewaktu di dunia Karna hidup bersama para Kurawa,
namun ketika berada di akhirat arwahnya berkumpul dengan para Pandawa.

Anda mungkin juga menyukai